Anda di halaman 1dari 10
OTo ere RHINO LARYNGOLOGICA INDONESIANA INDONESIAN JOURNAL OF OTORHINOLARYNGOLOGY - HEAD AND NECK SURGERY Vol. 40 No. 1 Tahun 2010, Official Publication of the Indonesian Otorhinolaryngological Head and Neck Surgery Society Antropometri telinga pada koreksi kelainan kongenital daun telinga mikrotia Respons antibodi IgA terhadap Epstein-Barr virus (EBV) pada keluarga penderita kanker nasofaring, Efek letusan senjata api ingan terhadap fungsi pendengaran pada siswa Diktuba Polri jubungan kadar superoksida dismutase dan body maxs index dengan respons radiasi penderita karsinoma nasofaring The advantages of external rhinoplasty approach Diagnosis dan penatalaksanaan karsinoma nasofaring pada anak Pola bakteri pada rinosinusitis maksila kronik: secara rinoskopi anterior, tuntunan nasoendoskopi dan aspirasi maksila Faktor-faktor risiko ri js akibat kerja oleh pajanan polusi udara pada polisi lalu lintas Efektivitas larutan cuct hidung air Ia steril pada penderita rinosinusitis kronis Uji diagnostik auditory steady-state response dalam mendeteksi gangguan pendengaran pada anak ISSN 0216-3667 OTORHINOLARYNGOLOGICA INDONESIANA DAFTAR ISI Dini Widiarni Margi Yati Soewito Abdul Kadir ‘Komang Nurada Mahardana Wayan Suardana Sagung Puteri Wayan Sudana rine Eka Meiyani \dji Rahaju Melania Soedarmi Marlinda Adham Murti Andriastuti Irwan Lisnawati ‘Yus Ukhrowiyah Wiro Sumitat Rus Suheryanto Pudji Rahaju Diah Yamini Darsika Made Tjekeg, Made Sudipta Luh Made Ratnawati Ika Dewi Mayangsari ‘Trimartani Ade Rahmy Sujuthi Abdul Qadar Punagi Muhammad Fadjar Perkasa Adeline Eva Ronny Suwento Semiramis Zizlavsky Wresti Indriatmi ‘Vol. 40. No.1 Tahun 2010 Antropometr telinga pada koreksi kelainan kongenital 18 daun telinga mikrotia Respons antibodi Igd terhadap Epstein-Barr virus (EBV) 9-16 pada keluarga penderita kanker nasofaring jek letsan senfaa api ringan terhadap fangsi pendengaran 17-23 ade siswa Diktuba Polri ‘Hubungan kadar superoksida dismutase dan body mass index 24-32 dengan respons radiasi penderita karsinoma nasofaring Diagnosis dan penatalaksanaan karsinoma nasofaring 33-42 pada anak Pola bakteri pada rinosinusitis maksila kronik: B49 secara rinoskopi anterior, tuntunan nasoendoskopi ddan aspirasi maksila Faktor-faktor risiko rinitis akibat kerja oleh pajanan 50-56 ‘polusi udara pada polisi lalu lintas The advantages of external rhinoplasty approach 57-64 Efektivitas larutan cuci hidung air laut steril pada penderita 65-72 rinosinusitis kronis Uji diagnostik auditory steady-state response 73-82 dalam mendeteksi gangguan pendengaran pada anak ORL! Vol. 40'No. | Tahun 2010 Respons antibodi [2A terhadap Epstein-Barr virus (EBV) joran Penelitian Respons antibodi IgA terhadap Epstein-Barr virus (EBV) pada keluarga penderita kanker nasofaring Margi Yati Soewito, Abdul Kadir, Eka Savitri, Burhanuddin Bahar Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassat - Indonesia ABSTRAK Latar belakang: Kanker nasofaring (KNF) mnerupakan keganasan epitelial dengan insiden tersering pads traktus aerodigesti bagian atas. KNF merupakan salah satu penyakit di bidang THT yang banyak -nendapatkan perhatian, kareng angka kematiannya yang relat tinggi. Gejala-gejala awal yang muncul ‘adak spesifik seperti gangguan pendengzran, ingus bereampur darah dan hidung tersumbat dan bahkan ada tanpa gejala sama sekali, Pemeriksaan deteksi dini KNF dikembangkan menggunakan dua macam sctigen sckaligus dalam satu sumuran, yatu bagian protein EBNA1 dan VCA-p18, yang berupa peptide tik yang dipilih dari epitop yang imunogenik. Tajuan: Mengetahui perbedaan kadar IgA (VCA -:1S-EBNA1) dalam