PENDAHULUAN
Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah deskripsi dan gambaran anatomis sistem saraf secara umum?
2. Bagaimanakah struktur makroskopis dan mikroskopis sistem saraf?
3. Bagaimanakah fisiologis sistem saraf secara umum?
4. Bagaimanakah proses terjadinya rasa nyeri?
5. Bagaimanakah hubungan antara penyakit saraf dengan kedokteran gigi?
1.3. Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dalam makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Deskripsi dan gambaran anatomis sistem saraf secara umum.
2. Struktur maskrospis dan mikroskopis sistem sistem saraf.
3. Fisiologis sistem saraf secara umum.
4. Proses terjadinya rasa nyeri.
5. Hubungan antara penyakit saraf dengan kedokteran gigi.
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem saraf terdiri dari jutaan sel saraf (neuron), yang berfungsi untuk
mengirimkan pesan (impuls) yaitu berupa rangsangan ataupun tanggapan. Untuk
menanggapi rangsangan, terdapat 3 komponen dalam sistem saraf yaitu sebagai
berikut:
a. Reseptor yaitu alat penerima rangsangan atau impuls. Didalam tubuh yang
bertindak sebagai reseptor adalah organ indera
b. Penghantar impuls (dilakukan oleh saraf), dimana saraf terdiri dari serabut
penghubung yang disebut dengan akson
c. Efektor adalah bagian yang menanggapi rangsangan yang telah dihantarkan
oleh penghantar impuls. Efektor yang paling penting dalam tubuh manusia
adalah otot dan kelenjar.
2
Berada pada daerah sempit pada sisi dalam dari Organ Encephalon
(Paulsen et all, 2014).
d. Medulla oblongata
Medulla oblongata mempunyai bentuk seperti kerucut, serta
menghubungkan bagian organ dengan medulla spinalis (Paulsen et all,
2014).
4
Dendrit membawa sinyal ke arah badan sel. Pada sebagian besar neuron,
membran plasma badan sel, dan dendrit mengandung reseptor-reseptor
protein untuk mengikat zat kimiawi dari neuron lain (Paulsen et all, 2014).
3. Akson bergantung pada lokasi dan fungsi dari neuron yang bersangkutan.
Akson atau serat saraf adalah tonjolan tunggal, memanjang, dan
berbentuk pipa yang menghantarkan potensial aksi menjauhi badan sel
dan akhirnya berakhir di sel lain. Akson sering mengeluarkan cabang-
cabang sisi atau kolateral sepanjang perjalanannya.
Bagian pertama akson ditambah bagian dari badan sel tempat akson
tersebut keluar dikenal sebagai axon hillock (bukit akson) ini adalah tempat
potensial aksi bermula di sebuah neuron (kecuali untuk neuron-neuron
yang mengkhususkan diri untuk menyalurkan informasi sensorik).
Panjang akson bervariasi, mulai dari yang kurang dari 1mm pada
neuron-neuron yang hanya berhubungan dengan sel-sel tetangganya
sampai lebih dari 1m pada neuron-neuron yang berhubungan dengan
bagian-bagian sistem saraf yang jauh atau dengan organ perifer.
5
Gambar 3: Struktur makroskopis dan mikroskopis sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer
Sumber: Histology difiore edisi 11 hal: 140
b. Dendrit
Dendrit adalah bagian penerima input neuron, berukuran pendek dan
bercabang-cabang. padai Sistem Saraf Pusat mencapai 80-90% l``uas permukaan
total neuron.
c. Akson
Axon adalah bagian yang menyampaikan impuls (potensial aksi) ke neuron
lain, otot dan kelenjar.
Berukuran panjang dan berbentuk silinder tipis (Eroschenko, 2004).
6
Gambar 5: struktur mikroskopis neuron
(Sumber: histology difiore edisi 11 hal: 151)
Gambar 6: Struktur mikroskopis sistem saraf (substansi alba dan substansi grisea)
(Sumber: Histology difiore edisi 11 hal: 151)
Cairan Cerebrospinalis
Cairan serebrospinalis mengelilingi ruang sub araknoid di sekitar otak dan
medulla spinalis. Cairan ini juga mengisi ventrikel dalam otak. Cairan
cerebrospinalis menyerupai plasma darah dan cairan interstisial, tetapi tidak
mengandung protein. Cairan serebrospinalis dihasilkan oleh plexus koroid
dan sekresi oleh sel-sel ependimal yang mengitari pembuluh darah serebral
dan melapisi kanal sentral medulla spinalis.
