PENDAHULUAN
1.1 Pemicu
Juleha berusia 36 tahun, datang dengan keluhan benjolan pada payudara
bagian kiri sejak 3 bulan yang lalu. Benjolan semakin lama semakin
membesardengan diameter kurang lebih 4 cm. Tidak ada kelainan pada
kulit payudara. Pasien hamil 4 bulan, G1P0A0. Tidak ada keluhan sesak
napas, batuk darah, atau sakit tulang lainnya. Tidak ada penurunan berat
badan yang berarti.
Pemeriksaan status generalis dalam batas normal. Status lokalis payudara
kiri : masa ukuran 4 cm, keras, permukaan tidak rata, batas tidak jelas.
Status obstetrikus : G1P0A0 H16 minggu.
Riwayat keluarga : Nenek dari ibu menderita benjolan pada payudara dan
sudah meninggal.
Riwayat lainnya : sering olahraga, menstruasi umur 9 tahun, makanan
sehari-harinya vegetarian.
Wanita 36 tahun
1
Benjolan Riwayat keluarga
payudara kiri, menderita benjolan
sejak 3 bulan di payudara dan
sudah meninggal
Riwayat menstruasi
9 tahun
Pemeriksaan fisik :
Biopsi
Mamogram
USG
Diagnosis
Tatalaksana Prognosis
1.6 Hipotesis
Wanita 36 tahun mengalami karsinoma mamae.
2
6. Karsinoma mamae:
a. Definisi
b. Epidemiologi
c. Klasifikasi
d. Etiologi
e. Patofisiologi
f. Faktor resiko
g. Manifestasi klinis
h. Diagnosis
i. Tatalaksana
j. Prognosis
7. Bagaimana cara mendeteksi karsinoma mamae?
8. Jelaskan mengenai metastasis karsinoma mamae!
9. Jelaskan mengenai fibroadenoma mamae!
10. Jelaskan mengenai kelenjar fibrokistik!
11. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada kasus?
12. Bagaimana tatalaksana pada kasus?
13. Bagaimana edukasi yang tepat pada kasus?
14. Bagaimana prognosis pada kasus?
15. Bagaimana hubungan menstruasi usia 9 tahun pada kasus?
16. Bagaimana hubungan gaya hidup penderita pada kasus?
17. Bagaimana riwayat keluarga pada kasus?
BAB II
PEMBAHASAN
3
Gambar 1. Anatomi payudara
4
akan mengalami pembesaran maksimal, tegang, dan nyeri. Oleh karena itu
pemeriksaan payudara tidak mungkin dilakukan pada saat ini. Perubahan
ketiga terjadi pada masa hamil dan menyusui. Saat hamil payudara akan
membesar akibat proliferasi dari epitel duktus lobul dan duktus alveolus,
sehingga tumbuh duktus baru. Adanya sekresi hormon prolaktin memicu
terjadinya laktasi, dimana alveolus menghasilkan ASI dan disalurkan ke
sinus kemudian dikeluarkan melalui duktus ke puting susu.3,4
1) Trimester I
Pada tahap awal kehamilan ini areola akan berwarna lebih gelap dan
puting juga jadi lebih kuat sehingga nantinya memudahkan bayi untuk
menemukan sumber makanannya. Selain itu, meningkatnya kadar
hormon akan merangsang pertumbuhan dan perluasan dari lobulus
payudara yang merupakan penghasil susu3,4. Hormon somato
mamotropin akan mempengaruhi pertumbuhan sel-sel asinus pula dan
menimbulkan perubahan dalam sel-sel sehingga terjadi pembuatan
kasein, laktabumin dan laktoglobulin. Dengan demikian payudara
dipersiapkan untuk laktasi. Disamping itu dibawah pengaruh hormon
progesterone dan somatommamotropin akan terbentuk lemak sekitar
alveolus sehingga payudara jadi lebih besar. Papilla mammae akan
membesar lebih tegang dan tambah lebih hitam, seperti seluruh areola
mammae karena hiperpigmentasi. Hipertropi kelenjar sebasea (lemak)
yang muncul diareola primer dan disebut tuberkel mongomery.
5
Grandula mongomery tampak lebih jelas menonjol di permukaan
areola mammae.3,4,5
2) Trimester II
Pada tahap ini, payudara mulai memproduksi dan menyimpan air susu
yang disebut dengan kolostrum, yaitu cairan kental berwarna
kekuningan yang akan memberikan makanan bayi selama beberapa
hari pertama kelahiran. Kolostrum ini juga mengandung zat yang bisa
meningkatkan kekebalan tubuh serta melindungi bayi dari infeksi.
Kolostrum ini berasal dari kelenjar-kelenjar asinus yang mulai
bersekresi. Meskipun dapat di keluarkan, air susu belum dapat
diproduksi karena hormon prolaktin di tekan oleh prolactin inhibiting
hormone.3,4,5
3) Trimester III
Di dalam alveoli payudara sel kecil yang berfungsi memproduksi susu
mulai berkembang biak dan akan bekerja terus sampai akhirnya penuh
dengan kolostrum. Kemudian di akhir kehamilan nanti kolostrum
dapat keluar dari payudara.3,4,5
6
Gambar 3. Kelenjar Mammae yang tidak aktif.6
7
2) Kelenjar Mammae Selama Awal Kehamilan
8
untuk laktasi, alveoli dan duktus membesar dan sel-sel alveolar mulai
bersekresi sebuah alveoli mengandung produk sekresi kaya protein.
