Anda di halaman 1dari 12

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Varisela (cacar air) adalah suatu penyakit infeksi akut

primer menular, disebabkan oleh Varicella Zooster Virus (VZV),

yang menyerang kulit dan mukosa, serta ditandai dengan adanya

vesikel-vesikel yang berisi cairan. Varisela merupakan penyakit

infeksi yang umum biasanya terjadi pada anak-anak, yang

ditandai oleh demam yang mendadak, malaise dan erupsi kulit

berupa makulopapular untuk beberapa jam yang kemudian

berubah menjadi vesikel selama 3-4 hari dan dapat meniggalkan

keropeng (Rampengan, 2008).

3.2 Etiologi

Varisela disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV)

merupakan family human (alpha) herpes virus. Virus terdiri atas

genome DNA double-stranded, tertutup inti yang mengandung

protein dan dibungkus oleh glikoprotein. Virus ini dapat

menyebabkan dua jenis penyakit yaitu varicella (chickenpox) dan

herpes zoster (shingles) (Rassner, 2015).

Pada tahun 1767, Heberden dapat membedakan dengan

jelas antara chickenpox dan smallpox, yang diyakini kata

chickenpox berasal dari bahasa Inggris yaitu gican yang

13
14

maksudnya penyakit gatal ataupun berasal dari bahasa Perancis

yaitu chiche-pois, yang menggambarkan ukuran dari vesikel

(Harahap, 2010). Pada tahun 1888, Von Bokay menemukan

hubungan antara varicella dan herpes zoster, ia menemukan

bahwa varicella dicurigai berkembang dari anak-anak yang

terpapapar dengan seseorang yang menderita herpes zoster

akut. Pada tahun 1943, Garland mengetahui terjadinya varicella

akibat reaktivasi virus yang laten. Pada tahun 1952, Weller dan

Stoddard melakukan penelitian secara invitro, mereka

menemukan varicella disebabkan oleh virus yang sama

(Djuanda, 2011).

3.3 Epidemiologi

Varicella terdapat diseluruh dunia dan tidak ada perbedaan

ras maupun jenis kelamin. Varicella terutama mengenai anak-

anak yang berusia dibawah 20 tahun terutama usia 3-6 tahun

dan hanya sekitar 2% terjadi pada orang dewasa. Di Amerika,

varicella sering terjadi pada anak-anak dibawah usia 10 tahun

dan 5% kasus terjadi pada usia lebih dari 15 tahun dan di Jepang,

umumnya terjadi pada anak-anak dibawah usia 6 tahun

sebanyak 81,4% (Harper, 2010).

3.4 Patogenesis
15

Masa inkubasi varicella 10-21 hari pada anak

imunokompeten (rata -rata 14-17 hari) dan pada anak yang

imunokompromais biasanya lebih singkat yaitu kurang dari 14

hari. Varicella Zooster Virus (VZV) masuk ke dalam tubuh

manusia dengan cara inhalasi dari sekresi pernafasan (droplet

infection) ataupun kontak langsung dengan lesi kulit. Droplet

infection dapat terjadi 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah

timbul lesi dikulit (Sugito, 2013).

Varicella Zooster Virus (VZV) masuk ke dalam tubuh

manusia melalui mukosa saluran pernafasan bagian atas,

orofaring ataupun conjungtiva. Siklus replikasi virus pertama

terjadi pada hari ke 2-4 yang berlokasi pada lymph nodes

regional kemudian diikuti penyebaran virus dalam jumlah sedikit

melalui darah dan kelenjar limfe, yang mengakibatkan terjadinya

viremia primer (biasanya terjadi pada hari ke 4-6 setelah infeksi

pertama) (Frieden, 2012). Pada sebagian besar penderita yang

terinfeksi, replikasi virus tersebut dapat mengalahkan

mekanisme pertahanan tubuh yang belum matang sehingga

akan berlanjut dengan siklus replikasi virus ke dua yang terjadi di

hepar dan limpa, yang mengakibatkan terjadinya viremia

sekunder. Pada fase ini, partikel virus akan menyebar ke seluruh

tubuh dan mencapai epidermis pada hari ke 14-16, yang

mengakibatkan timbulnya lesi dikulit yang khas (Sugito, 2013).


