Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. GANTUNG
1.1. Definisi

Gantung adalah peristiwa dimana seluruh atau sebagian dari berat tubuh
seseorang ditahan di bagian leher oleh sesuastu benda dengan permukaan yang relative
sempit dan panjang (biasanya tali) sehingga daerah tersebut mengalami tekanan.1

1.2. Posisi gantung Diri


Posisi korban pada kasus gantung diri bisa bermacam macam antara lain5 :
1. Kedua kaki tidak menyentuh lantai (complete hanging)
2. Kedua kaki menyentuh lantai (parsial hanging)

Istilah ini digunakan jika beban berat badan tubuh tidak sepenuhnya menjadi
kekuatan daya jerat tali. Pada kasus tersebut berat badan tubuh tidak seluruhnya menjadi
gaya berat sehingga disebut penggantungan parsial

1.3. Mekanisme terjadinya kematian


Sebab kematian mati gantung adalah asfiksia, tetapi sering disertai penyebab yang
lain, sebab kematian bisa terjadi karena 1
1. Asfiksia
2. Gangguan sirkulasi darah ke otak, Tekanan pada pembuluh darah vena
menyebabkan kongesti pada pembuluh darah otak dan mengakibatkan kegagalan
sirkulasi
3. Syok karena reflek vagal, pada sinus caroticus menyebabkan henti jantung
4. Kerusakan medulla spinalis akibat dislokasi dari sendi atlanto-axial, Misalnya
pada pelaksanaan hokum gantung
5. Kombinasi dari asfiksia dan kongesti otak

Mekanisme kematian akibat hanging masih belum dimengerti sepenuhnya,


penelitian tentang mekanisme tersebut masih banyak dilakukan. Tanda klasik dari
asfiksia dapat tidak muncul meskipun terdapat penggantungan yang penuh,keadaan
ini menunjukkan adanya penyebab kematian lain yang lebih cepat mendahului
munculnya tanda klasik asfiksia.
Pada kematian hanging akibat asfiksia, dapat dijumpai beberapa fase seperti yang
ditemukan pada kasus asfiksia secara umum. fase tersebut adalah fase dispnea, fase
konvulsif,fase apnea, dan fase akhir. Tanda yang dapat dijumpai pada fase tersebut
adalah1

1. Fase dispnea ditandai dengan sesak nafas, peningkatan laju pernafasan,dan


sianosis yang dapat berlangsung selama beberapa menit
2. Fase konvulsif ditandai kehilangan kesadaran, terjadi kejang klonik diikuti
tonik dan terakhir terjadi spasme opistotonik. pada stadium ini pupil melebar
dan jantung menjadi lebih lambat.
3. Fase apneu ditandai dengan tanda-tanda depresi pernafasan, gerakan nafas
menjadi lemah, dalam keadaan ini terjadi pengeluaran sperma urin dan feses.
4. Fase akhir ditandai dengan paralisis secara komplit dari pusat pernafasan.

Tekanan langsung pada leher dapat menimbulkan beberapa efek tergantung pada
tipe, daerah, dan luas tekanan yangterjadi pada leher, efek tersebut dijabarkan sebagai
berikut4

1. obstruksi pada vena jugular, mengakibatkan gangguan pada aliran balik vena
dari kepala ke jantung yang berakibat sianosis, kongesti, dan petekie.
2. obstruksi arteri karotis yang menyebabkan hipoksia serebral.
3. stimulasi baroreseptor sinus karotis pada daerah bifurkasio dan arteri karotis
berakibat henti jantung neurologis.
4. elevasi dari laring dan lidah yang menutup saluran nafas pada tingkat faring

Pada keadaan dimana terdapat struktur di dekat tubuh yang digantung,individu


dapat menarik atau mendorong tubuhnya secara parsial sehingga terjadi pembebasan
tekanan dengan derajat bervariasi sebelum hilangnya kesadaran,keadaan hanging ini
akan menimbulkan keadaan serupa dengan strangulasi.4

