1. Trigeminal neuralgia
2. Paralisis nervus fasialis
Trigeminal neuralgia
Ringkasan
Trigeminal neuralgia (Nyeri Wajah) ditandai oleh episode singkat nyeri wajah yang kuat,
menusuk, seperti aliran listrik. Episode ini terjadi secara spontan atau dapat dipicu oleh sentuhan
ringan, gerakan mengunyah, atau perubahan suhu (contohnya dingin). Nyeri sangat singkat
sehingga bisa melumpuhkan sama sekali. Sebagai tambahan, kehilangan berat badan adalah
umum karena pemicu oral mencegah seseorang yang terkena makan cukup untuk menjaga
nutrisi yang cukup.
Bentuk yang kurang umum, disebut Atipikal Trigeminal Neuralgia", mengakibatkan nyeri
yang kurang singkat, konstan, rasa terbakar atau sakit yang membosankan, kadangkala dengan
tusukan seperti aliran listrik.
Penyebab
Penyebab kondisi ini adalah iritasi syaraf cranial kelima (syaraf Trigeminal) yang bertanggung
jawab untuk memberikan sensasi wajah. Iritasi ini kadangkala disebabkan oleh tumor jinak atau
sklerosis multiple, atau yang biasanya dapat dideteksi dengan MRI otak kualitas tinggi.
Pada kasus-kasus besar, bagaimanapun juga, penggambaran otak tidak dapat menunjukkan
penyebab iritasi syaraf. Pada kasus demikian pembuluh kecil (biasanya arteri tetapi kadangkala
vena) seringkali ditemukan saat operasi menekan akar zona masuk syaraf Trigeminal pada
batang otak.
Gejala
Nyeri, yang datang dan pergi, terasa seperti ledakan tajam, menusuk, aliran listrik yang
melibatkan pipi, hidung, bibir atas atau rahang. Pada hamper semua kasus (lebih dari 95%),
nyeri terbatas pada satu sisi wajah Anda. Nyeri ini dapat bertahan dari beberapa detik hingga
beberapa menit. Aktivitas harian umum seperti makan, minum atau menyikat gigi dapat
membawa nyeri.
Terapi pertama terdiri dari obat-obatan seperti Karbamazepin dan Gabapetin. Pada sebagian
besar kasus, pengobatan medis efektif.
Jika pengobatan medis gagal atau terbatas oleh efek samping yang signifikan, kami memiliki
pilihan operasi yang baik untuk pasien dengan trigeminal neuralgia.Operasi biasanya tidak
efektif untuk atipikal trigeminal.
Pilihan Operasi
Operasi Pisau Gamma contohnya pengobatan radiasi dilakukan tanpa membuka tengkorak,
menggunakan sinar gamma yang kuat ditujukan pada akar syaraf Trigeminal, telah dilakukan
akhir-akhir ini. Namun data perbandingan jangka panjang yang dilaporkan untuk prosedur
lainnya kurang. Laporan sejauh ini menyatakan 50-90% penurunan nyeri baik dan 10-50%
cukup. Tidak ada data patologi tersedia sehubungan dengan efek menengah dan jangka panjang
radiasi dosis tinggi (70-90 gy) pada syaraf yang berdekatan dengan batang otak.
Pasien lebih tua (usia >65-70 tahun) memiliki resiko komplikasi bedah meningkat. Tetapi karena
harapan hidup keseluruhan lebih pendek, mereka mungkin membutuhkan lebih sedikit
pengulangan prosedur perkutan dengan kurang bertumpuknya gejala sisa denervasi. Penyakit
terkait penting seperti Chronic Obstructive Pulmonary Disease Fpenyakit jantung koroner dan
diabetik (diabetes mellitus) juga meningkatkan resiko operasi besar tersebut
LAMAN BARU
Neuralgia trigeminal, juga dikenal dengan nama prosopalgia[1] atau penyakit Fothergill,[2]
adalah penyakit saraf yang dicirikan oleh rasa nyeri hebat pada wajah, berasal dari saraf
trigeminus. Penyakit ini merupakan salah satu kondisi paling menyakitkan yang diketahui
manusia.[3] Menurut perkiraan, 1 dari 15.000 atau 20.000 orang menderita penyakit ini, walaupun
angka sesungguhnya mungkin sangat lebih tinggi akibat seringnya salah diagnosis. Pada
sebagian kasus, gejala penyakit ini mulai timbul setelah usia 50, walaupun ada pula sejumlah
kasus dengan penderita berusia muda seperti tiga tahun. Penyakit ini lebih umum diderita
perempuan daripada laki-laki.[4]
Saraf trigeminus merupakan sebuah saraf kranial berpasangan yang memiliki tiga cabang utama:
saraf oftalmik (V1), saraf maksila (V2), dan saraf mandibular (V3). Setidaknya salah satu cabang
saraf ini dipengaruhi oleh neuralgia trigeminal. Sebanyak 10-12% kasus bersifat bilateral (terjadi
pada sisi kanan maupun kiri wajah). Neuralgia trigeminal paling sering melibatkan cabang
tengah (saraf maksila atau V2) dan cabang bawah (saraf mandibular atau V3) saraf trigeminal,[5]
namun rasa nyerinya dapat timbul di telinga, mata, bibir, hidung, kulit kepala, dahi, pipi, gigi,
atau rahang dan sisi wajah.
Penyakit ini tidak mudah dikendalikan namun dapat ditangani dengan sejumlah cara pengobatan.
