Anda di halaman 1dari 3

Ali-Baba

Mr. Iskaq Tjokrohadisuryo dieknal sebagai politikus tulen. Ia bersama Bung


Karno,Tjipto Mangunkusumo, dan Sartono, mendirikan Partai Nasional Indonesia di
Bandung, pada 1927. Iskaq menjadi salah satu pimpinan awal PNI. Iskaq
menelerkun program yang memiliki jargon Dari ekonomi colonial ke ekonomi
nasional. Pada tanggal 8 September 1953, ia mengeluarkan edaran: bagi para
importer nasional, akan dikeluarkan 80%-90% lisensi devisa.

Beleid populis ini mendapat dukungan dari para pengusaha pribumi. Terlebih
lagi dari para pengusaha yang juga politikus PNI. Memang kelompok terakhir inilah
yang mendapat untung besar dari beleid nasionalisasi itu. Dengan cepat Iskaq
menyebarkan lisensi impor,kredit pemerintah, serta dana perbankan lainnya kepada
pengusaha yang punya kaitan erat dengan PNI. Hasilnya,lisensi impor
menggembung dengan cepat. Dalam memoarnya, Ali Sastroamidjojo menulis
Indonesianisasi berjalan begitu cepat.

Pada November 1954, kurang lebih setahun setelah iskaq menjadi


menteri,jumlah total dari pribumi importer meningkat menjadi 2.000 buah. Politikus
bekerja dengan rumus demi massa, karena ia memang harus mengganti suara yang
mereka berikan. Kalkulasi inflasi, deficit neraca berjalan, serta keuntungan ekonomi
ditaruh di bagian belakang. Dalam Sembilan bulan, utang pemerintah membengkak
lebih dari tiga kali lipat. Cadangan devisa terkuras. Nilai rupiah merosot tiga
perempat kali terhadap dolar amerika. Munculnya importer kecil tanpa pengalaman,
yang hanya mengandalkan lisensi, membuat suasana di pelabuhan dan perbankan
bertambah semrawut.

Pemerintah Amerika,yang tengah berusaha agar Pemerintah Indonesia tak


berbelok ke kiri, sebetulnya ingin mengulurkan bantuan. Namun, melihat
semrawutnya suasana,mereka urung. Bukan keberatan Amerika itu yang kemudian
membuat Iskaq jatuh. Beleidnya membuat masanya rontok di partai oposisi, dan
Negara donor. Pada 1955,Ali Sastroamidjojo mengadakan perombakan cabinet.
Iskaq di copot. Pihak paling keras yang marah pada ulah Iskaq ternyata orang
bangsa sendiri.

MANISNYA GULA MENGGODA RAJA

Industri gula tanah air berkembang seiring dengan perjalanan kolonialisme


belanda di bumi nusantara. Gula yang bermula dari industri rumah tangga tumbuh
menjadi industri raksasa. Bahkan pada tahun 1820 sampai 1890, industry gula di
jawa mampu menguasai pasaran dunia,menggeser gula bit produk eropa.
Pertumbuhan industry gula zaman belanda,menurut pengamat gula agus
pakpahan,didorong oleh empat hal,yakni penggantian teknologi,restrukturisasi
perusahaan gula belanda,penggantian varietas, dan pendirian lembaga riset.
Hasilnya, pada 1930, hindia belanda adalah pengekspor gula terbesar kedua di
dunia,setelah afrika selatan.

Manisnya bisnis gula zaman belanda sempat menggoda raja jawa. KGPAA
mangkunegoro IV mengoperasikan PG tasikmadu. Dua pabrik gula itu kini terletak di
kabupaten karanganyar,jawa tengah. Saying pada 1998,OG colomadu gulung tikar
karena kekurangan pasokan tebu. PG tasikmadu sekarang juga menghadapi
persoalan semakin sempitnya lahan tebu. Untuk memecahkan persoalan
lahan,administrator PG tasikmadu,hanung trihutomo,menjalin kerja sama dengan
petani tebu. Pabrik gula bertindak selaku pengolah tebu yang ditanam petani. Gula
yang dihasilkan dibagi dua : 56% untuk petani dan 44% untuk pabrik. dengan cara
seperti itu,banyak petani tertarik bekerja sama kata hanung.

