LAPORAN KASUS
Oleh :
132011101086
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................
BAB 1. PENDAHULUAN..................................................................................
BAB 2. LAPORAN KASUS................................................................................
BAB 3. PEMBAHASAN..................................................................................
3.1 Sindroma Nefrotik...................................................................................
3.1.1 Definisi...........................................................................................
3.1.2 Epidemiologi....................................................................................
3.1.3 Etiologi...........................................................................................
3.1.5 Patofisiologi.....................................................................................
3.1.6 Gejala Klinis....................................................................................
3.1.7 Diagnosis........................................................................................
3.1.8 Pemeriksaan Penunjang.......................................................................
3.1.9 Komplikasi......................................................................................
3.1.10 Terapi...........................................................................................
3.1.11 Prognosis......................................................................................
3.2 Selulitis ..................................................................................................
3.2.1 Definisi..............................................................................................
3.2.2 Patofisiologi........................................................................................
3.2.3 Definisi..............................................................................................
3.2.4 Tata Laksana.......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
3
BAB 1. PENDAHULUAN
Nama : Ny. W
Usia : 26 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah
Suku : Madura
Alamat : Slateng, Ledokombo
Tanggal MRS : 1 Mei 2017
Tanggal pemeriksaan : 8 Mei 2017
Tanggal KRS : 9 Mei 2017
No. RM : 16656
2.2 ANAMNESIS
Pasien mengaku ada rasa mual, muntah, dan tidak nafsu makan. Keluhan Riwayat
sering terbangun pada malam hari untuk BAK disangkal. Keluhan bengkak ini
tidak disertai sesak napas saat tidur dan masih bisa tidur dengan satu bantal.
Selama bengkak pasien tidak pernah tampak pucat, lemah, atau lesu.
Pasien mengaku terkena flu sekitar 2 bulan yang lalu dengan keluhan
utama nyeri telan. Kemudian pasien membeli obat di warung dan sembuh dari flu.
Meskipun begitu, pasien mengaku sering terkena flu terutama jika dia sedang
kecapekan.
Sekitar 2 minggu yang lalu pasien mengaku kakinya yang bengkak terasa
panas, nyeri, dan berwarna kemerahan. Keluhan ini berlangsung semakin lama
semakin berat. Awalnya kaki pasien yang bengkak terasa gatal kemudian digaruk
sehingga timbul sedikit luka kemudian kaki menjadi terasa panas, nyeri, dan
kemerahan.
Status gizi :
BB 60 kg BB 75 kg
TB 155 cm TB 155 cm
BMI 24,97 kg/m2 (normal) BMI 29,13 kg/m2
(overweight)
Kesimpulan: keadaan umum lemah dan status gizi kesan peningkatan berat
badan dalam waktu singkat
7
2. Paru
Ventral Dorsal
Inspeksi
Palpasi: P: Palpasi:
Fremitus raba Fremitus raba
N N N N
N N N N
N N N N
Perkusi : Perkusi :
S S S S
S S S S
S S S S
S S S S S S S S
S S S S
Ventral Dorsal
Auskultasi : Auskultasi :
DS DS
V V V V
V V V V
V V V V
V V V V V V V V
V V V V
Rho Rho
nki nki
- - - -
- - - -
- - - -
- - - - - - - -
- - - -
Whee Whee
zing zing
- - - -
- - - -
- - - -
- - - - - - - -
- - - -
Dextra Sinistra
9
D. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi Bentuk:
Cembung, distended
Kulit: turgor normal, dilatasi vena abdomen (-)
Auskultas Bising usus: (+) normal
i
Palpasi Distended, turgor kulit normal
Hepar sde
Lien sde
Nyeri tekan(-)
Ginjal tidak teraba
Nyeri ketok ginjal (-)
Undulasi (+)
Perkusi Shifting dullness (+), Fluid wave (+)
Kesimpulan: ascites
E. Pemeriksaan Ekstremitas
Atas Akral hangat
Tidak didapatkan petekie, purpura dan ekimosis
Tidak didapat deformitas
Sendi: tidak ada nyeri
Kuku: tidak didapat kelainan
10
Jenis
Hasil Nilai Normal Satuan
Pemeriksaan
Darah Lengkap
Hemoglobin 11,2 12,0-16,0 gr/dL
Leukosit 6,2 4,5-11,0 109/L
Hematokrit 32,7 36-46 %
Trombosit 304.000 150-450 109/L
Faal Hati
SGOT 17 10-31 U/L(370C)
SGPT 10 9-36 U/L(370C)
Albumin 1,4 3,4-4,8 Gr/dL
Faal Ginjal
Kreatinin serum 0,5 0,5-1,1 mg/dL
BUN 4 6-20 mg/Dl
Urea 9 12-43 mg/dL
GDA 94
Kesimpulan : anemia, hipoalbumenmia, penurunan RFT.