Fungsi cairan cerebrospinalis adalah sebagai bantalan untuk pemeriksaan
lunak otak dan medulla spinalis, juga berperan sebagai media pertukaran
nutrient dan zat buangan antara darah dan otak serta medulla spinalis
(Irianto K, 2014).
Serebrum
Serebrum tersusun dari dua hemisfer serebral, yang membentuk bagian
terbesar otak. Korteks serebral terdiri dari 6 lapisan sel dan serabut saraf,
yaitu:
Ventrikel I dan II (ventrikel lateral) terletak dalam hemisfer serebral.
Korpus kolosum yang terdiri dari serabut termielinisasi menyatukan
kedua hemisfer.
Fisura dan sulkus. Setiap hemisfer dibagi oleh fisura dan sulkus menjadi
4 lobus (frontal, paritetal, oksipital dan temporal) yang dinamakan
sesuai tempat tulangnya berada.
8
Diensefalon
Terletak di antara serebrum dan otak tengah serta tersembunyi di balik
hemisfer serebral, kecuali pada sisi basal. Diensefalon mempunyai bagian
yaitu:
Talamus terdiri dari dua massa oval (lebar 1 cm dan panjang 3 cm)
substansi abu-abu yang sebagian tertutup substansi putih. Masing-
masing massa menonjol ke luar untuk membentuk sisi dinding ventrikel
ketiga.
Hipotalamus terletak di sisi inferior thalamus dan membentuk dasar
serta bagian bawah sisi dinding ventrikel ketiga. Hipotalamus berperan
penting dalam pengendalian aktivitas SSO yang melakukan fungsi
vegetatif penting untuk kehidupan, seperti pengaturan frekwensi
jantung, tekanan darah, suhu tubuh, keseimbangan air, selera makan,
saluran pencernaan dan aktivitas seksual. Hipotalamus juga berperan
sebagai pusat otak untuk emosi seperti kesenangan, nyeri, kegembiraan
dan kemarahan. Hipotalamus memproduksi hormon yang mengatur
pelepasan atau inhibisi hormon kelenjar hipofisis sehingga
mempengaruhi keseluruhan sistem endokrin.
Epitalamus membentuk langit-langit tipis ventrikel ketiga. Suatu massa
berukuran kecil, badan pineal yang mungkin memiliki fungsi endokrin,
menjulur dari ujung posterior epitalamus (Irianto K, 2014).
Otak Tengah
Otak tengah merupakan bagian otak pendek dan terkontriksi yang
menghubungkan pons dan serebelum dengan serebrum dan berfungsi
sebagai jalur penghantar dan pusat refleks. Otak tengah, pons dan medulla
oblongata disebut sebagai batang otak (Irianto K, 2014).
Serebelum
Serebelum terletak di sisi inferior pons dan merupakan bagian terbesar
kedua otak. Terdiri dari bagian sentral terkontriksi, vermis dan dua massa
lateral, hemisfer serebelar. Serebelum bertanggung jawab untuk
mengkoordinasi dan mengendalikan ketepatan gerakan otot dengan baik.
Bagian ini memastikan bahwa gerakan yang dicetuskan di suatu tempat di
SSP berlangsung dengan halus bukannya mendadak dan tidak terkordinasi.
Serebelum juga berfungsi untuk mempertahankan postur (Irianto K, 2014).
Medulla Oblongata
Medulla oblongata memiliki panjang sekitar 2,5 cm dan menjulur dari pons
sampai ke medulla spinalis dan terus memanjang. Bagian ini berakhir pada
area foramen magnum cranial. Pusat medulla adalah nuclei yang berperan
dalam pengendalian fungsi seperti frekuensi jantung, tekanan darah,
pernapasan, batuk, menelan dan muntah. Nuclei yang merupakan asal saraf
cranial IX, X, XI dan XII terletak di dalam medulla (Irianto K, 2014).