[6]
Neuralgia trigeminal
Klasifikasi dan rujukan eksternal
Saraf trigeminus dan tiga pembagian utamanya (diwarnai kuning): saraf oftalmik (V1),
saraf maksila (V2), dan saraf mandibular (V3)
I. PENDAHULUAN
Neuralgia trigeminal terdiri atas dua kata; Neuralgia berasal dari bahasa Yunani; yaitu
awalan "neuro-"yang berarti terkait dengan saraf, dan akhiran "-algia" yang berarti nyeri. Yang
mana definisi nyeri menurut Association for the Study of Pain (IASP) has gained widespread
acceptance (Merskey et al., 1979) adalah "Suatu pengalaman emosional atau sensorik yang
dihubungkan dengan jejas jaringan yang benar-benar atau kemungkinan terjadi.(9)
Umumnya nyeri terbahagi kepada dua tipe, yaitu nyeri nociceptive dan nyeri non-
nociceptive. Nyeri nociceptive adalah nyeri yang berhubungan dengan jaringan yang rusak,
akibat daripada aktivasi atau sensitasi pada receptor nociceptor di perifer. Nyeri nociceptive
terbahagi lagi kepada nyeri somatic dan nyeri viscera, yang mana mampu dibedakan melalui
kualiti suatu nyeri dan manifestasinya.(12)
Nyeri non-nociceptive pula dibahagikan juga kepada nyeri neuropatic dan nyeri
idiopathic. Nyeri neuropathic adalah primer akibat rusaknya struktur pada neural samada pada
system saraf perifer atau sistem saraf pusat. Nyeri idiopathic atau nyeri psychogenic adalah lebih
luas penggunaannya dalam mendiagnoasa suatu nyeri.(12)
Neuralgia trigeminal adalah kelainan yang ditandai oleh serangan nyeri berat paroksismal
dan singkat dalam cakupan persarafan satu atau lebih cabang nervus trigeminus, biasanya tanpa
bukti penyakit saraf organik. Penyakit ini menyebabkan nyeri wajah yang berat. Penyakit ini juga
dikenal sebagai tic doulourex atau sindrom.(2)
Neuralgia pada penyakit ini disertai dengan nyeri yang berat dan menusuk pada rahang dan
wajah, biasanya pada satu sisi dari rahang atau pipi, yang biasanya terjadi dalam beberapa detik.
Dan nyerinya selalunya unilateral dan mengikuti distribusi sensoris dari nervus kranial V, khas
mengenai daerah maksila (V.2) atau mandibula (V.3). Pemeriksaan fisis biasanya dapat
mengeliminasi diagnosa alternatif. Tanda dari disfungsi nervus kranialis atau abnormalitas
neurologis yang lain menyingkirkan diagnosis dari neuralgia trigeminal idiopatik. dan mungkin
menandakan nyeri sekunder yang dirasakan akibat lesi struktural.(2, 3)
Nervus trigeminus adalah saraf otak motorik dan sensorik. Serabut motoriknya
mempersarafi muskulus maseter, temporalis, pterigoideus internus et eksternus, tensor timpani,
omohioideus dan bagian anterior muskulus digastrikus
Cabang pertama N.V. ialah cabang oftalmikus. Ia menghantarkan impuls protopatik dari
bola mata serta rung orbita, kulit dahi sampai vertex. Impuls sekretomotorik dihantarkan ke
glandula lakrimalis. Serabut-serabut dari dahi menyusun nervus frontalis. Ia masuk melalui
ruang orbita melalui foramen supraorbitale. Serabut-serabut dari bola mata dan rongga hidung
bergabung menjadi seberkas saraf yang dikenal sebagai nervus nasosiliaris. Berkas saraf yang
menuju ke glandula lakrimalis dikenal sebagai nervus lakrimalis. Ketiga berkas saraf, yakni
nervus frontali, nervus nasosiliaris dan nervus lakrimalis saling mendekat pada fisura orbitalis
superior dan di belakang fisura tersebut bergabung menjadi cabang I N.V. (nervus oftalmikus).
Cabang tersebut menembus duramater dan melanjutkan perjalanan di dalam dinding sinus
kavernosus. Pada samping prosesus klinoideus posterior ia keluar dari dinding tersebut dan
berakhir di ganglion Gasseri. Di dekatnya terdapat arteri facialis (4)
Cabang kedua ialah cabang maksilaris yang hanya tersusun oleh serabut-serabut
somatosensorik yang menghantarkan impuls protopatik dari pipi, kelopak mata bagian bawah,
bibir atas, hidung dan sebagian rongga hidung, geligi rahang atas, ruang nasofarings, sinus
maksilaris, palatum molle dan atap rongga mulut. Serabut-serabut sensorik masuk ke dalam os.
maksilaris melalui foramen infraorbitalis. Berkas saraf ini dinamakan nervus infraorbialis. Saraf-
saraf dari mukosa cavum nasi dan rahang atas serta geligi atas juga bergabung dalam saraf ini
dan setelahnya disebut nervus maksilaris, cabang II N.V. Ia masuk ke dalam rongga tengkorak
melalui foramen rotundum kemudian menembus duramater untuk berjalan di dalanm dinding
sinus kavernosus dan berakhir di ganglion Gasseri. Cabang maksilar nervus V juga menerima
serabut-serabut sensorik yang berasal dari dura fossa crania media dan fossa pterigopalatinum.(4)
Cabang mandibularis (cabang III N.V. tersusun oleh serabut somatomotorik dan sensorik
serta sekretomotorik (parasimpatetik). Serabut-serabut somatomotorik muncul dari daerah lateral
pons menggabungkan diri dengan berkas serabut sensorik yang dinamakan cabang mandibular
ganglion gasseri. Secara eferen, cabang mandibular keluar dari ruang intracranial melalui
foramen ovale dan tiba di fossa infratemporalis. Di situ nervus meningea media (sensorik) yang
mempersarafi meninges menggabungkan diri pada pangkal cabang madibular. Di bagian depan
fossa infratemporalis, cabang III N.V. bercabang dua.