Jenis
Hasil Nilai Normal Satuan
Pemeriksaan
GDA 83 <200 gr/dL
Albumin 1,7 3,4-4,8 gr/ dL
11
Profil Lipid
Trigliserida 156 120-190 mg/dl
Kolesterol total 576 150-200 mg/dl
HDL 63 45-65 mg/dl
LDL 386 <100 mg/dl
Kesimpulan : hipoalbumenmia, hiperlipidemia.
Jenis
Hasil Nilai Normal Satuan
Pemeriksaan
Urine Lengkap
Warna keruh kuning jernih
pH 5,0 4,5-7,5
Berat jenis 1.030 1,015-1,025
Protein +4 ~ Negatif
500mg/dl
Glukosa Normal Normal
Urobilin +1 Normal
Bilirubin Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Keton +1 Negatif
Lekosit macros +2 Negatif
Blood makros +1 Negatif
Eritrosit 2-5 0-2 sel/Lpb
Lekosit 5-10 0-2 sel/Lpb
Epitel squamous 5-10 2-5 sel/Lpb
Epitel renal Negatif Negatif
Kristal Negatif Negatif
Silinder Negatif Negatif
Bakteri Positif Negatif
Yeast Negatif Negatif
Tricomonast Negatif Negatif
Lain-lain Negatif Negatif
Kesimpulan: proteinuria, ketonuria, lekosituria, hematuria, dan piuria
Jenis
Hasil Nilai Normal Satuan
Pemeriksaan
Urine Lengkap
Warna kuning agak kuning jernih
keruh
pH 5,0 4,5-7,5
12
Anamnesis :
Pasien wanita usia 26 tahun mengeluhkan badan bengkak semua sejak 1
bulan yang lalu. Bengkak diawali pada daerah kelopak mata dan muka
kemudian menjalar ke daerah kaki lalu bengkak makin bertambah ke daerah
perut, dan kedua tangan. Selama bengkak, pasien mengeluh BAK berwarna
kuning keruh. Keluhan bengkak ini tidak disertai sesak napas saat tidur.
Sekitar 2 minggu yang lalu pasien mengaku kakinya yang bengkak terasa
panas, nyeri, dan berwarna kemerahan. Keluhan ini berlangsung semakin
lama semakin berat. Awalnya kaki pasien yang bengkak terasa gatal
kemudian digaruk sehingga timbul sedikit luka kemudian kaki menjadi terasa
panas, nyeri, dan kemerahan. Selain itu, pasien mengaku terkena flu sekitar
2 bulan yang lalu dengan keluhan utama nyeri telan. Kemudian pasien
membeli obat di warung dan sembuh dari flu.
Pemeriksaan fisik :
o Keadaan umum lemah
o Thoraks:
Pulmo: asimetris, retraksi -/-, ICS hemithoraks dalam batas normal,
fremitus raba hemithoraks dalam batas normal, perkusi hemithoraks sonor,
14
o Abdomen :
Cembung, distended, hepar dan lien sulit dievaluasi,
shifting dullnes (+) fluid wave (+) asites
Edema ekstremitas superior et inferior dextra et sinistra, inflamasi jaringan
kulit ekstremitas inferior dextra et sinistra.
