Anda di halaman 1dari 90

APLIKASI MULTIBEAM DAN SIDE SCAN SONAR UNTUK

MENDETEKSI TARGET RUNTUHNYA JEMBATAN


KARTANEGARA DI KUTAI KALIMANTAN TIMUR

SAIFUR ROHMAN

SKRIPSI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul

APLIKASI MULTIBEAM DAN SIDE SCAN SONAR UNTUK


MENDETEKSI TARGET RUNTUHNYA JEMBATAN
KARTANEGARA DI KUTAI KALIMANTAN TIMUR
adalah benar hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2012

SAIFUR ROHMAN
C54080071
RINGKASAN

Saifur Rohman. Aplikasi Multibeam dan Side Scan Sonar untuk Mendeteksi
Target Runtuhnya Jembatan Kartanegara di Kutai Kalimantan Timur.
Dibimbing Oleh Henry M. Manik dan Djoko Hartoyo

Jembatan Kutai Kartanegara adalah jembatan gantung yang melintas di


atas sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Jembatan ini merupakan sarana
penghubung antara kota Tenggarong dan kota Samarinda. Pada tanggal 26
November 2011 jembatan Kutai Kartanegara ambruk dan rubuh. Evakuasi
dilakukan untuk mencari target yang ada di perairan tersebut. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui informasi dasar perairan seperti kedalaman, posisi
target dari runtuhnya jembatan untuk membantu dalam proses evakuasi.
Multibeam dan Side Scan Sonar (SSS) merupakan instrumen hidroakustik
yang mampu mendeteksi batimetri dan mengetahui kondisi dasar perairan secara
baik. Akuisisi data dilakukan dengan menggunakan alat Multibeam Reson
Hydrobat dan SSS EdgeTech 4200. Pengolahan data batimetri dengan
menggunakan software PDS 2000 dan Caris HIPS & SIPS 6.1. Data side scan
sonar diolah dengan bantuan software SonarWeb, Caris HIPS & SIPS 6.1, dan
dilakukan penentuan nilai amplitudo dari target yang ditemukan dengan bantuan
software Xtf2segy dan SeiSee.
Hasil pendeteksian alat ini diperoleh berupa peta batimetri lokasi
penelitian yang memiliki kedalaman berkisar 4,07 meter hingga 58,15 meter.
Target dasar perairan yaitu berbentuk rangka jembatan, berbentuk kotak/persegi,
berbentuk tali, berbentuk gundukan kecil, dan benda bertali. Mosaik intensitas
pantulan gelombang akustik dari dasar perairan diperoleh, dengan pendugaan nilai
amplitudo tertinggi dari target bentuk rangka jembatan yaitu 7.200-7.974 mV,
diikuti target bentuk kotak/persegi (2.019-2.715 mV), target bentuk gundukan
kecil (1.795-2.490 mV), target benda bertali (819-830 mV), target bentuk tali
(684-729 mV), dan terendah dari substrat di sekitar target tali yaitu 258 454 mV.
ABSTRACT

SAIFUR ROHMAN. APPLICATION OF MULTIBEAM AND SIDE SCAN


SONAR FOR DETECTING TARGET FROM THE COLLAPSED BRIDGE
IN KUTAI EAST KALIMANTAN. SUPERVISED BY HENRY M MANIK
AND DJOKO HARTOYO.

Kutai Kartanegara bridge is a suspension bridge crossing over Mahakam


River in East Kalimantan. This bridge is to facilitate between Tenggarong and
Samarinda city. However, on 26 November 2011 Kutai Kartanegara bridge
damaged. Thus, pushing many people took to the field for the evacuation and
search for the cause of the accident. The objectives of this research are to find out
bottom information such as water depth and position of the target from the
collapsed bridge to assist in the evacuation process. Multibeam and side scan
sonar (sss) is a hydroacoustic instrument capable of detecting bathymetry and
determine the condition of the sea bottom. In this survey, the data acquisitions are
conducted by using a Multibeam Reson Hydrobat and SSS EdgeTech 4200.
Bathymetric data were processed using PDS 2000 and a Caris HIPS & SIPS 6.1
software, side scan sonar data were processed with SonarWeb and a Caris HIPS
& SIPS 6.1 software, and analism of the amplitude value from the target with the
help of SeiSee and a Xtf2segy software. The results of the research are bathymetry
map with depths ranging from 4.07 meters to 58.15 meters and found the targets
of sea bottom that have the shape of frame of the bridge, target-shaped box /
square, strap-shaped targets, target-shaped small bumps, and target objects
straped. The mosaics of acoustic wave reflection intensity were resulted from the
sea bottom and have been obtained the estimation value of the highest amplitude
from the target shape of frame bridge is 7200 7974 mV and the lowest of the
substrate around the strap-shaped target is 258-454 mV.

Keyword: Suspension bridge, Multibeam and Side Scan Sonar, Data acquisition,
Bathymetry and target.
Hak cipta milik Saifur Rohman, tahun 2012
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, microfilm, dan sebagainya
APLIKASI MULTIBEAM DAN SIDE SCAN SONAR UNTUK
MENDETEKSI TARGET RUNTUHNYA JEMBATAN
KARTANEGARA DI KUTAI KALIMANTAN TIMUR

SAIFUR ROHMAN

SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : APLIKASI MULTIBEAM DAN SIDE SCAN SONAR


UNTUK MENDETEKSI TARGET RUNTUHNYA
JEMBATAN KARTANEGARA DI KUTAI
KALIMANTAN TIMUR

Nama Mahasiswa : Saifur Rohman

Nomor Pokok : C54080071

Departemen : Ilmu dan Teknologi Kelautan

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Henry M. Manik, S.Pi, M.T Ir. Djoko Hartoyo, M.Sc


NIP. 19701229 199703 1 008 NIP. 19681020 1994031 1 005

Mengetahui,

Ketua Departemen

Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc


NIP. 19580909 198303 1 003

Tanggal lulus :
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah S.W.T atas semua

rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Tidak lupa

shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Rasul tercinta Nabi

Muhammad S.A.W yang telah menjadi panutan dan tauladan yang baik bagi kita

semua. Skripsi yang berjudul APLIKASI MULTIBEAM DAN SIDE SCAN

SONAR UNTUK MENDETEKSI TARGET RUNTUHNYA JEMBATAN

KARTANEGARA DI KUTAI KALIMANTAN TIMUR diajukan sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Henry M. Manik, S.Pi, M.T dan Ir. Djoko Hartoyo, M.Sc

selaku komisi pembimbing yang telah membantu penulis dalam penelitian

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc selaku ketua Departemen

Ilmu dan Teknologi Kelautan.

3. Kedua orang tua penulis, (alm) Bapak Suparlan Sastroimun dan Ibu Sutiah

beserta semua keluarga besar penulis atas segala doa, nasehat, dan

motivasinya.

4. Bapak Dr. Ir. H. Rachmat Pambudy, M.S dan Dr. Mukhlas Ansori, M.S.

atas segala bantuan dan bimbingannya selama kuliah di IPB yang tak akan

terlupakan.
5. Ibu Meutia Samira Ismet, S.Si, M.Si atas bimbingannya selama di

Departemen ITK.

6. Kepala Badan Teknologi Survei Kelautan Badan Pengkajian dan

Penerapan Teknologi (BTSK BPPT) yang telah memberikan izin

penelitian penggunaan data Multibeam dan Side Scan Sonar.

7. Bapak/Ibu dosen dan staf penunjang Departemen ITK atas bantuannya

selama penulis menyelesaikan studi di IPB.

8. Bapak Dwi Haryanto, Bang Gugum Gumbira, dan seluruh Tim IDBC

Gdg. 1 Lt. 20 atas bantuan dan pengalaman yang telah diberikan kepada

penulis.

9. Teman-teman khususnya warga ITK 45 dan warga ITK, terima kasih atas

motivasi dan dorongannya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang

membutuhkannya.

Bogor, 31 Juli 2012

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI. i

DAFTAR TABEL. iii

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN vi

1. PENDAHULUAN. 1
1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Tujuan. 2

2. TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1. Persamaan SONAR.... 3
2.2. Aplikasi Teknologi Akustik Bawah Air. 6
2.3. Prinsip Kerja Multibeam Sonar.. 8
2.4. Spesifikasi Reson Hydrobat 11
2.5. Prinsip Kerja Side Scan Sonar 12
2.6. Spesifikasi SSS Edge 4200. 14
2.7. Kalibrasi Data. 15
2.7.1. Kalibrasi waktu tunggu (time delay/latency)... 15
2.7.2. Kalibrasi roll... 16
2.7.3. Kalibrasi pitch. 17
2.7.4. Kalibrasi yaw (Azimuthal)... 18
2.8. Kecepatan gelombang suara (Sound Velocity).... 19
2.9. Koreksi Data SSS... 21
2.10. Sensor CodaOctopus F 180 23
2.11. Interpolasi Circular dan Matrix. 23
2.11.1. Interpolasi circular.. 23
2.11.2. Interpolasi matrix. 24
2.12. Kondisi Umum Lokasi Penelitian... 24

3. BAHAN DAN METODE 27


3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 27
3.2. Pengambilan Data Multibeam dan Side scan sonar. 28
3.3. Pengambilan Data Kecepatan Suara dan Arus 31
3.4. Pemrosesan Data Multibeam... 31
3.5. Pemrosesan Data Sidescan sonar 35

4. HASIL DAN PEMBAHASAN.. 39


4.1. Hasil. 39
4.1.1. Profil Kecepatan Suara. 39
4.1.2. Pengukuran arus sungai Mahakam... 40
4.1.3. Topografi dasar perairan survei 41
4.1.4. Hasil pendeteksian target dasar perairan.. 44
4.1.5. Pendugaan nilai amplitudo target di SSS. 51
4.2. Pembahasan.. 52
4.2.1. Sound velocity profile... 52
4.2.2. Pengukuran arus sungai Mahakam... 53
4.2.3. Topografi dasar perairan survei.... 54
4.2.4. Hasil pendeteksian target dasar perairan.. 57
4.2.5. Pendugaan nilai amplitudo target di SSS. 59

5. KESIMPULAN DAN SARAN.. 62


5.1. Kesimpulan 62
5.2. Saran.. 62

DAFTAR PUSTAKA 63

LAMPIRAN... 66

DAFTAR RIWAYAT HIDUP.. 74


DAFTAR TABEL

Halaman

1. Nilai kecepatan arus sungai Mahakam di lokasi penelitian.. 40

2. Hasil deteksi target dari data SSS di Caris... 45

3. Hasil deteksi target dari data SSS menggunakan SonarWeb 48

4. Nilai amplitudo dari target dari data Side Scan Sonar.. 51


DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Bidang pandang dan resolusi dalam pencitraan sonar.. 3

2. Tahap konsep pencitraan untuk sonar... 6

3. Survei kapal dalam menggunakan Multibeam sonar untuk


mengukur kedalaman dari dasar laut 9

4. Ilustrasi pengukuran kedalaman dengan gelombang akustik... 9

5. Perbandingan standar akurasi kedalaman dari setiap orde 11

6. Ilustrasi (a) pendektesian objek oleh SSS, (b) pembentukan objek


dan bayangan pada SSS 13

7. Geometri tinggi target dari side scan sonar.. 14

8. Rotasi dan sudut dari gerakan kapal roll, pitch, dan yaw. 15

9. Pengumpulan data time delay/latency. 16

10. Pengumpulan data roll... 17

11. Pengumpulan data pitch.. 18

12. Pengumpulan data yaw 18

13. Profil kecepatan suara dalam air laut.. 20

14. Skema perhitungan slant range correction. 21

15. Skema perhitungan layback correction 22

16. Contoh penggunaan interpolasi circular pada software.. 23

17. Contoh penggunaan interpolasi Base surface.. 24

18. Dimensi jembatan Kartanegara, Kalimantan Timur 25

19. Lokasi penelitian pemeruman (a) dan tracking kapal (b) 28

20. Ilustrasi proses pendeteksian dengan Multibeam dan Side Scan


Sonar.. 29

21. Offset kapal dari instalasi peralatan survei, tampak atas (a) dan
tampak samping (b) 30

22. Diagram alir pengolahan data Multibeam pada PDS2000. 33

23. Diagram alir pengolahan data Multibeam pada Caris 35

24. Diagram alir dari pengolahan SSS di Caris 36

25. Diagram alir pengolahan data SSS di SonarWeb 37

26. Diagram alir penentuan nilai amplitido dari target. 38

27. Sound velocity profile di lokasi penelitian... 39

28. Topografi dasar 2D (a) dan 3D (b) dari sungai Mahakam di lokasi
penelitian dengan menggunakan software PDS2000.. 42

29. Topografi 2 dimensi dari dasar sungai Mahakam di lokasi penelitian


dengan menggunkan software Caris HIPS&SIPS 6.1. 43

30. Mosaik dari SSS di lokasi penelitian menggunakan Caris 6.1. 44

31. Mosaik hasil pengolahan data SSS dengan SonarWeb. 48

32. Perbedaan maksimum interpolasi pada interpolasi circular (a) dan


interpolasi matrix (b). 55

33. Topografi dasar perairan lokasi penelitian di sekitar bawah


jembatan 56

34. Peta lokasi target di daerah survei 57

35. Hasil pendeteksian SSS pada tanggal 2 Desember 2012. 59

36. Grafik hubungan waktu dan amplitudo dari target rangka jembatan,
Gundukan kecil, bentuk kotak/persegi, benda bertali, dan target
bentuk tali. 61
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Gambar Kapal dan Peralatan Survei di lokasi penelitian 67

2. Spesifikasi Reson Hydrobat dan Coda Octopus F180 68

3. Spesifikasi EdgeTech 4200. 69

4. Data Penelitian Multibeam Sonar dan Side Scan Sonar. 70

5. Contoh Data Tide dari Stasiun Bajor di Kalimantan Timur 71

6. Contoh Perhitungan Standar Ketelitian Kedalaman Menurut


IHO. 72
1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Prinsip dasar awal dari sonar adalah menggunakan suara untuk mendeteksi

atau menemukan objek yang secara khusus berada di laut (Hansen, 2011).