Yang satu terletak lebih belakang dari yang lain. Cabang belakang merupakan pangkal dari saraf
aferen dari kulit daun telinga (nervus aurikulotemporalis), kulit yang menutupi rahang bawah,
III. EPIDEMIOLOGI
Tidak ada studi sistematik mengenai prevalensi dari neuralgia trigeminal, namun suatu
kutipan yang diperkirakan diterbitkan pada tahun 1968 mengatakan bahwa prevalensi dari
neuralgia trigeminal mendekati 15,5 per 100.000 orang di United States. Sumber lain
mengatakan bahwa insiden tahunannya adalah 4-5 per 100.000 orang, dimana menandakan
tingginya prevalensi. Di beberapa tempat, penyakit ini jarang ditemukan. Onsetnya usia diatas 40
tahun pada 90% penderita. Neuralgia trigeminal sedikit lebih umum terjadi pada perempuan
dibandingkan dengan laki-laki. Penyakit ini lebih sering terjadi pada sisi kanan wajah
dibandingkan dengan sisi kiri (rasio 3:2), (2, 3)
Penyakit ini lebih sering terjadi pada perempuan dan biasanya timbul setelah umur 50
tahun, jarang setelah umur 70 tahun. Insiden familial sedikit lebih tinggi (2%) dibanding insiden
sporadik. Faktor resiko epidemiologis (umur, ras, kebiasaan merokok dan minum alkohol)
diperkirakan penting dalam hubungannya dengan apakah wajah atas atau wajah bawah yang
terkena. Perbandingan frekuensi antara laki-laki dan perempuan adalah 2:3, sedangkan
perkembangan dari neuralgia trigeminal pada usia muda dihubungkan dengan kemungkinan dari
multiple sklerosis. Neuralgia trigeminal yang idiopatik khas terjadi pada dekade kelima
kehidupan, tapi dapat pula terjadi pada semua umur, sedangkan simptomatik atau neuralgia
trigeminal sekunder cenderung terjadi pada pasien yang lebih muda.(3)
IV. ETIOLOGI
Etiologi trigeminal neuralgia (TN) dapat berupa pusat, perifer, atau keduanya. Saraf
trigeminal (saraf kranial V) bisa menyebabkan nyeri, karena fungsi utama adalah sensorik.
Biasanya, tidak ada lesi struktural hadir (85%), meskipun banyak peneliti setuju bahwa kompresi
pembuluh darah, biasanya vena atau loop arteri di pintu masuk ke saraf trigeminal pons, sangat
penting untuk patogenesis berbagai idiopatik. Ini hasil kompresi dalam demielinasi saraf
trigeminal fokus. Etiologi idiopatik diberi label secara default dan kemudian dikategorikan
sebagai trigeminal neuralgia klasik. (10)
Aneurisma, tumor, peradangan meningeal kronis, atau lesi lainnya dapat mengiritasi akar
saraf trigeminal sepanjang pons bisa juga menyebabkan gejala neuralgia trigeminal. Vaskular
yang abnormal dari arteri serebelum superior sering disebut sebagai penyebabnya. Lesi dari zona
masuknya akar trigeminal dalam pons dapat menyebabkan sindrom nyeri yang sama.(10)
Serangan nyerinya tidak dapat diperkirakan; karena nyeri dapat dicetuskan oleh aktivitas
sehari-hari yang biasanya tidak menimbulkan nyeri (seperti menyisir rambut, mengunyah
makanan, menggosok gigi, atau bahkan saat terkena hembusan angin). Dikenal pula istilah
trigger zone, yaitu daerah yang sering menjadi awal bermulanya neuralgia; yang terletak di
sekitar daerah sekitar hidung dan mulut. (10)
VI. DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis neuralgia trigeminal, IHS (International Headache Society)
menetapkan kriteria diagnostik untuk neuralgia trigeminal sebagai berikut: (11)
1. Serangan nyeri paroksismal yang bertahan selama beberapa detik sampai 2 menit,
mengenai satu atau lebih daerah persarafan cabang saraf trigeminal.
Neuralgia trigeminal hendaknya memenuhi seluruh kriteria tersebut; minimal kriteria 1, 2, dan 3.
(11)
Pada neuralgia trigeminal seringkali tidak ditemukan berkurangnya sensibilitas tetapi dapat
ditemukan penumpulan rangsang raba atau hilangnya refleks kornea walaupun jarang. Serangan
yang timbul dapat mengurangi nafsu makan, rekurensi dalam jangka lama dapat menyebabkan
kehilangan berat badan, depresi hingga bunuh diri. Untungnya, serangan biasa berhenti pada
malam hari, walaupun pasien dapat juga terbangun dari tidur akibat serangan. Remisi dari rasa
sakit selamam berminggu-minggu hingga berbulan-bulan merupakan tanda dari penyakit tahap
awal.(1)
Tidak ada uji spesifik dan definitif untuk neuralgia trigeminal. Pemeriksaan radiologis
seperti CT scan dan MRI atau pengukuran elektrofisiologis periode laten kedipan dan refleks
rahang dikombinasikan dengan elketromiografi masseter dapat digunakan untuk membedakan
kasus-kasus simtomatik akibat gangguan struktural dari kasus idiopatik.(1,2)
Pemeriksaan tambahan baru diperlukan kalau ada keluhan neuralgia trigeminal pada orang-
orang muda; karena biasanya ada penyebab lain yang tersembunyi. Itu pun perannya terbatas
untuk eliminasi. Pemeriksaan yang dapat dilakukan: Rontgen TMJ (temporomandibular joint)
dan MRI otak (untuk menyingkirkan tumor otak dan multiple sclerosis).(10)
Pengukuran potensial somatosensorik yang timbul setelah perangsangan nervus trigeminus
dapat juga digunakan untuk menentukan kasus yang disebabkan oleh ektasis arteri sehingga
dapat ditangani dengan dekompresi operatif badan saraf pada fossa posterior.(1)
Penyakit
Faktor yang
Diagnosis Karakteristi yang
Persebaran Meringankan/ Tata Laksana
Banding k Klinis Dihubungka
Memperburuk
n
Neuralgia Daerah Laki- laki/ Titik-titik rangsang Idiopatik Carbamazepine
Trigeminal persarafan perempuan = sentuh, Skeloris Phenytoin
cabang II 1:3, mengunyah, multipel pada Gabapentin
dan III Lebih dari 50 senyum, bicara, dewasa muda Injeksi alkohol
nervus tahun, dan menguap Kelainan Koagulasi atau
trigeminus, Paroksismal pembuluh dekompresi
unilateral (10-30 detik), darah bedah
nyeri bersifat Tumor nervus
menusuk- V
nusuk atau
sensasi
terbakar,
persisten
selama
berminggu-
minggu atau
lebih,
Ada titik-titik
A. Medikamentosa
Table (13)
Dose
Side Target daily
Drugs eficiency Initial dose increment
effect dose
s
carbamazepin +++ +++ 100 mg 2x1 50-100 mg 400-1000
First line perhari setiap 2-4 mg
hari
oxcarbazepin +++* ++ 300mg 2x1 600 mg 600-2400
perhari setiap 1 mg
minggu
Gabapentin ++* ++ 300 mg 1x1 300 mg 900-2400
Second line
perhari setiap 3 mg
hari
baclofen ++* +++ 10 mg 3x1 10 mg 50-60 mg
perhari setiap hari
Obat yang paling efektif adalah karbamazepin (tegretol) 100-200 mg 3-4X sehari
tergantung toleransi. Dan jika nyeri masih ada maka diberika penambahan dosis 50-100 mg
setiap hari ke 2-4, dan dosis maksimal 1 gr perhari, suatu antikonvulsan, efektif pada kebanyakan
kasus tetapi menyebabkan rasa pusing dan mual pada beberapa pasien sedangkan pada pasien
lain timbul ruam pada kulit dan leucopenia sehingga terpaksa dihentikan. Setelah beberapa
minggu atau bulan pemberian, obat dapat dihentikan tetapi harus diberikan lagi jika nyeri
berulang, jika setelah penggunaan jangka panjang (6 bulan) dan keberhasilan obat turun 50 %
maka dosis harus di turunkan secara perlahan jika memungkinkan dapat langsung di hentikan.