Pemeriksaan penunjang :
Laboratorium :
DL : anemia
Faal hati : hipoalbuminemia
Faal ginjal : penurunan RFT
Profil Lipid : hiperlipidemia
UL : proteinuria, ketonuria, lekosituria makro
dan mikro, hematuria makro dan mikro,
piuria
VII. Assesmen
Diagnosis:
Sindrom Nefrotik
Selulitis Kruris
VIII. Planning
Planning Diagnostik:
o Sindroma Nefrotik :
DL, SGOT/SGPT, Albumin, GDA, RFT, UL, Urin rebus, Profil
lipid
o Selulitis kruris
Klinis dan kultur bakteri
15
Daftar masalah:
o Bengkak seluruh tubuh
o Mual dan muntah
o Lemas
o Kaki luka kemerahan disertai nyeri
Planning Terapi:
inf. RL 10 tpm
Inj Ceftriaxone2x1
Inj santagesik 3x1
Inj Metronidazole 2x500 mg
Inj ranitidin 2x1
Inj Ondansentron 3x1
Inj Lasix 2x1
Transfusi Albumin 20% 100cc
Fluconazole tablet 3x150 mg
Methylprednisolone 3 x 16 mg
Planning Monitoring:
o Gejala klinis (bengkak, BB, dan kesadaran)
o Vital sign (TD, nadi, RR, Tax)
o Urine output
o GDA, DL, RFT, UL, Sedimen urin, dan Albumin
Planning Edukasi:
o Menjelaskan mengenai penyakit, pemeriksaan yang perlu
dilakukan, dan tindakan medis kepada pasien serta keluarga.
o Menjelaskan kemungkinan komplikasi dan prognosis kepada
pasien dan keluarga.
o Menjelaskan tentang faktor risiko yang perlu dihindari nantinya.
16
IX. Prognosis
X. Follow Up
BAB 3. PEMBAHASAN
Textbook Pasien
Anamnesis
Seluruh badan bengkak +
Lemas +
Nafsu makan berkurang +
Mual +
Muntah +
Berat badan meningkat +
Urin berbuih -
Urin keruh +
Kaki yang luka terasa panas dan +
nyeri
Pemeriksaan Fisik
Kepala Leher
Edema palpebra +
Abdomen
Asites +
Ektremitas
Edema (pitting oedema) +
Makula eritematosa berbatas +
tidak tegas disertai nyeri
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Proteinuri masif ~ +4 atau >3,5 +
g/ hari
Hipoalbumin +
Hiperlilpidemia +
USG
Asites tidak dilakukan
Kultur Bakteri menunjukkan adanya +
koloni bakteri flora normal dan patogen
pada luka
Tatalaksana
Mencegah kerusakan ginjal lebih +
lanjut
Terapi hipoalbuminemia +
Terapi edema +
Terapi hiperlipidemia +
Asites +
20
3.1.1 Definisi
Sindrom nefrotik adalah kumpulan gejala-gejala yang terdiri dari
proteinuria massif (lebih dari 3,5 gram/hari pada dewasa atau 40 mg/ m2 LPB/
hari pada anak), hipoalbuminemia (2,5 gr/dL), edema, hiperkolestrerolemia (250
mg/uL), dan lipiduria (oval fat bodies) (Tjokroprawiro, 2015). Pasien dengan
sindrom nefrotik terjadi suatu gangguan pada membran basal glomerulus yang
mengakibatkan timbulnya kebocoran protein plasma ke urin. Kondisi ini
mengakibatkan terjadinya hipoproteinemia, penurunan serum protein dan
albumin, adanya edema serta hiperlipidemia (Okada dan Takemura, 2009).
