Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Invaginasi atau intususepsi adalah masuknya bagian usus ke dalam perbatasan
atau bagian yang lebih distal dari usus (umumnya, invaginasi ileum masuk ke
dalam kolon desendens). Invaginasi pada orang dewasa relative jarang; 5 sampai
16 % dari semua kasus yang dilaporkan terjadi pada dewasa. Hampir 70 % kasus
invaginasi terjadi pada anak-anak umur kurang dari 1 tahun. didapatkan insiden
tertinggi dicapai pada anak-anak umur antara 4 sampai dengan 9 bulan. Pada bayi
dan anak-anak intususepsi merupakan penyebab kira-kira 80-90% dari kasus
obstruksi.
Gejala klasik intususepsi adalah nyeri abdomen kolik yang episodik. Dengan
adanya serangan rasa sakit/kolik yang makin bertambah dan mencapai
puncaknya, dan kemudian menghilang sama sekali, diagnosis hamper dapat
ditegakkan. Gambaran klinis intususepsi dewasa umumnya sama seperti keadaan
obstruksi usus pada umumnya, yang dapat mulai timbul setelah 24 jam setelah
terjadinya intususepsi berupa nyeri perut dan terjadinya distensi setelah lebih 24
jam ke dua disertai keadaan klinis lainnya yang hampir sama gambarannya seperti
intususepsi pada anak-anak.
Pada orang dewasa diagnosis preoperatif keadaan intususepsi sangatlah sulit,
meskipun pada umumnya diagnosis preoperatifnya adalah obstruksi usus tanpa
dapat memastikan kausanya adalah intususepsi, pemerikasaan fisik saja tidaklah
cukup sehingga diagnosis memerlukan pemeriksaan penunjang yaitu dengan
radiologi (foto polos abdomen 3 posisi, barium enema/colon in loop, ultra
sonography dan computed tomography), meskipun umumnya diagnosisnya
didapat saat melakukan pembedahan. Terapi intususepsi pada orang dewasa
adalah pembedahan.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui definisi, etiologi,
epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinik, diagnosis banding, pemeriksaan
penunjang, penatalaksanaan dari intususepsi bowel
C. Rumusan Masalah
Apa itu Intususepsi bowel dan bagaimana tampilan pada pemereksaan radiologi?
Bab II
Tinjauan Pustaka

1
A. Definisi
Intususepsi atau invaginasi adalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk
ke dalam segmen lainnya; yang bisa berakibat dengan obstruksi / strangulasi.
Umumnya bagian yang peroksimal (intususeptum) masuk ke bagian distal
(intususepien).

Gambar 1 : Ilustrasi Intususepsi


B. Anatomi dan Fisiologi
Usus halus mempunyai bentuk berlipat-lipat terbentang dari pylorus
sampai caecum dengan panjang 270 cm sampai 290 cm, panjang duodenum
diperkirakan sekitar 20 cm, jejunum 100-110 cm, dan ileum 150-160 cm.
Batas antara duodenum dan yejunum adalah ligamentum treits.
Yejunum dan ileum dapat dibedakan dari :
1. Lekukan lekukan yejunum terletak pada bagian atas rongga atas
peritoneum di bawahsisi kiri mesocolon transversum ; ileum
terletak pada bagian bawah rongga peritoneum dan dalam pelvis.
2. Jejunum lebih besar, berdinding lebih tebal dan lebih merah
daripada ileum Dinding jejunum terasa lebih tebal karena lipatan
mukosa yang lebih permanen yaitu plicacircularis, lebih besar,
lebih banyak dan pada yejunum lebih berdekatan ; sedangkan
pada bagian atas ileum lebar, dan pada bagian bawah lipatan ini
tidak ada.
3. Mesenterium jejunum melekat pada dinding posterior abdomen
diatas dan kiri aorta,sedangkan mesenterium ileum melekat
dibawah dan kanan aorta.
4. Pembuluh darah mesenterium jejunum hanya menmbentuk satu
atau dua aarkade dengancabang-cabang yang panjang dan jarang
yang berjalan ke dinding usus halus. Ileum menerima banyak
pembuluh darah yang pendek, yang berasal dari 3 atau 4 atau
malahan lebih arkade.

2
5. Pada ujung mesenterium jejunum, lemak disimpan dekat pangkalan
dan lemak jarang ditemukan didekat dinding usus halus. Pada
ujung mesenterium ileum lemak disimpan diseluruh bagian ,
sehingga lemak ditemukan dari pangkal sampai dinding usus halus.
Kolon dimulai dari ileum terminale sampai rectum dengan panjang
sekitar 150 cm. Bagian kanan Kolon terdiri dari sekum, Kolon ascenden, dan
bagian proximal Kolon transversum, sedangkan bagian kirinya terdiri dari
distal Kolon transversum, Kolon descendens, sigmoid dan rectum. Dinding
Kolon mempunyai 4 lapisan yaitu mucosa, submucosa, muscularis dan serosa.
Perbedaan usus halus dan colon:
Perbedaan eksterna
1. Usus halus (kecuali duodenum) bersifat mobil, sedang kan colon
asenden dan colon desenden terfiksasi tidak mudah bergerak.
2. Ukuran usus halus umumnya lebih kecil dibandingkan dengan usus
besar yang terisi.
3. Usus halus (kecuali duodenum) mempunyai mesenterium yang
berjalan ke bawah menyilang garis tengah, menuju fosa iliaka kanan.
4. Otot longitudinal usus halus membentuk lapisan kontinyu sekitar usus.
Pada usus besar (kecuali appendix) otot longitudinal tergabung dalam
tiga pita yaitu taenia coli.
5. Usus halus tidak mempunyai kantong lemak yang melekat pada
dindingnya. Usus besar mempunyai kantong lemak yang dinamakan
appandices epiploideae.
6. Dinding usus halus adalah halus, sedangkan dinding usus besar sakular

Perbedaan interna
1. Mucosa usus halus mempunyai lipatan yang permanen yang
dinamakan plica silcularis,sedangkan pada usus besar tidak ada.
2. Mukosa usus halus mempunyai fili, sedangkan mukosa usus besar
tidak mempunyai.
3. Kelompokan jaringan limfoid (agmen feyer) ditemukan pada mukosa
usus halus , jaringan limfoid ini tidak ditemukan pada usus besar.

Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari


(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan
masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di

3
cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada
lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat
yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang
melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan
makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim
yang mencerna protein, gula dan lemak.
Pergerakan usus dilakukan dengan cara kontraksi mencampur:
regangan satu bagian akan menyebabkan kontraksi konsentris. Panjang
kontraksi 1 cm (segmentasi). Kontraksi segmen memotong chyme. Gerakan
mendorong; gerakan segmentasi bendorong chyme ke katub ileosekal dan
mendorong melewati katub tersebut. Fungsi katub ileosekal adalah untuk
mencegah kembalinya fecal dari kolon ke usus halus.

C. Insidensi
Insidens penyakit ini tidak diketahui secara pasti, masing masing penulis
mengajukan jumlah penderita yang berbeda beda. Kelainan ini umumnya
ditemukan pada anak anak di bawah 1 tahun dan frekuensinya menurun dengan
bertambahnya usia anak.
Umumnya Intususepsi ditemukan lebih sering pada anak laki laki, dengan
perbandingan antara laki laki dan perempuan tiga banding dua.
Insidens pada bulan Maret Juni meninggi dan pada bulan September Oktober
juga meninggi. Hal tersebut mungkin berhubungan dengan musim kemarau dan
musim penghujan dimana pada musim musim tersebut insidens infeksi saluran
nafas dan gastroenteritis meninggi. Sehingga banyak ahli yang menganggap
bahwa hypermotilitas usus merupakan salah satu faktor penyebab.
D. Etiologi
Terbagi dua :
1. Idiophatic
2. Kausal
1. Idiophatic
Menurut kepustakaan 90 95 % invaginasi pada anak dibawah umur
satu tahun tidak dijumpai penyebab yang spesifik sehingga digolongkan
sebagai infatile idiphatic intussusceptions. Pada waktu operasi hanya
ditemukan penebalan dari dinding ileum terminal berupa hyperplasia jaringan

4
follikel submukosa yang diduga sebagai akibat infeksi virus. Penebalan ini
merupakan titik awal (lead point) terjadinya invaginasi.
2. Kausal
Pada penderita invaginasi yang lebih besar (lebih dua tahun) adanya
kelainan usus sebagai penyebab invaginasi seperti : inverted Meckels
diverticulum, polip usus, leiomioma, leiosarkoma, hemangioma, blue rubber
blep nevi, lymphoma, duplikasi usus.
Gross mendapatkan titik awal invaginasi berupa : divertikulum Meckel,
polip,duplikasi usus dan lymphoma pada 42 kasus dari 702 kasus invaginasi
anak.
Eins dan Raffensperger, pada pengamatannya mendapatkan Specific
leading points berupa eosinophilik, granuloma dari ileum, papillary lymphoid
hyperplasia dari ileum hemangioma dan perdarahan submukosa karena
hemophilia atau Henochs purpura. Lymphosarcoma sering dijumpai sebagai
penyebab invaginasi pada anak yang berusia diatas enam tahun.
Invaginasi dapat juga terjadi setelah laparotomi, yang biasanya timbul setelah
dua minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat gangguan peristaltik usus,
disebabkan manipulasi usus yang kasar dan lama, diseksi retroperitoneal yang
luas dan hipoksia lokal.
E. Faktor faktor yang dihubungkan dengan terjadinya invaginasi
Penyakit ini sering terjadi pada umur 3 12 bulan, di mana pada saat itu
terjadi perubahan diet makanan dari cair ke padat, perubahan pemberian makanan
ini dicurigai sebagai penyebab terjadi invaginasi. Invaginasi kadang kadang
terjadi setelah / selama enteritis akut, sehingga dicurigai akibat peningkatan
peristaltik usus. Gastroenteritis akut yang dijumpai pada bayi, ternyata kuman
rota virus adalah agen penyebabnya, pengamatan 30 kasus invaginasi bayi
ditemukan virus ini dalam fesesnya sebanyak 37 %.
Pada beberapa penelitian terakhir ini didapati peninggian insidens adenovirus
dalam feses penderita invaginasi.
F. Jenis Invaginasi
Jenis invaginasi dapat dibagi menurut lokasinya pada bagian usus mana yang
terlibat, pada ileum dikenal sebagai jenis ileo ileal.
Pada kolon dikenal dengan jenis colo colica dan sekitar ileo caecal disebut
ileocaecal, jenis jenis yang disebutkan di atas dikenal dengan invaginasi tunggal
dimana dindingnya terdiri dari tiga lapisan.

5
Jika dijumpai dindingnya terdiri dari lima lapisan, hal ini sering pada keadaan
yang lebih lanjut disebut jenis invaginasi ganda, sebagai contoh adalah jenis
jenis ileo ileo colica atau colo colica.
Suwandi J. Wijayanto E. di Semarang selama 3 tahun (1981 1983) pada
pengamatannya mendapatkan jenis invaginasi sebagi berikut:
Ileo ileal 25%, ileo colica 22,5%, ileo ileo colica 50% dan colo colica
22,5%.