Multibeam Sonar merupakan instrumen akustik yang memiliki kemampuan untuk

melakukan pemetaan tiga dimensi terhadap dasar laut (Medwin dan Clay, 1998).

Titik-titik kedalaman yang rapat dapat diukur oleh multibeam secara simultan,

cepat, dan memiliki keakuratan yang tinggi, di mana hal ini tidak dapat dilakukan

oleh single beam echosounder. Selain kemampuan instrumen tersebut dalam

melakukan pemindaian dasar laut dengan akurasi yang sangat tinggi dan cakupan

yang luas (Anderson et al., 2008) juga mampu menghasilkan informasi berupa

nilai backscattering yang dapat digunakan untuk mengetahui sebaran jenis

sedimen dasar laut (Manik, 2008).

Side scan sonar adalah instrumen yang digunakan dalam survei untuk

melakukan pencitraan dasar laut (Tritech International Limited, 2008). Side scan

sonar (SSS) merupakan pengembangan sonar yang mampu menunjukkan dalam

gambar dua dimensional permukaan dasar laut dengan kondisi kontur, topografi,

dan target secara bersamaan. Instrumen ini mampu membedakan besar kecil

partikel penyusun permukaan dasar laut seperti batuan, lumpur, pasir, kerikil, atau

tipe-tipe dasar perairan lainnya (Bartholoma, 2006). SSS digunakan untuk

berbagai aplikasi, seperti pendeteksian keberadaan pipa dan kabel laut,

pendeteksian struktur dangkal dasar laut, pelaksanaan pengerukan, studi

lingkungan, kemiliteran, arkeologi, perikanan, dan pertambangan.

1
2

Jembatan Kutai Kartanegara adalah jembatan gantung yang melintas di

atas sungai Mahakam. Panjang jembatan secara keseluruhan mencapai 710

meter, dengan bentang bebas atau area yang tergantung tanpa penyangga

mencapai 270 meter. Jembatan ini merupakan sarana penghubung antara kota

Tenggarong dengan Kecamatan Tenggarong Seberang yang menuju ke Kota

Samarinda. Namun pada tanggal 26 November 2011 pukul 16.20 waktu

setempat, jembatan Kutai Kartanegara ambruk dan rubuh (www.harianhaluan

.com), sehingga mendorong banyak pihak turun ke lapangan untuk mencari

penyebab musibah itu. Berbagai alat survei pun dikerahkan untuk meneliti

kondisi jembatan pascabencana itu, termasuk tim dari Balai Teknologi Survei

Kelautan (Teksurla) BPPT juga melakukan survei dasar sungai di bawah

jembatan yang rusak tersebut, guna menyelidiki bagian konstruksi yang

tenggelam di dasar sungai.

Oleh karena itu, penulis mengajukan judul penelitian Aplikasi Multibeam

dan Side Scan Sonar untuk mendeteksi target runtuhnya Jembatan Kartanegara di

Kutai Kalimantan Timur.

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk memvisualisasikan dan menginterpretasikan

hasil pengolahan data dari Multibeam dan Side Scan Sonar pada pendeteksian

target runtuhnya jembatan Kartanegara di Kabupaten Kutai Kartanegara

Kalimantan Timur.
3

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Persamaan SONAR

Jaya (2011) menjelaskan bahwa suara terbentuk dari gerakan molekul suatu

bahan elastik. Oleh karena bahan tersebut elastik, maka gerak partikel dari bahan

sumber suara akan memicu gerak partikel di dekatnya. Gerak partikel sejajar

dengan arah perambatan ketika di dalam medium air. Kemudian, karena air

bersifat kompresibel, gerak ini menyebabkan perubahan tekanan yang dapat

dideteksi oleh hidrofon yang peka terhadap tekanan. Tekanan gelombang suara ini

berhubungan dengan kecepatan partikel fluida. Gelombang suara yang merambat

dalam air membawa energi mekanik dalam bentuk energi kinetik dari partikel

yang sedang bergerak ditambah dengan energi potensial yang ada dalam medium

elastik. Dalam perambatan gelombang suara, sejumlah energi per detik akan

mengalir melewati satuan luasan tertentu yang tegak lurus dengan arah

perambatan. Jumlah energi per detik yang melintasi satuan luasan tertentu disebut

sebagai intensitas gelombang. Umumnya, satuan intensitas suara dinyatakan

dalam dB (desibel). Gambar 1 merupakan bidang pandang pencitraan sonar.

Gambar 1. Bidang pandang dan resolusi dalam pencitraan sonar (Hansen, 2011).
4

Urick (1983) dalam Jaya (2011) secara sederhana, sistem deteksi dan

pengukuran bawah air melibatkan 3 komponen, yakni medium, target, dan

peralatan. Persamaan sonar dibangun berdasarkan kesamaan atau keseimbangan

antara bagian dari sinyal yang diterima, yang diinginkan (disebut sinyal) dan

bagian yang tidak diinginkan (disebut derau atau noise), tergantung fungsi sonar

tertentu yang diterapkan. Maksudnya, bagi operator sonar kapal selam, suara paus

atau lobster merupakan derau karena suara-suara ini dapat mengacaukan sistem

deteksi kapal selam sehingga tidak diinginkan. Sementara bagi peneliti, perilaku

mamalia atau biota laut, seperti suara paus atau lobster adalah suara yang

diinginkan (sinyal), bukan derau. Dalam prakteknya, deteksi dan pengukuran

bawah air cukup kompleks, rumit, dan bersifat probabilistik. Persamaan sonar

dibentuk dari interaksi parameter-parameter sonar. Parameter sonar untuk

komponen medium adalah kehilangan perambatan energi suara (transmission

loss/TL), aras reverberasi (reverberation level/RL), dan aras derau latar atau

lingkungan (ambient-noise level/NL a ); untuk komponen target adalah kekuatan

target (target strength/TS) dan aras sumber suara (target source level/SL s ); dan

untuk komponen peralatan adalah aras sumber yang memancarkan suara

(projector source level/SL p ), aras swa-derau (self-noise level/NL s ), indeks

kearahan penerima (receiving directivity index/DI), dan ambang deteksi (detection

threshold/DT).

Pada sistem sonar aktif, instrumen akustik memancarkan gelombang atau

pulsa suara. Apabila mengenai target maka suara tersebut akan dipantulkan atau

dihamburbalikkan dan diterima oleh instrumen akustik. Untuk kasus monostatik,

di mana posisi sumber suara dan penerima suara terletak pada posisi yang sama,
5

gelombang suara yang berasal dari target dikembalikan tepat ke arah posisi

sumber suara, persamaan sonarnya adalah

SL- 2 TL + TS = NL DI + DT (1)

Sementara untuk kasus bistatik, arah perambatan gelombang suara (ke dan

dari target) umumnya tidak sama. Kemudian, apabila suara latar belakang bukan

derau melainkan reverberasi maka persamaan sonar perlu dimodifikasi. Suku NL

DI perlu diganti dengan aras reverberasi RL yang diamati pada penerima suara

(hidrofon), sehingga persamaannya menjadi

SL 2 TL + TS =RL + DT(2)

Jaya (2011) juga menjelaskan instrumen akustik dilengkapi dengan

transduser, piranti yang dapat mengubah energi listrik menjadi energi mekanik

dan sebaliknya, sehingga dapat memancarkan dan menerima suara. Instrumen

akustik berkembang seiring dengan perkembangan ilmu bahan, yang

menghasilkan transduser yang berkualitas. Selanjutnya, transduser berkas

gelombang suara (single-beam) berkembang menjadi dual-beam dan akhirnya

split-beam; dari frekuensi tunggal menjadi frekuensi ganda (multi-frequency).

Ketajaman (sensitivitas) dapat ditingkatkan dalam deteksi transduser,

dikembangkan pula sistem untaian (array) yang merajut rangkaian transduser

tunggal menjadi satu kesatuan dan kemudian diikuti dengan pengembangan

teknologi pembentukan berkas gelombang (beamforming). Demikian pula dari sisi

pemindaian (scanning), telah dikembangkan Side Scan Sonar. Gabungan dari

frekuensi berganda dan sistem side scan ini melahirkan sistem berkas gelombang
6

suara berganda (multibeam system) yang sangat tajam mendeteksi kontur dasar

perairan. Gambar 2 merupakan tahap konsep pencitraan sonar.

Gambar 2. Tahap konsep pencitraan untuk sonar (Hansen, 2011)

2.2. Aplikasi Teknologi Akustik Bawah Air

Hidroakustik merupakan suatu teknologi pendeteksian bawah air dengan

menggunakan suara atau bunyi untuk melakukan pendeteksian. Teknologi

hidroakustik memiliki beberapa kelebihan diantaranya yaitu; informasi pada areal

yang dideteksi dapat diperoleh secara cepat (real time), dan secara langsung di

wilayah deteksi (in situ), serta tidak berbahaya atau merusak objek yang diteliti

(friendly) pada frekuensi tertentu, karena pendeteksian dilakukan dari jarak jauh

dengan menggunakan suara (underwater sound). Sehingga metode ini merupakan

solusi yang cepat dan efektif untuk menduga objek yang ada di bawah air

(Jackson et al., 1986).

Manik et al. (2006) kegunaan lain dari akustik bawah air laut (lumpur, pasir,

kerikil, karang dan sebagainya) dan untuk penentuan kontur dasar laut. Beberapa

ahli lainnya seperti bidang geologi, pertambangan, arkeolog, perusahaan


7

konstruksi dan badan pengawasan lingkungan turut memanfaatkan bidang ilmu

akustik dasar laut.

a. Pengukuran Kedalaman Dasar Laut (Bathymetry)

Pengukuran kedalaman dasar laut dapat dilakukan dengan Conventional

Depth Echo Sounder, di mana kedalaman dasar laut dapat dihitung dari perbedaan

waktu antara pengiriman dan penerimaan pulsa suara. Pertimbangan sistim Side-

Scan Sonar pada saat ini, pengukuran kedalaman dasar laut (bathymetry) dapat

dilaksanakan bersama-sama dengan pemetaan dasar laut (Sea Bed Mapping) dan

pengidentifikasian jenis-jenis lapisan sedimen di bawah dasar laut (subbottom

profilers).

b. Pengidentifikasian Jenis-jenis Lapisan Sedimen Dasar Laut (Subbottom

Profilers)

Teknologi akustik bawah air, dengan peralatan side-scan sonar yang

mutakhir dilengkapi dengan subbottom profilers dan menggunakan frekuensi yang

lebih rendah dan sinyal impulsif yang bertenaga tinggi yang digunakan untuk

penetrasi ke dalam lapisan-lapisan sedimen di bawah dasar laut.

c. Pemetaan Dasar Laut (Sea bed Mapping)

Teknologi side-scan sonar dalam pemetaan dasar laut dapat menghasilkan

tampilan peta dasar laut dalam tiga dimensi. Peta dasar laut yang lengkap dan

rinci ini dapat digunakan untuk menunjang penginterpretasian struktur geologi

bawah dasar laut dan kemudian dapat digunakan untuk mencari mineral bawah

dasar laut.

d. Pencarian Kapal-kapal Karam di Dasar Laut

e. Penentuan Jalur Pipa dan Kabel di Bawah Dasar Laut


8

2.3. Prinsip Kerja Multibeam Sonar

Simmonds dan MacLennan (2005) menjelaskan ada dua jenis dari sonar

yaitu pasif dan aktif. Aktif sonar mentransmisikan sinyal akustik dan mendeteksi

pantulan dari objek di dalam air. Pasif sonar tidak mentransmisikan sinyal akustik,

tetapi hanya mendeteksi sumber suara yang berasal dari objek yang diamati. Pada

penelitian ini hanya dibahas mengenai metode sonar aktif saja.

Multibeam sonar merupakan instrumen hidroakustik yang menggunakan

prinsip yang sama dengan single beam namun perbedaannya terletak pada jumlah

beam yang dipancarkannya lebih dari satu dalam satu kali pancar. Berbeda dengan

Side Scan Sonar pola pancaran yang dimiliki multibeam sonar melebar dan

melintang terhadap badan kapal. Setiap beam memancarkan satu pulsa suara dan

memiliki penerimanya masing-masing. Saat kapal bergerak hasil sapuan

multibeam tersebut menghasilkan suatu luasan area permukaan dasar laut

(Moustier, 2005 dalam Gumbira, 2011). Transduser yang terdapat di dalam

multibeam sonar terdiri dari serangkaian elemen yang memancarkan pulsa suara

dalam sudut yang berbeda. Biasanya hanya satu beam yang ditransmisikan tetapi

menghasilkan banyak pantulan energi dari masing-masing pulsa suara yang

ditransmisikan. Kemampuan setiap elemen transduser menerima kembali pulsa

suara yang dipantulkan tergantung kepada metode kalibrasi terhadap gerak kapal

yang diterapkan (Hammerstad, 2000). Gambar 3 merupakan ilustrasi pancaran

Multibeam sonar.
9

Gambar 3. Ilustrasi pancaran Multibeam sonar untuk mengukur


kedalaman dari dasar laut (sumber: www.nauticalcharts.noaa.gov).