(1,13)
B. Non-medikamentosa
Diberikan jika pasien sudah tidak dapat berespons dengan obat-obatan ataupun pasien yang
perlahan-lahan mulai memperlihatkan gejala resistansi dengan terapi obat.(11)
I. Injeksi
Jika nyeri terbatas pada daerah persebaran saraf supraorbital dan infraorbital, injeksi alkohol
atau fenol seringkali dapat memberikan kelegaan yang bertahan berbulan-bulan hingga menahun.
Setelah itu, injeksi harus diulang jika nyeri rekuren. Sayangnya, injeksi berikutnya lebih sulit
dilakukan akibat sikatriks yang timbul akibat injeksi sebelumnya. Walaupun begitu, terapi injeksi
cukup berguna untuk menghindari operasi selama beberapa waktu dan pada waktu bersamaan
membiasakan pasien dengan efek samping yang tidak terhindarkan yang dapat ditimbulkan oleh
operasi, utamanya hilang rasa.(1,6)
II. Operatif
Operasi klasik untuk penyakit ini bertujuan membagi ganglion sensorik nervus trigeminus
yang terletak proksimal dari ganglion Gasseri pada fossa crania medialis. Ganglion motorik tetap
tidak mendapat intervensi dan dengan menyisakan serabut saraf bagian atas, pasien tetap dapat
merasa pada daerah yang dipersarafi cabang I. sehingga serabut saraf sensorik kornea dan reflex
kornea tetap normal. Rasa nyeri dan raba akan hilang selamanya pada daerah yang dipersarafi
serabut saraf yang diinsisi. Jika saraf perifer diinsisi di distal ganglion Gasseri, dapat terjadi
regenerasi sehingga nyeri muncul lagi. Cabang sensorik juga dapat dibagi di dalam fossa kranial
posterior di mana serabut tersebut bergabung dengan pons. Dengan pendekatan yang serupa,
tractus medulla desendens nervus trigeminus dapat dipotong pada medulla. Karena traktus ini
hany mengandung serabut saraf nyeri, sensasi sentuh tetap dipertahankan. Tractotomi jauh lebih
berbahaya dengan hasil tidak pasti disbanding pembelahan cabang sensorik sehingga biasanya
dilakukan hanya pada kondisi-kondisi tertentu seperti jika nyeri terbatas pada nervus
supraorbitalis dan reflex kornea ingin dipertahankan, atau terdapat keterlibatan bilateral dan
cabang motorik ingin dipastikan bertahan.(6)
Gambar 3: Gambar operasi dekompresi mikrovascular
Definisi
Kelumpuhan nervus fasialis (N. VII) adalah kelumpuhan otot-otot wajah, sehingga wajah pasien
tampak tidak simetris pada waktu berbicara dan berekspresi. Hanya merupakan gejala sehingga
harus dicari penyebab dan derajat kelumpuhannya untuk menentukan terapi dan prognosis.
Etiologi
Kongenital, infeksi (infeksi telinga tengah, infeksi intrakranial), tumor (tumor intrakranial atau
ekstrakranial), trauma kepala, gangguan pembuluh darah (trombosis arteri karotis, arteri
maksilaris, dan arteri serebri media), dan idiopatik (Bells palsy).
Diagnosis Banding
Penyakit kongenital (sindrom Mobius), infeksi (sindrom Ramsay-Hunt, herpes zoster oticus),
trauma tulang temporal, lesi vaskular (aneurisma, trombosis), neoplasma (neuroma akustik,
meningioma), dan idiopatik.
Manifestasi Klinis
o Gejala kelumpuhan intratemporal tergantung dari letak lesi, dapat ditemukan kelumpuhan otot-
otot wajah/muka, lagoftalmus, ada/tidaknya air mata pada sisi lesi, gangguan pengecap,
hiperakusis, gejala neurologis pada lesi nuklear.
o Gejala kelumpuhan ekstratemporal biasanya karena gangguan pada kelenjar parotis, seperti
trauma, radang, dan tumor.
Pemeriksaan Penunjang
Penatalaksanaan
Bila gangguan hantaran ringan dan fungsi motor masih baik, terapi ditujukan untuk
menghilangkan edema saraf dengan memakai obat-obatan anti edema/kortikosteroid, vasodilator,
dan neurotonik serta fisioterapi.
Bila gangguan hantaran berat atau sudah terjadi denervasi total, harus segera dilakukan tindakan
operatif dengan teknik dekompresi N. VII transmastoid.
Paralisis nervus fasialis adalah suatu kelumpuhan nervus fasialis yang dapat disebabkan oleh
adanya kerusakan pada akson, sel-sel schwan dan selubung mielin yang dapat mengakibatkan
kerusakan saraf otak. Paralisis ini dapat menetap atau sementara tergantung kepada penyebab
dan sifat kerusakan yang terjadi. Kelumpuhan dari nervus fasialis ini dapat terjadi di bagian
supranuklear, nuklear dan infranuklear ( perifer ). Perbedaan lokasi kerusakan saraf fasialis dapat
rnenirnbulkan gejala yang berbeda. Etiologi paralists nervus fasialis dapat disebabkan olen
penyakit dan trauma, dan dibidang kedokteran gigi dapat disebabkan oleh komplikasi sesudah
penyuntikan anestesi pada waktu pencabutan gigi, adanya infeksi didaerah mulut dan trauma
pada waktu operasi sendi temporomandibula, operasi glandula parotis dan fraktur pada ramus
mandibula. Perawatan yang dilakukan pada penderita ini adalah istirahat, fisioterapi, pernberian
obat-obatan dan operasi.
