Oleh:
Kelompok A16
2015-2016
DAFTAR ISI
2. BAB I : Pendahuluan
2.1. Latar Belakang 4
2.2. Gambaran Komunitas Pedagang Makanan 5
2.3. Area Masalah 9
2.4. Penentuan area Masalah 10
4. Daftar Pustaka 37
Lembar Persetujuan Pembimbing
Oleh:
2
Anum Sasmita (1102012025)
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
BAB I
PENDAHULUAN
3
Dapur merupakan tempat yang sangat rentan terhadap kecelakaan karena di dapur
terdapat banyak peralatan dan perlengkapan yang sangat membahayakan apabila pekerja
tidak mengetahui bagaimana cara menggunakan peralatan tersebut dengan benar dan
aman misalnya pisau, gas, oven dan sebagainya.
Luka bakar merupakan bentuk trauma yang terjadi sebagai akibat dari aktifitas
manusia dalam rumah tangga, industri, trafic accident, maupun bencana alam. Luka bakar
ialah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan benda-benda yang
menghasilkan panas (api, air panas, listrik) atau zat-zat yang bersifat membakar (asam
kuat, basa kuat) (Paula,K.,dkk, 2009).
Sebagian besar luka bakar terjadi di rumah. Memasak, memanaskan dan
menggunakan alat-alat listrik merupakan pekerjaan yang lazimnya terlihat dalam kejadian
ini (Brunner&Suddarth, 2001).
Sebelumnya telah dilakukan survei ke Kantin Optima Universitas Yarsi ditemukan
kejadian luka bakar terpercik minyak panas hampir semua dialami oleh para anggota
komunitas tersebut.
1.2 Gambaran Komunitas Pedagang Kantin Optima Universitas YARSI
1.2.1 Nama : Yuniarti
Umur : 49 tahun.
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal lahir: Jakarta, 8 juni 1967
Alamat : Jl. H. ung RT 01 RW 03 Jakarta pusat
Agama : Islam
Suku Bangsa : Betawi
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : pedagang kedai teteh
Lama bekerja : 4 bulan
Hobby : Memasak
Buka : 08.00 16.00 WIB
Ibu Yuniarti pedagang di kedai teteh yang menjual berbagai makanan seperti
es krim, jasuke dan dimsum, mempunyai riwayat penyakit tekanan darah rendah.
Dengan cara menjual yang sudah cukup baik, mencuci tangan menggunakan sabun
dan air mengalir sebelum dan sesudah menyajikan makanan, walaupun tahapan
mencuci tangan belum sesuai dengan kaidah WHO. Risiko bagi indri sebagai penjual
dimsum dan jasuke, pernah terkena panasnya tempat penyajian makanan teersebut.
Luas ruangan jualan sudah sesuai dengan jumlah penghuni dimana di ruangan
tersebut terdapat 2 orang penjual.
4
Lama bekerja : 8 bulan
Buka : 07.00-16.00 WIB
Bapak hosen yang mempunyai riwayat diabetes mellitus, melakukan cara
memasak dengan baik, telah mencuci tangan sebelum menyajikan makanan. Dengan
penjualan menggunakan minyak panas, sering berisiko kecipratan minyak dan
dilakukan pemulihan menggunakan pasta gigi agar lebih dingin. Ruangan yang terlalu
kecil membuat pedagang tidak dapat melakukan tugasnya dengan baik, karena di
ruangan ini terdapat 4 orang pemasak. Penggunaan piring dan gelas secara bersama
dengan pedagang lainnya karena yang terdapat petugas lain dalam mencuci piring
ataupun gelas tersebut.
5
Umur : 37 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal lahir: Jakarta, 31 oktober 1979
Alamat : Jl bendungan jago RT 13 RW 01, kemayoran
Agama : Islam
Suku Bangsa : Betawi
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Pedagang kantin optima
Hobby : Jalan-jalan
Lama bekerja : 4 bulan
Buka : 08.00-16.00 WIB
Ibu lilis mempunyai keluhan pegel otot tangan dan bekas luka karena terkena
minyak panas, mempunyai riwayat operasi usus buntu. Fentilasi udara tidak ada
masalah, asap makan yang tidak mengganggu, air mencuci bersih, melakukan cuci
tangan sebelum memulai memasak, tetapi dapur yang sempit. Dengan pola makan 1
kali/hari dan pola tidur selama 6 jam.