Multibeam sonar memiliki kemampuan dalam melakukan pemindaian dasar

laut dengan akurasi yang sangat tinggi, cakupan yang luas, dan pencitraan tiga

dimensi dengan interpolasi minimum (Anderson et al., 2008). Kedalaman diukur

melalui cepat rambat gelombang akustik yang dipancarkan sampai diterima

kembali (Gambar 4) dibagi dengan dua kali waktu yang dibutuhkan dalam

perambatan.

R = (1/2) c. t .(3)

di mana R = kedalaman (m), c = cepat rambat gelombang akustik (m/s), dan t =

selang waktu gelombang yang ditransmisikan dengan diterima kembali (s).

Gambar 4. Ilustrasi pengukuran kedalaman dengan gelombang akustik


(L-3 C SeaBeam Instruments, 2000).
10

Kedalaman hasil pengukuran yang didapatkan selanjutnya dilakukan koreksi

dari berbagai kesalahan yang mungkin terjadi. Kesalahan tersebut dapat berasal

dari kecepatan gelombang suara, pasang surut, kecepatan kapal, sistem

pengukuran, offset dan posisi kapal, dan sinkronisasi waktu (diperlukan karena

jenis peralatan yang banyak dan berbeda dan harus terintegrasi dalam satu satuan

waktu), sedangkan sumber kesalahan saat pengolahan data (sesudah survei)

adalah kecepatan gelombang suara, pasang surut, dan offset dan posisi kapal

(PPDKK Bakosurtanal, 2010).

Berdasarkan S-44 11 International Hydrographyc Organisation (IHO) yang

membagi wilayah perairan menjadi 4 orde (klasifikasi perairan suvei berdasarkan

kedalaman), yaitu orde khusus, orde 1, orde 2, dan orde 3. Pada penelitian ini

hanya dibahas orde 1 dikarenakan wilayah penelitian masuk pada orde 1 yaitu

perairan yang memiliki kedalaman kurang dari 100 meter, yang diperuntukkan

bagi pelabuhan-pelabuhan, alur pendekat, haluan yang dianjurkan, alur navigasi,

dan daerah pantai dengan lalu lintas komersial yang padat, di mana kedalaman di

bawah lunas kapal cukup memadai dan kondisi fisik dasar yang tidak begitu

membahayakan (misalnya lumpur atau pasir). Batas toleransi kesalahan ketelitian

kedalaman () pada orde pertama dihitung dengan menggunakan persamaan 4.

= + {a 2 + (b x d ) 2}(4)

Keterangan : Konstanta orde 1 adalah a = 0.5 meter dan b = 0.013 dengan

: ketelitian kedalaman, a : konstanta kesalahan kedalaman yaitu jumlah dari

semua konstanta kesalahan, b : faktor pengganti kesalahan kedalaman lain, d :

kedalaman (meter), bxd : kesalahan kedalaman lain, jumlah semua kesalahan.

Gambar 5 merupakan standar akurasi kedalaman dari setiap orde.


11

Gambar 5. Perbandingan standar akurasi kedalaman dari setiap orde (IHO, 1998)

2.4. Spesifikasi Reson Hydrobat

HydroBat adalah multibeam yang beroperasi pada frekuensi 160 kHz yang

mencakup luas petak 4 kali dari kedalamannya, jumlah beam 112, lebar sapuan

1200, minimum range 1 meter dan maksimum range 200 meter, ping rata-rata 20

Hz+, memiliki stabilitas roll, dan merupakan transduser tunggal yang terintegrasi

dengan mudah dapat digunakan ke sisi perahu kecil atau permanen dipasang

sesuai kebutuhan. Autopilot maju, tingkat ping tinggi dan kombinasi amplitudo

dan fase mendeteksi bawah air, HydroBat menghasilkan data batimetri kualitas

tinggi melebihi standar internasional. Kompak dan portabel, HydroBat sangat

ideal untuk pelabuhan, operasi survei pelabuhan dan perairan pantai di mana biaya

merupakan faktor penting.

Reson HydroBat memiliki prosesor sonar yang terintegrasi dengan

perangkat lunak PDS2000 dan memungkinkan untuk cepat, instalasi mudah,

bebas gangguan & integrasi. HydroBat didukung oleh pelayanan terbaik dan lebih

dari 20 tahun berpengalaman membangun sistem multibeam air dangkal

(www.reson.com).
12

2.5. Prinsip Kerja Side Scan Sonar

Side Scan Sonar (SSS) mempunyai kemampuan menduplikasikan beam

yang diarahkan pada satu sisi ke sisi lainnya, sehingga kita dapat melihat kedua

sisi, memetakan semua area penelitian secara efektif dan menghemat waktu

penelitian. SSS menggunakan narrow beam pada bidang horisontal untuk

mendapatkan resolusi tinggi di sepanjang lintasan dasar laut (Klein Associates

Inc, 2003). Instrumen ini mampu membedakan besar kecil partikel penyusun

permukaan dasar laut seperti batuan, lumpur, pasir, kerikil, atau tipe-tipe dasar

perairan lainnya (Bartholoma, 2006).

SSS menggunakan prinsip backscatter akustik dalam mengindikasikan atau

membedakan kenampakan bentuk dasar laut atau objek di dasar laut. Material

seperti besi, bongkahan, kerikil, atau batuan vulkanik sangat efisien dalam

merefleksikan pulsa akustik (backscatter kuat). Sedimen halus seperti tanah liat,

lumpur, tidak merefleksikan pulsa suara dengan baik (lemah). Reflektor kuat akan

menghasilkan pantulan backscatter yang kuat sedangkan reflektor lemah

menghasilkan backscatter yang lemah. Dengan menggunakan karakter ini,

pengguna SSS dapat menguji komposisi dasar laut atau objek dengan mengamati

pengembalian kekuatan akustik (Tritech International Limited, 2008).

Side Scan Sonar (SSS) dapat dipasang pada lunas kapal atau ditarik di

belakang kapal. Ilustrasi pemasangan SSS menggunakan towed body dapat dilihat

pada Gambar 6 (a). Pada gambar tersebut terlihat bahwa SSS mentransmisikan

pulsa akustik secara menyamping terhadap arah perambatan. Dasar laut dan objek

merefleksikan kembali (backscatter) gelombang suara pada sistem sonar.

Instrumen SSS mendekati objek tiga dimensi dan menampilkan objek tersebut
13

dalam bentuk citra dua dimensi. Oleh karena itu, SSS tidak hanya menampilkan

objek, melainkan juga bayangan objek tersebut. Pembentukan objek bayangan

SSS diilustrasikan pada Gambar 6 (b).

Keterangan pada Gambar 6 adalah (1) nilai kedalaman dari lintasan akustik,

(2) sudut beam vertikal, (3) jarak akustik maksimum, (4) lebar sapuan lintasan

dasar laut, (5) jarak SSS dengan permukaan air, (6) jarak pemisah antara port

channel dan starboard channel, (7) lebar beam horisontal, (8) panjang bayangan

akustik yang disesuaikan dengan tinggi target, (A) area sebelum pengambilan first

bottom (pada daerah ini tidak ada suara yang dihamburkan dan ditandai dengan

warna hitam), (B) dan (F) tekstur dasar laut, (C) sudut objek yang bersifat sangat

memantulkan dengan intensitas yang paling terang, (D) objek yang memantulkan,

dan (E) bayangan dari target akustik (tidak ada pantulan disini). Gambar 7

merupakan geometri tinggi target dari side scan sonar, di mana Hf : tinggi

towfish dari dasar perairan, Ht : tinggi target, Ls : panjang bayangan dari target,

dan offset : jarak horisontal target dasar laut dengan titik di bawah towfish.

(a) (b)

Gambar 6. Ilustrasi (a) pendektesian objek oleh SSS, (b) pembentukan objek dan
bayangan pada SSS (Tritech International Limited, 2008).
14

Gambar 7. Geometri tinggi target dari side scan sonar (EM, 2002).

2.6. Spesifikasi SSS Edge 4200

Edgetech 4200 adalah side scan sonar yang serba guna, sistem sonar yang

dapat dikonfigurasi untuk hampir semua aplikasi survei dari dangkal hingga

operasi perairan dalam dengan jangkauan operasi 100 kHz; 500 m, 300 kHz; 230

m, 400 kHz; 150 m, 600 kHz; 120 m, 900 kHz; 75 m. Instrumen ini menghasilkan

citra resolusi tinggi dan dapat dioperasikan pada maksimum kedalaman 2000

meter, sehingga menghemat biaya yang dihabiskan untuk survei yang relatif

mahal.

Salah satu fitur unik dari 4200 adalah teknologi opsional Multi-Pulse (MP),

yang menempatkan dua pulsa suara di dalam air bukan satu pulsa seperti sistem

side scan sonar konvensional dan memiliki sensor standar heading, pitch dan roll.

Hal ini memungkinkan Edgetech 4200 dapat dipakai dengan kecepatan hingga 10

knot dengan tetap mempertahankan cakupan 100% di bawahnya. Selain itu,

teknologi MP akan memberikan dua kali resolusi ketika beroperasi pada

kecepatan derek normal, sehingga memungkinkan untuk deteksi target yang lebih

baik dan kemampuan klasifikasi (www.edgetech.com).


15

2.7. Kalibrasi Data

Kalibrasi merupakan tahapan yang dilakukan untuk memeriksa dan

menentukan besarnya kesalahan yang ada dalam instrumen yang bersangkutan.

Kalibrasi diperlukan untuk menentukan kualitas data yang digunakan. Kalibrasi

biasanya berkaitan dengan offset kapal dan gerakan kapal ( roll, pitch, dan yaw)

( Gambar 8 ).

Gambar 8. Rotasi dan sudut dari gerakan kapal roll, pitch, dan yaw (L-3 C
SeaBeam Instruments, 2000)

Metode penyelesaiannya tergantung pada masing-masing software saat proses

pengumpulan data (Sounding). Umumnya kalibrasi waktu tunggu (latency) akan

ditentukan terlebih dahulu sebelum kalibrasi pitch dan kalibrasi roll ditentukan

sebelum yaw (Brennan, 2009).

2.7.1. Kalibrasi Waktu tunggu (time delay/latency)

Pengambilan data pemeruman yang dilakukan Multibeam sonar (MBS)

memiliki perbedaan waktu dengan Differential Global Positioning Systems

(DGPS) atau sistem penentuan posisi kapal menggunakan GPS. Perbedaan


16

tersebut disebabkan adanya pengaruh kolom perairan terhadap gelombang suara

yang diterima kembali sehingga waktu yang diterima multibeam cenderung lebih

lambat. Perbedaan ini menyebabkan adanya keterlambatan pada DGPS. Kalibrasi

waktu tunggu atau yang lebih dikenal sebagai kalibrasi time delay digunakan

untuk melakukan koreksi terhadap keterlambatan DGPS. Time delay umumnya

bernilai antara 0,2 - 1 detik dan kondisi ini menyebabkan kesalahan pada posisi

yang dipengaruhi oleh kecepatan kapal. Time delay dikatakan akurat apabila dapat

dideteksi hingga 10 - 50 ms (Gambar 9).

Gambar 9. Pengumpulan data time delay/latency (Brennan, 2009)

Persamaan yang digunakan untuk menghitung kalibrasi waktu tunggu (time delay)

adalah : Td = d a /(v h - v l ).(5)

Keterangan : Td= Time delay (s), d a = jarak sepanjang perpindahan (ft), Vh =

kecepatan kapal tertinggi (ft/sec), Vl = kecepatan kapal terendah (ft/sec).

2.7.2. Kalibrasi Roll

Kalibrasi ini digunakan untuk mengoreksi gerakan oleng kapal pada arah

sumbu x. Kalibrasi terhadap gerakan roll (Gambar 10) sangat diperlukan karena
17

pengaruhnya yang sangat besar pada wilayah laut dalam. Untuk melakukan

kalibrasi roll, harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu kapal melintasi jalur

yang sama dengan arah yang berlawanan, melintasi dasar laut dengan relief datar.

Sudut kecil (<30) roll offset dapat dihitung dengan persamaan berikut:

r = tan-1[(d z / d a )/2].(6)

Keterangan: r = roll offset (deg), d z = perbedaan kedalaman (ft), d a = across-

track distance / jarak lintasan (ft)

Gambar 10. Pengumpulan data Roll (Brennan, 2009)

2.7.3. Kalibrasi Pitch

Kalibrasi yang dilakukan karena gerakan kapal naik turun (Gambar 11).

Kalibrasi ini ditentukan dari dua pasang garis (line survey) kapal yang melintasi

jalur sama dengan arah yang berlawanan, melintasi dasar laut dengan relief yang

curam (over slope) pada dua kecepatan yang berbeda. Pitch offset dapat diukur

dengan persamaan berikut:

a = tan-1[(d a /2)/ (D)]..(7)

di mana : a= pitch offset (degree), d a = across-track distance atau jarak lintasan

(ft), D = kedalaman air (ft).


18

Gambar 11. Pengumpulan data pitch (Brennan, 2009)

2.7.4. Kalibrasi Yaw (Azimuthal)

Kalibrasi ini digunakan untuk mengoreksi gerakan memutar kapal pada

sumbu z atau gerakan ke kiri dan kanan kapal pada sumbu z (Azimuthal) (Gambar

12). Kesalahan gerakan yaw akan menghasilkan kesalahan dalam posisi

kedalaman, yang mana semakin besar dengan jauh dari nadir. Kalibrasi dapat

ditentukan dengan persamaan berikut:

y = sin-1[(d a /2)/ X I ]. (8)

di mana : y = azimuthal offset (deg), d a = jarak pergantian sepanjang lintasan /

along-track displacement (ft), X I = jarak relatif lintasan ke beam i (ft).

