Laporan Kasus Tonsilitis Ferina
Laporan Kasus Tonsilitis Ferina
TONSILITIS KRONIS
OLEH:
1518012158
PERCEPTOR:
KEPANITERAAN KLINIK
BANDAR LAMPUNG
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan atas ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyusun laporan kasus ini yang berjudul
Tonsilitis Kronis.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi tugas dalam kepanitraan klinik pada
bagian THT-KL RSUD dr. H. Abdul Muluk, Bandar Lampung.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan referat ini, baik dari segi isi,
bahasa, analisis dan sebagainya. Oleh karena itu, penulis ingin meminta maaf atas
segala kekurangan tersebut, hal ini disebabkan karena masih terbatasnya pengetahuan,
wawasan dan keterampilan penulis. Selain itu, kritik dan saran dari pembaca sangat
diharapkan guna kesempurnaan laporan kasus selanjutnya dan sebagai bahan
pembelajaran untuk kita semua.
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan wawasan berupa
ilmu pengetahuan untuk kita semua.
NPM. 1518012158
BAB I
LAPORAN KASUS
1.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Nyeri menelan
Keluhan Tambahan:
Demam
Rhinoskopi Anterior
Kanan Kiri
- Sekret -
- Bau -
Cavum Oris
Faring
Uvula Ditengah
Pembesaran T2-T3
Kripta Melebar
Pemeriksaan Laring
Kesan :
- Telinga dalam batas normal
- Hidung dalam batas normal
- Tonsil tampak membesar (T2-T3), hiperemis, kripta melebar, tidak tampak
detritus.
- Faring dalam batas normal
1.8 PENATALAKSANAAN
Di rencanakan untuk tindakan tonsilektomi
Pre operatif
Operatif
Post operatif
1.9 ANJURAN
Kontrol apabila obat habis
Minum obat secara teratur, antibiotik harus dihabiskan
Tidak mengkonsumsi makanan atau minuman dingin
Menjaga kebersihan makanan dan alat makan
Menjaga kondisi kesehatan/imunitas pasien
1.10 PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
Ad Fungsionam : ad malam
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tonsil
Tonsil merupakan suatu akumulasi dari limfonoduli permanen yang letaknya di
bawah epitel yang telah terorganisir sebagai suatu organ.(7) Pada tonsil terdapat
epitel permukaan yang ditunjang oleh jaringan ikat retikuler dan kapsel jaringan
ikat serta kriptus di dalamnya.(7,8)
Berdasarkan lokasinya, tonsil dibagi menjadi :(7)
1. Tonsilla lingualis, terletak pada radix linguae.
2. Tonsilla palatina (tonsil), terletak pada isthmus faucium antara arcus
glossopalatinus dsan arcus glossopharingicus.
3. Tonsilla pharingica (adenoid), terletak pada dinding dorsal dari nasofaring.
4. Tonsilla tubaria, terletak pada bagian lateral nasofaring di sekitar ostium
tuba auditiva.
5. Plaques dari Peyer (tonsil perut), terletak pada ileum.
Dari kelima macam tonsil tersebut, tonsilla lingualis, tonsilla palatina, tonsilla
pharingica dan tonsilla tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk
saluran nafas dan saluran pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama cincin
(2,7,8)
Waldeyer. Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap infeksi melalui
udara dan makanan. Jaringan limfe pada cincin Waldeyer menjadi hipertrofi
fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil pada usia
5 tahun, dan kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas.(2,9)
Jaringan limfoid pada Cincin Waldeyer berperan penting pada awal kehidupan,
yaitu sebagai daya pertahanan lokal yang setiap saat berhubungan dengan agen dari
luar (makan, minum, bernafas), dan sebagai surveilen imun. Fungsi ini didukung
secara anatomis dimana di daerah faring terjadi tikungan jalannya material yang
melewatinya disamping itu bentuknya tidak datar, sehingga terjadi turbulensi
khususnya udara pernafasan. Dengan demikian kesempatan kontak berbagai agen
yang ikut dalam proses fisiologis tersebut pada permukaan penyusun cincin
Waldeyer itu semakin besar.(3)
Gambar Penampang Kavum Oris
2.1.3 Vaskularisasi
Arteri terutama masuk melalui polus caudalis, tapi juga bisa melalui polus
cranialis. Melalui polus caudalis : rr. tonsillaris a. dorsalis linguae, a.
palatina ascendens dan a. facialis. Melalui polus cranialis : rr. tonsillaris a.
pharyngica ascendens dan a. palatina minor. Semua cabang-cabang tersebut
merupakan cabang dari a. carotis eksterna.