Terdapat pengurangan jaringan ikat intralobular, jika dibandingkan
dengan jaringan ikat interlobular, hal ini disebabkan oleh pecahan
jaringan epitel kelenjar. Disekitar sel-sel alveoli terdapat sel-sel
mioepitel gepeng, kontraksi sel mioepitel membantu mengeluarkan
susu dari alveoli ke dalam duktus ekskretorius.7,4
9
mengalami kerusakan genetik. Terdapat empat kelas dari gen regulator
yang normal, growth promoting proto-oncogenes, growth-inhibiting tumor
suppressor genes, gen yang meregulasi program kematian sel (apoptosis)
dan gen yang terlibat dalam perbaikan DNA yang merupakan target
principal pada kerusakan genetik.8
Agen didapat dari lingkungan yang merusak DNA menyerang sel
normal. Apabila DNA dapat diperbaiki denga baik maka akan kembali
menjadi sel normal, bila tidak akan terjadi kerusakan DNA karena
terjadinya kegagalan pada perbaikan DNA tersebut. Hal tersebut dapat
terjadi karena mutasi gen turunan yang berperan dalam perbaikan DNA
dan gen yang berperan dalam pertumbuhan atau apoptosis sehingga terjadi
mutasi pada genom sel somatik.8
Mutasi tersebut mempengaruhi tiga hal yaitu aktivasi dari
pertumbuhan onkogen dan inaktivasi dari gen supresi tumor yang
menyebabkan proliferasi sel yang tidak terkontrol serta perubahan pada
gen yang mengatur apoptosis sehingga terjadi penurunan proses
apoptosis.Tumor dapat resisten terhadap apoptosis karena inaktivasi gen
p53 atau aktivasi gen anti-apoptosis. Ketiga hal tersebut membuat
perluasan klonal yang akan menyebabkan pertumbuhan tumor secara
progesif. Dalam proses tersebut tumor dapat terhindar dari imunitas tubuh
dan terjadi proses angiogenesis. Angiogenesis terjadi karena sel tumor juga
tidak bisa tumbuh tanpa adanya pembuluh darah yang membawa nutrisi
dan oksigen sama seperti sel normal. Pertumbuhan tumor ini dapat
menjadi ganas yang akan menyebar dan bermetastatis.8
10
Gambar 8. Proses terjadinya neoplasma8
11
Sel kanker dikenal sebagai nonself yang bersifat antigenik pada sistem
imunitas tubuh manusia sehingga ia akan menimbulkan respons imun
secara seluler maupun humoral. Imunitas humoral lebih sedikit berperan
daripada imunitas seluler dalam proses penghancuran sel kanker, tetapi
tubuh tetap membentuk antibodi terhadap antigen tumor. Dua mekanisme
antibodi diketahui dapat menghancurkan target kanker yaitu, Antibody
dependent cell mediated cytotoxicity (ADCC) dan Complement
Dependent Cytotoxicity. Pada ADCC antibodi IgG spesifik berikatan
terhadap Tumor Associated Antigen (TAA) dan sel efektor yang membawa
reseptor untuk bagian Fc dari molekul Ig. Antibodi bertindak sebagai
jembatan antara efektor dan target. Antibodi yang terikat dapat
merangsang pelepasan superoksida atau peroksida dari sel efektor. Sel
yang dapat bertindak sebagai efektor di sini adalah limfosit null (sel K),
monosit, makrofag, lekosit PMN (polimorfonuklear) dan fragmen
trombosit. Ini akan mengalami lisis optimal dalam 4 sampai 6 jam.9
Pada Complement Dependent Cytotoxicity, pengikatan antibodi ke
permukaan sel tumor menyebabkan rangkaian peristiwa komplemen klasik
dari C1,4,2,3,5,6,7,8,9. Komponen C akhir menciptakan saluran atau
kebocoran pada permukaan sel tumor. IgM lebih efisien dibanding IgG
dalam merangsang proses ini.9
Pada pemeriksaan patologi-anatomik tumor, sering ditemukan infiltrat
sel-sel yang terdiri atas sel fagosit mononuklear, limfosit, sedikit sel
plasma dan sel mastosit. Meskipun pada beberapa neoplasma, infiltrasi sel
mononuklear merupakan indikator untuk prognosis yang baik, pada
umumnya tidak ada hubungan antara infiltrasi sel dengan prognosis.
Sistem imun yang nonspesifik dapat langsung menghancurkan sel tumor
tanpa sensitisasi sebelumnya. Efektor sistem imun tersebut adalah sel Tc,
fagosit mononuklear, polinuklear, Sel NK. Aktivasi sel T melibatkan sel
Th dan Tc. Sel Th penting pada pengerahan dan aktivasi makrofag dan sel
NK.9
12
Kontak langsung antara sel target dan limfosit T menyebabkan
interaksi antara reseptor spesifik pada permukaan sel T dengan antigen
membran sel target yang mencetuskan induksi kerusakan membran yang
bersifat letal. Peningkatan kadar cyclic Adenosine Monophosphate
(cAMP) dalam sel T dapat menghambat sitotoksisitas dan efek inhibisi
Prostaglandin (PG) E1 dan E2 terhadap sitotoksisitas mungkin diperantarai
cAMP. Mekanisme penghancuran sel tumor yang pasti masih belum
diketahui walaupun pengrusakan membran sel target dengan hilangnya
integritas osmotik merupakan peristiwa akhir. Pelepasan Limfotoksin (LT),
interaksi membran-membran langsung dan aktifitas sel T diperkirakan
merupakan penyebab rusaknya membran. Interleukin (IL), interferon
(IFN) dan sel T mengaktifkan pula sel NK. Lisis sel target dapat terjadi
tanpa paparan pendahuluan dan target dapat dibunuh langsung. Kematian
sel tumor dapat sebagai akibat paparan terhadap toksin yang terdapat
dalam granula, produksi superoksida atau aktivitas protease serine pada
permukaan sel efektor. Aktivitas NK dapat dirangsang secara in vitro
dengan pemberian IFN.Penghambatan aktivasi sel NK terlihat pada
beberapa PG (PGE1, PGE2, PGA1 dan PGA2), phorbol ester,
glukokortikoid dan siklofosfamid. Sel NC (Natural Cytotoxic) juga
teridentifikasi menghancurkan sel tumor. Berbeda dengan sel NK, sel NC
kelihatannya distimulasi oleh IL-3 dan relatif tahan terhadap
glukokortikoid dan siklofosfamid.10
Selain itu, sitotoksisitas melalui makrofag menyebabkan makrofag
yang teraktivasi berikatan dengan sel neoplastik lebih cepat dibanding
dengan sel normal. Pengikatan khusus makrofag yang teraktivasi ke
membran sel tumor adalah melalui struktur yang sensitif terhadap tripsin.
Pengikatan akan bertambah kuat dan erat dalam 1 sampai 3 jam dan ikatan
ini akan mematikan sel. Sekali pengikatan terjadi, mekanisme
sitotoksisitas melalui makrofag berlanjut dengan transfer enzim lisosim,
superoksida, protease, faktor sitotoksis yang resisten terhadap inhibitor
protease dan yang menyerupai LT. Sekali teraktivasi, makrofag dapat
13
menghasilkan PG yang dapat membatasi aktivasinya sendiri. Makrofag
yang teraktivasi dapat menekan proliferasi limfosit, aktivitas NK dan
produksi mediator. Aktivasi supresi dapat berhubungan dengan pelepasan
PG atau produksi superoksida. Sebagai tambahan, makrofag dapat
merangsang dan juga menghambat pertumbuhan sel tumor. Makrofag
dapat pula berfungsi sebagai efektor pada ADCC terhadap tumor.
Indometasin dapat menghambat efek perangsangan makrofag pada
pertumbuhan tumor ovarium yang diperkirakan prostaglandin mungkin
berperan sebagai mediatornya. Di samping itu makrofag dapat
menimbulkan efek negatif berupa supresi yang disebut makrofag supresor.
Hal tersebut dapat disebabkan oleh tumor itu sendiri atau akibat
pengobatan.10
Walaupun ada sistem imunosurveilan, kanker dapat luput dari
pengawasan sistem imun tubuh bila faktor-faktor yang menunjang
pertumbuhan tumor lebih berpengaruh dibanding dengan faktor-faktor
yang menekan tumor, sehingga terjadi apa yang dinamakan immunological
escape kanker. Faktor-faktor yang mempengaruhi luputnya tumor dari
pengawasan sistem imun tubuh sebagai berikut:11
a. Kinetik tumor (sneaking through)
Pada binatang yang diimunisasi, pemberian sel tumor dalam dosis
kecil akan menyebabkan tumor tersebut dapat menyelinap (sneak
through) yang tidak diketahui tubuh dan baru diketahui bila tumor
sudah berkembang lanjut dan di luar kemampuan sistem imun
untuk menghancurkannya. Mekanisme terjadinya tidak diketahui
tapi diduga berhubungan dengan vaskularisasi neoplasma tersebut.
b. Modulasi antigenik
Antibodi dapat mengubah atau memodulasi permukaan sel tanpa
menghilangkan determinan permukaan.
c. Masking Antigen
14
Molekul tertentu, seperti sialomucin, yang sering diikat
permukaan sel tumor dapat menutupi antigen dan mencegah ikatan
dengan limfosit.
d. Penglepasan Antigen (Shedding Antigen)
Antigen tumor yang dilepas dan larut dalam sirkulasi, dapat
mengganggu fungsi sel T dengan mengambil tempat pada reseptor
antigen. Hal itu dapat pula terjadi dengan kompleks imun antigen
antibodi.
e. Toleransi
Virus kanker mammae pada tikus disekresi dalam air susunya,
tetapi bayi tikus yang disusuinya toleran terhadap tumor tersebut.