Gambar 12. Pengumpulan data yaw (Brennan, 2009)


19

2.8. Kecepatan gelombang suara (Sound Velocity)

Gelombang suara merambat baik dalam air. Dalam air laut yang bersifat

konduktif dan keruh, kebanyakan gelombang elektro magnetik (gelombang

cahaya dan radio) akan berkurang energinya (teratenuasi) dengan cepat dalam

jarak beberapa ratus bahkan puluh meter saja. Penetrasi cahaya praktis hanya

dapat mencapai beberapa puluh meter di bawah lapisan permukaan, sementara

gelombang suara dapat mencapai dasar laut dengan kedalaman ribuan meter dan

dapat merambat puluhan ribu meter melintasi samudra luas (Jaya, 2011).

Kecepatan suara merupakan faktor yang sangat penting dalam survei

batimetri. Hal ini disebabkan kecepatan suara dalam air memiliki nilai yang tidak

selalu sama untuk setiap wilayah, sehingga langkah awal untuk melakukan

pemetaan dasar laut (Marine mapping) adalah melakukan perhitungan terhadap

kecepatan suara di wilayah tersebut. Pengambilan data kecepatan suara dapat

dilakukan menggunakan Conductivity Temperature and Depth (CTD) ataupun

Sound Velocity Profiler (SVP).

Mike (2008) menjelaskan laut memiliki tiga zona utama kecepatan suara

(Gambar 13) yaitu:

Permukaan / Musiman: Merupakan bagian yang sangat bervariasi dengan

permukaan berkisar 0 sampai 100 meter dan musiman berkisar 100 sampai 200 m

Termoklin utama (Main thermocline): Pada bagian ini cenderung mengalami

penurunan SV sampai 1000 meter karena terutama terjadi penurunan suhu.

Lapisan kedalaman isotermal (Deep isothermal layer): Berada di bawah 1000

meter. Suhu air mendekati 2 0C dan kecepatan suara meningkat hanya karena

tekanan.
20

Gambar 13. Profil kecepatan suara dalam air laut (Mike, 2008)

Kecepatan suara adalah fungsi dari suhu, salinitas dan tekanan (kedalaman).

Suhu sangat bervariasi dari permukaan sampai akhir termoklin utama.

Salinitas diukur dalam Practical Salinity Units (PSU). 1 PSU = sekitar 1 bagian

per seribu (ppt). Salinitas berubahan dari 34 dekat permukaan sampai 35 dekat

dasar (Bottom).

Tekanan khas diukur dalam decibars, satu decibars tekanan meningkat sesuai

dengan 1 meter air mendalam.

Tingkat kecepatan suara meningkat seiring dengan peningkatan suhu, salinitas,

dan tekanan: Peningkatan suhu 1 0C akan menaikkan kecepatan suara 4,0 m /

detik, peningkatan salinitas 1 PSU akan menaikkan kecepatan suara 1,4 m / detik,

dan peningkatan tekanan atau kedalaman 1 km akan menambah pula kecepatan

suara sebesar 17 meter/detik. Secara sederhana dapat ditentukan nilai kecepatan

suara ( c ) dengan formula dari Wilson atau Persamaan 9:

c = 1449 + 4.6T 0.055T2 + 0.0003T3 + (1.39 0.012T) (S 35) + 0.017

Z..(9)
21

di mana : c = kecepatan suara (m/s), T= suhu (0C), S= salinitas (PSU), dan Z =

kedalaman / tekanan (dbars).

2.9. Koreksi Data SSS

Dalam menentukan posisi suatu objek yang sudah teridentifikasi di dasar

laut yang berupa material jatuhan logam, beton, dan pecahan karang kita harus

melakukan koreksi terlebih dahulu, karena posisi objek terdapat di belakang kapal

dan juga di bagian kanan atau kiri towfish. Dalam hal ini untuk ketelitian posisi

suatu objek tergantung dari skala peta yang diinginkan. Koreksi dalam

menentukan posisi objek terbagi dua yaitu slant range corection dan layback

correction (Laswono, 2007 dalam Sari dan Manik, 2009).

(1) Slant range correction

Slant range adalah jarak antara suatu objek di dasar laut dengan towfish,

sedangkan slant range correction adalah jarak horisontal suatu objek di dasar laut

dengan titik dasar laut di bawah towfish (Gambar 14). Pada koreksi ini suatu objek

diumpamakan terletak di sebelah kiri atau kanan towfish, sehingga dapat dihitung

dengan menggunakan rumus phytagoras.

Gambar 14. Skema perhitungan slant range correction


22

di mana: a = Slant range correction, b = Tinggi towfish terhadap dasar laut, c = Slant

range.

(2) Layback Correction

Layback correction adalah jarak mendatar dari antena GPS terhadap posisi

towfish di belakang kapal. Tujuan penghitungan ini adalah untuk menentukan

posisi towfish sebenarnya. Perhitungan layback correction (Gambar 15) juga

dihitung dengan menggunakan rumus phytagoras sebagai berikut:

Gambar 15. Skema perhitungan layback correction

Keterangan: a2 = c2 b2, D = kedalaman laut, a = Jarak mendatar dari buritan

kapal ke towfish, b = Kedalaman towfish dari permukaan laut, c = Panjang

towcable, d = Tinggi towfish dari dasar laut, e = Jarak horisontal dari antena GPS

ke buritan kapal.

Jika jarak horisontal dari antena sampai buritan diketahui, maka koreksi

jarak horisontal dari antena sampai towfish dapat dicari, yaitu dengan cara

menambahkan jarak horisontal dari buritan ke towfish dengan jarak antena dengan

buritan.
23

2.10. Sensor CodaOctopus F 180

Koreksi terhadap pengaruh roll, pitch, heave dan heading dilakukan secara

real time menggunakan sensor attitude and positioning systems CodaOctopus F

180. Sensor ini memiliki ketelitian mencapai 1 cm dengan menggunakan Real

Time Kinematic (RTK), Differential Global Positioning Systems (DGPS) 0.4 m,

kecepatan 0.03 m/s dan kemampuan adaptasi terhadap suhu pada rentang -10 0C

sampai 60 0C. CodaOctopus F 180 memiliki remote Inertial Measurement Unit

(IMU) yang dapat diikatkan di kepala transduser multibeam. Keunggulan sensor

ini, yaitu memiliki perangkat lunak untuk pemrosesan model posisi dan data yang

mudah digunakan (www.codaoctopus.com).

2.11. Interpolasi Circular dan Matrix

2.11.1. Interpolasi Circular

Interpolasi circular digunakan untuk lubang kecil dalam data. Gaps atau

lubang-lubang kecil ini dapat disebabkan oleh sebagai contoh beam terluar dari

multibeam survei. Interpolasi ini tidak membutuhkan clipping polygon dan dapat

ditentukan jarak maksimum gap yang akan diinterpolasi. Max. gap adalah jarak

terjauh dimana interpolasi masih valid atau dapat dilakukan ( Gambar 16 ).

Gambar 16. Contoh penggunaan interpolasi circular pada software PDS2000


24

Tergantung pada ukuran area interpolasi dan kekuatan dari komputer, interpolasi

ini dapat dikerjakan dalam waktu yang singkat atau lama. Cara terbaik untuk

menggunakan petunjuk ini adalah ketika ada gap atau lubang kecil dan dalam

jumlah yang banyak seperti dalam data multibeam (PDS 2000, 2011).

2.11.2. Interpolasi Matrix

Interpolasi ini digunakan untuk lubang-lubang kecil (small holes) yang

nampak di area data dimana resolusi permukaan terlalu kecil untuk menyediakan

cakupan (coverage) yang akurat. Hal ini terkadang terjadi di beam yang terluar

sepanjang ujung terluar dari area survei dimana hanya ada sedikit atau tidak ada

cakupan yang menutupinya (no overlapping coverage). Interpolasi matrix ini

hanya berukuran 3x3 dan 5x5 pixel dalam menginterpolasi bagian yang kosong

dari permukaan dasar (Gambar 17). Hal ini karena mencegah terjadinya perluasan

(expanding) dari permukaan luar area survei (Caris, 2007).

Node yang tdk ada nilai pixel-nya

Node yang ada nilai pixel-nya

Gambar 17. Contoh penggunaan interpolasi Base surface (Caris, 2007)

2.12. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Sungai Mahakam terletak di daerah Samarinda Kalimantan timur . Sungai

Mahakam terletak pada garis lintang 00 350S dan 117 0 170E dan panjang
25

sungai ini mencapai 920 km dengan luasnya 149.227 km2 serta memiliki lebar

antara 300-500 meter. Sungai ini melewati wilayah kabupaten Kutai Barat bagian

hulu hingga kabupaten Kutai Kertanegara dan Samarinda di bagian hilirnya.

Sungai Mahakam adalah sungai utama yang membelah Kota Samarinda, sungai-

sungai lainnya adalah anak-anak sungai yang bermuara di sungai Mahakam

(Watiningsih, 2009).

Jembatan Kutai Kartanegara adalah jembatan yang melintas di atas sungai

Mahakam. Panjang jembatan secara keseluruhan mencapai 710 meter, dengan

bentang bebas atau area yang tergantung tanpa penyangga mencapai 270 meter.

Jembatan ini merupakan sarana penghubung antara kota Tenggarong dengan

Kecamatan Tenggarong Seberang yang menuju ke Kota Samarinda (Gambar 18).

Jembatan ini dibangun menyerupai Jembatan Golden Gate di San Fransisco,

Amerika Serikat. Pembangunan jembatan ini dimulai pada tahun 1995 dan selesai

pada 2001 dengan kontraktor PT Hutama Karya yang menangani proyek

pembangunan jembatan tersebut. Namun pada tanggal 26 November 2011 pukul

16.20 waktu setempat, Jembatan Kutai Kartanegara ambruk dan rubuh

(www.harianhaluan.com).

Gambar 18. Dimensi jembatan Kartanegara, Kalimantan Timur (Kementerian PU,


2001).
26

Sesuai Buku "Konstruksi Indonesia" Terbitan (Depkimpraswil) Kementerian PU,


Tahun 2003 (Luknanto, 2012) diperoleh informasi sebagai berikut:
Nama Lain : Jembatan Kertanegara - 1
Tipe Bangunan Atas : Jembatan Gantung Rangka Baja.
Panjang Bentang Total : 710 M
Panjang Bentang Utama : 470 M
Fabrikasi Rangka Baja : PT. Bukaka Teknik Utama
Kabel Penggantung : dari Canada (tidak disebutkan nama
produsen/pabrikan).
Perlindungan Keawetan Kabel : Zinc Galvanized Coated.
Bangunan bawah : Pondasi Tiang Pancang Baja.
Tinggi Bebas/Vertical Clearence : 45 M.
Ruang Bebas Horizontal : 270 M
Tinggi Tower : 37 M
Berat Tower : 292 Ton.
Metode Konstruksi : Heavy Lifting
Disain : Direktorat Jenderal Bina Marga
Kontraktor : PT Hutama Karya (Persero)
Pengawas : PT. Perentjana Djaja
Lama Konstruksi : 5 Tahun
Peresmian : 22 September 2001
27

3. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan, yaitu pada bulan Maret sampai

dengan Juli 2012. Data yang digunakan merupakan data mentah (raw data) dari

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Pengambilan data dengan

menggunakan Multibeam Reson Hydrobat dan Side scan sonar Edgetech 4200

dilakukan pada tanggal 29 November hingga 8 Desember 2011 yang berlokasi di

Kutai Kartanegara Kalimantan Timur, yaitu di Sungai Mahakam sekitar Jembatan

Kartanegara yang runtuh. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Akustik

dan Instrumentasi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen

Ilmu dan Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Balai

Teknologi Survei Kelautan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)

Jakarta. Gambar 19 merupakan peta lokasi penelitian dan tracking dari kapal.
28

(a)

(b)

Gambar 19. Lokasi penelitian pemeruman (a) dan tracking kapal (b)

3.2. Pengambilan Data Multibeam dan Side scan sonar

Pengambilan data kedalaman dan pencitraan target dasar perairan dilakukan

dengan menggunakan instrumen multibeam Reson Hydrobat dan side scan sonar
29

Edgetech 4200 (Gambar 20). Data yang didapatkan merupakan data yang telah

terkoreksi terhadap pergerakan kapal seperti pitch, heave, roll dan heading.

Koreksi tersebut dilakukan menggunakan sensor attitude and positioning

CodaOctopus F 180. Akuisisi data multibeam dilakukan menggunakan perangkat

lunak PDS 2000 dengan transduser terhubung dengan monitor EIZO S1901 HK,

sedangkan untuk side scan sonar, transduser terhubung dengan perangkat keras

Portable splash-proof case dan interface & display dari Splash-proof laptop yang

sistem operasinya menggunakan Windows XP Pro. Side scan sonar memiliki

frekuensi rendah (100 dan 300 kilohertz) dan frekuensi tinggi (400, 600, dan 900

kilohertz) serta dapat dioperasikan untuk mendeteksi hingga kedalaman 2.000

meter. Untuk frekuensi rendah bisa mendeteksi benda ukuran minimal 2,5 meter

dengan wilayah pantauan 200 meter persegi. Adapun untuk frekuensi tinggi bisa

memantau benda ukuran 0,5 meter dengan wilayah pantauan 100 meter persegi.

Sedangakan multibeam reson hydrobat berfrekuensi 160 khz dan memiliki 112

beam dengan maksimum liputannya 200 meter.