G. Patogenesis
Patogenesis dari intususepsi diyakini akibat sekunder dari ketidakseimbangan
pada dorongan longitudinal sepanjang dinding intestinal. Ketidakseimbangan ini
dapat disebabkan oleh adanya massa yang bertindak sebagai lead point atau
oleh pola yang tidak teratur dari peristalsis (contohnya, ileus pasca operasi).
Gangguan elektrolit berhubungan dengan berbagai masalah kesehatan yang dapat
mengakibatkan motilitas intestinal yang abnormal, dan mengarah pada terjadinya
invaginasi. Beberapa penelitian terbaru pada binatang menunjukkan pelepasan
nitrit oksida pada usus, suatu neurotransmitter penghambat, menyebabkan
relaksasi dari katub ileocaecal dan mempredisposisi intususepsi ileocaecal.
Penelitian lain telah mendemonstrasikan bahwa penggunaan dari beberapa
antibiotik tertentu dapat menyebabkan hiperplasia limfoid ileal dan dismotilitas
intestinal dengan intususepsi.
Sebagai hasil dari ketidakseimbangan, area dari dinding usus terinvaginasi ke
dalam lumen. Proses ini terus berjalan, dengan diikuti area proximal dari
intestinal, dan mengakibatkan intususeptum berproses sepanjang lumen dari
intususipiens. Apabila terjadi obstruksi sistem limfatik dan vena mesenterial,
akibat penyakit berjalan progresif dimana ileum dan mesenterium masuk ke
dalam caecum dan colon, akan dijumpai mukosa intussusseptum menjadi oedem
dan kaku. Mengakibatkan obstruksi yang pada akhirnya akan dijumpai keadaan
strangulasi dan perforasi usus.
Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit mengakibatkan
gangguan venous return sehingga terjadi kongesti, oedem, hiperfungsi goblet sel
serta laserasi mukosa usus. Hal inilah yang mendasari terjadinya salah satu
manifestasi klinis intususepsi yaitu BAB darah lendir yang disebut juga red
currant jelly stool.

6
Gambar II : Ilustrasi Gambaran Patogenesis Intususepsi

H. Gambaran Klinis
Secara klasik perjalanan suatu invaginasi memperlihatkan gambaran sebagai
berikut :
Anak atau bayi yang semula sehat dan biasanya dengan keadaan gizi yang
baik, tiba tiba menangis kesakitan, terlihat kedua kakinya terangkat ke
atas, penderita tampak seperti kejang dan pucat menahan sakit, serangan
nyeri perut seperti ini berlangsung dalam beberapa menit. Diluar
serangan, anak / bayi kelihatan seperti normal kembali. Pada waktu itu
sudah terjadi proses invaginasi. Serangan nyeri perut datangnya berulang
ulang dengan jarak waktu 15 20 menit, lama serangan 2 3 menit.
Pada umumnya selama serangan nyeri perut itu diikuti dengan muntah
berisi cairan dan makanan yang ada di lambung, sesudah beberapa kali
serangan dan setiap kalinya memerlukan tenaga, maka di luar serangan si
penderita terlihat lelah dan lesu dan tertidur sampai datang serangan
kembali. Proses invaginasi pada mulanya belum terjadi gangguan pasase
isi usus secara total, anak masih dapat defekasi berupa feses biasa,
kemudian feses bercampur darah segar dan lendir, kemudian defekasi
hanya berupa darah segar bercampur lendir tanpa feses.
Karena sumbatan belum total, perut belum kembung dan tidak tegang,
dengan demikian mudah teraba gumpalan usus yang terlibat invaginasi
sebagai suatu massa tumor berbentuk bujur di dalam perut di bagian
kanan atas, kanan bawah, atas tengah atau kiri bawah. Tumor lebih mudah
teraba pada waktu terdapat peristaltik, sedangkan pada perut bagian kanan
bawah teraba kosong yang disebut dances sign ini akibat caecum dan
kolon naik ke atas, ikut proses invaginasi.
Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit mengakibatkan

7
gangguan venous return sehingga terjadi kongesti, oedem, hiperfungsi
goblet sel serta laserasi mukosa usus, ini memperlihatkan gejala berak
darah dan lendir, tanda ini baru dijumpai sesudah 6 8 jam serangan sakit
yang pertama kali, kadang kadang sesudah 12 jam. Berak darah lendir
ini bervariasi jumlahnya dari kasus ke kasus, ada juga yang dijumpai
hanya pada saat melakukan colok dubur. Sesudah 18 24 jam serangan
sakit yang pertama, usus yang tadinya tersumbat partial berubah menjadi
sumbatan total, diikuti proses oedem yang semakin bertambah, sehingga
pasien dijumpai dengan tanda tanda obstruksi, seperti perut kembung
dengan gambaran peristaltik usus yang jelas, muntah warna hijau dan
dehidrasi. Oleh karena perut kembung maka massa tumor tidak dapat
diraba lagi dan defekasi hanya berupa darah dan lendir. Apabila keadaan
ini berlanjut terus akan dijumpai muntah feses, dengan demam tinggi,
asidosis, toksis dan terganggunya aliran pembuluh darah arteri, pada
segmen yang terlibat menyebabkan nekrosis usus, ganggren, perforasi,
peritonitis umum, shock dan kematian. Pemeriksaan colok dubur didapati:
o Tonus sphincter melemah, mungkin invaginat dapat diraba berupa
massa seperti portio
o Bila jari ditarik, keluar darah bercampur lendir.
Perlu perhatian bahwa untuk penderita malnutrisi gejala gejala
invaginasi tidak khas, tanda tanda obstruksi usus berhari hari baru
timbul, pada penderita ini tidak jelas tanda adanya sakit berat, defekasi
tidak ada darah, invaginasi dapat mengalami prolaps melewati anus, hal
ini mungkin disebabkan pada pasien malnutrisi tonus yang melemah,
sehingga obstruksi tidak cepat timbul. Suatu keadaan disebut dengan
invaginasi atipikal, bila kasus itu gagal dibuat diagnosa yang tepat oleh
seorang ahli bedah, meskipun keadaan ini kebanyakan terjadi karena
ketidaktahuan dokter dibandingkan dengan gejala tidak lazim pada
penderita.
I. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosa invaginasi didasarkan pada anamnesis,
pemeriksaan fisik, laboratorium dan radiologi. Gejala klinis yang menonjol dari
invaginasi adalah suatu trias gejala yang terdiri dari :