LAMAN BARU
I.PENDAHULUAN
Parese nervus fasialis perifer merupakan kelemahan jenis lower motor neuron yang
terjadi bila nukleus atau serabut distal nervus fasialis terganggu, yang
menyebabkan kelemahan otot wajah.1 Parese nervus facialis biasanya mengarah
pada suatu lesi nervus fasialis ipsilateral atau dapat pula disebabkan lesi nukleus
fasialis ipsilateral pada pons.2
Inti motorik nervus fasialis terletak dipons. Serabut mengintari inti nervus abdusen,
dan kelenjar di bagian lateral pons. Nervus intermedius keluar di permukaan lateral
pons diantara nervus fasialis dan nervus vestibukoklearis. Nervus fasialis bersama
dengan nervus intermedius dan nervus vestibulokoklearis kemudian memasuki
meatus akusticus internus. Di sini nervus facialis bersatu dengan nervus
intermedius dan menjadi satu berkas yang berjalan di dalam kanalis facialis dan
kemudian masuk ke dalam os mastoid. Ia keluar dari tulang tengkorak melalui
foramen stilomastoideum , dan bercabang untuk mempersarafi otot-otot wajah.1
III. ETIOPATOGENESIS
Parese nervus fasialis timbul karena berbagai etiologi dengan proses patogenesis
yang bervariasi, yaitu :
1.Trauma
Parese nervus fasialis bisa terjadi karena trauma kepala, terutama jika terjadi
fraktur basis cranii, khususnya bila terjadi fraktur longitudinal. Selain itu luka tusuk,
luka tembak serta penekanan forsep saat lahir juga bisa menjadi penyebab. Nervus
fasialis pun dapat cedera pada operasi mastoid, operasi neuroma akusik atau
neuralgia trigeminal dan operasi kelenjar parotis.3
2.Tumor
Tumor yang bermetastasis ke tulang temporal merupakan penyebab yang paling
sering ditemukan. Biasanya berasal dari tumor payudara, paru-paru, dan prostat.
Juga dilaporkan bahwa penyebaran langsung dari tumor regional dan sel schwann,
kista dan tumor ganas maupun jinak dari kelenjar parotis bisa menginvasi cabang
akhir dari nervus fasialis yang berdampak sebagai bermacam-macam tingkat
kelumpuhan. Pada kasus yang sangat jarang, karena pelebaran aneurisma arteri
karotis dapat mengganggu fungsi motorik nervus fasialis secara ipsilateral.4
3. Paralisis nervus fasialis perifer telah dijelaskan dalam banyak kasus embriopati
talidomid..Larutan antiseptic kloroseksol yang banyak digunakan dalam pasta
elektroda dan berbagai krim kulit, telah dilaporkan bahwa dapat menyebabkan
paralisis fasialis yang tiba-tiba.Ingesti etilenglikol, baik dalam percobaan bunuh diri
maupun mabuk, dapat mengakibatkan kelemahan fasial tipe perifer, baik permanen
ataupun temporer.4
4. Kongenital
Parese nervus fasialis bilateral kadang merupakan kelainan congenital yang
kemungkinan terjadi karena adanya gangguan perkembangan nervus fasialis dan
seringkali bersamaan dengan kelemahan okular (sindrom Moibeus).5
5.Bells Palsy
Parese Bell merupakan lesi nervus fasialis yang tidak diketahui penyebabnya atau
6.Penyakti-penyakit tertentu
Parese fasialis perifer dapat terjadi pada penyakit-penyakit tertentu, misalnya DM,
hepertensi berat, anestesi local pada pencabutan gigi, infeksi telinga tengah,
sindrom Guillian Barre.6
V.DIAGNOSA BANDING
Lesi kortikal pada lesi ini dapat ditemukan keterlibatan tanda kortikal dan tanpa
adanya gangguan pada otot dahi dan kelopak mata atas ini disebut sebagai lesi
supranuklear. Dan lagi, kelemahan pada lesi perifer adalah sama dalam setiap jenis
pergerakan, sementara pada lesi supranuklear dapat timbul perbedaan antara
pergerakan volunter dan ekspresi emosional. Pergerakan volunter dapat lebih
meningkat ataupun menurun dibandingkan pada saat pasien tersenyum atau
tertawa.
Myasthenia Gravis, adalah satu cara untuk membedakannya dengan parese fasialis
adalah bahwa myasthenia gravis memberikan respon terhadap injeksi tensilon atau
neostigmin.
2. Masase otot yang lumpuh. Pasien hendaknya melakukan masase otot wajah
selama 5 menit dua kali sehari. Masase ini dimulai dari dagu dan bibir dan
diarahkan ke atas
3. Sebuah bidai untuk mencegah kendurnya otot wajah bagian bawah yang dipakai
secara umum dalam penanganan beberapa kasus. Sebuah metode sederhana yakni
dengan membidai otot yang lumpuh dengan cara menggunakan plaster adhesive
yang direkatkan pada dahi yang dibelah pada bagian bawahnya sehingga berbentuk
seperti huruf Y terbalik kemudian direkatkan pada bibir atas dan bawah seperti
sedemikian rupa sehingga keduanya terangkat.
4. Stimulasi energi listrik dengan aliran galvanik berenergi lemah dianggap cukup bermanfaat.
5. Pemberian prednison (40-60 mg/hari) selama seminggu pertama hingga 10 hari setelah onset
cukup menguntungkan, dan hal tersebut dapat menurunkan kemungkinan terjadinya paralisis
yang permanen akibat adanya pembengkakan dari nervus dalam kanalis fasialis yang sempit.
6. Prosedur operasi biasanya cukup bermanfaat ketika penyembuhan spontan tidak terjadi.
Neurolisis atau sambungan end to end dapat diindikasikan untuk lesi di eksrakranial atau pada
cabang nervus fasialis. Ketika kerusakan saaf berada diatas foramen stilomastodeus, maka cara
tersebut tidak efektif lagi dan perbaikan persarafan otot wajah hanya dapat dicapai dengan
menyambungkan bagian distalnya nervus fasialis dengan bagian pusat dari salah satu saraf
kranialis liannya, misalnya dengan saraf XII.