Gambar 20. Ilustrasi proses pendeteksian dengan Multibeam dan Side Scan
Sonar (http://www.dishidros.go.id).
30

Posisi transduser dari Multibeam diletakkan di sebelah kiri lambung kapal

dan side scan sonar ditarik (towing) di belakang dengan kecepatan rata-rata kapal

survei 3 knot. Gambar 21 merupakan gambar offset kapal dari instalasi peralatan

sounding di lokasi penelitian.

(a) (b)

Gambar 21. Offset kapal dari instalasi peralatan survei, tampak atas (a) dan
tampak samping (b).

Data yang telah diakuisisi selanjutnya diolah menggunakan perangkat lunak

PDS2000 dan Caris HIPS and SIPS 6.1 untuk data Multibeam dan untuk data side

scan sonar menggunakan SonarWeb dan Caris HIPS and SIPS 6.1, sehingga

diperoleh data akhir berupa 2 peta batimetri dari multibeam sonar dengan

menggunakan software yang berbeda dan gambar target permukaan dasar dari

lokasi penelitian dengan dua software yang berbeda pula.


31

3.3. Pengambilan Data Kecepatan Suara dan Arus

Pengambilan data kecepatan suara di lokasi penelitian digunakan alat yaitu

Sound velocity probes (SVP). Data kecepatan suara yang didapat digunakan

sebagai koreksi saat pemeruman. Hal ini dikarenakan gelombang suara

merupakan faktor utama dalam pengukuran kedalaman pada instrumen

hidroakustik dan setiap kolom perairan memiliki nilai kecepatan suara yang tidak

selalu sama, sehingga dibutuhkan data kecepatan suara yang real time.

Pengukuran kecepatan arus secara langsung (in situ) di perairan survei

digunakan alat berupa Current meter. Pengukuran dimaksudkan agar memperoleh

informasi berupa parameter fisik dari perairan, yaitu mengetahui kecepatan arus

dari lokasi survei di sungai Mahakam. Parameter fisik ini digunakan untuk

pertimbangan dalam pengambilan data, misalnya kecepatan kapal dan arah

gerakan kapal saat pemeruman.

3.4. Pemrosesan Data Multibeam

Data multibeam yang diperoleh dari BPPT kemudian diolah dengan

menggunkan 2 software yaitu PDS 2000 dan Caris HIPS and SIPS 6.1, selain

untuk menghasilkan peta batimetri dari kedua software juga untuk

membandingkan hasil dari keduanya.

(1). Pemrosesan data multibeam di PDS 2000

Data yang diperoleh dari proses akuisisi disimpan dalam *.s7k dan

selanjunya diolah untuk menghasilkan informasi yang dibutuhkan yaitu peta

batimetri. Langkah awal membuat project baru di PDS2000 sebagai tempat


32

pemrosesan data, masukkan (load) data yang dibutuhkan seperti kapal (vessel),

kecepatan suara, dan pasang surut air (tide). Lakukan konfigurasi project sesuai

yang dibutuhkan (description, unit, coordinat system, formats, log files, file

history, disk space, alert sound, dan options), data yang akan diolah dimasukkan

dan dilakukan kalibrasi (roll, pitch, dan yaw), kalibrasi juga dapat dilakukan

ketika editing data. Selanjutnya, masuk ke menu editing untuk dilakukan proses

editing dengan menggunakan menu display dan pilih tipe editing data seperti

manual reject, kecepatan suara, tide dan lainnya. Pilih Multibeam area editing-

standard untuk dibuat grid model dan filtrasi data. Setelah selesai editing buka

Grid Model Editor untuk pengaturan warna dan interpolasi data, kemudian data

dapat diekspor dalam bentuk JPEG/ GeoTIFF dan ASCII. Gambar 22 merupakan

diagram alir pengolahan data multibeam sonar di software PDS2000.


33

Gambar 22. Diagram alir pengolahan data Multibeam pada PDS2000

(2). Pemrosesan data multibeam di Caris HIPS and SIPS 6.1

Tahap awal pengolahan data adalah pembuatan file kapal (Vessel file).

Vessel file berisi nilai koordinat setiap sensor yang direferensikan terhadap titik

pusat kapal (centre line). Proses berikutnya, yaitu pembuatan proyek baru (create

new project) dengan menggunakan vessel file yang telah dibuat. Setelah project

dibuat, data kedalaman dalam bentuk *.s7k diubah menjadi hsf menggunakan

menu conversion wizard sehingga data tersebut dapat diproses dalam perangkat

lunak Caris HIPS&SIPS 6.1.


34

Data kedalaman tersebut selanjutnya diproses menggunakan menu swath

editor dan subset editor untuk menghilangkan ping atau data beam yang dianggap

buruk (pencilan). Attitude editor dan navigation editor kemudian digunakan untuk

menghilangkan pengaruh pergerakan dan kecepatan kapal yang memiliki nilai di

luar kisaran rata-rata. Setelah editing data dilakukan kemudian dimasukan

parameter-parameter yang mempengaruhi nilai kedalaman, yaitu pasang surut dan

kecepatan gelombang suara masing-masing melalui menu load tide dan sound

velocity correction. Data-data tersebut kemudian digabungkan (merging) dan

membuat Field Sheet baru sebagai tempat data surface batimetri. Selanjutnya,

meletakkan surface batimetri tersebut ke field sheet (Generate Base Surface).

Setelah itu, dilakukan penyelesaian data surface dengan bantuan menu Recompute

untuk diperoleh hasil akhir berupa peta batimetri. Peta batimetri tersebut

kemudian di-export dalam bentuk ASCII dan GeoTIFF. Sehingga dapat dilakukan

layout pada ArcGIS 9.3. Gambar 23 adalah diagram alir pengolahan data

multibeam pada Caris 6.1.


35

Gambar 23. Diagram alir pengolahan data Multibeam pada Caris HIPS&SIPS 6.1

3.5. Pemrosesan Data Sidescan sonar

Data Sidescan sonar yang diperoleh berupa *.xtf yang kemudian diolah

menggunakan software Caris HIPS&SIPS 6.1 dan SonarWeb, sehingga diperoleh

hasil berupa gambar target dari dasar perairan dengan hasil pemrosesan yang

berbeda dari kedua software tersebut sebagai pembanding dan sekaligus

melengkapi dalam interpretasi data Sidescan sonar.

(1). Pengolahan data SSS di Caris HIPS&SIPS 6.1.

Pengolahan data dimulai dari pembuatan vessel file dengan konfigurasi data

side scan sonar dan project baru sebagai tempat pemrosesan data. Dilakukan

konversi data SSS dari ekstensi *.xtf ke format hsf File agar dapat diproses di

Caris dan koreksi dari navigasi dan gerakan (attitude) sensor, serta dilanjutkan ke
36

recompute towfish navigation. Selanjutnya, masuk ke sidescan sonar editor untuk

melakukan digitasi dan interpolasi data, serta melakukan koreksi data. Pada

sidescan sonar editor ini, target yang terlihat dilakukan Zooming dan dilakukan

koreksi untuk memperjelas, kemudian dilakukan Cropping dan disimpan ke

JPEG, sedangkan untuk menghasilkan Mosaics dilanjutkan membuat field sheet

baru dan generate mosaics, serta diekspor dalam bentuk GeoTIFF (Gambar 24).

Gambar 24. Diagram alir dari pengolahan SSS di Caris HIPS&SIPS 6.1

(2). Pengolahan data SSS di SonarWeb

Data SSS dalam bentuk *.xtf dapat diproses langsung dengan SonarWeb.

Langkah pertama adalah membuat project baru untuk data yang akan diolah.

Selanjutnya, dilakukan pengaturan File Options yang dibutuhkan dalam


37

pemrosesan, masukkan data SSS dengan cara add file to project dan tunggu

hingga prosesnya selesai. Kemudian dipilih menu Digitize untuk memperoleh

mosaic dan disimpan mosaic yang telah terbentuk.

Pencarian target dipilih menu Targets, dilanjutkan pemilihan line yang akan

diamati, dan zoom target jika ditemukan. Selanjutnya, zooming target dapat

disimpam ke JPEG dan sekaligus informasinya ke *.txt (Gambar 25).

Gambar 25. Diagram alir pengolahan data SSS di SonarWeb

(3). Ekspor Nilai Amplitudo dari Target

Untuk memperoleh data kuantitatif dari target yang ditemukan maka

dilakukan ekspor nilai amplitudo dari trace di mana target diduga berada.

Pertama, menentukan selisih waktu dari ping pertama hingga ping dimana target

ditemukan dengan bantuan SonarWeb, waktu tersebut digunakan untuk menduga

posisi trace dari target.

Kedua, data *.xtf dikonversi ke dalam bentuk segy dengan menggunakan

software Xtf2segy. Kemudian, data tersebut dibuka di software SeiSee untuk


38

mengekspor nilai amplitudo di trace dimana target diduga berada dalam bentuk

*.txt dan dilanjutkan pendugaan nilai amplitudo dengan menggunakan Microsoft

Excel (Gambar 26).

Gambar 26. Diagram alir penentuan nilai amplitido dari target.


39

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Profil Kecepatan Suara

Profil kecepatan suara (SVP) di lokasi penelitian diukur secara detail untuk

mengurangi pengaruh kesalahan terhadap data multibeam pada saat melakukan

pemeruman. Selama pengukuran nilai SVP di lokasi penelitian menunjukan

peningkatan seiring dengan meningkatnya kedalaman (Gambar 27). Sumbu x pada

gambar tersebut merupakan cepat rambat gelombang akustik sementara itu sumbu

y merupakan kedalaman pengukuran.

Gambar 27. Sound velocity profile di lokasi penelitian

Hasil pengukuran SVP menunjukan kecepatan suara terendah terjadi pada

kedalaman 1 meter, yaitu sebesar 1.506,39 m/s dan kecepatan suara tertinggi

sebesar 1.507,09 m/s terjadi pada kedalaman 47 meter serta terjadi fluktuasi
40

besarnya nilai kecepatan suara di kedalaman 3 meter hingga 15 meter. Secara

umum nilai cepat rambat gelombang akustik di lokasi penelitian memiliki nilai

yang lebih kecil di permukaan apabila dibandingkan dengan dasar perairan.

4.1.2. Pengukuran arus sungai Mahakam

Tabel 1 merupakan hasil pengukuran in situ arus pada waktu dan kedalaman

yang berbeda di lokasi survei.

Tabel 1. Nilai kecepatan arus sungai Mahakam di lokasi penelitian


Time Kedalaman (m) Kec. Arus (m/s) Direction (0)

7:50 2 0,416 201

5 0,766 195,8

10 0,590 183

15 0,648 182.2

10:55 2 0,590 204

5 0,532 203

10 0,648 199,7

15 0,706 198

16:14 2 0,301 224

5 0,301 242,4

10 0,359 22,9

15 0,648 237

Hasil pengukuran terlihat bahwa nilai kecepatan arus tinggi berada di

kedalaman 10 hingga 15 meter dan nilai kecepatan arus lebih rendah berada di

permukaan atau pada kedalaman 2 hingga 5 meter pada tiap waktu pengambilan

data. Kisaran nilai kecepatan arus 0,301 meter/detik hingga 0,766 meter/detik.
41

4.1.3. Topografi dasar perairan survei

Pengolahan data multibeam dengan menggunakan 2 software yang berbeda,

yaitu Caris HIPS&SIPS 6.1 dan PDS2000 diperoleh hasil berupa tampilan 2

dimensi dan 3 dimensi topografi dasar perairan dari lokasi penelitian. Software

PDS2000 merupakan software bawaan langsung dari instrumen multibeam Reson

Hydrobat yang digunakan dalam proses pemeruman batimetri. Sehingga, hasil

dari pengolahan di Caris HIPS&SIPS 6.1 digunakan sebagai pembanding dalam

interpretasi data topografi dasar perairan survei. Reson Hydrobat adalah

multibeam sonar yang beroperasi pada frekuensi 160 kHz yang mencakup luas

petak 4 kali dari kedalamannya, dengan jumlah beam 112 dan lebar sapuan 1200,

serta memiliki kisaran 1 meter hingga 200 meter dengan memiliki stabilitas roll.

Nilai keakuratan data yang diperoleh selama akuisisi dijaga agar selalu

tinggi. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan peta batimetri yang akurat.

Berdasarkan ketentuan IHO Tahun 2008, lokasi penelitian termasuk dalam orde 1.

Hal ini dikarenakan lokasi penelitian berada pada kedalaman kurang dari 100

meter. Gambar 28 merupakan hasil pengolahan dengan menggunakan software

PDS2000.
42

(a)

(b)

Gambar 28. Topografi dasar 2D (a) dan 3D (b) dari sungai Mahakam di lokasi
penelitian dengan menggunakan software PDS2000
43

Pada Gambar 28 dapat kita ketahui bahwa bentuk topografi dasar dari

perairan survei adalah membentuk cekungan di bagian tengah, dengan kedalaman

tertinggi berada di daerah cekungan yaitu 58,15 meter dan memiliki kedalaman

terendah sebesar 4,18 meter. Gambar di atas dapat diketahui pula bahwa semakin

biru tampilan dari gradasi warnanya maka semakin tinggi pula nilai

kedalamannya.

Hasil dari pengolahan dengan menggunakan software Caris HIPS&SIPS 6.1

hanya diperoleh tampilan 2 dimensi topografi dasar perairan dari lokasi survei

dengan bentuk yang tidak jauh berbeda dengan hasil pengolahan di PDS2000

(Gambar 29).