serum pada keluarga penderita KNF dengan keluarga tanpa ada penderita ANF Metode: Jenis penelitian adalah cross sectional yang bersifat analitik observasional alah sampel 35 orang generasi pertama dan penderita KNF dan 12 kontrol yang tidak ada ~s.yat keluarga menderita KNF. Dilakukan pemeriksaan IgA (VCA-p18+EBNA1) dari serum keluarga penderita KNF dan kontrol secara ELISA di laboratoriumn biomolckuler UGM. Hasil: Aasar IgA (VCA-p18+EBNA1) pada keluarga penderita KNF yang positif'32 orang (91,4%) dan pace kontrol yang positif8 orang (66.7%). Kadar IgA (VCA-p18+EBNA1) pada keluarga penderita SF lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, yaitu 1.7 kali. Secara linear, terdapat korelasi 2 bermakna antara kadar IgA (VCA-p!8+EBNA]) pada keluarga penderita KNF dengan (p=0,040). Estimasi risiko mendapatkan kadar 1A (VCA-pI8+EBNAL) positif pada secopok keluarga KNF dan kontrol adalah $.3:1. Kesimpulan: Kadar antibodi terhadap EBV pada peculssi keluarga penderita KNF lebih tinggi daripada populasi kontrol dan mengindikasikan babwa ‘seuarzs penderita KNF merupakan kelompok risiko tinggi untuk terjadinya KNF Kass Kunci: keluarga penderita KNF, IgA (VCA-pI8+EBNA1), EBV aRSTRACT Background: Nasopharyngeal carcinoma (NPC) is an epithelial malignancy with the highest incidence a me acrer acrodigestive tract. The early sign of NPC is not specific such as hearing problems, blood same “sal discharge, nasal obstruction, and in some cases no early igms and symptoms. Our-studs't0 of KNF used two types of antigen in the same well which is protein fragments EBNA 1 and RE AS. + on the form of synthetic peptide selected from immunogenic epitope. Purposes To investigate ~ © of IgA (VCA-p18+EBNAI) level inthe serum between the family with nasopharyngeal secmms and control group. Method: Observational analytic cross-sectional study. The sample ORLI Vol. 40 No. 1 Tahun 2010 Respons antibodi IgA terhadap Epstein-Barr virus (EBV) was a group of 35 persons of the first generation of NPC family and the control group consisted of 12 persons who had no history of the cancer. IgA (VCA-p18+EBNAI) level was determined by ELISA method. Result: Positive IgA level were found in 32 persons (91.4%) in the family group and 8 persons (66.796) in control group. The level of lg in the family group was 1.7 times higher than control group. There was a significant linear correlation between the IgA (VCA-p18+EBNAI) level in the family group and the control group (p=0.040). The risk estimation signified an IgA (VCA-p18+EBNAI) level positive at both groups with a ratio of 5.3:1. Conclusién: The level of antibody against EBV in family of NPC patient's is higher than control group and this indicates thatthe family groups have a high risk to get the NPC. Key words: familial nasopharyngeal carcinoma, IgA (VCA-p18+EBNA1), EBV. Alamat korespondensi: Margi Yati Soewito, Bagian THT FK-UNHAS. 31. Perintis Kemerdekaan, KM 1] Tamalanrea, Makassar. E-mail: agisuwito@yahoo.co.id PENDAHULUAN Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan eganasan epitelial yang merupakan neoplasma dengan insiden tertinggi pada traktus aerodigestif| bagian atas. KNF merupakan salah satu keganasan dibidang Telinga Hidung Tenggorok (THT) yang ‘banyak mendapatkan perhatian, Karena angka kematiannya yang relatif tinggi. Secara global, didapat kira-kira 65.000 kasus bara dan 38.000 kematian per tahun.’ Di seluruh dunia, insiden tertinggi KNF terdapat di Cina Selatan, di mana KNF merupakan keganasan yang endemis pada ‘orang-orang Canton i provinsi Guangdong Cina, «dengan insiden 10-150 per 100.000 penduduk per tahun, dengan usia rata-rata 40-S0 tahun. Insiden sedang KNF terdapat pada penduduk di daerah Asia Selatan, termasuk di sini adalah ras melayu, yaitu Thailand, Vietnam, Malaysia, Singapura dan Indonesia dengan angka sekitar 5 sampai dengan 9/per 100.000 penduduk per tahun? Di Indonesia, KNF menduduki urutan ke-4 i antara semua penyakit kanker setelah kanker rahim, payudara dan kulit, dengan insiden sekitar 4,7 per 100.000 penduduk, Namun, seluruh Bagian THT yang ada di Indonesia mendudukkan KNF pada peringkat pertama penyakit kanker di 80%, sedangkan stadium Ill dan IV <40?%. Maka, upaya-upaya deteksi dini KNF sangat diperlukan dan upaya diagnostik, prognostik dan terapeutik sebaiknya ditekankan pada pola pendekatan biologi molekuler terhadap virus Eptein-Bare* Kadar Iga (VCA-pI8+EBNAI) pada keluarga penderita KNF di Makassar Hasil pemeriksaan kadar IgA (VCA- pI8+EBNAL) secara ELISA pada 35 keluarea penderita KNF dan 12 kontrol, didapatken pada keluarga penderita KNF yang positif 32 orang (91.4%) dan pada kontrol yang positif 8 orang (66,7%), dengan rata-rata0,9762 £0,79332 pada keluarga penderita KNF dan pada kelompok kontrol rata-rata 0,5844 = 0,35089, dapat dilihat bahwa kadar IgA (VCA-pI8+EBNA!) pada keluarga penderita KNF lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, yaitu 1.7 kali Walaupun secara statistik tidak terdapat pperbedaan yang bermakna antara kadarga(VCA- pI8+EBNA1) pada keluarga penderita KNF dengan Kontrol dengan nilai p=0,107 (p>0.05), nnamun secara linier terdapat korelasi yang bbermakna antara kadar IgA (VCA-pI8*EBNAI) ORLI Vol. 40 No. 1 Tahun 2010 Respons antibodi IgA terhadap Epstein-Barr virus (EBV) pada keluarga penderita KNF dengan kontrol (p0,040), Artinya semakin berada pada kelompok keluarga penderita KNF semakin berpeluang ‘mendapatkan hasil kadar IgA (VCA-p18+EBNA1) yang tinggi Jad selain faktor pajanan terhadap virus Epstein-Barr, faktor keluarga/genetik Jjuga berpengaruh terhadap tingginya kadar IgA (VCA-p18+EBNAL). Keluarga penderita KNF mempunyai risiko tertular virus Epstein-Barr lebih besar karena kontak dalam Keluarga dan ‘mempunyai kerentanan genetik memungkinkan adanya gen HLA suspectable menjadikan cenderung lebih mudah tertular oleh virus Epstein-Barr, Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian ini, sehingga kelompok keluarga penderits KNF mempunyairsiko lima kal lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Wai-Tong et al"! meneliti 929 sampel dari keluarga penderita KNF, didapatkan IgA VCA positif pada 84 orang dan dilakukan follow up 6-32 bulan temyata yang berkembang menjadi KNF sebanyak 9 orang (10,7%). Sedangkan Lo et «al, dari asil penelitiannya mendapatkan dari 66 ‘orang normal dengan IgA VCA positif difollow ‘up selama kurang dari empat tahun hanya 1 orang (2%) yang berkembang menjadi KNF. Analisis kadar IgA (VCA-p18+EBNA|) pada {luarga penderita KNF dan kontrol dibandingkan <éengan tt potong Yogyakarta terlihat bahwa ada perbedaan yang sangat bermakna pada keluarga penderita KNF dengan nilai p0,000 (p<0,005), tetapi pada kelompok kontrol ternyata juga terdapat perbedaan yang bermakna dengan nil 70,042 (p~—0,005). Kadar IgA (VCA-p18+EBNA1) yang lebih ari titi potong pada kelompok kontrol sangat ‘mungkin disebabkan oleh jumlah sampel yang [cil sclain it faktor pajanan terhadap virus EBV. [Lebih dari 90% populasi dunia terekspos oleh EBV yang ditularkan melalui saliva, sebagian besar ‘akan terinfeksi EBV tanpa implikasiklinis yang serius, sementara pada sebagian kecil orang virus EBV dapat bereaktivasi dan berkembang menjadi ‘tumor di kemudian hari. Hal ini bergantung pada faktor genetik dan lingkungan.” Selanjutnya yang perlu digaris-bawahi adalah kadar antibodi terhadap EBV pada populasi keluarga penderita KNF lebih tinggi daripada populasi kontrol. ‘Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kadar antibodi tethadap EBV pada populasi keluarga penderita KNF lebih tinggi daripada populasi kontrol, dan keluarga penderita KNF merupakan kelompok risiko tinggi untuk terjadinya KNF, schingga penting dilakukan program skrining dan deteksi dini bagi keluarga penderita KNF, DARTAR PUSTAKA. 