2. Medulla Spinalis
Dalam masa embrio, sumsum tulang belakang/medulla spinalis menempati
seluruh saluran di tulang belakang dan memanjang ke bawah sampai bagian
ekor tulang belakang. Namun selanjutnya jaringan tulang belakang tumbuh lebih
cepat ketimbang jaringan sarafnya sehingga selanjutnya ujung sumsum tidak
lagi mencapai bagian bawah saluran tulang belakang. Kesenjangan dalam
pertumbuhan ini terus meningkat; pada orang dewasa ujung sumsum tepat
berada di bawah daerah perlekatan tulang rusuk terakhir (antara vertebra
lumbalis yang pertama dan kedua).
Medulla spinalis mempunyai fungsi sebagai berikut:
9
Aktifitas refleks, yang melibatkan integrasi dan transfer pesan-pesan yang
memasuki sumsum tulang belakang, sehingga memungkinkan impuls
sensorik (afferent) masuk dan pesan motorik (efferent) meninggalkan
sumsum tulang belakang tanpa melibatkan otak.
Konduksi impuls sensorik dari saraf afferen ke atas melalui tractus naik
menuju otak.
Konduksi impuls motorik (efferent) dari otak turun melalui tractus ke saraf-
saraf yang menginervasi otot atau kelenjar(Irianto K, 2014).
10
Saraf ini juga berisi saraf motorik bagi kelenjar yang menghasilkan
getah pencernaan dan pembuangan lainnya.
11.Nervus Accessorius (N. XI), merupakan saraf motorik yang
mengontrol dua otot leher, yaitu trapezius dan sternocleidomastoid
12.Nervus Hypoglossus (N. XII), merupakan saraf motoris yang berfungsi
untuk mengontrol lidah.
2. Saraf Spinal
Saraf spinal meninggalkan medulla spinalis, karena mau ke daerah
perifer/tepi, seperti tangan dan kaki. Saraf spinal merupakan lanjutan dari
medulla spinalis yang berjalan melalui foramina intervetebra yang
dihubungkan oleh radiks anterior dan radiks posterior.
Setiap radiks anterior dibentuk oleh beberapa benang-benang
radiks/akar yang meninggalkan medulla spinalis pada satu alur membujur
dan teratur dalam satu baris. Serta radiks posterior akan mencapai
medulla spinalis pada satu alur pada permukaan posterior medulla
spinalis.
Radiks anterior dan posterior akan bertaut satu sama lain membentuk
saraf spinal yang meninggalkan terusan medulla spinalis melalui sebuah
foramen dan kemudian akan bercabang menjadi beberapa cabang
belakang, depan dan cabang penghubung.
Cabang belakang akan mempersyarafi otot-otot punggung dan sebagian
kecil kulit punggung, cabang depan akan mempersyarafi otot kerangka
batang badan serta kulit tubuh kecuali kulit pungggung (Irianto K, 2014).
11
Gambar 7: Sistem saraf simpatik dan parasimpatik
(Sumber: Anatomi dan fisiologi edisi revisi penerbit alfabeta hal:438)
b. Klasifikasi Neuron
a) Fungsi.
Neuron secara fungsional diklasifikasikan berdasarkan arah transmisi
impulsnya, yang terdiri atas:
1. Neuron sensorik (aferen) menghantarkan impuls listrik dari reseptor
pada kulit, organ indera atau suatu organ internal ke SSP.
2. Neuron motorik menyampaikan impuls dari SSP ke efektor.
3. Interneuron (neuron yang berhubungan) ditemukan seluruhnya dalam
SSP. Neuron ini menghubungkan neuron sensorik dan motorik atau
menyampaikan informasi ke interneuron lain.
b) Struktur.
Neuron diklasifikasi secara structural berdasarkan jumlah prosesusnya,
yaitu terdiri atas:
1. Neuron unipolar memiliki satu akson dan dua dendrit atau lebih.
Sebagian besar neuron motorik, yang ditemukan dalam otak dan
medulla spinalis, merupakan golongan ini.
2. Neuron bipolar memiliki satu akson dan satu dendrit. Neuron ini
ditemukan pada organ indera, seperti mata, telinga dan hidung.
3. Neuron unipolar kelihatannya memiliki sebuah prosesus tunggal, tetapi
neuron ini sebenarnya bipolar.
b. Klasifikasi Nyeri
Secara umum, nyeri dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu:
Nyeri nosiseptif
Kata nosiseptif berasal dari kata noci dari bahasa Latin yang artinya
harm atau injury, dalam bahasa Inggris atau luka atau trauma. Nyeri
nosiseptif merupakan nyeri yang disebabkan oleh kerusakan jaringan,
proses penyakit ataupun fungsi abnormal dari otot atau orgam dalam.