Gambar 29. Topografi 2 dimensi dari dasar sungai Mahakam di lokasi penelitian
dengan menggunakan software Caris HIPS&SIPS 6.1.
44

Pada Gambar 29 dapat diketahui bahwa semakin biru tampilan warnanya

berarti semakin dalam pula kedalamannya. Dari hasil tersebut diperoleh nilai

kedalaman terendah yaitu 4,0719 dan tertinggi 56,1952 dengan pola membentuk

cekungan di bagian tengah dari topografinya.

4.1.4. Hasil pendeteksian target dasar perairan

Target di dasar perairan dapat diketahui dengan jelas dengan

menggunakan instrumen Side Scan Sonar Edgetech 4200. Pengolahan data SSS

dilakukan pada dua software yaitu software Caris HIPS&SIPS 6.1 dan SonarWeb.

Gambar 30 dan Tabel 2 merupakan hasil pengolahan data side scan sonar dengan

menggunkan Caris HIPS&SIPS 6.1 beserta informasinya.

Gambar 30. Mosaik dari SSS di lokasi penelitian menggunakan Caris 6.1.
45

Tabel 2. Hasil deteksi target dari data SSS di Caris HIPS&SIPS 6.1
No. Gambar Target Keterangan

1. Posisi : 00-26-41.30S dan 117-00-12.14E,


00-26-42.09S dan 117-00-09.53E

Size : P= 86,05 m dan L =7,15 m,

Kedalaman : 31,07 43,11 m

Bentuk : Rangka jembatan

Target di line 20111129145155H

2. Posisi : 00-26-40.21S dan 117-00-08.67E

Size : P=3,25 m dan L= 2,7

Kedalaman: 41,23 m

Bentuk : Persegi

Target di line 20111129145812H

3. Posisi: 00-26-40.56S dan 117-00-09.36E


dan 00-26-40.36S dan 117-00-06.77E

Size : P = 84,91 m dan L= 12,15 m

Kedalaman : 35,24 45,98 m

Bentuk : Rangka jembatan

Target di line 20111129145812H

4. Posisi : 00-26-42.54S dan 117-00-09.00E

Tali Kedalaman : 34,24 36,1 m

Bentuk : Tali

Target di line 20111129145812H


46

Tabel 2. Hasil deteksi target dari data SSS di Caris HIPS&SIPS 6.1(Lanjutan)
5. Posisi : 00-26-41.32S dan 117-00-07.45E

Size: P=2,41 m dan L=1,20 m

Kedalaman : 33,08 m

Bentuk: Gundukan kecil

Target di line 20111129145812H

6. Posisi : 00-26-42.00S dan 117-00-08.46E,


00-26-41.85S dan 117-00-09.88E

Size : P=43,34 m dan L= 10,16 m

Bentuk : Rangka jembatan

Kedalaman: 32,10 37,91 m

Target di line 20111129150448H

7. Posisi: 00-26-41.64S dan 117-00-08.82E

Size: P=4,13 m dan L=2,51 m

Bentuk : Persegi

Kedalaman: 33,86 m

Target di line 20111129150448H

8. Posisi : 00-26-41.00S dan 117-00-08.50E

Size : P=3,47 m dan L=2,37 m

Kedalaman : 31,93 m

Bayangan
Bentuk : Kotak

Target di line 20111129150448H

9. Posisi : 00-26-43.27S dan 117-00-09.71E

Kedalaman: 35,01 m

Bentuk : Benda bertali

Target di line 20111129150448H


47

Tabel 2. Hasil deteksi target dari data SSS di Caris HIPS&SIPS 6.1(Lanjutan)
10. Posisi : 00-26-39.79S dan 117-00-12.01E,
00-26-39.29S dan 117-00-13.12E

Size : P=40,89 m dan L=11,30 m

Kedalaman: 30,58 45,78 m

Bentuk: Rangka jembatan

Target di line 20111129151020H

11. Posisi: 002640.92S dan 117-00-09.19E ,


00-26-40.84S dan 117-00-11.07E
Rangka jembatan yg
terbenam di lumpur Size : P=58,60 m dan L= 13,69 m

Kedalaman: 28,31 40,58 m

Bentuk: Rangka jembatan

Target di line 20111129151020H

Hasil pengolahan data Side Scan Sonar di SonarWeb diperoleh juga berupa

mosaik dan gambar target beserta informasinya. Karena digunakan sebagai

pembanding dan pelengkap informasi dari hasil di Caris 6.1, maka gambar target

di SonarWeb diambil dengan bentuk yang hampir sama dengan hasil dari Caris

HIPS&SIPS 6.1. Gambar 31 dan Tabel 3 merupakan hasil pengolahannya data

SSS di SonarWeb.
48

E E E

Gambar 31. Mosaik hasil pengolahan data SSS dengan SonarWeb

Gambar mosaik tersebut merupakan hasil gabungan (merge) dari beberapa

line survei. Terlihat bagian tengah tanda dari runtuhan rangka jembatan yang

memotong mosaik.

Tabel 3. Hasil deteksi target dari data SSS menggunakan SonarWeb


No. Gambar Target Keterangan

1. Posisi : 00 26.6790' S 117 00.1946' E

Kedalaman: 46,1 m

First Target Ping Num: 1191 at 11/29/2011


14:53:07
Bentuk: Rangka jembatan

Target di line 20111129145155H

2. Posisi: 00 26.6790' S 117 00.1946' E


Kedalaman: 46,1 m
Bentuk: Rangka jembatan
First Target Ping Num: 1191 at 11/29/2011
14:53:07
Target di line 20111129145155H
49

Tabel 3. Hasil deteksi target dari data SSS menggunakan SonarWeb (Lanjutan)
No. Gambar Target Keterangan

3. Posisi: 00 26.6839' S 117 00.1546' E


Kedalaman: 40,4 m
First Target Ping Num: 1657 at
11/29/2011 14:59:59
Bentuk: Rangka jembatan
Target di line 20111129145812H

4. Posisi: 00 26.6797' S 117 00.1541' E


Kedalaman: 35,2 m
First Target Ping Num: 1792 at
11/29/2011 15:00:09
Bentuk: Kotak atau persegi
Target di line 20111129145812H

5. Posisi: 00 26.6672' S 117 00.1495' E


Kedalaman: 35,4 m
First Target Ping Num: 1958 at
11/29/2011 15:00:21
Bentuk: gundukan kecil
Target di line 20111129145812H

6. Posisi: 00 26.6914' S 117 00.1191' E


Kedalaman: 34,2 m
First Target Ping Num: 1747 at
11/29/2011 15:00:05
Bentuk: Rangka jembatan
Target di line 20111129145812H

7. Posisi: 00 26.7258' S 117 00.1643' E


Kedalaman : 25,4 m
First Target Ping Num: 1007 at
11/29/2011 14:59:11
Bentuk: Tali
Target di line 20111129145812H
50

Tabel 3. Hasil deteksi target dari data SSS menggunakan SonarWeb (Lanjutan)
No. Gambar Target Keterangan

8. Posisi: 00 26.6891' S 117 00.1422' E


Kedalaman: 45,1 m
First Target Ping Num: 1671 at 11/29/2011
15:06:34
Bentuk: Rangka jembatan
Target di line 20111129150448H

9. Posisi: 00 26.6833' S 117 00.1381' E


Kedalaman: 37,3 m
First Target Ping Num: 1662 at 11/29/2011
15:06:33
Bentuk: Kotak atau persegi
Target di line 20111129150448H

10. Posisi: 00 26.6700' S 117 00.1322' E


Kedalaman: 40 m
First Target Ping Num: 1463 at 11/29/2011
15:06:20
Bentuk: Kotak atau persegi
Target di line 20111129150448H

11. Posisi: 00 26.7201' S 117 00.1576' E


Kedalaman: 41,8 m
First Target Ping Num: 2124 at 11/29/2011
15:07:09
Bentuk: Benda bertali
Target di line 20111129150448H

12. Posisi: 00 26.6735' S 117 00.2071' E


Kedalaman: 45,9 m
First Target Ping Num: 1259 at 11/29/2011
15:11:37
Target di line 20111129151020H

13. Posisi: 00 26.6911' S 117 00.1877' E


Kedalaman: 44,8 m
First Target Ping Num: 547 at 12/02/2011
10:59:42
Target di line 20111202105859H
51

4.1.5. Pendugaan nilai amplitudo target di SSS

Hasil pengolahan data Side scan sonar diperoleh nilai kisaran amplitudo yang

dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai amplitudo tertinggi adalah dari target berbentuk

rangka jembatan diikuti benda bentuk kotak/persegi, benda berbentuk gundukan

kecil, benda bertali, bentuk tali, dan terkecil dari substrat dasar di sekitar benda

berbentuk tali.

Tabel 4. Nilai kisaran amplitudo target dari data Side Scan Sonar
No. Target Kisaran Nilai Amplitudo

1. Rangka Jembatan 7.200 7.974

2. Bentuk kotak atau persegi 2.019 2.715

3. Bentuk gundukan kecil 1.795 2.490

4. Benda bertali 819 - 830

5. Bentuk tali 684 -729

6. Substrat di sekitar target bentuk tali 258 - 454

Penelitian yang dilakukan Gumbira (2011) diperoleh nilai kisaran amplitudo

dari jenis sedimen Silt (lumpur halus) yaitu 300-350, Silty clay (lumpur

berlempung) adalah 350-400, dan Clayey silt (lempung berlumpur) adalah 400-

450.
52

4.2. Pembahasan

4.2.1. Sound velocity profile

Kecepatan gelombang suara dalam air laut dipengaruhi oleh tiga faktor,

yaitu suhu, salinitas, dan tekanan. SVP di lokasi penelitian (Gambar 27) termasuk

ke dalam wilayah surface layer. Permukaan merupakan bagian yang sangat

bervariasi dengan kedalaman berkisar 0 sampai 100 meter (Mike, 2008), sehingga

dengan peningkatan suhu maka akan meningkatkan cepat rambat gelombang

akustik. SVP pada wilayah surface layer sangat dipengaruhi oleh perubahan

diurnal harian air dan perubahan lokal seperti pemanasan, pendinginan, dan

pergerakan angin (Urick, 1967). Panas dari sinar matahari menyebabkan air

lapisan atas lebih hangat dibandingkan bagian bawah. Kondisi tersebut

menyebabkan terbentuknya mixed layer yang terus berlangsung sampai sore hari

hingga gradient SVP tersebut menjadi negatif (afternoon effect).

Nilai positif dari gradient SVP di lokasi penelitian disebabkan kuatnya

pengaruh arus sehingga terbentuk mixed layer yang dapat menyebabkan kondisi

isothermal atau kondisi suhu perairan hampir sama, sehingga tekanan air

merupakan faktor yang berpengaruh (disamping salinitas) terhadap cepat rambat

gelombang akustik. Menurut Mike (2008) peningkatan suhu 10 C akan

meningkatkan cepat rambat gelombang akustik sebesar 4 m/s, peningkatan

tekanan air laut setiap 1 km meningkatkan cepat rambat gelombang akustik

sebesar 17 m/s dan peningkatan salinitas 1 psu meningkatkan cepat rambat

gelombang akustik sebesar 1,4 m/s.


53

Kecepatan suara sangat penting dalam survei batimetri karena dapat

digunakan untuk meramalkan arah penjalaran gelombang akustik. Prinsip dasar

pengukuran kedalaman dengan metode hidroakustik adalah melakukan

penghitungan terhadap cepat rambat gelombang akustik dibagi dua, kemudian

dikali dengan waktu tempuhnya. Special publication No. 44 (S.44)-IHO

menyebutkan bahwa salah satu koreksi yang penting dalam survei batimetri

adalah koreksi kecepatan gelombang suara dari lokasi penelitian.

4.2.2. Pengukuran arus sungai Mahakam

Salah satu ketentuan dalam survei hidrografi adalah dengan melakukan

pengamatan arus di lokasi penelitian, pengamatan dilakukan dengan

menggunakan Current meter pada kedalaman 3 hingga 10 meter atau sesuai

dengan kebutuhan. Kecepatan dan arah arus diukur dengan satuan ketelitian

bacaan 0,1 knot dan 10 derajat. Pengukuran ini dimaksudkan untuk mengetahui

pengaruh arus terhadap navigasi permukaan (PPDKK BAKOSURTANAL, 2010).

Pengukuran arus di lokasi survei pada pukul 7:50, 10:55, dan 16:14 waktu

setempat diperoleh hasil kecepatan arus lebih tinggi berada di bagian dalam

(kedalaman 15 m) dengan kecepatan arus berkisar 0,648 m/s dan 0,706 m/s.

Sedangkan nilai terendahnya adalah sebesar 0,301 m/s hingga 0,590 m/s yang

berada di permukaan, serta memiliki arah yang tidak jauh berbeda di tiap

kedalaman pengukuran. Sehingga dengan informasi tersebut navigasi dan

kecepatan survei kapal dapat ditentukan dengan tepat dan memperkecil tingkat

kesalahan atau error saat pengambilan data batimetri.


54

4.2.3. Topografi dasar perairan survei

Data kedalaman hasil akuisisi diolah dengan menggunakan 2 software yaitu

PDS 2000 dan Caris HIPS&SIPS 6.1 dengan hasil yang diperoleh berupa

topografi dasar daerah penelitian yang memiliki rentang nilai kedalaman yang

hampir sama, yaitu hasil pengolahan data multibeam di Caris diperoleh nilai

rentang kedalaman 4,071936 meter hingga 56,19515 meter dan hasil pengolahan

data di PDS 2000 diperoleh rentang kedalaman 4,18 meter hingga 58,15 meter.