Infeksi kongenital olehvirus yang terjadi pada tikus-tikus tersebut
akan menimbulkan toleransi terhadap virus tersebut dan virus
sejenis.
f. Limfosit yang terperangkap
Limfosit spesifik terhadap tumor dapat terperangkap di dalam
kelenjar limfe. Antigen tumor yang terkumpul dalam kelenjar
limfe yang letaknya berdekatan dengan lokasi tumor, dapat
menjadi toleran terhadap limfosit setempat, tetapi tidak terhadap
limfosit kelenjar limfe yang letaknya jauh dari tumor.
g. Faktor genetik
Kegagalan untuk mengaktifkan sel efektor T dapat disebabkan
oleh karena faktor genetik.
h. Faktor penyekat
Antigen tumor yang dilepas oleh sel dapat membentuk kompleks
dengan antibodi spesifik yang membentuk pejamu. Kompleks
tersebut dapat menghambat efek sitotoksitas limfosit pejamu
melalui dua cara, yaitu dengan mengikat sel Th sehingga sel
tersebut tidak dapat mengenal sel tumor dan memberikan
pertolongan kepada sel Tc.
i. Produk tumor
PG yang dihasilkan tumor sendiri dapat mengganggu fungsi sel
NK dan sel K. Faktor humoral lain dapat mengganggu respons
inflamasi, kemotaksis, aktivasi komplemen secara nonspesifik dan
menambah kebutuhan darah yang diperlukan tumor padat.
15
j. Faktor pertumbuhan
Respons sel T bergantung pada IL. Gangguan makrofag untuk
memproduksi IL-1, kurangnya kerjasama di antara subset-subset
sel T dan produksi IL-2 yang menurun akan mengurangi respons
imun terhadap tumor.
16
umur 80 tahun. Insiden juga meningkat pada wanita dengan sosial
ekonomi yang lebih tinggi. Rata-rata hidup 5 tahun (5 year survival
rate) tergantung stadium saat diagnosis ditegakan dan berkisar 100%
untuk stadium 0 sampai 16% untuk stadium IV.14
Di Indonesia kanker payudara merupakan kanker dengan insiden
tertinggi nomor dua setelah kanker servik dan terdapat kecenderungan
dari tahun ke tahun insidennya meningkat. Sebagian besar keganasan
payudara datang pada stadium lanjut. Jumlah kanker payudara di
Indonesia didapatkan kurang lebih 23140 kasus baru setiap tahun (200
juta populasi). Muchlis Ramli dkk pada penelitiannya di RSCM, tahun
mendapatkan stadium IIIA dan IIIB sebanyak 43,4%, stadium IV
sebanyak 14,3%, berbeda dengan negara maju dimana kanker
payudara ditemukan lebih banyak dalam stadium dini. Ini mungkin
karena kurangnya informasi, letak geografis, pendidikan, banyaknya
iklan yang menerangkan tentang pengobatan alternatif, kurangnya alat
diagnosis seperti mamografi, USG dan kurangnya keterampilan tenaga
medis dalam mendiagnosis keganasan payudara.14
c. Klasifikasi 15
1) Stadium 0 : kanker in situ dimana sel-sel kanker berada pada
tempatnya di dalam jaringan payudara yang normal
2) Stadium I : Tumor dengan garis tengah kurang dari 2 cm dan
belum menyebar keluar payudara
3) Stadium IIA : tumor dengan garis tengah 2-5 cm dan belum
menyebar ke kelenjar getah bening ketiak atau tumor dengan garis
tengah kurang dari 2 cm tetapi sudah menyebar ke kelenjar getah
bening ketiak.
4) Stadium IIB : tumor dengan garis tengah lebih besar dari 5 cm dan
belum menyebar ke kelenjar getah bening ketiak atau tumor
dengan garis tengah 2-5 cm tetapi sudah menyebar ke kelenjar
getah bening ketiak.
5) Stadium IIIA : tumor dengan garis tengah kurang dari 5 cm dan
sudah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak disetai
perlengketan satu sama lain atau perlengketan ke struktur lainnya;
17
atau tumor dengan garis tengah lebih dari 5 cm dan sudah
menyebar ke kelenjar getah bening ketiak.
6) Stadium IIIB : tumor telah menyusup keluar payudara, yaitu ke
dalam kulit payudara atau ke dinding dada atau telah menyebar ke
kelenjar getah bening di dalam dinding dada dan tulang dada
7) Stadium IV : Tumor telah menyebar keluar daerah payudara dan
dinding dada, misalnya ke hati, tulang atau paru-paru.
Keterangan16 :
Tumor Primer (T) :
T0 : tidak ada bukti tumor primer
Tis : karsinoma in situ : karsinoma intraduktal, karsinoma lobular in
situ atau penyakit Pagets putting susu dengan atau tanpa tumor
T1 : Tumor 2 cm dalam dimensi terbesarnya.
T2 : tumor > 2 cm tetapi tidak > 5 cm dalam dimensi terbesarnya T3
: tumor > 5 cm dalam dimensi terbesarnya
18
T4 : tumor sembarang ukuran dengan arah perluasan ke dinding dada
atau kulit
Nodus Limfe Regional (N) :
N0 : tidak ada metastasis nodus limfe regional
N1 : metastasis ke nodus limfe aksilaris ipsilateral yang dapat
digerakkan
N2 : metastasis ke nodus limfe aksilaris ipsilateral terfiksasi pada satu
sama lain atau pada struktur lainnya
N3 : metastasis ke nodus limfe mamaria interna ipsilateral
Metastasis Jauh (M):
M0 : tidak ada metastasis yang jauh
M1 : metastasi jauh (termasuk metastasis ke nodus limfe
supraklavikular ipsilateral)
d. Etiologi
Penyebab kanker payudara masih belum sepenuhnya dipahami.
Namun, terdapat tiga set pengaruh yang penting: (1) perubahan
genetik, (2) pengaruh hormonal, dan (3) variable lingkungan.17
1) Perubahan genetik, dimana terjadi mutasi pada gen-gen proto-
oncogene dan tumor suppressor genes pada epitel mammae.17
Over ekspresi gen proto-oncogene HER2/NEU, yang
mengalami amplifikasi hingga 30% pada kanker payudara
invasive. Gen ini merupakan anggota dari reseptor faktor
pertumbuhan epidermal, dan over ekpresi pada gen ini
berkaitan dengan prognosis yang buruk.
Amplifikasi gen RAS dan MYC
Mutasi pada tumor suppressor gene TP53 dan RB
Hampir 10% kanker payudara berhubungan dengan mutasi
gen spesifik yang diturunkan. Wanita yang membawa gen
kanker payudara lebih cenderung untuk memiliki kanker
bilateral, memiliki kanker bentuk familial lain (mis. kanker
ovarium), memiliki kanker payudara sebelum menopause.
Wanita dengan kanker payudara herediter memiliki mutasi
pada gen BRCA1 (pada lokus 17q21.3) atau BRCA2 (pada
pita kromosom 13q12-13). Gen-gen secara genetik
merupakan tumor suppressor gene.