1.4. Gejala dan Tanda Klinis


Dari letak jeratan dibedakan menjadi 2 tipe2 :
1 Typical hanging: titik gantung terletak diatas darah oksiput dan tekanan pada arteri
karotis paling besar.
2 Atypical hanging: Titik penggantungan di samping, sehingga leher dalam posisi
sangat miring (fleksi lateral) yang akan mengakibatkan hambatan pada arteri karotis
dan arteri vertebralis.
3 Kasus dengan titik gantung didepan atau dagu

Ada dua jenis simpul yaitu simpul hidup dan simpul mati. Pemeriksaan jenis dan
panjang bahan yang dipakai, serta jenis simpul dapat membantu menentukan cara
kematian. Pada Waktu membebaskan lilitan dari leher korban, tidak boleh membuka
simpul, tetapi lilitan dipotong diluar simpul, karena bentuk simpul bisa membantu
penentuan kematian secara medikolegal.

Perbedaan antara penggantungan antemortem dan postmortem 6

NO Penggantungan Penggantungan postmortem


antemortem

1 Tanda-tanda penggantungan Tanda-tanda post-mortem


antemortem bervariasi. menunjukkan kematian yang
Tergantung dari cara bukan disebabkan penggantungan
kematian korban
2 Tanda jejas jeratan miring, Tanda jejas jeratan biasanya
berupa berbentuk
lingkaran terputus (non- lingkaran utuh (continuous), agak
continuous) sirkuler dan letaknya pada bagian
dan letaknya pada leher leher tidak begitu tinggi
bagian atas
3 Simpul tali biasanya tunggal, Simpul tali biasanya lebih dari
terdapat pada sisi leher satu diikatkan dengan kuat dan
diletakkan pada bagian depan
leher
4 Ekimosis tampak jelas pada Ekimosis pada salah satu sisi jejas
salah satu sisi dari jejas penjeratan tidak ada atau tidak
penjeratan. Lebam mayat jelas. Lebam mayat terdapat pada
tampak di atas jejas jerat dan bagian tubuh yang menggantung
pada tungkai bawah sesuai dengan posisi mayat
setelah meninggal
5 Pada kulit di tempat jejas Tanda parchmentisasi tidak ada
penjeratan atau tidak
teraba seperti perabaan begitu jelas
kertas perkamen, yaitu tanda
parchmentisasi
6 Sianosis pada wajah, bibir, Sianosis pada bagian wajah, bibir,
telinga, telinga
dan lain-lain sangat jelas dan lain-lain tergantung dari
terlihat terutama jika penyebab
kematian karena asfiksia kematian

7 Wajah membengkak dan Tanda-tanda pada wajah dan mata


mata mengalami kongesti tidak terdapat, kecuali jika
dan agak menonjol, disertai penyebab kematian adalah
dengan gambaran pembuluh pencekikan (strangulasi) atau
dara vena yang jelas pada sufokasi
bagian kening dan dahi
8 Lidah bisa terjulur atau tidak Lidah tidak terjulur kecuali pada
sama kasus kematian akibat pencekikan
sekali
9 Penis. Ereksi penis disertai Ereksi penis dan cairan sperma
dengan tidak ada. Pengeluaran feses juga
keluarnya cairan sperma tidak ada
sering terjadi pada korban
pria. Demikian juga sering
ditemukan keluarnya feses
Penis.
10 Air liur. Ditemukan menetes Air liur tidak ditemukan yang
dari sudut mulut, dengan menetes pada kasus selain kasus
arah yang vertikal menuju penggantungan.
dada. Hal ini merupakan
pertanda pasti
penggantungan ante-mortem