Perbedaan hasil dari kedua software tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan

dalam filtrasi manual atau manual reject saat proses pengolahan data atau dapat

juga disebabkan oleh tingkat akurasi dari kedua software tersebut dalam mengolah

data multibeam hasil pemeruman.

Proses akuisisi data dilakukan dengan menggunakan software PDS 2000

yang merupakan software bawaan langsung dari alatnya yaitu multibeam sonar

Reson Hydrobat, sehingga kualitas data yang dihasilkan dari pengolahan data

multibeam pada software PDS 2000 lebih baik dibanding dengan software Caris

HIPS&SIPS 6.1 yang digunakan sebagai pembanding. Dalam pemrosesan data

multibeam di PDS 2000 hanya digunakan interpolasi circular saja, karena untuk

membandingkan hasil pengolahan di Caris HIPS&SIPS 6.1 yang hanya

menggunakan interpolasi bentuk matriks (3x3 atau 5x5).

Kedua interpolasi ini memiliki kesamaan dalam penggunaan yaitu untuk

membangkitkan data akibat adanya lubang-lubang kecil (small holes) yang

nampak di area data, lubang-lubang kecil (gaps) ini dapat disebabkan oleh sebagai

contoh beam terluar dari multibeam survei sepanjang ujung terluar dari area

survei, di mana hanya ada sedikit atau tidak ada cakupan yang menutupinya (no
55

overlapping coverage). Perbedaannya terdapat pada maksimum gap atau jarak

terjauh di mana interpolasi masih valid atau dapat dilakukan interpolasi (Gambar

32). Pada interpolasi matrik di Caris HIPS&SIPS 6.1 maksimum gap yang dapat

dilakukan interpolasi hanya dalam ukuran matrik 3x3 dan 5x5, sebagai contoh jika

kita memilih ukuran matrik 3x3 maka akan ditentukan nilai dari piksel yang

kosong tersebut dengan menggunakan nilai pixel dari tetangganya (neighbours)

dengan jumlah minimum neighbours 3 dan maksimum 9. Sedangkan, interpolasi

circular pada PDS 2000 nilai maksimun range-nya dapat ditentukan sendiri dan

dapat dipilih jenis interpolasi circular yang akan digunakan, yaitu kedalaman

rata-rata (Z average), kedalaman minimum (Z min), kedalaman maksimum (Z

max ), atau kedalaman standar deviasi (Z stand dev) yang ada disekelilingnya.

(a) (b)

Gambar 32. Perbedaan maksimum interpolasi pada interpolasi circular (a) dan
interpolasi matrix (b).

Pada Gambar 28 dan 29 terlihat, bahwa topografi dasar perairan lokasi

penelitian di sungai Mahakam memiliki nilai kedalaman yang berkisar di antara

kedalaman 4,07 meter hingga 58,15 meter. Bentuk variasi dari topografinya secara

umum ialah membentuk cekungan di bagian tengah, dengan gambaran kedalaman

dari sebelah utara 5,506 meter hingga 10 meter, 11 meter hingga 20 meter, 21
56

meter hingga 36 meter, 37 meter hingga 43 meter, 44 meter hingga 52 meter, 53

meter hingga 58,15 meter, dan kedalaman semakin berkurang hingga menuju ke

bagian selatan dari bagian cekungan dasar perairan dengan kedalaman hingga 4,07

meter. Bagian cekungan merupakan bagian kedalaman yang berada di sekitar

posisi bawah jembatan dengan kedalaman berkisar dari 20 meter hingga 58 meter.

Gambar 33 merupakan tampilan cekungan bagian tengah dari topografi dasar

perairan di lokasi penelitian.

Gambar 33. Topografi dasar perairan lokasi penelitian di sekitar bawah jembatan
57

4.2.4. Hasil pendeteksian target dasar perairan

Hasil pengolahan data side scan sonar dengan menggunakan software Caris

HIPS&SIPS 6.1 (Tabel 2) dan SonarWeb (Tabel 3) diperoleh gambar target dasar

berupa rangka jembatan, target berbentuk kotak/persegi, berbentuk tali, benda

bertali, dan berbentuk gundukan kecil, dengan menggunakan bantuan software

ArcGIS 9.3, maka dapat dilakukan overlay data batimetri dari Multibeam sonar

dan data posisi (koordinat) target dari Side scan sonar untuk menghasilkan peta

lokasi target hasil survei di lokasi penelitian (Gambar 34).

Gambar 34. Peta lokasi target di daerah survei


58

Pada Gambar 30 terlihat, bahwa intensitas dari pantulan dasar perairan hasil

pendeteksian dengan menggunakan Side Scan Sonar (SSS) diinterpretasikan

dalam bentuk warna, semakin merah berarti nilai pantulan gelombang suaranya

semakin besar. Hal ini terkait dengan sifat benda atau kekasaran objek dasar

perairan dalam memantukan energi akustik (backscattering). Material seperti besi,

bongkahan, kerikil, atau batuan vulkanik sangat efisien dalam merefleksikan pulsa

akustik (backscatter kuat). Sedangkan sedimen halus seperti tanah liat, lumpur,

tidak merefleksikan pulsa suara dengan baik (lemah). Reflektor kuat akan

menghasilkan pantulan backscatter yang kuat sedangkan reflektor lemah

menghasilkan backscatter yang lemah (Tritech International Limited, 2008),

sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat dominansi dari pemantulan gelombang

suara di dasar perairan lokasi penelitian adalah cenderung lemah.

Gambar 31 merupakan mosaik hasil pendeteksian SSS dari beberapa line

yang telah digabung atau merge. Terlihat tanda reruntuhan dari rangka jembatan

yang memotong mosaik di bagian tengah. Tingkat kekeruhan yang tinggi pada

Sungai Mahakam sangat mempengaruhi energi gelombang suara yang

ditransmisikan oleh transduser. Gelombang suara dapat mengalami pengurangan

energi (teratenuasi) akibat adanya proses penyerapan (absorption) dan

penghamburan (scattering) oleh partikel terlarut dalam kolom air atau karena

kebocoran dari alat (sound channels) (Urick, 1967).

Kegiatan tambang emas dan batu bara dapat dijumpai di bagian hulu Sungai

Mahakam. Kegiatan ini membuat kerusakan pada DAS Mahakam. Sejumlah

perusahaan tambang batu bara diketahui membuang limbahnya langsung ke

Sungai Mahakam sehingga terjadi pencemaran dengan bahan partikel terlarut


59

(suspended particulate matter/SPM) yang tinggi dengan konsentrasi 80

miligram/liter. Tingkat sedimentasi lumpur di sepanjang Sungai Mahakam sudah

sangat tinggi, mencapai 60 sentimeter per bulan. Ini disebabkan tingginya erosi

akibat rusaknya hutan pada daerah aliran sungai sepanjang 900 kilometer itu

(Watiningsih, 2009). Gambar 35 merupakan citra hasil pendeteksian SSS 6 hari

setelah kejadian runtuh, terlihat rangka jembatan yang terbenam dalam lumpur.

N
Port

190 meter

Blindzone
Rangka jembatan

Starboard

E E E

Gambar 35. Hasil pendeteksian SSS pada tanggal 2 Desember 2011 (6 hari setelah
runtuh).

4.2.5. Pendugaan nilai amplitudo target di SSS

Nilai amplitudo dari target yang ditemukan, ditentukan dengan bantuan

Microsoft Excel, dengan memplotkan nilai amplitudo dan waktu yang berasal dari

trace di mana target diduga berada, sehingga dengan melihat bentuk grafik dan

frekuensi nilai dari amplitudo yang pantulkan oleh permukaan dasar serta
60

mengasumsikan pada selang waktu 0 hingga 30 millisecond atau 40 ms sebagai

noise, maka dapat ditentukan dugaan nilai amplitudo dari target yang diamati.

Gambar 36 merupakan grafik hubungan antara waktu dan amplitudo dari masing-

masing target.

Gambar 36. Grafik hubungan waktu dan amplitudo dari target rangka jembatan,
gundukan kecil, bentuk kotak/persegi, benda bertali, dan target
bentuk tali.

Pada Tabel 4 dapat dilihat besarnya nilai amplitudo dari target yang

ditemukan adalah nilai amplitudo tertinggi dari target rangka jembatan yaitu 7.200

7.974 dan terendah dari substrat di sekitar target bentuk tali yaitu 258 454. Hal

ini dikarenakan besarnya intensitas pantulan suara dari dasar laut umumnya

tergantung pada sudut datang gelombang suara, tingkat kekerasan (hardness),

tingkat kekasaran (roughness) dasar laut, komposisi sedimen dasar laut, dan
61

frekuensi suara yang digunakan (Jaya, 2011). Ukuran butiran sedimen yang lebih

besar memiliki pantulan (backscattering) yang lebih kuat pula, tingkat kepadatan

sedimen (bulk density) yang lebih tinggi akan memiliki nilai backscattering yang

lebih besar pula (Manik, 2011). Oleh karena itu, semakin keras benda yang ada di

dasar perairan maka semakin kuat pula pantulan gelombang suara yang mengenai

benda tersebut.
62

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Hasil visualisasi data batimetri menunjukkan lokasi penelitian merupakan

tipe perairan dangkal dengan rentang kedalaman 4,07 meter hingga 58,15 meter.

Hasil dari pendeteksian target dasar perairan diperoleh target berbentuk rangka

jembatan, target berbentuk kotak/persegi, target berbentuk tali, target berbentuk

gundukan kecil, dan target benda bertali. Nilai intensitas pantulan gelombang

suara dari dasar perairannya ialah lemah, yang disebabkan oleh jenis substrat

dasar perairan penyusunnya yang mendominasi yaitu lumpur. Sedangkan hasil

perhitungan pendugaan nilai amplitudo dari target yang ditemukan diperoleh nilai

tertinggi berasal dari target rangka jembatan (7.200-7.974 mV), diikuti target

bentuk kotak/persegi (2.019-2.715 mV), target bentuk gundukan kecil (1.795-

2.490 mV), target benda bertali (819-830 mV), target bentuk tali (684-729 mV),

dan terendah substrat dasar di sekitar target bentuk tali (258-454 mV). Besarnya

intensitas pantulan gelombang suara dari dasar perairan tergantung pada tingkat

kekerasan, kekasaran, dan komposisi sedimen dasar perairan.

5.2. Saran

1. Gunakan komputer/PC sesuai dengan standar spesifikasi software yang

dipakai saat processing.

2. Diperlukan adanya pengambilan substrat dasar (coring) atau data pengecekan

target yang teramati dan mampu menentukan nilai backscattering (dB) target.
63

DAFTAR PUSTAKA

Anderson J T, D.V. Holliday, R. Kloser, D.G. Reid, and Y. Simrad. 2008.


Acoustic Seabed Classification: Current Practice and Future Directions.
ICES J.Mar.Sci, 65: 1004-1011. http://icesjms.oxfordjournals.org/content
/65/6/1004.full [ 14 Desember 2011].

Bartholoma A. 2006. Acoustic bottom detection and seabed classification in


the German Bight, Southern North Sea. Springer : Wilhelmshaven,
Germany. Vol (26): 177 184.

Brennan C W. 2009. Multibeam training - the patch test. www.r2sonic.com


/pdfs/R2Sonic_ThePatchTest.pdf [ 29 Juli 2012].

Gumbira G. 2011. Aplikasi instrumen multibeam sonar dalam kegiatan peletakan


pipa bawah laut (contoh studi perairan Balongan). [Skripsi]. Program Studi
Ilmu dan Teknologi Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hammerstad E. 2000. Backscattering and Seabed Image Reflectivity. EM


Technical Note. http://www.kongsberg.com [21 Juli 2012].

Hansen R E. 2011. Introduction to synthetic aperture sonar, in Sonar Systems.


Edited by Nikolai Kolev. First Edition. InTech, Croatia. Hal. : 1-25.

IHO. 1998. Special Publication 44. International Hydrography Bureau. Monaco.

Jaya I. 2011. Penginderaan jauh sumberdaya dan dinamika laut dengan teknologi
akustik untuk pembangunan benua maritim Indonesia. Orasi Ilmiah Guru
Besar FPIK-IPB. IPB-Press. Bogor.

Jackson D R, Baird A M, Crisp J J, and Thompson P A. 1986. High-frequency


bottom backscatter measurements in shallow water. J Acoust. Soc. Am.
80(4): 1188-1199.

Klein Associates Inc. 2003. Side Scan Sonar Record Interpretation. L-3 Klein,
New Hampshire. USA. http://www.l-3klein.com [21 Juli 2012].

Luknanto D. 2012. Runtuhnya jembatan Kutai Kartanegara- Tenggarong.


www.luk.staff.ugm.ac.id/kukar/index.htm [ 31 Juli 2012].

Manik H M. 2008. Deteksi dan Kuantifikasi Bottom Acoustic Backscattering


Strength dengan Instrumen Echo Sounder, h 67-68. Prosiding Seminar
Instrumentasi Berbasis Fisika 2008, 28 Agustus 2008, Bandung, Indonesia.
Laboratorium Elektronika dan Instrumentasi Fisika, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
64

Manik H M. 2011. Underwater Acoustic Detection and Signal Processing Near


the Seabed, in Sonar Systems. Edited by Nikolai Kolev. First Edition.
InTech, Croatia. Hal. : 255-274.

Manik H M, Furusawa M, and Amakasu K. 2006. Quantifying Sea Bottom


Surface Backscattering Strength and Identifying Bottom Fish by
Quantitative Echosounder. Japanese Journal of Applied Physics
45(5B):4.865-4.867

Medwin H and Clay C S. 1998. Fundamentals of acoustic Oceanography.