Sistem ini berjalan mulai dari perifer melalui spinalis, batang otak, talamus,
dan korteks serebri. Pencegahan terhadap terjadinya kerusakan jaringan
mengharuskan setiap individu untuk belajar mengenali stimulus-stimulus
tertentu yang berbahaya dan harus dihindari.
Nyeri neuropatik.
Nyeri neuropatik yaitu nyeri yang ditimbulkan oleh rangsang pada
kerusakan saraf atau disfungsi saraf seperti pada diabetes mellitus dan
herpes zoster.
Nyeri kronik.
Nyeri kronik apabila nyeri lebih dari 3 bulan, hilang timbul atau terus
menerus dan merupakan tanda respon parasimpatis.
c. Mekanisme Nyeri
Nyeri adalah sensasi yang tidak menyenangkan sebagai respon dari luka, baik
secara fisik maupun fisiologi. Respon nyeri di transmisikan dari sistem saraf perifer
ke sistem saraf pusat dan diatur dari pusat yang lebih tinggi. Mekanisme
terjadinya nyeri merupakan proses yang sangat rumit, salah satu contoh
mekanisme terjadinya nyeri nosiseptif terdiri dari empat rangkaian proses yang
terlibat yaitu:
a. Tahap pertama ialah transduksi. Transduksi merupakan konversi stimulus
noksious termal, mekanik, atau kimia menjadi aktivitas listrik pada akhiran
serabut sensorik nosiseptif. Proses ini diperantarai oleh reseptor ion
channel yang bersifat spesifik. Konduksi merupakan perjalanan aksi
potensial dari akhir saraf perifer ke sepanjang akson menuju akhiran
nosiseptor di sistem saraf pusat.
Kerusakan jaringan menyebabkan pelepasan mediator kimia, seperti
prostaglandin, bradikinin, serotonin, substansi P dan histamin. Mediator-
mediator ini kemudian mengaktifkan nosiseptor, sehingga terjadilah
proses yang disebut transduksi. Pertukaran ion natrium dan kalium terjadi
pada membran sel sehingga mengakibatkan potensial aksi dan terjadinya
impuls nyeri.
b. Tahap kedua yaitu proses transmisi. Transmisi merupakan bentuk transfer
sinaptik dari satu neuron ke neuron lainnya. Potensial aksi dari tempat
cedera bergerak dari sepanjang serabut saraf afferen ke nosiseptor di
medulla spinalis. Pelepasan substansi P dan neurotransmitter lainnya
membawa potensial aksi melewati celah ke kornu dorsalis pada medulla
spinalis, kemudian naik sebagai traktus spinotalamikus ke thalamus dan
otak tengah.
Proses yang terjadi setelah potensial aksi melewati talamus yaitu serabut
saraf mengirim pesan nosisepsi ke korteks somatosensori, lobus parietal,
lobus frontal, dan sistem limbik setelah melewati talamus, dimana proses
nosiseptif ketiga terjadi.
c. Tahap ketiga nosiseptif (tahapan terakhir) yakni modulasi merupakan hasil
dari aktivasi otak tengah. Beberapa neuron dari daerah tersebut memiliki
berbagai neurotransmiter, yaitu endorfin, enkephalins, serotonin (5-HT),
dan dinorfin, turun ke daerah-daerah dalam sistem saraf pusat yang lebih
rendah.
15
d. Neuron ini merangsang pelepasan neurotransmiter tambahan, yang pada
akhirnya memicu pelepasan opioid endogen dan menghambat transmisi
impuls nyeri di kornu dorsal.
e. Proses persepsi melibatkan kedua komponen sensorik dan affektif nyeri.
Penelitian klinis dalam beberapa tahun terakhir telah menghasilkan
pemahaman yang lebih besar mengenai sistem limbik di daerah gyrus
cingula anterior dan perannya dalam respon emosional terhadap rasa
sakit.