1.5. Gambaran post-mortem


Pemeriksaan luar 7
a. Tanda penjeratan pada leher. Hal ini sangat penting diperhatikan oleh dokter, dan
keadaannya bergantung kepada beberapa kondisi:
- Tanda penjeratannya jelas dan dalam jika tali yang digunakan kecil dibandingkan
jika menggunakan tali yang besar
- Bentuk jeratannya berjalan miring ( oblik ) pada bagian depan leher, dimulai pada
leher bagian atas diantara kartilago tiroid dengan dagu, lalu berjalan miring sejajar
dengan garis rahang bawah menuju belakang telinga. Tanda ini semakin tidak
jelas pada bagian belakang
- Tanda penjeratan tersebut berwarna coklat gelap dan kulit tampak kering, keras
dan berkilat. Pada perabaan, kulit terasa seperti perabaan kertas perkamen, disebut
tanda parchmentisasi
- Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit di bagian bawah telinga,
tampak daerah segitiga pada kulit di bawah telinga
- Pinggirannya berbatas tegas dan tidak terdapat tanda-tanda abrasi di sekitarnya
- Jumlah tanda penjeratan. Kadang-kadang pada leher terlihat 2 buah atau lebih
bekas penjeratan. Hal ini menunjukkan bahwa tali dijeratkan ke leher sebanyak 2
kali
b. Kedalaman dari bekas penjeratan menunjukkan lamanya tubuh tergantung
c. Jika korban lama tergantung, ukuran leher menjadi semakin panjang
d. Tanda-tanda asfiksia. Mata menonjol keluar, perdarahan berupa petekie tampak
pada wajah dan subkonjungtiva. Lidah menjulur menunjukkan adanya penekanan
pada bagian leher
e. Air liur mengalir dari sudut bibir di bagian yang berlawanan dengan tempat simpul
tali. Keadaan ini merupakan tanda pasti penggantungan ante-mortem
f. Lebam mayat paling sering terlihat pada tungkai
g. Posisi tangan biasanya dalam keadaan tergenggam
h. Urin dan feses bisa keluar
Pemeriksaan dalam 7

a. Jaringan yang berada di bawah jeratan berwarna putih, berkilat dan perabaan seperti
perkamen karena kekurangan darah, terutama jika mayat tergantung cukup lama.
Pada jaringan di bawahnya mungkin tidak terdapat cedera lainnya
b. Platisma atau otot lain di sekitarnya mungkin memar atau ruptur pada beberapa
keadaan. Kerusakan otot ini lebih banyak terjadi pada kasus penggantungan yang
disertai dengan tindakan kekerasan
c. Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi ataupun
ruptur. Resapan darah hanya terjadi di dalam dinding pembuluh darah
d. Fraktur tulang hyoid jarang terjadi. Fraktur ini biasanya terdapat pada
penggantungan yang korbannya dijatuhkan dengan tali penggantung yang panjang
dimana tulang hyoid mengalami benturan dengan tulang vertebra. Adanya efusi
darah di sekitar fraktur menunjukkan bahwa penggantungannya ante-mortem.
e. Fraktur kartilago tiroid jarang terjadi
f. Fraktur 2 buah tulang vertebra servikalis bagian atas. Fraktur ini sering terjadi pada
korban hukuman gantung.
1.6. Cara Kematian3

Pembunuhan Bunuh Diri


Alat penjerat:
Simpul Biasanya simpul mati Simpul hidup
Jumlah lilitan Hanya Satu Satu atau lebih
Arah Mendatar Serong ke atas
Jarak titik tumpu-simpul dekat jauh
Korban
Jejas jerat Berjalan mendatar Meninggi kearas simpul
Luka perlawanan + -
Luka-luka lain Ada,sering diatas leher Biasanya tidak ada
Jarak dari lantai jauh dekat
TKP
Lokasi Bervariasi Tersembunyi
Kondisi Tidak teratur Teratur
pakaian Tidak teratur,robek rapi
Surat peninggalan - +