Lewat cara seperti itu,PG Tasikmadu mendapat pasokan tebu dari pelbagal
daerah di luar kabupaten karanganyar. Antara lain dari petani di
grobogan,sragen,sukoharjo,wonogiri dan boyolali. Sulitnya mempertahankan
industry pengolahan tebu juga dialami PG Djatiroto,Lumajang,Jawa timur,yang
berdiri sejak 1910. PG djatiroto dapat bertahan setelah melakukan perombakan
total mesin produksinya pada 1978 dan 1989. Namun,seperti dikatakan Ir. Soejitno
Irmin,administrator PG Djatiroto,memang banyak tebu yang digiling,tapi gula yang
dihasilkan hanya sedikit. itu karenan rendemen tebu sekarang kalah jauh di
bandingkan dengan tebu zaman belanda. Kata soejitno irming kepada taufan luko
bahana dari gatra. Semakin sempitnya lahan,rendahnya rendemen,ditambah
persoalan teknologi pengolahan gula yang using mengakibatkan sebagian besar
pabrik gula warisan belanda gulu tingkar.

Pada tahun 1929,pabrik gula belanda mencapai 179 unit. Sekarang yang
masih beroperasi tinggal 70 pabrik. Termasuk kebun rakyat. 2,3 juta hektar 60%
diantaranya dibudidayakan diluar jawa,dengan konsentrasi terbesar di sumatera
utara dan sumatera selatan. Nasib rakyat bumiputra mendingan . mereka bias
bekerja di kebun kebun belanda dengan upah mingguan. Pekerbunan tebu
mengalami zaman keemasan hingga 1930. Pemerintah belanda membangun
banyak lembaga penelitian kebun percobaan. Dibogor,misalnya, dibangun lembaga
riset untuk menangani hama dan penyakit tanaman. Ada pula lembaga penelitian
yang focus ke pengadaan varietas baru.

Pada zaman politik etis,lembaga perkreditan rakyat muncul. Lembaga


perkreditan rakyat mulai muncul. Lembaga kredit tradisional, yang awalnya
dimodali oleh lumbung desa ( simpanan padi kolektif) dijadikan badan yang lebih
efektif. Menjelang belanda pergi ada 11000 unit lembaga kredit pedesaan yang
melayani 2,5 juta nasabah. Seperti ditulis e. de vries dalam paper yang diterbitkan
yayasan obor,1987,pemerintah colonial juga memberikan penyuluhan
pertanian,perikanan,suntukan vaksin cacat, dan kegiatan lainnya. Namun satu hal
pemerintah hindia belanda tak berminat membangun ekonomi pribumi yang benar
benar kuat. Tak banyak tumbuh borjuasi pribumi. Sejak akhir 1800-an sector
industry manufaktur dan pertambangan mulai ramai di hindia belanda. Manufaktur
menyumbang 430 juta gulden pada 1940, lebih besar dari pertambangan yang
hanya 250juta gulden. Toh,sector perkebunan masih yang terbesar 593 juta gulden.
Namun kaum pribumi tak banyak terlibat. Industry skala kecil pun di dominasi oleh
tionghoa. Kamu pribumi praktis hanya menyumbang tenaga kerja yang tetap saja
diupah dalam nuansa diskriminasi.

Masa gemilang zaman kolonial memang sudah berakhir. Yang tersisa sebagai
warisan colonial hanyalah pohon pohon tua di perkebunan, bangunan lapuk, dan
mesin mesin yang uzur. Namun dibaliknya masih terbaca jelas pelajaran tentang
bagaimana membangun disiplin,bekerja cermat,hemat,jujur,dan akuntabel. Ini tak
berhubungan dengan kolonialisme.

Anda mungkin juga menyukai