19
2) Pengaruh Hormonal. Paparan hormon estrogen yang berlebihan,
dimana hal ini dapat terjadi akibat durasi yang lama dari masa
reproduksi, nuliparitas, dan umur yang tua saat memiliki anak
pertama). Hormon estrogen menstimulasi produksi faktor
pertumbuhan seperti transforming growth factor-, platelet-
derived growth factor, dan fibroblast growth factor dan lainnya,
yang menyebabkan perkembangan tumor.17
3) Variabel lingkungan. Pengaruh lingkungan oleh insiden yang
bervariasi dari kanker payudara secara genetic pada grup homogen
dan perbedaan geografik pada prevalensi.17
e. Patofisiologi
Ca mammae, sama seperti keganasan lainnya penyebab dari
keganasan ini merupakan multifaktoral baik lingkungan maupun factor
herediter, diantaranya adanya lesi pada DNA menyebabkan mutasi
genetik, mutasi gen ini dapat menyebabkan ca mammae, kegagalan
system kekebalan tubuh, pertumbuhan abnormal dari growth
factor menyebabkan rangsangan abnormal antara sel stromal dengan
sel epitel, adanya defek pada DNA repair genes seperti BRCA1,
BRCA2, yang pada prinsip nya meningkatkan aktivitas proliferasi sel
serta kelainan yang menurunkan atau menghilangkan regulasi
kematian sel.18
Ca mammae terjadi karena hilangnya kontrol atau proliferasi sel
payudara dan apoptosis sehingga sel payudara berpoliferasi secara
terus-menerus. Hilangnya fungsi apoptosis menyebabkan ketidak
mampuan mendeteksi kerusakan sel akibat kerusakan DNA. Bila
terjadi mutasi gen p53 maka fungsi sebagai pendeteksi kerusakan DNA
akan hilang, sehingga sel-sel abnormal berpoliferasi terus-menerus.
Peningkatan jumlah sel tidak normal ini umumnya membentuk
benjolan yang disebut tumor atau kanker. Tumor jinak biasanya
merupakan gumpalan lemak yang terbungkus dalam suatu wadah yang
menyerupai kantong. Lewat aliran darah maupun sistem getah bening,
20
sel-sel tumor dan racun yang dihasilkan keluar dari kumpulannya dan
menyebar kebagian lain tubuh.18
Sel-sel yang menyebar ini kemudian akan tumbuh berkembang di
tempat baru, yang akhirnya membentuk segerombolan sel tumor ganas
atau kanker baru. Keganasan kanker payudara ini dengan menyerang
sel-sel nomal disekitarnya, terutama sel-sel yang lemah. Sel kanker
akan tumbuh pesat sekali, sehingga payudara penderita akan membesar
tidak seperti biasanya.18
Ca mamae berasal dari epitel saluran dan kelenjar payudara.
Pertumbuhan dimulai dari dalam duktus atau pun kelenjar lobulus
yang disebut karsinoma non invasif. Kemudian tumor menerobos
keluar dinding duktus atau kelenjar di daerah lobulus dan invasi ke
dalam stroma, yang dikenal dengan nama karsinoma invasif.
Penyebaran tumor terjadi melalui pembuluh getah bening, deposit dan
tumbuh di kelenjar getah bening, sehingga kelenjar getah bening
aksiler atau supraklavikuler membesar. Ca mammae pertama kali
menyebar ke kelenjar aksila regional. Lokasi metastasis paling jauh
yaitu tulang, hati, paru, pleura, dan otak.18
f. Faktor resiko15
1) Usia
Risiko utama kanker payudara adalah bertambahnya usia.
Berdasarkan penelitian American Cancer Society tahun 2006
diketahui usia lebih dari 40 tahun mempunyai risiko yang lebih
besar untuk mendapatkan kanker payudara yakni 1 per 68
penduduk dan risiko ini akan bertambah seiring dengan
pertambahan usia yakni menjadi 1 per 37 penduduk usia 50 tahun,
1 per 26 penduduk usia 60 tahun dan 1 per 24 penduduk usia 70
tahun. Kanker payudara juga ditemukan pada usia <40 tahun
namun jumlahnya lebih sedikit yakni 1 per 1.985 penduduk usia 20
tahun dan 1 per 225 penduduk usia 30 tahun.22 Data American
Cancer Society (2007) melaporkan 70% perempuan didiagnosa
menderita kanker payudara di atas usia 55.
21
2) Jenis Kelamin
Kanker payudara lebih banyak ditemukan pada wanita. Pada pria
juga dapat terjadi kanker payudara, namun frekuensinya jarang
hanya kira-kira 1% dari kanker payudara pada wanita.
3) Riwayat Reproduksi
Riwayat reproduksi dihubungkan dengan banyak paritas, umur
melahirkan anak pertama dan riwayat menyusui anak. Wanita yang
tidak mempunyai anak atau yang melahirkan anak pertama di usia
lebih dari 30 tahun berisiko 2-4 kali lebih tinggi daripada wanita
yang melahirkan pertama di bawah usia 30 tahun. Wanita yang
tidak menyusui anaknya mempunyai risiko kanker payudara 2 kali
lebih besar. Kehamilan dan menyusui mengurangi risiko wanita
untuk terpapar dengan hormon estrogen terus. Pada wanita
menyusui, kelenjar payudara dapat berfungsi secara normal dalam
proses laktasi dan menstimulir sekresi hormon progesteron yang
bersifat melindungi wanita dari kanker payudara.
4) Riwayat Kanker Individu
Penderita yang pernah mengalami infeksi atau operasi tumor jinak
payudara berisiko 3-9 kali lebih besar untuk menderita kanker
payudara. Penderita tumor jinak payudara seperti kelainan
fibrokistik berisiko 11 kali dan penderita yang mengalami operasi
tumor ovarium mempunyai risiko 3-4 kali lebih besar.
5) Riwayat Kanker Keluarga
Secara genetik, sel-sel pada tubuh individu dengan riwayat
keluarga menderita kanker sudah memiliki sifat sebagai embrio
terjadinya sel kanker. Menurut sutjipto (2000) yang dikutip oleh
Elisabet T, kemungkinan terkena kanker payudara lebih besar 2
hingga 4 kali pada wanita yang ibu dan saudara perempuannya
mengidap penyakit kanker payudara.
6) Menstruasi cepat dan Menopause lambat
Wanita yang mengalami menstruasi pertama (menarche) pada usia
kurang dari 12 tahun berisiko 1,7 hingga 3,4 kali lebih tinggi
daripada wanita dengan menstruasi yang datang pada usia normal
22
atau lebih dari 12 tahun dan wanita yang mengalami masa
menopausenya terlambat lebih dari 55 tahun berisiko 2,5 hingga 5
kali lebih tinggi. Wanita yang menstruasi pertama di usia kurang
dari 12 tahun dan wanita yang mengalami masa menopause
terlambat akan mengalami siklus menstruasi lebih lama sepanjang
hidupnya yang mengakibatkan keterpaparan lebih lama dengan
hormon estrogen.
7) Pajanan Radiasi
Wanita yang terpapar penyinaran (radiasi) dengan dosis tinggi di
dinding dada berisiko 2 hingga 3 kali lebih tinggi.