Accidental Hanging
Penggantungan yang tidak disengaja ini dapat dibagi dalam dua kelompok,yaitu
yang terjadi sewaktu bermain atau bekerja dan sewaktu melampiaskan nafsu seksual yang
menyimpang (Auto erotic Hanging). Auto-erotic hanging atau sexual asphyxia adalah
salah satu bentuk dari accidental hanging. Disebutkan bahwa penjeratan pada leher dapat
meningkatkan rangsangan seksual. Korbannyayang paling banyak adalah pria. Beberapa
bahan lunak seperti handuk atau kabel digunakan oleh korban dan kekuatan jeratannya
ditingkatkan dengan tangan atau digerakkan dengan kaki. Korbannya biasanya ditemukan
dalam keadaaan telanjang dengan gambar atau benda berisi hal-hal porno di sekitarnya. 1,5
Homicidial Hanging
Pembunuhan dengan metode menggantung korbannya relatif jarang dijumpai,
cara ini baru dapat dilakukan bila korbannya anak anak atau orang dewasa yang
kondisinya lemah, baik lemah oleh karena menderita penyakit, di bawah pengaruh obat
bius, alkohol atau korban yang sedang tidur. Pembunuhan dengan cara penggantungan
sulit untuk dilakukan oleh seorang pelaku .1
Judicial Hanging
Judicial hanging telah dilakukan sejak jaman dahulu sebagai bentuk
penghukuman. Pada judicial hanging, kematian berlangsung sangat cepat karena fraktur
di vertebra servikalis yang mengakibatkan perdarahan di medulla oblongata. Sering
didapati jantung masih berdenyut untuk beberapa saatkemudian. Bila kematian karena
penutupan arteri juga berlangsung cepat karena iskemik otak, sedangkan kematian
berlangsung lebih lambat pada penyumbatan vena. Bila yang terobstruksi adalah saluran
pernapasan, maka kematian dapat berlangsung di bawah 5 menit.1

BAB III
KESIMPULAN
Penggantungan atau hanging adalah suatu keadaan dimana terjadi konstriksi dari
leher oleh alat penjerat, misalnya dengan menggunakan tali, kain, dasi, atau bahan apa
saja yang dapat melilit leher, yang ditimbulkan oleh sebagian atau keseluruhan berat
badan. Pada kematian akibat asfiksia, dapat dijumpai beberapa fase sekuensial akibat
asfiksia, yaitu fase dispnea, fase konvulsif, fase apnea, fase akhir. Secara umum, dapat
dijumpai juga tanda klasik asfiksia, yaitu petekia pada kulit Wajah, kongesti, edema, dan
sianosis pada Wajah. Namun, tanda-tanda tersebut berbeda pada setiap fase . Sebagai
dokter, perlu pemahaman lebih mendalam mengenai penggantungan (hanging), sehingga
dapat memastikan apakah kasus penggantungan tersebut merupakan bunuh diri,
pembunuhan, atau kecelakaan sehingga dapat memperjelas suatu perkara pidana
khusunya penggantungan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Amir, Amri. 2013. Rangkaian ilmu Kedokteran Forensik edisi kedua. Medan ;Percetakan
Ramadhan
2. Dahlan, Sofwan. 2007. Ilmu Kedokteran Forensik. Pedoman Bagi Dokter dan Penegak
Hukum. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
3. Ilmu Kedokteran Forensik.1997. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Thanatologi. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
4. James, J.P, et al. 2011. Asphyxia. Simpsons Forensic Medicine.13 thed. UK : Hodder
&Stoughton ltd.
5. Sharma, R.K. 2005. Concise textbook of Forensic Medicine and Toxicology third edition.
New Delhi ; Global Education Consultants.
6. Nurhantari, Y., 2005. Tanatologi. Makalah pada Pelatihan Instruktur Blok Medikolegal
FK UII, Yogyakarta. Tidak dipublikasikan
7. Soegandhi, R. , 2001. Pedoman Pemeriksaan Jenazah Forensik dan Kesimpulan Visum et
Repertum di RSUP Dr. Sardjito. Ed-2. Yogyakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik FK
UGM.

Anda mungkin juga menyukai