8
Nyeri perut yang datangnya secara tiba tiba, nyeri bersifat serang
serangan., nyeri menghilang selama 10 20 menit, kemudian timbul lagi
serangan baru.
Teraba massa tumor di perut bentuk bujur pada bagian kanan atas, kanan
bawah, atas tengah, kiri bawah atau kiri atas.
Buang air besar campur darah dan lendir
Bila penderita terlambat memeriksakan diri, maka sukar untuk meraba
adanya tumor, oleh karena itu untuk kepentingan diagnosis harus
berpegang kepada gejala trias invaginasi. Mengingat invaginasi sering
terjadi pada anak berumur di bawah satu tahun, sedangkan penyakit
disentri umumnya terjadi pada anak anak yang mulai berjalan dan mulai
bermain sendiri maka apabila ada pasien datang berumur di bawah satu
tahun, sakit perut yang bersifat kolik sehingga anak menjadi rewel
sepanjang hari / malam, ada muntah, buang air besar campur darah dan
lendir maka pikirkanlah kemungkinan invaginasi.

The Brighton Collaboration Intussuseption Working Group mendirikan sebuah


diagnosis klinis menggunakan campuran dari kriteria minor dan mayor.
Strasifikasi ini membantu untuk membuat keputusan berdasarkan tiga level dari
pembuktian untuk membuktikan apakah kasus tersebut adalah intususepsi.
1. Kriteria Mayor
a. Adanya bukti dari obstruksi usus berupa adanya riwayat muntah hijau,
diikuti dengan distensi abdomen dan bising usus yang abnormal atau tidak
ada sama sekali.
b. Adanya gambaran dari invaginasi usus, dimana setidaknya tercakup hal-
hal berikut ini: massa abdomen, massa rectum atau prolaps rectum,
terlihat pada gambaran foto abdomen, USG maupun CT Scan.
c. Bukti adanya gangguan vaskularisasi usus dengan manifestasi perdarahan
rectum atau gambaran feses red currant jelly pada pemeriksaan Rectal
Toucher.
2. Kriteria Minor
a. Bayi laki-laki kurang dari 1 tahun
b. Nyeri abdomen
c. Muntah
d. Lethargy
e. Pucat
f. Syok hipovolemi
g. Foto abdomen yang menunjukkan abnormalitas tidak spesifik

9
Berikut ini adalah pengelompokkan berdasarkan tingkat pembuktian, yaitu :
1. Level 1 Definite (ditemukannya satu kriteria di bawah ini)
a. Kriteria Pembedahan Invaginasi usus yang ditemukan saat pembedahan
b. Kriteria Radiologi Air enema atau liquid contrast enema menunjukkan
invaginasi dengan manifestasi spesifik yang bisa dibuktikan dapat
direduksi oleh enema tersebut.
c. Kriteria Autopsi Invagination dari usus
2. Level 2 Probable (salah satu kriteria di bawah)
a. Dua kriteria mayor
b. Satu kriteria mayor dan tiga kriteria minor
3. Level 3 Possible
a. Empat atau lebih kriteria minor
J. Pemereksaan Laboratorium
Pada Pemereksaan Darah Rutin di temukan di temukan peningkatan jumlah
leukosit (leukositosis >10.000/mm3)
K. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan usus halus dapat dilaksanakan sebagai lanjutan
pemeriksaan lambung atau dapat dimintakan sendiri. Pemeriksaan usus halus
dikenal sebagai pemeriksaan follow trough, yaitu sebagai pemeriksaan yang
terus dilanjutkan setelah pemeriksaan lambung. Salah satu caranya adalah
pasien diminta meminum dua gelas penuh kontras barium sulfat sekaligus.
Cara lain adalah meminta pasien minum sebagian demi sebagian dengan
interval beberapa menit sampai akhirnya habis dua gelas tersebut. Dengan
fluoroskopi sewaktu-waktu kemudian diikuti perjalanan barium sulfat tersebut
dan dibuatlah foto ikhtisar dari usus yang telah berisi kontras. Pemeriksaan
berakhir apabila ileum terminal telah dilewati dan kolon ascenden mulai terisi.
Gambaran dari duodenum dan jejunum memperlihatkan feathery appearance.
Sedangkan ileum memperlihatkan gambaran tubular appearance. Ileum
terminal dan valvula bauhini harus dikenali petugas, kemudian akhirnya harus
dikenali haustrae dari kolon.
Pada pemeriksaan radiologis kolon diperlukan persiapan pada pasien yaitu
berupa :
1. Mengubah pola makan penderita. Makanan hendaknya mempunyai
konsistensi lunak, low residue dan tidak mengandung lemak. Dengan
tujuan mengurangi kemungkinan bongkahan-bongkahan tinja yang
keras.