8) Obesitas dan Konsumsi makanan lemak tinggi
Wanita yang mengalami kelebihan berta badan (obesitas) dan
individu dengan konsumsi tinggi lemak berisiko 2 kali lebih tinggi
dari yang tidak obesitas dan yang tidak sering mengkonsumsi
makanan tinggi lemak. Risiko ini terjadi karena jumlah lemak yang
berlebihan dapat meningkatkan kadar estrogen dalam darah
sehingga akan memicu pertumbuhan sel-sel kanker.
g. Manifestasi klinis19
1) Massa tumor
Sebagian bermanifetasi sebagai massa mamae atau benjolan di
payudara dengan/ tanpa rasa sakit, seringkali ditemukan tidak
sengaja. Lokasi massa kebanyakan di kuadran lateral atas,
umumnya lesi soliter , konsistensi agak keras, batas tidak tegas,
permukaan tidak licin, mobilitas kurang (pada stadium lanjut dapat
terfiksasi ke dinding toraks). Massa cenderung membesar bertahap,
dalam beberapa bulan bertambah besar secara jelas.
2) Perubahan kulit
a. Melekuk kedalam (dimpling): ketika tumor mengenai ligament
glandula mamae, ligament itu memendek hingga kulit setempat
menjadi cekung disebut tanda lesung
b. Perubahan kulit jeruk (peau dorange): ketika vasa limfatik
subkutis tersumbat sel kanker, hambatan drainase limfe
menyebabkan edem kulit, folikel rambut tenggelam ke bawah
tampak sebagai tanda kulit jeruk
23
c. Nodul satelit kulit : ketika sel kanker di dalam vasa limfatik
subkutis masing-masing membentuk nodul metastasis,
disekitar lesi primer dapat muncul banyak nodul tersebar,
secara klinis disebut tanda satelit
d. Invasi, ulserasi kulit : ketika tumor menginvasi kulit, tampak
perubahan berwarna merah atau merah gelap. Bila tumor terus
bertambah besar, lokasi itu dapat menjadi iskemik, ulserasi
membentuk bunga terbalik, ini disebut tanda kembang kol
e. Perubahan inflamatorik : secara klinis disebut karsinoma
mamae inflamatorik, tampil sebagai keseluruhan kulit mamae
berwarna merah bengkak, mirip peradangan, dapat disebut
tanda peradangan. Tipe ini sering ditemukan pada kanker
mamae waktu hamil atau laktasi
3) Perubahan papilla mamae
a. Retraksi, distorsi papilla mamae: umumnya akibat tumor menginvasi
jarungan subpapilar.
b. Secret papilar (umumnya sanguineus): sering karena karsinoma papilar
dalam duktus besar atau tumor mengenai duktus besar.
c. Perubahan eksematoid: merupakan manifestasi spesifik dari kanker
eksematoid (penyakit paget). Klinis tampak areola, papilla mamae tererosi,
berkrusta, secret, deskuamasi, sangat mirip eksim.
24
25
h. Diagnosis20,21,22
1) Anamnesis
a. Keluhan Utama:
Benjolan di payudara
Kecepatan tumbuh dengan/tanpa rasa sakit
Nipple discharge, retraksi puting susu, dan krusta
Kelainan kulit, dimpling, peaudorange,ulserasi,
venektasi
Benjolan di ketiak dan edema lengan
b. Keluhan Tambahan :
Nyeri tulang (vertebra, femur)
Sesak, dan lain sebagainya.
Anamnesis harus mencakup status haid, perkawinan, partus laktasi,
dan riwayat kelainan mammae sebelumnya, riwayat keluarga
kanker, fungsi kelenjar tiroid, penyakit ginekologik, dll. Dalam
riwayat penyakit sekarang terutama harus perhatikan waktu
timbulnya massa, kecepatan pertumbuhan dan hubungannya
dengan haid, dll.
2) Pemeriksaan Fisik
a. Status generalis (Karnofsky Performance Score)
b. Status Lokalis
Payudara kanan atau kiri atau bilateral
26
Massa tumor : lokasi, ukuran, konsistensi, bentuk
dan batas tumor, terfiksasi atau tidak ke kulit, M.
Pectoralis atau dinding dada.
Perubahan kulit : Kemerahan, dimpling, edema/nodul
satelit, Peaudorange, ulserasi
Perubahan putting susu/nipple: tertarik, erosi, krusta,
discharge
Status kelenjar getah bening: KGB aksila,
infraklavikula, supraklavikula (jumlah, ukuran,
konsistensi, terfiksasi terhadap sesama atau jaringan
sekitar)
Pemeriksaan pada daerah metastasis: Lokasi (tulang
hati, paru, otak), bentuk, keluhan
3) Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan kimia darah
sesuai dengan perkiraan metastasis
Tumor marker. Dewasa ini belum ada petanda tumor
spesifik untuk kanker mammae. CEA memiliki nilai
positif bervariasi 20-70%, antibody monoclonal CA15-
3 angka positifnya 33-60%, semuanya dapat untuk
referensi diagnosis dan tindak lanjut klinis.
b. Pencitraan (Imaging)
Mammografi
27
Gambar 9. Mammogram
28
Gambar 10. MRI Mammae
Karena tumor mammae mengandung densitas
mikrovaskular (MVD: microvascular density)
abnormal, MRI mammae dengan kontras (gadolinium)
memiliki sensitivitas dan spesifisitas tinggi dalam
diagnosis karsinoma mammae stadium dini. Tapi
pemeriksaan ini cukup mahal, sulit digunakan meluas,
hanya menjadi suatu pilihan dalam diagnosis banding
terhadap mikro tumor.
29
Gambar 11. Gambaran Mammografi (A-B), USG (C-D), MRI
Mammae (E)
c. Patologi
Biopsi
Fine-Needle Aspiration Biopsy (FNA),
merupakan metode diagnosis yang umum
digunakan untuk kanker Mammae. Metode ini
dilakukan dengan menggunakan jarum 22-
gauge, ukuran syringe yang sesuai, dan pad
alcohol. Jika area yang di biopsi dapat di
palpasi, jarum dapat diarahka npada area yang
terpalpasi (massa). Namun, jika massa tidak
dapat di palpasi maka dokter menggunakan
ultrasound. Hasil aspirasi di preparasi pada slide
untuk pemeriksaan sitologi.
30
Gambar 12. Gambaran Fine Needle Aspiration Biopsy
31
seperti core needle biopsy, menjadi pendekatan
yang dipilih.
32
CT abdomen jika klinis ada kecurigaan
metastasis ke organ intra abdomen namun tidak
terdeteksi dengan USG abdomen
Scintimammografi jika ada kecurigaan resi difatau
residu
Pemeriksaan MRI untuk kasus dengan kecurigaan ca
mammae intarduktal
Positron Emission Tomography (PET) Scan
i. Tatalaksana
1) Terapi bedah/Mastektomi
Pasien yang pada awal terapi termasuk stadium 0, I, II dan
sebagian stadium III disebut kanker mammae operable. Pola
operasi yang sering dipakai adalah.23
2) Mastektomi radikal
Tahun 1890 Halsted pertama kali merancang dan memopulerkan
operasi radikal kanker mammae, lingkup reseksinya mencakup
kulit berjarak minimal 3 cm dari tumor, seluruh kelenjar mammae,
m.pectoralis mayor, m.pectoralis minor, dan jaringan limfatik dan
lemak subskapular, aksilar secara kontinyu enblok reseksi.23
a. Mastektomi radikal modifikasi
Lingkup resseksi sama dengan teknik radikal, tapi
mempertahankan m.pektoralis mayor dan minor (model
Auchincloss) atau mempertahankan m.pektoralis mayor,
mereseksi m.pektoralis minor (model Patey). Pola operasi ini
memiliki kelebihan antara lain memacu pemulihan fungsi pasca
operasi, tapi sulit membersihkan kelenjar limfe aksilar
superior.23
b. Mastektomi total
Hanya membuang seluruh kelenjar mammae tanpa
membersihkan kelenjar limfe. Model operasi ini terutama untuk
karsinoma in situ atau pasien lanjut usia.23
c. Mastektomi segmental plus diseksi kelenjar limfe aksilar
Secara umum ini disebut dengan operasi konservasi mammae.