16

Seorang anak yang menderita varicella akan dapat

menularkan kepada yang lain yaitu 2 hari sebelum hingga 5 hari

setelah timbulnya lesi di kulit. Pada herpes zoster,

patogenesisnya belum seluruhnya diketahui (Straus et al, 2008).

Selama terjadinya varicella, VZV berpindah tempat dari lesi kulit

dan permukaan mukosa ke ujung syaraf sensoris dan

ditransportasikan secara centripetal melalui serabut syaraf

sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion tersebut terjadi

infeksi laten (dorman), dimana virus tersebut tidak lagi menular

dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan

untuk berubah menjadi infeksius apabila terjadi reaktivasi virus.

Reaktivasi virus tersebut dapat diakibatkan oleh keadaan yang

menurunkan imunitas seluler seperti pada penderita karsinoma,

penderita yang mendapat pengobatan immunosuppressive

termasuk kortikosteroid dan pada orang penerima organ

transplantasi (Straus et al, 2008).

Pada saat terjadi reaktivasi, virus akan kembali

bermultiplikasi sehingga terjadi reaksi radang dan merusak

ganglion sensoris. Kemudian virus akan menyebar ke sumsum

tulang serta batang otak dan melalui syaraf sensoris akan

sampai kekulit dan kemudian akan timbul gejala klinis (Straus et

al, 2008).
17

3.5 Gambaran Klinis

Varicella pada anak yang lebih besar (pubertas) dan orang

dewasa biasanya didahului dengan gejala prodormal yaitu

demam, malaise, nyeri kepala, mual dan anoreksia, yang terjadi

1-2 hari sebelum timbulnya lesi dikulit sedangkan pada anak

kecil (usia lebih muda) yang imunokompeten, gejala prodormal

jarang dijumpai hanya demam dan malaise ringan dan timbul

bersamaan dengan munculnya lesi dikulit (Mehta, 2013).

Lesi pada varicella, diawali pada daerah wajah dan scalp,

kemudian meluas ke dada (penyebaran secara centripetal) dan

kemudian dapat meluas ke ekstremitas. Lesi juga dapat dijumpai

pada mukosa mulut dan genital. Lesi pada varicella biasanya

sangat gatal dan mempunyai gambaran yang khas yaitu

terdapatnya semua stadium lesi secara bersamaan pada satu

saat (Harper, 2010).

Pada awalnya timbul makula kecil yang eritematosa pada

daerah wajah dan dada, dan kemudian berubah dengan cepat

dalam waktu 12-14 jam menjadi papul dan kemudian

berkembang menjadi vesikel yang mengandung cairan yang

jernih dengan dasar eritematosa. Vesikel yang terbentuk dengan

dasar yang eritematous mempunyai gambaran klasik yaitu

letaknya superfisial dan mempunyai dinding yang tipis sehingga

terlihat seperti kumpulan tetesan air diatas kulit (tear drop),


18

berdiameter 2-3 mm, berbentuk elips, dengan aksis panjangnya

sejajar dengan lipatan kulit atau tampak vesikel seperti titik- titik

embun diatas daun bunga mawar (dew drop on a rose petal)

(Oxman, 2010).

Cairan vesikel cepat menjadi keruh disebabkan masuknya

sel radang sehingga pada hari ke 2 akan berubah menjadi

pustula. Lesi kemudian akan mengering yang diawali pada

bagian tengah sehingga terbentuk umbilikasi (delle) dan

akhirnya akan menjadi krusta dalam waktu yang bervariasi

antara 2-12 hari, kemudian krusta ini akan lepas dalam waktu 1-

3 minggu. Pada fase penyembuhan varicella jarang terbentuk

parut (scar), apabila tidak disertai dengan infeksi sekunder

bakterial (Frieden, 2012).