10
2. Minum sebanyak-banyaknya. Oleh karena kolon adalah tempat
penyerapan air yang terbanyak, maka pemberian minum dimaksudkan
agar tinja tetap lembek.

3. Pemberian pencahar. Pemberian pencahar dimaksudkan sebagai


pelengkap saja. Pada beberapa keadaaan pemberian pencahar mutlak
dilakukan, contohnya pada orang tua, rawat baring yang lama dan
sembelit kronis.

Media kontas yang digunakan adalah larutan barium dengan konsentrasi


berkisar antara 70-80 WN%(weight/volume). Umumnya sebanyak 600-800 ml
sudah memadai. Teknik pemeriksaan nya meliputi tahapan :
1. Tahap pengisian. Dikatakan cukup apabila telah mencapai flexura
lienalis atau pertengahan kolon tranversum

2. Tahap pelapisan. Dengan menunggu 1-2 menit dapat diberikan


kesempatan pada larutan barium untuk melapisi mukosa kolon.

3. Tahap pengosongan. Setelah diyakini mukosa kolon telah terlapisi


sempurna, sisa barium dalam lumen kolon dapat dikeluarkan dengan
cara memiringkan penderita ke kiri (left decubitus) dan menegakkan
meja pemeriksaan (upright).

4. Tahap pengembangan. Dilakukan pemompaan udara kedalam lumen


kolon.

5. Tahap pemotretan. Setelah seluruh kolon mengembang sempurna,


maka dilakukan pemotretan. Posisi penderita tergantung bentuk kolon
atau kelainan yang ditemukan.

Komplikasi yang mungkin terjadi dari pemeriksaan ini adalah, perforasi


yang disebabkan pengisian larutan kontras secara mendadak dan tekanan yang
tinggi. Refleks vagal, hal ini biasanya terjadi karena pengembangan yang
berlebihan dengan gejala pusing, keringat dingin, pucat, pandangan gelap dan
bradikardia.

11
Pada orang dewasa diagnosis preoperatif keadaan intususepsi sangatlah
sulit, meskipun pada umumnya diagnoasis preoperatifnya adalah obstruksi
usus tanpa dapat memastikan kausanya adalah intususepsi, pemerikasaan fisik
saja tidaklah cukup sehingga diagnosis memerlukan pemeriksaan penunjang
yaitu dengan radiologi (barium enema, ultra sonography dan computed
tomography), meskipun umumnya diagnosisnya didapat saat melakukan
pembedahan.
1. Foto Polos Abdomen
Tujuan untuk mengetahui adanya tanda obstruksi, seperti
Distensi, Air fluid level, Hering bone (gambaran plika circularis usus).
Foto polos perut dibuat dalam 2 arah, posisi supine dan lateral
dekubitus kiri. Posisi lateral dekubitus kiri ialah posisi penderita yang
dibaringkan dengan bagian kiri di atas meja dan sinar dari arah
mendatar. Dengan posisi ini, selain untuk mengetahui invaginasi juga
dapat mendeteksi adanya perforasi.
Gambaran X-ray pada invaginasi ileo-coecal memper-lihatkan
daerah bebas udara yang fossa iliaca kanan karena terisi massa. Pada
invaginasi tingkatlanjut kelihatan air fluid level. Foto abdomen tegak
didapatkan tanda-tanda obstruksi saluran cerna, distribusi udara yang
tidak merata perselubungan daerah kanan bawah, tengah dan atas,
udara hanya menempati perut kiri atas. Pada keadaan lanjut telah
terlihat tanda-tanda obstruksi usus berupa multipel air fluid level,
dilatasi loop usus atau minimal feses pada kolon. Tetapi 30%
pemeriksaan foto abdomen adalah normal. Massa intususeptum
kelihatan pada setengah pasien yang dilakukan pemeriksaan foto polos
abdomen.
Apex dari intussuseption mungkin menunjukkan tanda
patognomonik radioluscent yang disebut crescent sign, karena udara
usus yang terjebak diantara permukaan usus yang berlawanan. Lusensi
ini lebih lebar daripada usus normal dan mengelilingi sekitar densitas
jaringan lunak dari intussuseption. Karena negatif palsu yang tinggi
dari foto polos ini, USG direkomendasikan sebagai tehnik imaging
primer.

12
Gambar 3. Foto polos abdomen. Panjang segmen menyempit
di usus besar, melintang proksimal sekunder untuk intususepsi
colocolic ( panah).
2. Barium enema / Colon in loop
Barium enema merupakan pemeriksaan system gastrointestinal
bagian bawah, merupakan pemeriksaan X-ray pada colon dan rectum.
Untuk membuat usus terlihat pada gambaran X-ray, colon diisi dengan
menggunakan bahan kontras yang mengandung barium. Dilakukan
dengan memasukkan bahan kontras melalui tabung yang dimasukkan
ke anus. Barium menghalangi sinar X sehingga menyebabkan colon
yang terisi barium terlihat jelas.
Barium enema merupakan gold standard dan telah teruji dapat
mendiagnosa sekaligus dapat mereduksi intususepsi pada anak dengan
rata-rata keberhasilan 55-90% dan resiko perforasi kurang dari 1 %,
jika gejala muncul kurang dari 24 jam, tingkat keberhasilan
menggunakan barium enema menjadi 80-90%.
Terdapat dua gambaran klasik pada intususepsi pada bacaan
barium enema. Cup shaped appearance atau Meniscus sign yang
dihasilkan karena obstruksi aliran barium pada apeks bulat
intususeptum yang menonjol ke dalam kolom bahan kontras. Selain
itu ketika tekanan ditingkatkan, sebagian atau keseluruhan intususepsi

13
mungkin akan tereduksi. Jika barium dapat melewati tempat obstruksi,
dapat diperoleh suatu Coil spring appearance .