Darah venous dari tonsil terutama dibawa oleh r. tonsillaris v. lingualis
dan di sekitar kapsula tonsillaris membentuk pleksus venosus yang
mempunyai hubungan dengan pleksus pharyngealis. Vena paratonsillaris
dari palatum mole menuju ke bawah lewat pada bagian atas tonsillar bed
untuk menuangkan isinya ke dalam pleksus pharyngealis.
Cairan limfe dituangkan ke lnn. submaxillaris, lnn. cervicalis
superficialis dan sebagian besar ke lnn. cervicalis profundus superior
terutama pada limfonodi yang terdapat di dorsal angulus mandibular (lnn.
tonsillaris). Nodus paling penting pada kelompok ini adalah nodus
jugulodigastricus yang terletak di bawah dan belakang angulus mandibulae.
(4,9,11)
2.1.4 Innervasi
Innervasi terutama dilayani oleh n. IX (glossopharyngeus) dan juga oleh n.
palatina minor (cabang ganglion sphenopalatina). Pemotongan pada n. IX
menyebabkan anestesia pada semua bagian tonsil (Dandy).(4,11)
2.1.5 Imunologi
Tonsil merupakan organ yang unik karena keterlibatannya dalam
pembentukan imunitas lokal dan pertahanan imunitas tubuh. Limfosit B
berproliferasi di germinal center. Imunoglobulin (Ig G, A, M, D),
komponen komplemen, interferon, lisosim dan sitokin berakumulasi di
jaringan tonsillar. Infeksi bakterial kronis pada tonsil akan menyebabkan
terjadinya antibodi lokal, perubahan rasio sel B dan sel T. (10,11)
Efek dari adenotonsilektomi terhadap integritas imunitas seseorang
masih diperdebatkan. Pernah dilaporkan adanya penurunan produksi
Imunoglobulin A nasofaring terhadap vaksin polio setelah adenoidektomi
(1)
atau adanya peningkatan kasusu Hodgkins limfoma. Namun
bagaimanapun peran tonsil masih tetap kontroversial dan sekarang ini belum
terbukti adanya efek imunologis dari tonsilektomi.(10,11)
2.2.4 Patologi
Proses keradangan dimulai pada satu atau kebih kripte tonsil. Karena proses
radang berulang, maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga
pada proses penyembuhan jaringan limfoid akan diganti oleh jaringan parut.
Jaringan ini akan mengerut sehingga kripte akan melebar. Secara klinis kripte
ini akan tampak diisi oleh detritus (epitel yang mati, sel leukosit yang mati
dan bakteri yang menutupi kripte berupa eksudat berwarna kekuning-
kuningan). Proses ini meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul
perlekatan dengan jaringan sekitar fossa tonsillaris. Pada anak, proses ini
disertai dengan pembesaran kelenjar submandibula.(6,12,14)
2.2.6 Diagnosis
1. Anamnesa
Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting, karena hampir 50 %
diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering datang
dengan keluhan rasa sakit pada tenggorok yang terus menerus, sakit waktu
menelan, nafas bau busuk, malaise, sakit pada sendi, kadang-kadang ada
demam dan nyeri pada leher.(6,12,14)
2. Pemeriksaan Fisik
Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut.
Sebagian kripta mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat
diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut. Pada beberapa kasus, kripta
membesar, dan suatu bahan seperti keju/dempul amat banyak terlihat pada
kripta. Gambaran klinis yang lain yang sering adalah dari tonsil yang kecil,
biasanya membuat lekukan dan seringkali dianggap sebagai kuburan
dimana tepinya hiperemis dan sejumlah kecil sekret purulen yang tipis
terlihat pada kripta.(5,12)
3. Pemeriksaan Penunjang
Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi kuman dari sediaan apus tonsil.
Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan derajat
keganasan yang rendah, seperti Streptokokus hemolitikus, Streptokokus
viridans, Stafilokokus, Pneumokokus.(12,14)
2.2.8 Komplikasi
Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke
daerah sekitar atau secara hematogen/limfogen ke organ yang jauh dari tonsil.