Varicella yang terjadi pada masa kehamilan, dapat

menyebabkan terjadinya varicella intrauterine ataupun varicella

neonatal. Varicella intrauterine, terjadi pada 20 minggu pertama

kehamilan, yang dapat menimbulkan kelainan kongenital seperti

kedua lengan dan tungkai mengalami atropi, kelainan neurologik

maupun ocular dan mental retardation. Sedangkan varicella

neonatal terjadi apabila seorang ibu mendapat varicella

(varicella maternal) kurang dari 5 hari sebelum atau 2 hari

sesudah melahirkan. Bayi akan terpapar dengan viremia

sekunder dari ibunya yang didapat dengan cara transplasental


19

tetapi bayi tersebut belum mendapat perlindungan antibodi

disebabkan tidak cukupnya waktu untuk terbentuknya antibodi

pada tubuh si ibu yang disebut transplasental antibodi (Oxman,

2010). Sebelum penggunaan Varicella Zoster Immunoglobulin

(VZIG), angka kematian varicella neonatal sekitar 30%, hal ini

disebabkan terjadinya pneumonia yang berat dan hepatitis yang

fulminan. Tetapi jika si ibu mendapat varicella dalam waktu 5 hari

atau lebih sebelum melahirkan, maka si ibu mempunyai waktu

yang cukup untuk membentuk dan mengedarkan antibodi yang

terbentuk (transplasental antibodi) sehingga neonatus jarang

menderita varicella yang berat (Odom, 2009).

3.6 Diagnosis Banding

Menurut Ramona (2008) bahwa diagnosis banding pada

varicella adalah:

1. Herpes simpleks diseminata.


2. Herpes zoster diseminata.
3. Impetigo.

3.7 Pemeriksaan Laboratorium

Untuk pemeriksaan Virus Varicella Zoster (VZV) dapat

dilakukan beberapa test yaitu :

1. Tzanck smear
a. Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih

baru, kemudian diwarnai dengan pewarnaan yaitu


20

hematoxylin-eosin, Giemsas, Wrights, toluidine blue

ataupun Papanicolaous. Dengan menggunakan mikroskop

cahaya akan dijumpai multinucleated giant cells.


b. Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%.
c. Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella

zoster dengan herpes simpleks virus (Mc Cary, 2011).

2. Direct Fluorescent Assay (DFA)

a. Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila

sudah berbentuk krusta pemeriksaan dengan DFA kurang

sensitif.
b. Hasil pemeriksaan cepat.
c. Membutuhkan mikroskop fluorescence.
d. Test ini dapat menemukan antigen virus varicella zoster.
e. Pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan

herpes simpleks virus (Lichenstein, 2012).

3. Polymerase Chain Reaction (PCR)

a. Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat

sensitif.
b. Dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis

preparat seperti scraping dasar vesikel dan apabila sudah

berbentuk krusta dapat juga digunakan sebagai preparat,

dan CSF.
c. Sensitifitasnya berkisar 97-100%.
d. Test ini dapat menemukan nucleic acid dari virus varicella

zoster (Harper, 2010).


21

4. Biopsi kulit

Hasil pemeriksaan histopatologis : tampak vesikel

intraepidermal dengan degenerasi sel epidermal dan

acantholysis. Pada dermis bagian atas dijumpai adanya

lymphocytic infiltrate (Sugito, 2013).

3.8 Penatalaksanaan

Pada anak imunokompeten, biasanya tidak diperlukan

pengobatan yang spesifik dan pengobatan yang diberikan

bersifat simtomatis yaitu :

a. Lesi masih berbentuk vesikel, dapat diberikan bedak agar

tidak mudah pecah.


b. Vesikel yang sudah pecah atau sudah terbentuk krusta,

dapat diberikan salap antibiotik untuk mencegah terjadinya

infeksi sekunder.
c. Dapat diberikan antipiretik dan analgetik, tetapi tidak boleh

golongan salisilat (aspirin) untuk menghindari terjadinya

terjadi sindrom Reye.


d. Kuku jari tangan harus dipotong untuk mencegah

terjadinya infeksi sekunder akibat garukan (Soedarmo,

2012).