6
Sebelum memasak pesanan melakukan cuci tangan menggunakan sabun,
piring yang digunakan sudah di cuci terlebih dahulu, dan kedua kuku pendek dan
tidak kotor. Air yang digunakan telah difasilitasi oleh Universitas YARSI yaitu
menggunakan air pdam.sampah dikelola dengan baik, dengan ditampung dulu
ditempat sementara kemudian dibuang ke tempat pembuangan luar. Terdapat satu
hexos di satu ruangan sebagai ventilasi udara. Pola makan 2 kali/hari dan pola tidur
dengan baik. Tidak terdapat riwayat penyakit dan masalah yang dikeluhkan adalah
pegel-pegel dan seringkali kecipratan minyak.
7
digunakan adalah air pdam yang telah difasilitasi Universitas YARSI. Pola tidur dan
pola makan baik dan teratur.kecelakaan yang ditimbulkan saat berjualan adalah
tersiram air panas pada saat menyiapkan mie.
Alur Kerja
Pembeli memesan makanan - Cuci tangan sebelum memasak persiapan memasak -
memasak mempersiapkan hidangan mencuci tangan kembali - memberikan
pesanan kepada pembeli
8
1.3 Area Masalah
Dari berbagai
permasalahan, peneliti mengutarakan kemungkinan-kemungkinan yang menjadi
permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja yang terdapat pada para pedagang kantin
optima Universitas YARSI, diantaranya adalah:
1. Kelalaian yang menyebabkan kecelakaan kerja terkena luka bakar akibat percikan
minyak panas.
4. Perilaku penjual tidak menggunakan alat perlindungan diri ketika sakit untuk
mencegah penularan ke makanan ataupun ke orang.
9
Menurut Sumamur 2014, kecelakaan akibat kerja hanya ada dua golongan
penyebab. Golongan pertama adalah faktor mekanis dan lingkungan, yang meliputi
segala sesuatu selain manusia. Golongan kedua adalah faktor manusia itu sendiri yang
merupakan penyebab kecelakaan. Faktor mekanis dan lingkungan dapat pula
dikelompokkan nenurut keperluan dengan suatu maksud tertentu. kecelakaan
diperusahaan dapat disusun menurut kelompok pengolahan bahan, mesin penggerak
dan pengangkat, terjatuh dilantai dan tertimpa benda jatuh, pemakaian alat atau
perkakas yang dipegang dengan tangan, luka bakar, dan lain sebagainya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.Kecelakaan Kerja
10
2.2.2 Penyebab Kecelakaan Kerja
Ada dua golongan penyebab kecelakaan kerja. Golongan pertama adalah faktor
mekanis dan lingkungan, yang meliputi segala sesuatu selain faktor manusia. Golongan
kedua adalah faktor manusia itu sendiri yang merupakan penyebab kecelakaan .
Faktor mekanis dan lingkungan dapat pula dikelompokkan menurut keperluan
dengan suatu maksud tertentu. Misalnya di perusahaan penyebab kecelakaan dapat
disusun menurut kelompok pengolahan bahan, mesin penggerak dan pengangkat,
terjatuh di lantai dan tertimpa benda jatuh, pemakaian alat atau perkakas yang dipegang
dengan tangan (manual), menginjak atau terbentur barang, luka bakar oleh benda lampu
pijar, dan transportasi. Kira-kira sepertiga dari kecelakaan yang menyebabkan kematian
dikarenakan terjatuh, baik dari tempat yang tinggi, maupun di tempat datar (Sumamur,
2013).
Faktor penyebab kecelakaan dikemukakan oleh H.W. Heinrich (1930) dengan
teori dominonya yang menggolongkan atas :
1. Tindakan tidak aman dari manusia (unsafe act), misalnya tidak mau menggunakan
alat keselamatan dalam bekerja atau melepas alat pengaman. Tindakan ini dapat
membahayakan dirinya atau orang lain yang dapat berakhir dengan kecelakaan.
2. Kondisi tidak aman (unsafe condition), yaitu kondisi di lingkungan kerja baik alat,
material atau lingkungan yang tidak aman dan membahayakan. Sebagai contoh
lantai yang licin, tangga yang rusak dan patah, penerangan yang kurang baik atau
kebisingan yang melampaui batas aman yang diperkenankan (Soehatman, 2010).