7. Tidak ada bukti yang nyata bahwa operasi dekompresi saraf fasialis cukup efektif dan bahkan
hal tersebut bisa membahayakan.
8. Ketika fungsi motorik pulih kembali, pasien hendaknya latihan mengerakkan berbagai otot
wajahnya ketika sedang bercermin.6
VII.PROGNOSIS
Jika dengan stimulasi listrik teridentifikasi adanya aktivitas dari motorik unit dan jika dalam
beberapa hari nervus fasialis sama sekali tidak dapat terstimulasi maka prognosisnya kurang
baik. Dilaporkan bahwa adanya fibrilasi spontan dari otot dalam 2 atau 3 minggu menandakan
bahwa setidaknya beberapa serabut saraf telah mengalami degenersi Wallerian. Kadang kadang
dapat timbul gejala berupa spasme klonik otot wajah meskipun hal tersebut jarang parah.
Sindrom air mata buaya, suatu lakrimasi unilateral pada saat makan bisa terjadi beberapa kasus,
yang terjadi akibat berpindahnya serabut saraf dari ganglion genikulatum ke glandula lakrimalis.
Lebih dari 50% kasus Bells palsy sembuh sempurna dalam kurun waktu beberapa bulan.5
VIII.KESIMPULAN
1. Parese nervus fasialis perifer dapat terjadi dengan berbagai etiologi diantaranya trauma, tumor,
toksin, congenital, penyakit tertentu, serta idiopatik (Bellspalsy).
2. Manifestasi klinik dari parese nervus fasialis tergantung dari lokasi lesinya
3. Prognosis parese nervus fasialis perifer tergantung dari cepat tidaknya tindakan.
CONTOH KASUS
I. IDENTITAS
Nama : TN .L
Jenis Kelamin : LAKI-LAKI
Umur : 36 tahun
Pendidikan : SMA
Agama : Protestan
II. ANAMNESIS
Auto-alloanamnesis (dari IGD tanggal 22-08-10 pukul 22.00WIB)
A. Keluhan Utama :
Cedera di kepala dengan perdarahan di telinga kanan sejak kurang lebih 2 jam SMRS.
Menurut OS, sebelum jatuh dia sempat berpaut pada kayu staging dan bagian muka sebelah
kirinya sempat di hentam serpihan kayu sebelum OS jatuh ke tanah. Posisi ketika jatuh tidak
diketahui. OS sempat pingsan, mual, muntah dan pusing. Lama pingsan tidak diketahui tapi OS
sudah sadar penuh sewaktu datang ke IGD. OS sadar telinganya berdarah selepas sadar dari
pingsannya. Jumlah perdarahan banyak, warna merah segar.
OS mengeluh perdarahan di telinga kanan tetap berlangsung selepas 2 jam pasca kecelakaan.
OS juga nyeri pada telinga kanan dan mengeluh pendengaran di telinga kanan agak terganggu
serta bagian muka sisi kanan terasa agak baal dan agak tidak nyaman. OS merasa sakit di seluruh
tubuh dan agak sedikit pusing. Keluhan sesak nafas di sangkal.
E. Riwayat Kebiasaan :
Makan minum biasa 3 kali sehari, riwayat merokok (+), konsumsi alcohol (+), olahraga (-),
Riwayat pemakaian alat pelindung diri sewaktu bekerja (-),
Tanda Vital
Tekanan darah : 100/80 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Suhu : 37.6 oC
Pernafasan : 16 x/menit
Kepala : normocephali, vulnus excoriatum di bawah pelipis kanan, vulnus laseratum pada wajah
Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, pupil isokor, refleks cahaya langsung +/+,
refleks cahaya tidak langsung +/+
Hidung : normal
Mulut : normal
Leher : tidak tampak distensi vena, trachea teraba lurus di tengah, KGB dan tiroid tidak teraba
membesar
Jantung
Auskultasi : bunyi jantung I & II normal, splitting (-), irama regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :datar, supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepatosplenomegali (-), bising usus (+)
normal
Ekstremitas
Atas : tidak sianosis, akral hangat, tidak ada oedem, pulsasi arteri radialis teraba normal, vulnus
laseratum di lengan kanan
Bawah : tidak sianosis, akral hangat, tidak edema, pulsasi arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis
posterior teraba, vulnus laseratum di paha kanan
Genital : tidak diperiksa
Pemeriksaan motorik N.VII perifer :
1. m. frontalis Mengangkat alis ke atas 0
2. m. sourcilier Mengerutkan alis 0
3. m. piramidalis Angkat & kerutkan hidung ke atas 0
4. m. orbikularis okuli Pejam mata sekuatnya 1
5. m. zigomatikus Tertawa lebar sehingga tampak gigi 0
6. m. levator komunis Memoncongkan mulut ke depan sampai terlihat gigi 1
7. m. businator Menggembungkan kedua2 pipi 1
8. m. orbikularis oris bersiul 1
9. m. triangularis Tarik kedua sudut bibir ke bawah 1
10. m. mentalis Memoncongkan mulut yg tertutup rapat ke depan 1
Pemeriksaan Penunjang :
(a) Pemeriksaan darah lengkap
HGB 13,8 g/dl 12,0-14,0 g/dl Normal
HCT 39% 37-43% Normal
PLT 270 x 103/mm3 150-390x103/mm3 Normal
WBC 7,8 x 103/mm3 3,5-10,0 x 103/mm3 Normal
RBC 4,68 x 106/mm3 3,8-5,8 x 106/mm3 Normal
LED 27 47 Normal
MCV 88 fl 80-97 fl Normal
MCH 29,4 pg 26,5-33,5 pg Normal
MCHC 33,6 g/dl 31,5-35,0 g/dl Normal
RDW 13,1 % 10,1-15,0 % Normal
(b) Pemeriksaan kimia darah
SGOT 43/ul 38/ul Meningkat
SGPT 49/ul 41/ul Meningkat
Ureum 25,5 mg/dl 10-50 mg/dl Normal
Creatinine 0,76 mg/dl 0,7-1,2 mg/dl Normal
Albumin 4,8 mg/dl 3,4 4,8 mg/dl Normal perbatasan
Natrium 136 meq/L 135-147 meq/L Normal
Kalium 2,7 meq/L 3,5-5.0 meq/L Normal
Clor 96 meq/L 94-11,1 meq/L Normal
Gula Darah Sewatu 97 mg/dl 70-140 mg/dl Normal
Hasil interpretasi:
- Telinga kanan: AC > BC. Gap (+) sebanyak > 10 dB.