1. Chan JKC, Bray F, MeCarton P. Nashopharyngesl acinoma In: Leon Barnes, ed. Patlogy & geneties head and neck tumour, WHO classification of tumours. yon: JARCPres; 2005p. 85-7 2. Cheng H. Nasopharyngeal cancer and the Southeast ‘Asian patient Am Fam Physic 2001; 63:1776-82, 3, Susworo R. Kanker nasofaring epidemiologi dan pengobatan mutakhir.Cermin Dunia Kedokteran 2004; 144168. 4 Kuhuwael FG. Aspek Klins karsinoma nasofiring 4 RSU Dadi dan RS Wahidin Sudirohusodo tahun 1990-1999, Perteruan Tish Berkala XV. Makassar: Fakaltas Kedokteran UNHAS; 2001. 5. Punagi AQ, Savitri E, Profi karsinoma nasofring 6 RS Pendidikan FK UNHAS Prioe Januari 2004Juni2007 ‘Makassar: Fakultas Kedokieran UNHAS; 2007.15 6, Kwong DLW, Sham JST, Au GKH, Chua DTT, Kwong PWK, Cheng ACK, etal. Concurrent and adjuvant chemoterapy for nasophargeal carcinoma: factorial study. Clin Oncol 2004; 2:2683-53, 7. Thomson MP, Kurzrock R. Epstein-Barr virus and cancer. Rey Clin Cancer Res 2004; 10:803-21 8. Zeng Y, Zhang LG, Wu YC, Huang YS, LiJ¥, Wang YB, eal. Prospective studies on nasopharyngeal in Epstein-Bar virus IgA/VCA antibody postive persons in Wuzhou City, China Int} Cancer 1985; 36:545-7, 9. Fochroh J Paramita DK, Hariwiyant B, arid A, Dalla HL, Inrasar SR, et, Single-assay combination of Epstein-Barr virus (EBV) EBNA\ and viral capsid antigen-pI8-erived syntetie peptides for measuring ant-EBV Immunoglobulin G (IgG) and IgA Antibody Levels in Sera fom nasopharyngeal carcinoma patients options for field screening. J Clin Microbiol 2006; 444) 1459.67. ORLI Vol. 40 No. 1 Tahun 2010 Respons antibodi IgA terhadap Epstei }-Barr virus (EBV) 10. W 12, 3B. 14, Zhang F, Zhang J. Clinical hereditary characteristics in nasopharyngeal carcinoma through Ye-Liang’s family cluster. Chin Med J Engl 1999; 112(2):185-7, Wai-Tong Ng, Tsz KY, Yung RWH, Sze WM, Tsang AHL, Law ALY, et al. Sereening for family members ‘of patients with nasopharyngeal carcinoma. IntJ Cancer 2005; 113:998-1001. Punagi AQ. Analisis polimorfisme gen VEGF pada gambaran klinis dan histopatologi karsinoma nasofaring, Disertasi, Makassar: Program Doktor FK UNHAS; 2008, Savitri Eka. Ekspresi interieukin-8,interleukin-10 dan viral load Epstein-Barr sebagai indikator prognostik pada kanker nasofaring. Disertasi. Makassar: Progam Doktor FK UNHAS; 2008. Fransiska TBA. Akurasi hasil pemeriksaan biopsi Jarum halus secara endoskopik tersangka karsinoma 15, 18 nasofarng, Tesis, Makassar: Bagian THT FK UNHAS; 204 Perkasa MF. Akurasi hasil pemeriksaan “brush biopsy” secara endoskopik pada tersangka karsinoma nasofaring. esis. Makassar: Bagian THT FK UNHAS; 2008. Tay WL, Tan PH, Yip GWC, et al. Nasopharyngeal carcinoma: an enimatic tumor. Ann Rev Biomed Sci 2008; 10:27-35. Chan ATC, Teo PML, Johnson PJ. Nasopharyngeal cancer. In: Rosen St, Bruce Brockstein, eds. Cancer treatment and research, head and neck cancer. New York: Kluwer Academic Publisher; 2004. p. 275-7. Lo S, Wai KH, Wei WL. Outcome of patients with Positive Epstein-Barr virus serologic status in the absence of nasopharyngeal carcinoma in Hong Kong, ‘Arch Otolaryngol Head Neck Surg 2004; 130:770-2.

Anda mungkin juga menyukai