Perjalanan nyeri merupakan lalu lintas dua arah, yaitu jalur asenden dan
desenden. Efek inhibisi dicapai melalui arah desenden yang menjangkau dari
otak sadar sampai kegerbang otak setengah sadar dan medulla spinalis. Kornu
dorsalis pada medulla spinalis merupakan zona mayor yang menerima akson
aferen primer (nosiseptor) yang mengirim informasi dari reseptor sensorik
pada kulit, visceral, sendi, dan otot pada tungkai dan lengan ke sistem saraf
sentral. Kornu dorsalis juga menerima input dari akson yang turun dari
berbagai area di otak (Amalia, 2011. Dalam Karya Tulis Ilmiah Mekanisme
Terjadinya Nyeri)
2.5. Hubungan Antara Penyakit Saraf Dengan Kedokteran Gigi
Sistem saraf yang sangat erat kaitannya dengan kedokteran gigi adalah sistem
saraf kranial bagian organ nervi kranial, yaitu Nervus V (Trigeminus) seperti contoh
pada divisi mandibularis (N. V3). Persarafan mandibula terdiri dari saraf sensorik
yang paling banyak dijumpai dan motorik. Saraf motorik terdiri dari saraf pterigoid
eksterna, maseter dan temporalis.
Saraf mandibula merupakan cabang terbesar dari N. trigeminal, saraf ini
berjalan dari kepala keluar melalui foramen ovale dan menginervasi regio
mandibula, faring, 2/3 anterior lidah dan regio posterior aurikula. Nervus
mandibularis terbagi atas cabang yang kecil anterior dan cabang yang besar
posterior.
16
Gambar 8: Saraf-saraf wajah, N. trigeminus (V), N. fasialis (VII), N.glosoparingeus (IX), N. maksilaris, N.
alveolaris inferior dan bercabangannya (Sobotta. atlas anatomi manusia. Bagian 1. Edisi 20. Hal 78-02)
b. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari anestesi blok pada mandibula adalah:
1. Cedera saraf
Sakit selama dan setelah penyuntikan disebabkan oleh rasa
ketakutan pada pasien
Tajamnya jarum merupakan faktor penting dan karena itulah, perlu
dipastikan bahwa dokter gigi hanya menggunakan jarum disposibel
berkualitas tinggi yang dipasarkan oleh industri farmasi yang sudah
ternama. Bila jaringan tegang dan ujung yang tajam dari jarum
diinsersikan tegak lurus terhadap mukosa, penetrasi dapat terjadi
segera. Tindakan lain yang dapat memperkecil rasa tidak enak yaitu
menghangatkan larutan dan menyuntikannya perlahan-lahan.
2. Parestesi
Parestesia didefenisikan sebagai suatu fenomena sensorik berupa kebas,
rasa terbakar dari kulit tanpa adanya stimulus yang jelas. Parestesi dapat
disebabkan oleh trauma, tumor, penyakit jaringan kolagen, infeksi dan
penyakit-penyakit idiopatik.
3. Sinkope (kolaps)
Sinkope atau kolaps merupakan komplikasi yang paling sering terjadi
dari penggunaan anestesi lokal di kedokteran gigi. Kolaps merupakan
bentuk dari syok neurogenik yang disebabkan oleh iskeminya jaringan
serebral sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah perifer disertai
penurunan tekanan darah.
4. Efek toksik
Pada umumnya semakin potensialnya suatu anestetikum semakin besar
pula memberikan efek toksik. Dosis toksik bagi kebanyakan anestetikum
yang digunakan dalam bedah mulut yaitu berkisar 300-500mg.
5. Trismus
17
Trismus merupakan hal biasa terjadi pada pasie, dan pasien merasa sulit
untuk membuka mulutnya setelah pemberian anestesi blok mandibula.
Trismus biasanya disebabkan oleh trauma tusukan jarum pada serabut otot
pterigoideus medial.
6. Hematoma
Biasanya hematoma disebabkan oleh injeksi yang menembus pembuluh
arteri dan vena pada saat injeksi blok saraf alveolar inferior atau saraf
alveolar posterior superior (Inra R, 2011. Dalam komplikasi dari anestesi
blok pada mandibula).
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
18
4. Saraf sebagai pengendali atau pengatur kerja organ tubuh, sehingga setiap
organ tubuh dapat bekerja serasi sesuai dengan fungsi masing-masing.
5. Saraf sebagai pusat pengendali tanggapan atau reaksi tubuh terhadap
perubahan keadaan di sekitarnya. Karena saraf sebagai pengendali kerja alat
tubuh maka jaringan saraf terdapat pada seluruh alat tubuh.
3.2. Saran
19