3.1.2 Epidemiologi
Sindrom nefrotik lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita (2:1)
dan kebanyakan terjadi pada umur 2 dan 6 tahun. Telah dilaporkan terjadi paling
muda pada anak umur 6 bulan dan paling tua pada masa dewasa. SNKM terjadi
pada 85-90% pasien dibawah umur 6 tahun dan di Indonesia dilaporkan 6 kasus
per 100.000 anak per tahun. Pada penelitian di Jakarta (Wila Wirya) menemukan
hanya 44,2% tipe kelainan minimal dari 364 anak dengan sindrom nefrotik primer
yang dibiopsi, sedangkan ISKDC melaporkan penelitiannya diantara 521 pasien,
76,4% merupakan tipe kelainan minimal.
Angka kejadian sindrom nefrotik pada anak dibawah usia 18 tahun
diperkirakan berkisar 2-7 kasus per 100.000 anak per tahun, dengan onset
tertinggi pada usia 2-3 tahun. Hampir 50% penderita mulai sakit saat berusia 1-4
tahun, 75% mempunyai onset sebelum berusia 10 tahun.
3.1.3 Etiologi
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
21
3.1.5 Patofisiologi
Proteinuria merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri sebagian besar
berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya sebagian
kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuri tubular). Perubahan integritas
membrana basalis glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama yang
dieksresikan dalam urin adalah albumin. Dalam keadaan normal membran basal
glomerulus (MBG) mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah
kebocoran protein. Mekanisme penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul
(size barrier) dan yang kedua berdasarkan muatan listrik (change barrier). Pada
SN kedua mekanisme penghalang tersebut ikut terganggu. Selain konfigurasi
molekul protein juga menentukan lolos tidaknya protein melalui MBG.
Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran
molekul protein yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif apabila yang keluar
terdiri dari molekul kecil misalnya albumin. Sedangkan non-selektif apabila
protein yang keluar terdiri dari molekul besar seperti immunoglobulin.
Selektivitas proteinuria ditentukan oleh keutuhan struktur MBG.
Hipoalbuminemi disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan
peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya
meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam
urin), tetapi mungkin normal atau menurun.
24
2. Proteinuria > 3,5 g/hari pada dewasa atau 40 mg/ m2 LPB/ hari pada anak
3. Hipoalbuminemia 2,5 gr/dL.
4. Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia > 250mg/dl (Tjokroprawiro, 2015)
Pada sebagian pasien dapat ditemukan gejala lain yang jarang:
1. Hipertensi
2. Hematuria
3. Diare
4. Anorexia
5. Fatigue atau malaise ringan
6. Nyeri abdomen atau nyeri perut
7. Berat badan meningkat
8. Hiperkoagulabilitas (Tjokroprawiro, 2015)
3.1.8 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
1. Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak mata, perut,
tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang.
Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan yang
menandakan hematuria.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan edema di kedua kelopak mata, tungkai,
atau adanya asites dan edema skrotum atau labia. Kadang-kadang ditemukan
hipertensi.
3. Pemeriksaan Penunjang
o Kadar ureum, kreatinin, serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau
dengan rumus Schwartz
o Titer ASTO
o Kadar komplemen C3, bila dicurigai Lupus Eritematosus Sistemik
pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (Ana nuclear
antibody) dan anti ds-DNA
Indikasi biopsi ginjal :
Sindrom Nefrotik dengan hematuri nyata, hipertensi, kadar kreatinin dan
ureum plasma meninggi, atau kadar komplemen serum menurun
Sindrom Nefrotik resisten steroid
Sindrom Nefrotik dependen steroid
3.1.11 Komplikasi
Komplikasi yang sering dijumpai antara lain (Rauf, 2002):
1. Kelainan koagulasi dan timbulnya trombosis. Dua mekanisme kelainan
hemostasis pada sindrom nefrotik:
Peningkatan permeabilitas glomerulus mengakibatkan:
Meningkatnya degradasi renal dan hilangnya protein di dalam urin
seperti antithrombin III (AT III), protein S bebas, plasminogen dan
antiplasmin. Hipoalbuminemia menimbulkan aktivasi trombosit lewat
tromboksan A2 dan meningkatnya sintesis protein prokoagulan dan
tertekannya fibrinolisis.