Biasanya dibuat dua insisi terpisah di mammae dan aksila.
33
Mastektomi segmental bertujuan mereseksi sebagian jaringan
kelenjar mammae normal di tepi tumor, di bawah mikroskop
tak ada invasi tumor tempat irisan. Lingkup diseksi kelenjar
limfe aksilar biasanya juga mencakup jaringan aksila dan
kelenjar limfe aksilar kelompok tengah.23
d. Mastektomi segmental plus biopsy kelenjar limfe sentinel
Metode reseksi segmental sama dengan di atas. kelenjar limfe
sentinel adalah terminal pertama metastasis limfogen dari
karsinoma mammae, saat operasi dilakukan insisi kecil di
aksila dan secara tepat mengangkat kelenjar limfe sentinel,
dibiopsi, bila patologik negative maka operasi dihentikan, bila
positif maka dilakukan diseksi kelenjar limfe aksilar. Untuk
terapi kanker mammae terdapat banyak pilihan pola operasi,
yang mana yang terbaik masih kontroversial. Secara umum
dikatakan harus berdasarkan stadium penyakit dengan syarat
dapat mereseksi tuntas tumor, kemudian baru memikirkan
sedapat mungkin konservasi fungsi dan kontur mammae.23
3) Radiasi
Penyinaran/radiasi adalah proses penyinaran pada daerah yang
terkena kanker dengan menggunakan sinar X dan sinar gamma
yang bertujuan membunuh sel kanker yang masih tersisa di
payudara setelah operasi. Efek pengobatan ini tubuh menjadi
lemah, nafsu makan berkurang, warna kulit di sekitar payudara
menjadi hitam, serta Hb dan leukosit cenderung menurun sebagai
akibat dari radiasi.23
4) Kemoterapi
Kemoterapi adalah proses pemberian obat-obatan anti kanker
dalam bentuk pil cair atau kapsul atau melalui infus yang bertujuan
membunuh sel kanker. Tidak hanya sel kanker pada payudara, tapi
juga di seluruh tubuh. Efek dari kemoterapi adalah pasien
mengalami mual dan muntah serta rambut rontok karena pengaruh
obat-obatan yang diberikan pada saat kemoterapi. Obat yang
34
diberikan adalah kombinasi Cyclophosphamide, Metotrexate dan
5-Fluorouracyl selama 6 bulan.23
5) Terapi hormonal
Terapi hormonal diberikan jika penyakit telah sistemik berupa
metastasis jauh, biasanya diberikan secara paliatif sebelum
kemoterapi karena efek terapinya lebih lama. Terapi hormonal
paliatif dilakukan pada penderita pramenopause, dengan cara
ovarektomy bilateral atau dengan pemberian anti estrogen seperti
Tamoksifen atau Aminoglutetimid. Estrogen tidak dapat diberikan
karena efek sampingnya terlalu berat.23
35
Radiasi eksterna diberikan dengan dosis awal 50 Gy. Kemudian
diberi booster; pada tumor bed 10-20 Gy dan kelenjar 10 Gy.
Indikasi BCT :
Tumor tidak lebih dari 3 cm
Atas permintaan pasien
Memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Tidak multipel dan/atau mikrokalsifikasi luas
dan/atau terletak sentral
Ukuran T dan payudara seimbang untuk tindakan
kosmetik
Bukan ductal carcinoma in situ (DCIS) atau
lobular carcinoma in situ (LCIS)
Belum pernah diradiasi dibagian dada
Tidak ada Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
atau scleroderma
Memiliki alat radiasi yang adekuat
3) Kanker payudara locally advanced (lokal lanjut)
Operabel(IIIA)
Mastektomi simpel + radiasi dengan kemoterapi
adjuvant dengan/tanpa hormonal, dengan/tanpa
terapi target
Mastektomi radikal modifikasi + radiasi dengan
kemoterapi adjuvant, dengan/tanpa hormonal,
dengan/ tanpa terapi target
Kemoradiasi preoperasi dilanjutkan dengan atau
tanpa BCT atau mastektomi simple, dengan/tanpa
hormonal, dengan/tanpa terapi target
Inoperabel(IIIB)
Radiasi preoperasi dengan/tanpa operasi +
kemoterapi + hormonal terapi
Kemoterapi preoperasi/neoadjuvan dengan/tanpa
operasi + kemoterapi + radiasi + terapi hormonal +
dengan/tanpa terapi target
36
Kemoradiasi preoperasi dengan/tanpa operasi
dengan/ tanpa radiasi adjuvan dengan/ kemoterapi
+ dengan/ tanpa terapi target
Radiasi eksterna pasca mastektomi diberikan dengan dosis awal 50
Gy. Kemudian diberi booster; pada tumor bed 10-20 Gy dan
kelenjar 10 Gy.
4) Kanker payudara stadium lanjut
Prinsip :
Sifat terapi paliatif
Terapi sistemik merupakan terapi primer (kemoterapi dan
terapi hormonal)
Terapi lokoregional (radiasi & bedah) apabila diperlukan
Gambar 14. Tatalaksana Kanker Payudara Stadium I dan IIA dan IIB
37
Gambar 15. Tatalaksana Kanker Payudara Stadium III dan IV
j. Prognosis14
Prognosis pada kasus karsinoma mamae bergantung pada beberapa
faktor, yaitu ukuran tumor, jumlah KGB yang terlibat, status hormon
reseptor, grading histopatology, ekspresi HER 2/neu, EGF receptor
38
family, S phase, DNA ploidy, angiogenesis, peritumoral lymphatic
invasion, perineural invasion, cathepsin D, dan obesitas.
Seseorang yang terkena karsinoma mamae akan tergolong kedalam
kategori prognosis baik, apabila :
39
2) Lanjutkan dengan mengangkat tangan anda dan lihat apakah ada
perubahan yang berarti
3) Sembari anda berada di depan cermin, lihat apakah ada tanda
keluarnya cairan dari salah satu atau kedua puting anda (bisa
berair, seperti susu, cairan kuning atau darah)
40
4) Setelah itu, rabalah payudara anda sambil berbaring, gunakan
tangan kanan anda untuk meraba payudara kiri dan tangan kiri
anda untuk meraba payudara kanan anda. Gunakan sentuhan yang
halus dan kuat dengan buku-buku jari anda (jari-jari rapat dan
melakukan penekanan bersamaan). Gunakan gerakan memutar.
Lakukan penekanan terhada seluruh bagian payudara dari atas ke
bawah, dari samping ke samping - dari tulang selangka ke bagian
abdomen atas, dan dari ketiak ke belahan payudara anda.
Penekanan dapat dimulai dari puting, berpindah secara melingkar
hingga mencapai bagian luar payudara. Anda juga bisa
memindahkan jari anda dari atas ke bawah secara vertikal. Anda
harus merasakan semua jaringan payudara anda dari depan hingga
ke belakang. Untuk kulit dan lapisan dibawahnya, gunakan tekanan
ringan; gunakan tekanan sedang untuk jaringan yang ada di tengah
payudara anda; gunakan tekanan kuat untuk jaringan yang ada di
bagian belakang. Ketika anda telah mencapai jaringan dalam, anda
dapat merasakan tulang rusuk anda.