Tympanogram: kemungkinan ada cairan di telinga tengah
- Telinga kiri: AC> BC. Gap (+) sebanyak < 10 dB
Tympanogram: normal
Kesan: tuli konduktif derajat sedang telinga kanan
RESUME
Pasien laki-laki berusia 36 tahun datang di hantar ke IGD RSOB dengan keluhan cedera kepala
di sertai perdarahan di telinga kanan sejak 2 jam SMRS. OS sebelumnya ada riwayat jatuh dari
ketinggian 20m. OS sempat pingsan, mual dan muntah sebelum masuk ke IGD.
Pemeriksaan penunjang:
1. CT-scan: Fraktur multiple pada temporal mastoid kanan disertai perdarahan pada telinga
tengah dan mastoid kanan.
2.Audiometri: tuli konduktif derajat sedang telinga kanan
3.Timpanometri: cairan di telinga tengah auris dextra
V. DIAGNOSIS BANDING
Paresis nervus fasialis central
V. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
VI. PENATALAKSANAAN
1. IVFD Ringer Laktat 20 tpm
2. Analgetic morphine dalam larutan infuse
3. Observasi airway, breathing, circulation dan tanda vital
4. Posisikan pasien dalam setengah duduk.
5. Hentikan perdarahan di telinga dengan depth tampon
6. Cuci telinga kanan dengan H2O2
7. Antibiotic tetes telinga pada auris kanan
8. Rujuk ke spesialis THT dan bedah
Facial paralysis adalah kelumpuhan pada otot-otot wajah yang disebabkan oleh lesi pada
lower motor neuron nervus fasialis. Bell's Palsy adalah nama sejenis penyakit kelumpuhan
fasilitas perifer akibat proses (non suppuratif, non neoplasmatik, non degeneratif primer),
namun sangat mungkin akibat edema pada nervus fasialia pada distal kanalis fasialis.
Penyebab secara pasti belum diketahui. Nervus fasialis adalah saraf tepi yang pasti belum
(1)
PENDAHULUAN
Bells palsy atau prosoplegia adalah kelumpuhan fasialis akibat paralisis nervus
fasial perifer yang terjadi secara akut dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) di
luar sistem saraf pusat tanpa disertai adanya penyakit neurologis lainnya.
Paralisis fasial idiopatik atau Bells palsy, ditemukan oleh Sir Charles Bell, dokter
dari Skotlandia. Bells palsy sering terjadi setelah infeksi virus ( misalnya herpes
simplex) atau setelah imunisasi, lebih sering terjadi pada wanita hamil dan
penderita diabetes serta penderita hipertensi Lokasi cedera nervus fasialis pada
Bells palsy adalah di bagian perifer nukleus nervus VII. Cedera tersebut terjadi di
dekat ganglion genikulatum.
Salah satu gejala Bells palsy adalah kelopak mata sulit menutup dan saat
penderita berusaha menutup kelopak matanya, matanya terputar ke atas dan
matanya tetap kelihatan. Gejala ini disebut juga fenomena Bell. Pada observasi
(2)
DEFINISI
Bell's Palsy (BP) ialah suatu kelumpuhan akut n. fasialis perifer yang tidak
diketahui sebabnya. Sir Charles Bell (1821) adalah orang yang pertama meneliti
beberapa penderita dengan wajah asimetrik, sejak itu semua kelumpuhan n. fasialis
perifer yang tidak diketahui sebabnya disebut Bell's pals.
(3, 4)
EPIDEMIOLOGI
(5)
ANATOMI
4. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa
raba) dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus
trigeminus.
Secara anatomis bagian motorik saraf ini terpisah dari bagian yang menghantar
sensasi dan serabut parasimpatis, yang terakhir ini sering dinamai saraf
intermedius atau pars intermedius Wisberg. Sel sensoriknya terletak di ganglion
genikulatum, pada lekukan saraf fasialis di kanal fasialis. Sensasi pengecapan daru
2/3 bagian depan lidah dihantar melalui saraf lingual korda timpani dan kemudian
ke ganglion genikulatum. Serabut yang menghantar sensasi ekteroseptif
mempunyai badan selnya di ganglion genikulatum dan berakhir pada akar
desenden dan inti akar decenden dari saraf trigeminus (N.V). hubungan sentralnya
identik dengan saraf trigeminus.
Inti motorik nervus VII terletak di pons. Serabutnya mengitari nervus VI, dan
keluar di bagian leteral pons. Nervus intermedius keluar di permukaan lateral pons,
di antara nervus V dan nervus VIII. Nervus VII bersama nervus intermedius dan
nervus VIII memasuki meatus akustikus internus. Di sini nervus fasialis bersatu
dengan nervus intermedius dan menjadi satu berkas saraf yang berjalan dalam
kanalis fasialis dan kemudian masuk ke dalam os mastoid. Ia keluar dari tulang
tengkorak melalui foramen stilomastoid, dan bercabang untuk mersarafi otot- otot
wajah.
(6)
PATOFISIOLOGI
Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis
yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai
foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi,
demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls
motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan
supranuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah
korteks motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang
berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer. Karena
adanya suatu proses yang dikenal awam sebagai masuk angin atau dalam bahasa
inggris cold. Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi
dengan kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya
Bells palsy. Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen
stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN bisa
terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum timpani, di
foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons
yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis
medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan
muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis
nervus fasialis LMN akan timbul bergandengan dengan tuli perseptif ipsilateral dan
ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan
beberapa penelitian bahwa penyebab utama Bells palsy adalah reaktivasi virus
herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf kranialis.
Terutama virus herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit.
Pada radang herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat
sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Kelumpuhan pada Bells palsy
akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak
dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat ditutup dan pada usaha untuk
memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa
diangkat. Bibir tidak bisa dicucukan dan platisma tidak bisa digerakkan. Karena
lagophtalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun
disitu.