2. Aktivasi sistem hemostatik di dalam ginjal dirangsang oleh faktor jaringan
monosit dan oleh paparan matriks subendotel pada kapiler glomerolus yang
selanjutnya mengakibatkan pembentukan fibrin dan agregasi trombosit.
3. Infeksi sekunder terutama infeksi kulit oleh streptococcus, staphylococcus,
bronkopneumonia, TBC. Erupsi erysipelas dan selulitis pada kulit perut atau
ekstremitas bawah sering ditemukan.
4. Gangguan klirens renali pada pasien sindrom nefrotik mungkin disebabkan
kurangnya reabsorbsi natrium di tubulus proksimal dan berkurangnya
hantaran natrium dan air ke ansa henle tebal. Gangguan pengasaman urin
27
3.1.12 Terapi
Pada prinsipnya terapi untuk SN terdiri dari terapi umum dan terapi spesifik.
Terapi spesifik yang diberikan meiliki prinsip imunosupresif karena patogenesis
sebagian besar penyakit glomeruler dikaitkan dengan imun. Penderita SN
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan biopsi terlebih dahulu sebelum
menjalani terapi spesifik (Tjokroprawiro, 2015).
Terapi umum
28
5. Hiperkoagulabilitas
Masih terdapat silang pendapat mengenai perlunya pemberian antikoagulan
jangka panjang untuk semua penderita SN guna mencegah terjadinya
thrombosis. Tetapi bila sudah terjadi thrombosis atau emboli paru, maka perlu
dipertimbangkan antikoagulan jangka panjang, seperti warfarin
6. Pengobatan infeksi: antibiotik yang sesuai
7. Pengobatan hipertensi
Bila didapatkan hipertensi, bisa diberikan ACE Inhibitor, ARB, Non-
dihydropyridinca Calsium Channel Blocker (CCB). Pemberian diuretika dan
pembatasan diet garam juga ikut berperan dalam pengelolaan hipertensi.
Terapi Spesifik
1. Steroid
Prednison 1 mg/ kgBB/ hari atau 60 mg/ hari dapat diberikan antara 4-12
minggu, selanjutnya diturunkan secara bertahap dalam 2-3 bulan. Steroid
memberi respon yang baik untuk tipe minimal change, walaupun pada orang
dewasa responnya lebih lambat dibandingkan anak.
2. Cyclophosphamide
Untuk penderita yang mengalami relaps setelah steroid dihentikan (steroid
dependent) atau mengalami relaps >3 kali dalam setahun (frequently
relapsing) bisa diberikan Cyclophosphamide 2 mg/ kgBB/ hr selama 8-12
minggu. Pada penggunaan Cyclophosphamide perlu diwaspadai terjadinya
efek samping, berupa infertilitas, cystitis, alopecia, infeksi, malignansi.
3. Chlorambucil
Digunakan dengan alasan yang sama dengan cyclophosphamide. Dosis 0,1-
0,2/ kgBB/ hari selama 8-12 minggu
4. Cyclosponne A (CyA)
Pada penderita yang mengalami relaps setelah pemberian Cyclophosphamide,
diberikan CyA dengan dosis awal 4-5mg/ kgBB/hari di mana dosis
selanjutnya perlu disesuaikan dengan kadar CyA dalam darah. Pemberian
berlagsung selama 1 tahun kemudian diturunkan pelan-pelan. Mengingat CyA
mempunyai efek nefrotoksik, perlu memonitor fungsi ginjal.
30
5. Azathioprine
Azathioprine dengan dosis 2-2,5 mg/kgBB/hari digunakan untuk nefritis
lupus.
3.1.13 Prognosis
Prognosis baik bila penderita sindrom nefrotik memberikan respons yang
baik terhadap pengobatan kortikosteroid dan jarang terjadi relaps. Prognosis
jangka panjang sindrom nefrotik kelainan minimal selama pengamatan 20 tahun
menunjukan hanya 4-5% menjadi gagal ginjal terminal, sedangkan pada
glomerulosklerosis, 25% menjadi gagal ginjal terminal dalam 5 tahun, dan pada
sebagian besar lainnya disertai penurunan fungsi ginjal..