41
5) Terakhir, rabalah payudara anda ketika anda sedang berdiri atau
berbaring. Lakukan gerakan yang sama seperti langkah ke-4.
42
mengenai kulit, bagian posterior mengenai otot pektoralis hingga
tulang.
2) Metastasis kelenjar limfe.
Metastasis tumor ke kelenjar getah bening aksila, supraklavikular
dan kelenjar getah bening mamria.
3) Metastasis ke hepar.
Melalui sistem limfe ke hepar, yakni apabila tumor primer terletak
di tepi medial bagian bawah payudara. Metastasis melalui saluran
limfe bersama-sama dengan vasa epigastrium superior.
4) Metastasis hematogen.
Sel kanker dapat melalui saluran limfe dan akhirnya masuk ke
pembuluh darah. Juga dapat langsung menginvasi pembuluh darah
(melalui vena cava atau sistem vena intercostal-vertebral) hingga
timbul metastasis hematogen. Lokasi tersering metastasis adalah
paru, tulang, hati, pleura dan adrenal.
43
Di Amerika Serikat, fibroadenoma merupakan lesi payudara yang
paling umum, yang terjadi pada wanita dengan usia di bawah 40 tahun.
Fibroadenoma dapat terjadi pada wanita segala usia, selama masa
reproduksi aktif dan mengecil setelah menopause. Fibroadenoma jarang
terjadi pada wanita postmenopause. Prevalensi fibroadenoma pada wanita
usia di atas 40 tahun kira-kira hanya 8 10 %. Sekitar 10 15 % kasus
fibroadenoma merupakan multipel. Pada wanita berkulit gelap,
fibroadenoma lebih sering terjadi di usia lebih muda dibandingkan wanita
berkulit putih.27,29
Fibroadenoma merupakan hasil biopsi yang paling sering ditemukan di
Jamaica, yaitu sekitar 39,4% dari seluruh biopsi yang dilakukan, yang
diikuti oleh penyakit fibrokistik, sekitar 19, 3 %.30
Penyebab pasti fibroadenoma tidak diketahui. Namun, terdapat
beberapa faktor yang dikaitkan dengan penyakit ini, antara lain
peningkatan mutlak aktivitas estrogen, yang diperkirakan berperan dalam
pembentukannya. Selain itu, diperkirakan terdapat prekursor embrional
yang dormant di kelenjar mammaria yang dapat memicu pembentukan
fibroadenoma yang akan berkembang mengikuti aktivitas ovarium.9,28
Pada sebagian besar penderita tidak menunjukkan gejala dan terdeteksi
setelah dilakukan pemeriksaan fisik. Pertumbuhan fibroadenoma relatif
lambat dan hanya menunjukkan sedikit perubahan ukuran dan tekstur
dalam beberapa bulan. Fibroadenoma memiliki gejala berupa benjolan
dengan permukaan yang licin dan merah. Biasanya fibroadenoma tidak
nyeri, tetapi kadang dirasakan nyeri bila ditekan.26,27
Secara klinik, fibroadenoma biasanya bermanifestasi sebagai massa
soliter, diskret, dan mudah digerakkan, selama tidak terbentuk jaringan
fibroblast di sekitar jaringan payudara, dengan diameter kira-kira 1 3 cm,
tetapi ukurannya dapat bertambah sehingga membentuk nodul dan lobus.
Fibroadenoma dapat ditemukan di seluruh bagian payudara, tetapi lokasi
tersering adalah pada quadran lateral atas payudara. Tidak terlihat
perubahan kontur payudara. Penarikan kulit dan axillary adenopathy yang
signifikan pun tidak ditemukan.9,26,28
44
Secara makroskopis, semua tumor teraba padat dengan warna cokelat
putih pada irisan, dengan bercak bercak kuning merah muda yang
mencerminkan daerah kelenjar.Secara histologis, tumor terdiri atas
jaringan ikat dan kelenjar dengan berbagai proporsi dan variasi. Tampak
storma fibroblastik longgar yang mengandung rongga mirip duktus
berlapis sel epitel dengan ukuran dan bentuk yang beragam. Rongga yang
mirip duktus atau kelenjar ini dilapisi oleh satu atau lebih lapisan sel yang
reguler dengan membran basal jelas dan utuh. Meskipun di sebagian lesi
duktus terbuka, bulat hingga oval dan cukup teratur (fibroadenoma
perikanalikularis), sebagian lainnya tertekan oleh proliferasi ekstensif
stroma sehingga pada potongan melintang rongga tersebut tampak sebagi
celah atau struktur ireguler mirip bintang (fibroadenoma
intrakanalikularis).9,28
Pada pemeriksaan mamografi, fibroadenoma digambarkan sebagai
massa berbentuk bulat atau oval dengan batas yang halus dan berukuran
sekitas 4 100 mm. Fibrodenoma biasanya memiliki densitas yang sama
dengan jaringan kelenjar sekitarnya, tetapi, pada fibroadenoma yang besar,
dapat menunjukkan densitas yang lebih tinggi. Kadang-kadang, tumor
terdiri atas gambaran kalisifikasi yang kasar, yang diduga sebagai infraksi
atau involusi. Gambaran kalsifikasi pada fibroadenoma biasanya di tepi
atau di tengah berbentuk bulat, oval atau berlobus lobus. Pada wanita
postmenopause, komponen fibroglandular dari fibroadenoma akan
berkurang dan hanya meninggalkan gambaran kalsifikasi dengan sedikit
atau tanpa komponen jaringan ikat.25,28,29
Dalam pemeriksaan USG, fibroadenoma terlihat rata, berbatas tegas,
berbentuk bulat, oval atau berupa nodul dan lebarnya lebih besar
dibandingkan dengan diameter anteroposteriornya. Internal echogenicnya
homogen dan ditemukan gambaran dari isoechoic sampai hypoechoic.
Gambaran echogenic kapsul yang tipis, merupakan gambaran khas dari
fibroadenoma dan mengindikasikan lesi tersebut jinak. Fibroadenoma
tidak memiliki kapsul, gambaran kapsul yang terlihat pada pemeriksaan
45
USG merupakan pseudocapsule yang disebabkan oleh penekanan dari
jaringan di sekitarnya.25,28
46
Tipe insisi yang paling sering digunakan adalag tipe radial. Tipe
circumareolar, hanya meninggalkan sedikit bekas luka dan deformitas,
tetapi hanya memberikan pembukaan yang terbatas. Tipe ini digunakan
hanya untuk fibroadenoma yang tunggal dan kecil dan lokasinya sekitar 2
cm di sekitar batas areola. Semicircular incision biasanya digunakan untuk
mengangkat tumor yang besar dan berada di daerah lateral payudara.30
47
paparan radiasi pada fetus, dan dosis agar tidak terjadi radiasi adalah
kurang dari 0,50 mm.33
Mammografi selama kehamilan tidak mudah dibaca dan sekitar 25%
dapat menyebabkan false-negative karena meningkatnya kandungan
cair pada jaringan payudara dan kehilangan jaringan lemak.1
Biopsi payudara pada ibu hamil tidak menimbulkan resiko anestesi
yang signifikan terhadap fetus maupun ibu hamil. Pada penelitian Byrd
dkk dari 134 biopsi payudara pada ibu hamil hanya terdapat 1 kasus
keguguran. Sehingga jelas bahwa biopsi payudara pada ibu hamil aman
dan memberikan diagnosis definitif pada suatu malignansi pada
payudara.33
48
kanker yang sedang dirawat. Kemoterapi tidak boleh diberikan
selama 3 bulan pertama kehamilan. Kemoterapi diberikan setelah
waktu ini biasanya tidak membahayakan janin tetapi dapat
menyebabkan persalinan awal dan berat badan lahir rendah.