Gambar 4. Cupping sign atau Meniscus sign pada foto dengan


barium enema

Gambar 5. Coil spring appearance pada foto barium enema

3. Ultra sonography (USG)

14
Tujuan untuk melokalisir area usus yang mengalami invaginasi
dan untuk menyingkirkan diagnosis invaginasi. Positif palsu dihasilkan
karena feces yang prominen, Chrons disease pada ileum terminal,
volvulus, dan lain-lain.
USG membantu menegakkan diagnosis invaginasi dengan
gambaran target sign atau doughnut sign pada potongan melintang
invaginasi yang menunjukkan lapisan konsentris dari usus. Halo
hipoechoic dihasilkan oleh mesenterium dan dinding yang oedem dari
intussuscipien. Hiperechoic di sentral dihasilkan oleh permukaan
mukosa, submukosa, dan serosa dari intususceptum. Sedangkan
gambaran berupa pseudo kidney sign atau sandwich sign pada
potongan longitudinal invaginasi menunjukkan gambaran hiperechoic
pada pusat yang diasumsikan sebagai bentuk tubular yang bersambung
dengan lumen usus dan ditutupi pada masing-masing sisi oleh
intussusescpien yang hipoechoic. Cairan intraperitoneal jarang
ditemukan. Color Doppler sonografi dapat mendetksi lebih awal
iskemia. Keterbatasan paling besar dari USG adalah adanya udara
dalam usus yang mencegah transmisi dari sinar. Positif palsu
dihasilkan karena feces yang prominen, Chrons disease pada ileum
terminal, volvulus, dan lain-lain.

15
Gambar 6. Longitudinal sonography menunjukkan gambaran
sandwich sign

Gambar 7. Transverse sonography menunjukkan gambaran


doughnut sign

Gambar 8. Tampak gambaran doughnut sign, serta tampak target


sign atau pseudokidney

4. CT Scan

16
Metode Computed tomography (CT scan) menjadi metode
diagnostik paling sensitif dan dapat membedakan antara intusepsi
dengan dan tanpa titik utama. CT scan ini dapat menentukan lokasi,
sifat massa dengan jaringan sekitar, dan staging pada kasus keganasan
yang menyebabkan intususepsis.
Alat penunjang ini digunakan sebagai konfirmasi pertama pada
pasien dewasa untuk diagnosis dan evaluasidari etiologi. Invaginasi
divisualisasikan dengan gambaran patognomonik pada CT Scan, yaitu
dengan terlihatnya kompleks massa jaringan lunak yang berada diluar
intussusepien dan central intussuseptum. Ada asimetris, gambaran
crescent yang dihasilkan karena terjebaknya mesenterium. Intususepsi
akan terlihat sebagai target sign ketika sinar dipancarkan ke axis
longitudinal dari massa dan sausage shape/massa reniform ketika CT
scan dipancarkan secara sejajar/transversal. CT scan dapat
memperlihatkan durasi dan tingkat keparahan dari proses invaginasi,
target sign merupakan stage pertama/awal dan tahap lebih lanjut
sebagai gambaran massa sausage shape, dan tahap akhir berupa
gambaran reniform/pseudokidney yang berkembang karena oedem,
penebalan mural, dan iskemia. Etiologi invaginasi jarang bisa
ditegakkan, bisa karena lipoma, limpadenopati dan metastase
abdomen.
Penemuan lain yaitu akumulasi bentuk kontras oral yang
mengelilingi intussuseptum karena kontras melapisi dinding usus yang
berlawanan, selain itu juga dapat ditemukan ascites minimal dan
obstruksi proximal. CT scan merupakan pemeriksaan penunjang yang
paling akurat dan merupakan pilihan utama, USG sebagai pilihan
kedua untuk diagnosis invaginasi.

17
Gambar 9. Gambaran klasik CT scans abdomen pada intususepsi :
target sign.
5. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Perkembangan terbaru dari MRI dengan tehnik ultrafast
multiplanar sekarang dipakai sebagai evaluasi cepat dari obstruksi
usus. Multiplanar HASTE (half-fourier single shot turbo spin echo)
terbukti berguna dalam diagnosis invaginasi. Resolusi kontras yang
tinggi antara peningkatan signal dari cairan intralumen yang terjebak
dan signal intermediate-rendah dari dinding usus dapat digambarkan
dengan jelas.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, sebagian kasus
intususepsi mempunyai riwayat perjalanan penyakit yang kronis,
bahkan kadang-kadang mencapai waktu bertahun tahun. Adanya
mesenterium yang panjang, yang memungkinkan invaginasi terjadi
tanpa gangguan sirkulasi, kemungkinan dapat menyebabkan
terpeliharanya integritas striktural usus. Serangan ini dapat berulang
dalam waktu yang lama dengan status kesehatan penderita yang relatif
baik, sampai akhirnya terdapat suatu serangan yang demikian beratnya
sehingga tidak dapat tereduksi spontan, dan tindakan bedah menjadi
diperlukan.