3.2 Selulitis
3.2.1 Definisi
Selulitis merupakan infeksi bakterial akut pada kulit. Infeksi yang terjadi
menyebar ke dalam hingga ke lapisan dermis dan sub kutis. Infeksi ini biasanya
1
eritema, teraba hangat, dan nyeri serta terjadi limfangitis dan sering bergejala
sistemik seperti demam dan peningkatan hitungan sel darah putih. Selulitis yang
4
Gambar 1: Anatomy of Skin and Soft Tissues and Different Types of Skin and Soft-
Tissue Infection (B)
3.2.2 Epidemiologi
Selulitis dapat terjadi di semua usia, tersering pada usia di bawah 3 tahun
dan usia dekade keempat dan kelima (2). Insidensi pada laki-laki lebih besar
daripada perempuan dalam beberapa studi epidemiologi. Insidensi selulitis
ekstremitas masih menduduki peringkat pertama. Terjadi peningkatan resiko
selulitis seiring meningkatnya usia, tetapi tidak ada hubungan dengan jenis
kelamin (C).
3.2.3 Etiologi
biasanya disebabkan oleh organisme campuran antara kokus gram positif dan
gram negatif aerob maupun anaerob. Bakteri mencapai dermis melalui jalur
eksternal maupun hematogen. Pada imunokompeten perlu ada kerusakan barrier
kulit, sedangkan pada imunokopromais lebih sering melalui aliran darah
33
Periode inkubasi sekitar beberapa hari, tidak terlalu lama. Gejala prodormal
berupa: malaise anoreksia; demam, menggigil dan berkembang dengan cepat,
sebelum menimbulkan gejala-gejala khasnya. Pasien imunokompromais rentan
mengalami infeksi walau dengan patogen yang patogenisitas rendah. Terdapat
gejala berupa nyeri yang terlokalisasi dan nyeri tekan. Jika tidak diobati, gejala
akan menjalar ke sekitar lesi terutama ke proksimal. Kalau sering residif di tempat
yang sama dapat terjadi elefantiasis (Djuanda, 2014).
35
Lokasi selulitis pada anak biasanya di kepala dan leher, sedangkan pada
orang dewasa paling sering di ekstremitas karena berhubungan dengan riwayat
seringnya trauma di ekstremitas. Pada penggunaan salah obat, sering berlokasi di
lengan atas. Komplikasi jarang ditemukan, tetapi termasuk glomerulonefritis akut
(jika disebabkan oleh strain nefritogenik streptococcus, limfadenitis, endokarditis
bakterial subakut). Kerusakan pembuluh limfe dapat menyebabkan selulitis
rekurens.
36
3.2.6. Patogenesis
Edema kemerahan
Lesi
Nyeri tekan
37
3.2.8 Diagnosis
3.2.9 Terapi
juga dapat diberikan dikloksasilin 500 mg/hari secara oral selama 7-10 hari.
(Concheiro et al, 2009)
3.2.10 Komplikasi
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, Adhi. 2013. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Nurdjanah, Siti. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Kelima. Jakarta:
Interna Publishing.
Rauf, S., 2002, Hematuria, dalam Alatas, H., Tambunan, T., Trihono, P., dan
Pardede, S. (Editor), Buku Ajar Nefrologi Anak: Jakarta, Balai Penerbit
FKUI, hal. 114-25
Sudoyo, Ari W dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. Juni 2006. 452 454
Wila Wirya IG, 2002. Sindrom Nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,
Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI pp. 381-426
Wong,Florence. Advance in clinical practice: Management of ascites in
cirrhosis. Journal of Gastroenterology and Hepatology 2012;27:1120.
Wolff K, Johnson RA, Fitspatricks: color atlas and synopsis of clinically
dermatology. New York: McGrawHill. 2008