(1)
ETIOLOGI
A. Idiopatik
Sampai sekarang belum diketahui secara pasti penyebabnya yang disebut bells
palsy. Faktor-faktor yang diduga berperan menyebabkan Bells Palsy antara lain :
sesudah bepergian jauh dengan kendaraan, tidur di tempat terbuka, tidur di lantai,
hipertensi, stres, hiperkolesterolemi, diabetes mellitus, penyakit vaskuler, gangguan
imunologik dan faktor genetic.
B. Kongenital
c. Didapat
Kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata pada sisi yang lumpuh
(lagophthalmos).
Gerakan bola mata pada sisi yang lumpuh lambat, disertai bola mata
berputar zXke atas bila memejamkan mata, fenomena ini disebut Bell's sign
Sudut mulut tidak dapat diangkat, lipat nasolabialis mendatar pada sisi
yang lumpuh dan mencong ke sisi yang sehat.
Selanjutnya gejala dan tanda klinik lainnya berhubungan dengan tempat/lokasi lesi :
b. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani) Gejala dan tanda klinik seperti
pada (a), ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian
depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan
pada lidah menunjukkan terlibatnya nervus intermedius, sekaligus menunjukkan
lesi di daerah antara pons dan titik di mana korda timpani bergabung dengan
nervus fasialis di kanalis fasialis.
e. Lesi di daerah meatus akustikus interna, Gejala dan tanda klinik seperti (a), (b),
(c), (d), ditambah dengan tuli sebagi akibat dari terlibatnya nervus akustikus.
(4)
DIAGNOSA
A. Anamnesa
o Rasa nyeri
o Gangguan atau kehilangan pengecapan.
o Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam
hari di ruangan terbuka atau di luar ruangan.
o Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi
saluran pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain.
B. Pemeriksaan Fisik
Mengerutkan dahi
Memejamkan mata
Mengembangkan cuping hidung
Tersenyum
Bersiul
Mengencangkan kedua bibir
C. Pemeriksaan Laboratorium.
D. Pemeriksaan Radiologi.
(2)
DIAGNOSA BANDING
Ramsay Hunt Syndrome (RHS) adalah infeksi saraf wajah yang disertai
dengan ruam yang menyakitkan dan kelemahan otot wajah.
Ruam merah yang menyakitkan dengan lepuh berisi cairan di gendang telinga,
saluran telinga eksternal, bagian luar telinga, atap dari mulut (langit-langit) atau
lidah
Kelemahan (kelumpuhan) pada sisi yang sama seperti telinga yang terkinfeksi
Kesulitan menutup satu mata
Sakit telinga
Pendengaran berkurang
Dering di telinga (tinnitus)
Sebuah sensasi berputar atau bergerak (vertigo)
Perubahan dalam persepsi rasa
Miller Fisher syndrom adalah varian dari Guillain Barre syndrom yang jarang
dijumpai.Miiler Fisher syndrom atau Acute Disseminated
Encephalomyeloradiculopaty ditandai dengan trias gejala neurologis berupa
opthalmoplegi, ataksia, dan arefleksia yang kuat. Pada Miller Fisher syndrom
didapatakan double vision akibat kerusakan nervus cranial yang menyebabkan
kelemahan otot otot mata . Selain itu kelemahan nervus facialis menyebabkan
kelemahan otot wajah tipe perifer. Kelumpuhan nervus facialis tipe perifer pada
Miller Fisher syndrom menyerang otot wajah bilateral. Gejala lain bisa didapatkan
rasa kebas, pusing dan mual.
(1, 8)
TATA LAKSANA
3. Fisioterapi
4. Operasi
(2, 9,10)
KOMPLIKASI
2. Synkinesis
Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau tersendiri. selalu
timbul gerakan bersama. Misal bila pasien disuruh memejamkan mata, maka akan
timbul gerakan (involunter) elevasi sudut mulut,kontraksi platisma, atau
berkerutnya dahi. Penyebabnya adalah innervasi yang salah, serabut saraf yang
mengalami regenerasi bersambung dengan serabut-serabut otot yang salah.
Timbul kedutan pada wajah (otot wajah bergerak secara spontan dan tidak
terkendali) dan juga spasme otot wajah, biasanya ringan. Pada stadium awal hanya
mengenai satu sisi wajah saja, tetapi kemudian dapat mengenai pada sisi lainnya.
Kelelahan dan kelainan psikis dapat memperberat spasme ini. Komplikasi ini terjadi
bila penyembuhan tidak sempurna, yang timbul dalam beberapa bulan atau 1-2
tahun kemudian.
(3, 6,7)
PROGNOSIS
Sepertiga dari penderita Bells palsy dapat sembuh seperti sedia kala tanpa
gejala sisa. 1/3 lainnya dapat sembuh tetapi dengan elastisitas otot yang tidak
berfungsi dengan baik. Penderita seperti ini tidak memiliki kelainan yang nyata. 1/3
sisanya cacat seumur hidup.
Penderita Bells palsy dapat sembuh total atau meninggalkan gejala sisa. Faktor
resiko yang memperburuk prognosis Bells palsy adalah:
Pada penderita kelumpuhan nervus fasialis perifer tidak boleh dilupakan untuk
mengadakan pemeriksaan neurologis dengan teliti untuk mencari gejala neurologis
lain.
Pada umumnya prognosis Bells palsy baik: sekitar 80-90 % penderita sembuh
Penderita diabetes 30% lebih sering sembuh secara parsial dibanding penderita
nondiabetik dan penderita DM lebih sering kambuh dibanding yang non DM. Hanya
23 % kasus Bells palsy yang mengenai kedua sisi wajah. Bells palsy kambuh pada
10-15 % penderita. Sekitar 30 % penderita yang kambuh ipsilateral menderita
tumor N. VII atau tumor kelenjar parotis.
(1)
KESIMPULAN
Bells palsy adalah kelumpuhan akut dari nervus fasialis VII yang dapat
menyebabkan gangguan pada indera pengecapan , yaitu pada dua per tiga anterior
lidah.Penyakit ini lebih sering ditemukan pada usia dewasa dan jarang pada anak.
Diagnosis dapat ditegakkan secara klinik setelah kausa yang jelas untuk lesi n.
fasialis perifer disingkirkan. Terapi yang dianjurkan saat ini ialah pemberian
prednison, fisioterapi dan kalau perlu operasi