(6,13,14,15)
2.2.9 Penatalaksanaan
Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan
tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan
medis atau yang konservatif gagal untuk meringankan gejala-gejala.
Penatalaksanaan medis termasuk pemberian penisilin yang lama, irigasi
tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripta tonsillaris
dengan alat irigasi gigi/oral. Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai
hubungan dengan infeksi kronis/berulang.(5)
Tonsilektomi merupakan suatu prosedur pembedahan yang diusulkan oleh
Celsus dalam De Medicina (10 Masehi), tindakan ini juga merupakan
tindakan pembedahan yang pertama kali didokumentasikan oleh Lague dari
Rheims (1757).(10)
Indikasi untuk dilakukan tonsilektomi yaitu (1)
Obstruksi :
- Hiperplasia tonsil dengan obstruksi.
- Sleep apnea atau gangguan tidur.
- Kegagalan untuk bernafas.
- Corpulmonale.
- Gangguan menelan.
- Gangguan bicara.
- Kelainan orofacial / dental yang menyebabkan jalan nafas sempit.
Infeksi
- Tonsilitis kronika / sering berulang.
- Tonsilitis dengan :
+ Absces peritonsilar.
+ Absces kelenjar limfe leher.
+ Obstruksi Akut jalan nafas.
+ Penyakit gangguan klep jantung.
- Tonsilitis yang persisten dengan :
+ Sakit tenggorok yang persisten.
- Tonsilolithiasis Carrier Streptococcus yang tidak respon terhadap terapi.
- Otitis Media Kronika yang berulang.
Neoplasia atau suspek neoplasia benigna / maligna.
Setelah dilakukan analisa pada kasus dan peninjauan ulang pada teori yang ada
diantaranya;
1. Pada anamnesa, didapatkan keluhan utama yaitu nyeri pada saat menelan dan
disertai dengan demam keluhan pernah dirasakan sebelumnya, keluhan dialami
sejak 2 tahun yang lalu, keluhan terjadi hilang timbul 3-4 kali dalam 1 tahun.
Dari keluhan yang dirasakan pada pasien menunjukkan adanya gangguan pada
organ tempat dilaluinya makanan, selain itu adanya keluhan sistemik seperti
demam menunjukkan bahwa penyakit yang dialami adalah suatu penyakit
infeksi. Sifat infeksi yang dialami pasien jika dilihat dari onset kekambuhannya
termasuk infeksi kronis yang mengalami eksaserbasi akut.
2. Pada pemeriksaan fisik disimpulkan bahwa Tonsil tampak membesar (T2-T3),
hiperemis, kripta melebar, tidak tampak detritus. Menunjukkan bahwa adanya
suatu peradangan pada tonsil. Penyebab dari peradangan ini, jika dilihat dari
penampakan tonsil, merupakan infeksi virus, karena tidak tampak adanya
detritus pada tonsil pasien. Hanya terjadi hiperemis dan pelebaran kripta.
3. Pada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan
dianjurkan untuk dilakukan kultur swab tonsil untuk memastikan ada atau
tidaknya infeksi bakteri pada pasien. Pemeriksaan penunjang ini sudah sesuai
dengan teori yang ada.
4. Diagnosa pasien dapat ditegakkan berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan
yang sudah dilakukan. Pasien di diagnosa dengan Tonsilitis Kronis Eksaserbasi
Akut e.c Infeksi Virus.
5. Tatalaksana yang diberikan kepada pasien hanya berupa terapi simptomatik
yaitu dengan pemberian NSAID untuk mengurangi peradangan yang terjadi pada
tonsil pasien. Karena sifat dari infeksi virus adalah self limitting disease terapi
kausatif hanya dengan menjaga kondisi imunitas pasien dengan intake nutrisi
yang cukup. Pasien juga direncanakan untuk dilakukan tonsilektomi, karena
kondisi pasien yang mengalami kekambuhan 3-4 kali dalam satu tahun
merupakan salah satu indikasi absolut dalam tonsilektomi.
6. Prognosis pada pasien, secara functionam organ ad malam karena fungsi tonsil
sebagai organ yang berperan dalam sistem imun sudah tidak berfungsi dengan
baik. Namun secara ad vitam, prognosa pasien ad bonam karena masih ada
organ lain yang mendukung sistem imun pasien.
DAFTAR PUSTAKA