49
2) Setiap kali check-up, pasien diharapkan berdiskusi dengan dokter
apabila timbul gejala baru.
3) Beritahu pasien untuk mengikuti pemeriksaan fisik dan
mammografi setiap tahun
4) Rekomendasikan pada pasien untuk melakukan SADARI setiap
bulan
50
2.16 Hubungan Gaya Hidup Penderita Pada Kasus
Peran diet dalam etiologi kanker payudara masih kontroversi.
Meskipun ada hubungan asosiatif antara jumlah kalori dan asupan
lemak serta risiko kanker payudara, peran lemak dalam diet masih tidak
terbukti. Peningkatan asupan kalori berkontribusi terhadap risiko
kanker payudara dalam beberapa cara seperti: menarche sebelumnya,
usia menopause, dan peningkatan konsentrasi estrogen pasca
menopause mencerminkan ditingkatkan kegiatan aromatase dalam
jaringan lemak. Asupan alcohol juga meningkatkan risiko melalui
mekanisme yang belum diketahui.37
2.17 Hubungan Riwayat Keluarga Pada Kasus
Beberapa gen telah diimplikasi pada kasus kanker payudara.
Sindrom Li-Fraumeni dikarakteristikan oleh mutasi pewarisan pada gen
supresi tumor p53 yang mana memicu peningkatan terjadinya kanker
payudara. Mutasi pada PTEN juga dilaporkan pada kanker payudara.
Gen supresi tumor lainnya, BRCA-1 pada locus 17q21, gen ini
mengkode protein zing finger dan produk yang berfungsi sebagai faktor
transkripsi. Wanita dengan keturunan mutasi alel pada gen ini dari
orangtuanya memiliki resiko 60-80% untuk mengalami kanker
payudara dan 33% mengalami kanker ovarium. Laki-laki yang
membawa alel mutan beresiko lebih tinggi untuk mengalami kanker
prostat dan payudara. Gen lainnya BRCA-2 yang terletak pada
kromosom 13q12 juga berhubungan dengan terjadinya peningkatan
kejadian kanker payudara pada laki-laki dan perempuan.37
Mutasi germ-line pada BRCA-1 dan BRCA dapat dideteksi, pasien
dengan mutasi ini dapat dikonsulkan dengan benar. Semua wanita
dengan riwayat keluarga kanker payudara harus dianjurkan mengikuti
program skrining genetik.37
51
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Wanita 36 tahun mengalami karsinoma mammae stadium II A (T2N0M0).
52
DAFTAR PUSTAKA
1. Desen, Wan. 2011. Buku Ajar Onkologi Klinis. Edisi 2. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI
2. Hansen JT. Netters clinical anatomy. 2nd ed. Philadelphia: Saunders
Elsevier; 2010.
3. Snell, R.R, Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem, Jakarta: EGC, 2011.
4. Eroschenko, V.P, Atlas Histologi Difiore, Edisi 11, Jakarta: EGC, 2010.
5. Diane M. Frasser. 2009. Buku Ajar Bidan Myeles. Jakarta: EGC.
6. Eroschenko, V. P., 2008, Atlas Histologi d iFioresdeng an Korelasi Fun
gsional ,EGC, Jakarta
7. Junqueira, L.C. and Carneiro, J. 2007. Histologi Dasar Teks & Atlas. Edisi
10. Alih Bahasa: Jan Tambayong. Editor: Frans Dany. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
8. Robbins SL, Kumar V, Cotran RS, editors. Robbins and Cotran pathologic
basis of disease. 8th ed. Philadelphia, PA: Saunders/Elsevier; 2010. 1450p.
9. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi .7 nd ed, Vol. 2.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007
10. Halim, B. dan Sahil, MF.Imunologi Kanker.2001. [Cited May 15, 2015]
Available
from:http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/16_ImunologiKanker.pdf/16_I
munologiKanker.html
11. Baratawidjaja KG, Rengganis I. Imunologi Dasar. Edisi 10. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI; 2012
12. Karsono, B. 2006. Teknik-Teknik Biologi Molekular dan Selular pada
Kanker. Dalam Sudoyo, A. W., Setiyohadi.
13. Greenall M.J, Wood W.C. 2000. Cancer of the Breast. In: Morris J.P, Wood
W.C, ed. Oxford Textbook of Surgery. Second edition. Oxford University
Press. p 107.
14. Suyatno, Pasaribu, TE. Bedah Onkologi Diagnosis dan Terapi. Edisi 2.
Jakarta : Sagung Seto. 2014
15. Cancer Research U.K. 2010. Breast Cancer- Risk Factor. Available from:
http://info.cancerresearchuk.org/cancerstats/types/breast/riskfactors/
16. Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi
8. Jakarta: EGC
17. Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbins basic pathology. 9th ed.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2013.
53
18. Heffner, Linda J dan Danny J Schust. At Glance Sistem Reproduksi Edisi
Kedua. Jakarta :Erlangga. 2005
19. De jong, Syamsuhadi. Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. 2005
20. American Cancer Society. Breast Cancer. Atlanta, Ga: American Cancer
Society; 2014.
21. Komite Nasional Penanggulangan Kanker. Panduan nasional penanganan
kanker payudara. Komite Nasional Penanggulangan Kanker, Kementrian
Kesehatan RI: 2015.
22. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Sabiston textbook
of surgery: The biological basis of modern surgical practice. 19th ed.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2012.
23. Price, Sylvia A dan Lorraine M.Wilson. 2005. Patofisiologi Volume 2
Edisi 6. Jakarta:EGC
24. Kementerian Kesehatan RI. Panduan Nasional Penanganan Kanker:
Kanker Payudara. Jakarta: Komite Nasional Penanggulanan Kanker;
2015
25. Kuijper A, Mommers ECM, Van der Wall E, Van Diest Paul J.
Histopathology of Fibroadenoma of The Breast. Available
from :http://ajcp.ascpjournals.org/
30. Shirley SE, Mitchell DIG, Soares DP, James M, Escoffery CT, Rhodrn
AM, Wolff C, Choy L, Wilks RJ. Clinicopathologic Features of Breast
54
Disease in Jamaica : Findings of the Jamaican Breast Disease Study. 2000
2002. Available from :http://lib.bioinfo.pl/ .
32. Degnim AC, Visscher DW, Berman HK, et al. Stratifi cation of breast
cancer risk in women with atypia: a Mayo cohort study. J Clin
Oncol.2007;25:2671
33. Virender S, Sunita BS, Subhash S. Carcinoma Breast in Pregnancy and
Lactation. Indian Journal of Surgery. 2004; 66(4): 209-15
34. Koren, et al. 2011. Cancer in Pregnancy and Lactation: The Motherisk
Guide. New York: Cambridge University Press.
35. Ikawati, Zullies. Pengantar Farmakologi Molekuler. Yogyakarta:
GadjahMada University Press. 2006
36. McPhee, Stephen J. Patofisiologi Penyakit. Jakarta: EGC. 2010
37. Longo, Dan L. Hematology and Oncology Harrisons. 2nd Ed. US:
McGraw-Hill; 2013.
55