18
A B
Gambar 10 : A (sagital) and B (Transversal). gambaran sekuen HASTE sagital dan
transversal menunjukkan intussusepsi dari usus kecil (small bowel) di kuadran atas
kiri. Perhatikan loop dilatasi dari usus kecil dan cairan bebas
Gambaran di atas adalah gambaran dari seorang wanita hamil berusia 31 tahun
dengan usia kehamilan 23 minggu yang menderita nyeri perut bagian kiri. Ditemukan
gambaran loop dilatasi dari usus halus/ usus kecil dan cairan bebas. Hal ini
menunjukkan telah terjadi intususepsi dalam usus halusnya yang mengakibatkan nyeri
perut di bagian kiri .

L. Diagnosa Banding
Gastro enteritis, bila diikuti dengan invaginasi dapat ditandai jika
dijumpai perubahan rasa sakit, muntah dan perdarahan.
Divertikulum Meckel, dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa nyeri.
Disentri amoeba, disini diare mengandung lendir dan darah, serta adanya
obstipasi, bila disentri berat disertai adanya nyeri di perut, tenesmus dan
demam.
Enterokolitis, tidak dijumpai adanya nyeri di perut yang hebat.
Prolapsus recti atau Rectal prolaps, dimana biasanya terjadi berulang kali
dan pada colok dubur didapati hubungan antara mukosa dengan kulit
perianal, sedangkan pada invaginasi didapati adanya celah.
M. Penatalaksanaan
Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya
pertolongan diberikan, jika pertolongan sudah diberikan kurang dari 24 jam dari
serangan pertama maka akan memberikan prognosis yang lebih baik.
Penatalaksanaan penanganan suatu kasus invaginasi pada bayi dan anak sejak
dahulu mencakup dua tindakan penanganan yang dinilai berhasil dengan baik :
Reduksi dengan barium enema
Reduksi dengan operasi
Sebelum dilakukan tindakan reduksi, maka terhadap penderita :
dipuasakan, resusitasi cairan, dekompressi dengan pemasangan pipa

19
lambung. Bila sudah dijumpai tanda gangguan pasase usus dan hasil
pemeriksaan laboratorium dijumpai peninggian dari jumlah leukosit maka
saat ini antibiotika berspektrum luas dapat diberikan. Narkotik seperti
Demerol dapat diberikan (1mg/ kg BB) untuk menghilangkan rasa sakit.
o Reduksi Dengan Barium Enema
Telah disebutkan pada bab terdahulu bahwa barium enema
berfungsi dalam diagnostik dan terapi. Barium enema dapat
diberikan bila tidak dijumpai kontra indikasi seperti :
a. Adanya tanda obstruksi usus yang jelas baik secara klinis
maupun pada foto abdomen
b. Dijumpai tanda tanda peritonitis
c. Gejala invaginasi sudah lewat dari 24 jam
d. Dijumpai tanda tanda dehidrasi berat.
e. Usia penderita diatas 2 tahun
Hasil reduksi ini akan memuaskan jika dalam keadaan
tenang tidak menangis atau gelisah karena kesakitan oleh
karena itu pemberian sedatif sangat membantu.
Kateter yang telah diolesi pelicin dimasukkan ke rektum
dan difiksasi dengan plester, melalui kateter bubur barium
dialirkan dari kontainer yang terletak 3 kaki di atas meja
penderita dan aliran bubur barium dideteksi dengan alat
floroskopi sampai meniskus intussusepsi dapat diidentifikasi
dan dibuat foto. Meniskus sering dijumpai pada kolon
transversum dan bagian proksimal kolon descendens.
Bila kolom bubur barium bergerak maju menandai
proses reduksi sedang berlanjut, tetapi bila kolom bubur
barium berhenti dapat diulangi 2 3 kali dengan jarak waktu 3
5 menit. Reduksi dinyatakan gagal bila tekanan barium
dipertahankan selama 10 15 menit tetapi tidak dijumpai
kemajuan. Antara percobaan reduksi pertama, kedua dan
ketiga, bubur barium dievakuasi terlebih dahulu.
Reduksi barium enema dinyatakan berhasil apabila :
o Rectal tube ditarik dari anus maka bubur barium keluar
dengan disertai massa feses dan udara.
o Pada floroskopi terlihat bubur barium mengisi seluruh
kolon dan sebagian usus halus, jadi adanya refluks ke
dalam ileum.

20
o Hilangnya massa tumor di abdomen.
o Perbaikan secara klinis pada anak dan terlihat anak
menjadi tertidur serta norit test positif.
Penderita perlu dirawat inap selama 2 3 hari karena sering
dijumpai kekambuhan selama 36 jam pertama.
Keberhasilan tindakan ini tergantung kepada beberapa hal
antara lain, waktu sejak timbulnya gejala pertama, penyebab
invaginasi, jenis invaginasi dan teknis pelaksanaannya,
o Reduksi Dengan Tindakan Operasi
1. Memperbaiki keadaan umum
Tindakan ini sangat menentukan prognosis, janganlah
melakukan tindakan operasi sebelum terlebih dahulu
keadaan umum pasien diperbaiki.
Pasien baru boleh dioperasi apabila sudah yakin bahwa
perfusi jaringan telah baik, hal ini di tandai apabila produksi
urine sekitar 0,5-1 cc/kgBB/Jam, nadi kurang dari
120x/menit, perafasan tidak melebihi 40x/menit, akral yang
tadinya dingin telah berubah menjadi hangat, turgor kulit
mulai membaik dan temperature badan tidak lebih dari 38
derajat celcius.
Biasanya perfusi jaringan akan baik apabila setengah dari
perhitungan dehidrasi telah masuk, sisanya dapat diberikan
sambil operasi berjalan dan pasca bedah.
Yang dilakukan dalam usaha memperbaiki keadaan umum
adalah :
o Pemberian cairan dan elektrolit untuk rehidrasi
(resusitasi).
o Tindakan dekompresi abdomen dengan pemasangan
sonde lambung.
o Pemberian antibiotika dan sedatif.
Suatu kesalahan besar apabila buru buru melakukan
operasi karena takut usus menjadi nekrosis padahal perfusi
jaringan masih buruk. Harus diingat bahwa obat anestesi
dan stress operasi akan memperberat keadaan umum
penderita serta perfusi jaringan yang belum baik akan
menyebabkan bertumpuknya hasil metabolik di jaringan
yang seharusnya dibuang lewat ginjal dan pernafasan,