Academic Press. London.

Mike K. 2008. Estimation of the ocean sound velocity profile.


http://www.hypack.com/new/portals/1/pdf/sb/06_08/Estimation%20of%20t
he%20Ocean%20Sound%20Velocity%20Profile.pdf [4 Agustus 2012].

Sari S P dan Manik H M. 2009. Interpretasi target di dasar laut menggunakan side
Scan sonar, A 25-29. Prosiding Seminar Nasional, Teori dan Aplikasi
Teknologi Kelautan 2009, Surabaya. Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
Surabaya.

Simmonds J and MacLennan D. 2005. Fisheries Acoustics: Theory and Practice.


Second Edition, Blackwell.

Tritech International Limited. 2008. Side Scan Sonar. http:// www.starfishsonar


.com/ technology/sidescan-sonar.htm. [14 Desember 2011].

Urick R J. 1967. Principles of Underwater Sound for Engineers. Mc-Graw-Hill,


New York, the United States of America.

Watiningsih R. 2009. Daerah aliran sungai Mahakam. Geografi, Fakultas


Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam - UI. http://staff.blog.ui.ac.id
/tarsoen .waryono/files/2009/12/punya_rya.pdf [ 5 Agustus 2012].

[CARIS]. 2007. Caris Hips and Ships 6.1.1 Users Guide. 115 Waggoners Lane,
Fredericton, New Brunswick, Canada, E3B 2L4.

[PDS 2000]. 2011. PDS 2000 User Manual Version 4.0.0 . RESON B.V.
Stuttgartstraat 42- 44 3047 AS Rotterdam The Netherlands.

[EM] Edgetech Manual. 2002. Geometri of the target side scan sonar. http://140
.194.76.129/publications/eng-manuals/EM_1110-2-1003_pfl/c-12.pdf
[20 Juli 2012].

[Dishidros]. 2011. Teknologi penginderaan bawah laut. http://www.dishidrosb


.go.id/hidrografi/174-side-scan-sonar-teknologi-penginderaan-bawah-
laut.html. [15 Desember 2011].
65

[L-3 Communications SeaBeam Instruments]. 2000. Multibeam Sonar Theory of


Operation. East Walpole, 141 Washington Street. http://www.mbari.org/data
/mbsystem/sonarfunction/SeaBeamMultibeamTheoryOperation.pdf
[7 Desember 2011].

[PPDKK BAKOSURTANAL] Pusat Pemetaan Dasar Kelautan dan


Kedirgantaraan. 2010. Norma Pedoman Prosedur Standar dan Spesifikasi
survei Hidrografi. http://www.bakosurtanal.go.id/bakosurtanal/assets
/download/sni/SNI/16. %20SNI%2076462010%20Survei%20hidrografi.pdf
[12 Juli 2011].

_______.2008. http://www.nauticalcharts.noaa.gov/staff/education_animations
.htm [9Desember 2011].

.2010. www.reson.com. [5 Juli 2012].

. 2010. http://www.codaoctopus.com/media/downloads
/codaoctopusf180series -brochure.pdf [20 Juli 2012].

.2011. www.harianhaluan.com [15 Desember 2011].

. 2011. http://www.edgetech.com/docs/4200
seriesbrochure052511.pdf [20 Juli 2012].
66

LAMPIRAN
67

Lampiran 1. Gambar Kapal dan Peralatan Survei di lokasi penelitian

Kapal Survei (www.antara.com), Coda Octopus F180 (www.codaoctopus.com)

SSS EdgeTech 4200 (www.edgetech.com), MB Reson Hydrobat (www.reson.com)

Sound Velocity Probes (http://s.itb.ac.id), Current Meter (http://ashtead-technology.com)


68

Lampiran 2. Spesifikasi Reson Hydrobat dan Coda Octopus F180

Reson Hydrobat

FREQUENCY 160 kHz


SWATH WIDTH 120
NUMBER OF BEAMS 112
MIN RANGE 1m
MAX RANGE 200m
PING RATE 20Hz +
WEIGHT 19kg air (includes cable)
ROLL STABILISATION Included
AUTOPILOT Included
INTEGRATED SOFTWARE PDS2000 included
PC HARDWARE Included
SONAR PROCESSOR 19 rack mount chassis
MONITOR EIZO S1901 HK Monitor, 19in, TFT, 1280
x 1024
VIDEO CARD Capable of driving two high resolution
monitors
MOTION SENSOR SMC-108 (only included in the HydroBat
composite configuration)
GPS Trimble SPS461 (only included in the
HydroBat composite configuration)
CABLE LENGTH 10m
SHIP CASE Wooden case for the basic configuration,
resuable cases for the composite
configuration

Coda Octopus F180

Parameter Keterangan
Akurasi 0.5 4 m (stand alone), 20 1 cm (RTK)
Roll and Pitch < 0.025o
Heading 1 m baseline (0,1o) 2 m baseline (0.05o) 4 m baseline (0.025o)
Heave 5% from heave amplitude
Speed 0.03 m/s
Weight 2.5 Kg
Power 9-19 Vdc, 25 Watts
Temperatur -10 60o C
Humidity Splash proof
Antena Novatel pinwheel
69

Lampiran 3. Spesifikasi EdgeTech 4200


70

Lampiran 4. Data Penelitian Multibeam Sonar dan Side Scan Sonar

Data Multibeam yang digunakan:

1. 20111201_031813_b j.s7k
2. 20111201_031913_b j.s7k
3. 20111201_032022_b j.s7k
4. 20111201_033622_b j.s7k
5. 20111201_041506_b j.s7k
6. 20111201_042840_b j.s7k
7. 20111201_043951_b j.s7k
8. 20111201_045609_b j.s7k
9. 20111201_050812_b j.s7k
10. 20111201_052452_b j.s7k
11. 20111201_053647_b j.s7k
12. 20111201_055458_b j.s7k
13. 20111201_085124_b j.s7k
14. 20111201_092213_b j.s7k
15. 20111201_092917_b j.s7k
16. 20111201_093301_b j.s7k
17. 20111201_093638_b j.s7k
18. 20111201_093831_b j.s7k

Data Side scan sonar yang dipakai:

1. 20111202111057H.xtf
2. 20111202105859H.xtf
3. 20111202105200H.xtf
4. 20111202104033H.xtf
5. 20111130071228H.xtf
6. 20111129153658H.xtf
7. 20111129153428H.xtf
8. 20111129153144H.xtf
9. 20111129152745H.xtf
10. 20111129150448H.xtf
11. 20111129145812H.xtf
12. 20111129145155H.xtf
13. 20111129145101H.xtf
71

Lampiran 5. Contoh Data Tide dari Stasiun Bajor di Kalimantan Timur.

Number Date Time WL(m)


1 11/12/1994 0:00 -2.1
2 11/12/1994 1:00 -1.85
3 11/12/1994 2:00 -1.65
4 11/12/1994 3:00 -1.57
5 11/12/1994 4:00 -1.63
6 11/12/1994 5:00 -1.95
7 11/12/1994 6:00 -2.2
8 11/12/1994 7:00 -2.63
9 11/12/1994 8:00 -2.9
10 11/12/1994 9:00 -3.05
11 11/12/1994 10:00 -3.1
12 11/12/1994 11:00 -2.97
13 11/12/1994 12:00 -2.68
14 11/12/1994 13:00 -2.15
15 11/12/1994 14:00 -1.8
16 11/12/1994 15:00 -1.65
17 11/12/1994 16:00 -1.63
18 11/12/1994 17:00 -1.73
19 11/12/1994 18:00 -1.95
20 11/12/1994 19:00 -2.4
21 11/12/1994 20:00 -2.85
22 11/12/1994 21:00 -3.03
23 11/12/1994 22:00 -3.05
24 11/12/1994 23:00 -2.85
25 11/13/1994 0:00 -2.5

Sumber: http://uhslc.soest.hawaii.edu/data/fdd
72

Lampiran 6. Contoh Perhitungan Standar Ketelitian Kedalaman IHO


Lintang Bujur Kedalaman (m) Ketelitian
00-27-00.701S 117-00-16.592E 12.18783 0.524503
00-27-00.701S 117-00-16.754E 12.2803 0.524868
00-27-00.701S 117-00-16.916E 12.22117 0.524634
00-27-00.701S 117-00-17.078E 12.36063 0.525186
00-27-00.538S 117-00-16.430E 12.02998 0.523887
00-27-00.538S 117-00-16.592E 11.79282 0.522975
00-27-00.538S 117-00-16.754E 12.06248 0.524013
00-27-00.538S 117-00-16.916E 12.51528 0.525805
00-27-00.538S 117-00-17.078E 12.5718 0.526033
00-27-00.538S 117-00-17.239E 12.23774 0.5247
00-27-00.538S 117-00-17.401E 12.10627 0.524184
00-27-00.375S 117-00-16.269E 11.93219 0.523509
00-27-00.375S 117-00-16.430E 12.12372 0.524252
00-27-00.375S 117-00-16.592E 11.67325 0.522522
00-27-00.375S 117-00-16.754E 12.31889 0.525021
00-27-00.375S 117-00-16.916E 12.76428 0.526816
00-27-00.375S 117-00-17.078E 12.5436 0.525919
00-27-00.375S 117-00-17.239E 11.74808 0.522805
00-27-00.375S 117-00-17.401E 12.1392 0.524313
00-27-00.375S 117-00-17.563E 11.93463 0.523518
00-27-00.212S 117-00-16.107E 12.13504 0.524297
00-27-00.212S 117-00-16.269E 12.13437 0.524294
00-27-00.212S 117-00-16.430E 11.71226 0.522669
00-27-00.212S 117-00-16.592E 12.07861 0.524076
00-27-00.212S 117-00-16.754E 12.57154 0.526032
00-27-00.212S 117-00-16.916E 12.35396 0.52516
00-27-00.212S 117-00-17.078E 12.40258 0.525353
00-27-00.212S 117-00-17.239E 11.76893 0.522884
00-27-00.212S 117-00-17.401E 12.02217 0.523857
00-27-00.212S 117-00-17.563E 11.68671 0.522572
00-27-00.049S 117-00-16.107E 12.33776 0.525095
00-27-00.049S 117-00-16.269E 12.07011 0.524043
00-27-00.049S 117-00-16.430E 11.9371 0.523528
00-27-00.049S 117-00-16.592E 12.26116 0.524792
00-27-00.049S 117-00-16.754E 12.88267 0.527302
00-27-00.049S 117-00-16.916E 12.81398 0.527019
00-27-00.049S 117-00-17.078E 12.26626 0.524812
00-27-00.049S 117-00-17.239E 12.45935 0.52558
00-26-59.561S 117-00-15.783E 12.6352 0.526289
00-26-59.561S 117-00-15.945E 12.25458 0.524766
00-26-59.561S 117-00-16.107E 12.12808 0.524269
73

Lampiran 6. Contoh Perhitungan Standar Ketelitian Kedalaman IHO (Lanjutan)


00-26-59.561S 117-00-16.269E 12.85089 0.527171
00-26-59.561S 117-00-16.430E 13.74015 0.530948
00-26-59.561S 117-00-16.592E 13.36643 0.529333
00-26-59.561S 117-00-16.754E 12.51261 0.525794
00-26-59.561S 117-00-16.916E 13.10696 0.528236
00-26-59.561S 117-00-17.078E 13.1953 0.528607
00-26-59.561S 117-00-17.239E 12.27911 0.524863
00-26-59.561S 117-00-17.401E 11.8651 0.523251
00-26-59.561S 117-00-17.563E 11.93235 0.52351
00-26-59.561S 117-00-17.725E 11.66634 0.522495
00-26-59.561S 117-00-17.886E 11.43504 0.521631
00-26-59.561S 117-00-18.048E 11.20364 0.520781
00-26-59.561S 117-00-18.210E 11.95756 0.523607
00-26-59.561S 117-00-18.372E 11.52685 0.521972
00-26-59.561S 117-00-18.533E 11.40434 0.521517
00-26-59.561S 117-00-18.695E 10.97185 0.519947
00-26-59.561S 117-00-18.857E 10.58395 0.518586
00-26-59.561S 117-00-19.019E 10.205 0.517301
00-26-59.398S 117-00-15.622E 12.68 0.526471
00-26-59.398S 117-00-15.783E 12.75229 0.526766

Konstanta kesalahan kedalaman a = 0,5 m


Faktor pengganti kesalahan kedalaman lain b = 0,013
Kedalaman = 12.18783
Batas toleransi kesalahan ( ) adalah:

= + a2 + (bxd)2

= + (0.5)2 + (0.013x12.18783 )2

= 0.524503 m
74

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pati 18 Februari 1988. Riwayat

pendidikan yaitu MI, MTs, dan MA di Miftahul Huda

Tayu Pati Jawa Tengah. Lulus SLTA tahun 2006 dan

masuk di IPB pada tahun 2008 lewat jalur SNMPTN.

Pengalaman kerja yaitu bekerja di KOPTANU Dipo Tani,

PT. KOYORAD, dan PT. PUJIPA. Selama kuliah penulis juga ikut aktif dalam

organisasi seperti HIMITEKA, FKM-C, IKMP, HARPI, dan LSM Darul Rohmat.

Untuk memperoleh gelar S1 Ilmu Kelautan, penulis memilih penelitian di Bagian

Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen ITK. Judul penelitian yang

diambil yaitu Aplikasi Multibeam dan Side Scan Sonar untuk Mendeteksi Target

Runtuhnya Jembatan Kartanegara di Kutai Kalimantan Timur .

Anda mungkin juga menyukai