Obat antivirus
22

a. Pemberian antivirus dapat mengurangi lama sakit,

keparahan dan waktu penyembuhan akan lebih singkat.


b. Pemberian antivirus sebaiknya dalam jangka waktu kurang

dari 48-72 jam setelah erupsi dikulit muncul.


c. Golongan antivirus yang dapat diberikan yaitu asiklovir,

valasiklovir dan famasiklovir.


d. Dosis anti virus (oral) untuk pengobatan varicella:
1. Anak (usia 2-12 tahun) : Asiklovir 4 x 20

mg/kgBB/hari/oral selama 5 hari (Harper, 2010).

3.9 Pencegahan

Tindakan pencegahan yang dapat diberikan yaitu :

1. Imunisasi pasif

a. Menggunakan VZIG (Varicella Zoster Immunoglobulin).


b. Pemberiannya dalam waktu 3 hari (kurang dari 96 jam)

setelah
c. terpajan VZV, pada anak-anak imunokompeten terbukti

mencegah
d. varicellla sedangkan pada anak imunokompromais

pemberian VZIG
e. dapat meringankan gejala varicella.
f. VZIG dapat diberikan pada yaitu :
1. Anak-anak yang berusia <15 tahun yang belum pernah

menderita varicella atau herpes zoster.


2. Usia pubertas >15 tahun yang belum pernah menderita

varicella atau herpes zoster dan tidak mempunyai

antibodi terhadap VZV.


23

3. Anak-anak yang menderita leukaemia atau lymphoma

yang belum pernah menderita varicella.


g. Dosis: 125 U/10 kg BB.
1. Dosis minimum: 125 U dan dosis maximal: 625 U.
h. Pemberian secara IM tidak diberikan IV
i. Perlindungan yang didapat bersifat sementara (Mehta,

2013).
2. Imunisasi aktif
a. Vaksinasinya menggunakan vaksin varicella virus (Oka

strain) dan kekebalan yang didapat dapat bertahan hingga

10 tahun.
b. Digunakan di Amerika sejak tahun 1995.
c. Daya proteksi melawan varicella berkisar antara 71-100%.
d. Vaksin efektif jika diberikan pada umur 1 tahun dan

direkomendasikan diberikan pada usia 1218 bulan.


e. Anak yang berusia 13 tahun yang tidak menderita

varicella direkomendasikan diberikan dosis tunggal dan

anak lebih tua diberikan dalam 2 dosis dengan jarak 4-8

minggu.
f. Pemberian secara subcutan.
g. Efek samping: dapat menimbulkan demam ataupun reaksi

lokal seperti ruam makulopapular atau vesikel, terjadi pada

3-5% anak-anak dan timbul 10-21 hari setelah pemberian

pada lokasi penyuntikan.


h. Vaksin varicella: varivax.
i. Tidak boleh diberikan pada wanita hamil karena dapat

menyebabkan terjadinya kongenital varicella (Sugito,

2013).

3.10 Komplikasi
24

Infeksi sekunder pada kulit yang disebabkan oleh bakteri,

scar, Pneumonia, Acute postinfeksius cerebellar ataxia da

encephalitis, Herpes zostes, Reye syndrome (Odom, 2009).

3.11 Prognosis

Varicella pada anak imunokompeten tanpa disertai

komplikasi prognosis biasanya sangat baik sedangkan pada anak

imunokompromais, angka morbiditas dan mortalitasnya

signifikan (Ramona, 2008).

Anda mungkin juga menyukai

  • SKP Mutia
    SKP Mutia
    Dokumen24 halaman
    SKP Mutia
    AzwarmuslimHasballahAmin
    Belum ada peringkat
  • Bab 3 MP Air Bersih
    Bab 3 MP Air Bersih
    Dokumen5 halaman
    Bab 3 MP Air Bersih
    AzwarmuslimHasballahAmin
    Belum ada peringkat
  • Dermatoterapi
    Dermatoterapi
    Dokumen35 halaman
    Dermatoterapi
    AzwarmuslimHasballahAmin
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen5 halaman
    Daftar Pustaka
    AzwarmuslimHasballahAmin
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen2 halaman
    Daftar Pustaka
    AzwarmuslimHasballahAmin
    Belum ada peringkat