21
begitu pula perfusi jaringan yang belum baik akan
mengakibatkan oksigenasi jaringan akan buruk pula. Bila
dipaksakan kelainan kelainan itu akan irreversible.
2. Tindakan untuk mereposisi usus
Tindakan selama operaasi tergantung kepada penemuan
keadaan usus, reposisi manual dengan cara milking
dilakukan dengan halus dan sabar, juga bergantung pada
keterampilan dan pengalaman operator. Insisi operasi untuk
tindakan ini dilakukan secara transversal (melintang), pada
anak anak dibawah umur 2 tahun dianjurkan insisi
transversal supraumbilikal oleh karena letaknya relatif lebih
tinggi. Ada juga yang menganjurkan insisi transversal
infraumbilikal dengan alasan lebih mudah untuk eksplorasi
malrotasi usus, mereduksi invaginasi dan tindakan
apendektomi bila dibutuhkan. Tidak ada batasan yang tegas
kapan kita harus berhenti mencoba reposisi manual itu.
Reseksi usus dilakukan apabila : pada kasus yang tidak
berhasil direduksi dengan cara manual, bila viabilitas usus
diragukan atauditemukan kelainan patologis sebagai
penyebab invaginasi. Setelah usus direseksi dilakukan
anastomosis end to end, apabila hal ini memungkinkan,
bila tidak mungkin maka dilakukan exteriorisasi atau
enterostomi.
N. Perawatan Pasca Operasi
Pada kasus tanpa reseksi Nasogastric tube berguna sebagai dekompresi pada
saluran cerna selama 1 2 hari dan penderita tetap dengan infus. Setelah
oedem dari intestine menghilang, pasase dan peristaltik akan segera terdengar.
Kembalinya fungsi intestine ditandai dengan menghilangnya cairan kehijauan
dari nasogastric tube. Abdomen menjadi lunak, tidak distensi. Dapat juga
didapati peningkatan suhu tubuh pasca operasi yang akan turun secara
perlahan. Antibiotika dapat diberikan satu kali pemberian pada kasus dengan
reduksi. Pada kasus dengan reseksi perawatan menjadi lebih lama.

22
BAB III
PENUTUP

Diagnosis dari intususepsi sulit ditegakkan hanya dengan berdasarkan gejala


klinis dan pemeriksaan fisik. Gejala yang tidak spesifik menyebabkan intususepsi
terlambat didiagnosa dan ditangani secara cepat. Sebagian besar intususepsi
didiagnosa saat durante operasi. Oleh karena itu, maka diperlukan pemeriksaan
radiologis sebagai metode awal dari pencitraan pada pasien dengan kecurigaan
intususepsi.
Pencitraan dengan menggunakan foto polos abdomen, barium enema, USG,
CT scan serta MRI diharapkan mampu memberikan gambaran khas pada intususepsi,
sehingga dapat mempercepat diagnose dan mampu mencegah komplikasi seperti
infark, gangrene dan perforasi.

23
Daftar Pustaka
Artikel bedah. 2011. Invaginasi, Evaluasi Kasus. http://ilmubedah.info/invaginasi-
evaluasi-kasus-20110211.html
Athanasios M, Anneza Y, Lazaros S, Nikolaos D, Georgios A, Ioannis V, Theodosios
T, 2009. Intussusception of the bowel in adults: A review. World J
Gastroenterol volume 15
Behrman RE,etc. Intussusception. Textbook of Pediatrics. 17th Ed.Saunders. 2004.
Dasar-dasarPediatri/David Hull, Derek I. Johnston. Alihbahasa : Hartono Gunadi.
Editor :DaulikaYusna, HuriawatiHartanti. Jakarta : EGC 2008
Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9 1997. Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Hay, WW, etc. Intussusception. Current Pediatrics Diagnosis & Treatment. 16th ed.
Mc.graw Hill. 2003
Katherine RB, Michele AB, Brian HW, Zeynep F, Richard CS, 2004, MRI of Acute
Abdominal and Pelvic Pain in Pregnant Patients.
Leape LL, etc. Intussusception. Patient Care in Pediatric Surgery. Toronto.

24
Margaret L et al. 2007. Adult Intussusception: A Radiological Approach. Kuwait
Medical Journal volume 39
PedomanKlinisPediatri/ M. Schwarz William. Alihbahasa :Brahm U pendit., et al.
DewiAsihMahanani, Natalia Suci. Jakarta : EGC 2004
R.Sjamsuhidajat, Wim de Jong ;Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Cetakan I.
Jakarta : EGC 1997
Scheid D.C. 2003. Opening Pandoras Box : The Role Of Contrast Enemas In
Abdominal Imaging. The Internet Journal of Gastroenterology.
Spalding et al. 2004. Intussuception. Emergency Medicine.

25

Anda mungkin juga menyukai