11
tahun 2012 adalah Provinsi Jambi, Maluku, dan Sulawesi Tengah; tahun 2013 adalah
Provinsi Aceh, Sulawesi Utara, dan Jambi, tahun 2014 adalah Provinsi Sulawesi
Selatan, Riau dan Bali. Untuk jumlah kasus penyakit akibat kerja tahun 2011-2014
terjadi penurunan (tahun 2011 = 57.929; tahun 2012 = 60.322; tahun 2013 = 97.144;
tahun 2014 = 40.694). Provinsi dengan jumlah kasus penyakit akibat kerja tertinggi
pada tahun 2011 adalah provinsi Jawa Tengah, Sulawesi Utara dan Jawa Timur; tahun
2012 adalah Provinsi Sumatera Utara, Suamtera Selatan dan Jawa Barat; tahun 2013
adalah Provinsi Banten, Gorontalo, dan Jambi; tahun 2014 adalah Provinsi Bali, Jawa
Timur dan Sulawesi Selatan (Kemenkes, 2015).
Menurut Sumamur data kecelakaan kerja dunia sungguh menyeramkan. Setiap
tahunnya terjadi 270 juta kecelakaan kerja. Oleh karena kecelakaan kerja tersebut,
tenaga kerja yang meninggal adalah 355.000 orang per tahunnya. Pada sepertiga
kecelakaan kerja tersebut. Kehilangan kerja adalah 4 atau lebih hari kerja. Insidensi
penyakit akibat kerja adalah 160 juta kasus setiap tahunnya. Kematian oleh kecelakaan
dan penyakit akibat kerja per harinya adalah 5.000 orang. Empat persen Gross
Domestic Product (GDP) dunia atau US$ 1.251.353 juta hilang oleh karena membiayai
cedera, kematian dan penyakit. (World Safety 2004).
12
Jenis jenis lain, termasuk kecelakaan kecelakaan yang datanya tidak
cukup atau kecelakaan kecelakaan lain yang belom masuk klasifikasi
tersebut.
13
d. Bahan-bahan,zat-zat dan radiasi
Bahan peledak
Debu, gas, cairan dan zat - zat kimia, terkecuali bahan peledak
Benda benda melayang
Radiasi
Bahan bahan dan zat lain yang belum termasuk golongan tersebut.
e. Lingkungan kerja
a. Diluar bangunan
b. Didalam bangunan
c. Didalam tanah.
f. Penyebab penyebab lain yang belom termasuk golongan golongan
tersebut
Hewan
Penyebab lain.
3. Klasifikasi menurut sifat luka:
Patah tulang
Dislokasi atau keseleo
Regang otot atau urat
Memar atau luka dalam
Amputasi
Luka-luka lain
Luka di permukaan
Gegar dan remuk
Luka bakar
Keracunan-keracunan mendadak (akut)
Akibat cuaca
Mati lemas
Pengaruh arus listrik
Pengaruh radiasi
Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya
Lain lain.
14
4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh:
Kepala
Leher
Badan
Anggota atas
Anggota bawah
Banyak tempat
Kelainan umum
Letak lain yang tidak termasuk ke dalam klasifikasi tersebut
15
b. Cacat permanen total, yaitu cacat yang mengakibatkan penderita secara permanen
tidak mampu lagi melakukan pekerjaan produktif karena kehilangan atau tidak
berfungsinya lagi salah satu bagian bagian tubuh, seperti; kedua mata, satu mata
dan satu tangan atau satu lengan atau satu kaki.
c. Cacat permanen sebagian, yaitu cacat yang mengakibatkan satu bagian tubuh
hilang atau terpaksa dipotong atau sama sekali tidak berfungsi
d. Tidak mampu bekerja sementara ketika dalam masa pengobatan maupun karena
harus beristirahat menunggu kesembuhan (Buntarto, 2015).
16
dengan memasang dinding kedap suara, menjauhkan manusia dari sumber
bising, atau mengurangi waktu paparan
3. Pengendalian pada penerima
Pendekatan berikutnya adalah melalui pengendalian terhadap penerima baik
manusia, benda atau material. Pendekatan ini dapat dilakukan jika
pengendalian pada sumber atau jalannya energi tidak dapat dilakukan secara
efektif. Oleh karena itu perlindungan diberikan kepada penerima dengan
meningkatkan ketahanannya menerima energi yang datang. Sebagai contoh
untuk mengatasi bahaya bising, manusia yang menerima energi suara tersebut
dilindungi dengan alat pelindung telinga sehingga dampak bising yang timbul
dapat dikurangi.
b. Pendekatan Manusia
Pendekatan secara manusia didasarkan hasil statistik yang menyatakan bahwa
85% kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia dengan tindakan tidak aman. Karena
itu untuk mencegah kecelakaan dilakukan berbagai upaya pembinaan unsur manusia
untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sehingga kesadaran K3
meningkat.
Untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian mengenai K3 dilakukan berbagai
pendekatan dan program K3 antara lain:
Pembinaan dan pelatihan
Promosi K3 dan kampanye K3
Pembinaan perilaku aman
Pengawasan dan inspeksi K3
Audit K3
Komunikasi K3
Pengembangan prosedur kerja aman.
c. Pendekatan teknis
Pendekatan teknis menyangkut kondisi fisik, peralatan, material, proses
maupun lingkungan kerja yang tidak aman. Untuk mencegah kecelakaan yang bersifat
teknis dilakukan upaya keselamatan antara lain:
Rancangan bangunan yang aman yang disesuaikan dengan persyaratan teknis
dan standar yang berlaku untuk menjamin kelayakan atau peralatan kerja.
17
Sistem pengaman pada peralatan atau instalasi untuk mencegah kecelakaan
dalam pengoperasian alat atau instalasi misalnya tutup pengaman mesin,
sistem inter lock, sistem alarm, sistem intrumentasi, dan lainnya.
18
Kacu terbuat dari kain yang tipis berbentuk segitiga sama kaki dengan
panjang 90-100 cm. Fungsinya adalah untuk mengisap keringat yang
timbul di daerah muka dan leher sehingga tidak jatuh kedalam
makanan yang sedang diolah.
3. Kemeja (jacket)
Kemeja juru masak dibuat berlengan panjang, bagian dada dibuat
berlapis dua serta memiliki double breasted. Tujuannya adalah untuk
melindungi bagian dada dari panas api dan makanan yang menyirami
tubuh dan melindungi tangan dari barang panas.
4. Celemek (apron)
Tujuan utama penggunaan apron adalah untuk melindungi tubuh
bagian bawah dari cairan seperti air, kaldu, atau sauce panas yang
mungkin menyiram. Appron dapat dibuat dari kain (drill), kulit, plastic
(PVC, polietilen) karet, asbes atau yang dilapisi alumunium.
5. Lap (towel)
Berfungsi untuk melindungi tangan dari alat-alat panas seperti panci
dan oven.
6. Sarung tangan (hand gloves)
Sarung tangan dibutuhkan dalam proses pengolahan makanan agar
tangan dan makanan tetap hygiene atau bersih sehingga mencegah
penyebaran bakteri berbahaya.
Macam-macam sarung tangan menurut bahaya yang harus dicegah :
a. Benda-benda tajam atau kasar : sarung tangan kulit atau PVC
atau sarung tangan kulit yang dilapisi dengan logam krom.
b. Benda-benda panas : Sarung tangan kulit, Asbestos, atau
Gaunets
c. Bahaya listrik : sarung tangan karet
7. Masker (Mask)
Berfungsi untuk mencegah terhirupnya bau yang menusuk hidung,
bersin dan penularan penyakit atau bakteri sehingga makanan yang
diolah tetap hygiene.
8. Tameng muka
Untuk melindungi muka secara keseluruhan dari bahaya. Bahaya
percikan logam dan radiasi.
19
d. Pendekatan administratif
Pendekatan secara administratif dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:
Pengaturan waktu dan jam kerja sehingga tingkat kelelahan dan paparan
bahaya dapat dikurangi
Penyediaan alat keselamatan kerja
Mengembangkan dan menetapkan prosedur dan peraturan tentang K3
Mengatur pola kerja, sistem produksi dan proses kerja
e. Pendekatan manajemen
Banyak kecelakaan yang disebabkan faktor manajemen yang tidak kondusif
sehingga mendrong terjadinya kecelakaan. Upaya pencegahan yang dilakukan antara
lain:
Menerapakan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3)
Mengembangkan organisasi K3 yang efektif
Mengembangkan komitmen dan kepemimpinan dalam K3, khususnya
manajemen tingkat atas (Soehatman, 2010).
20
menyebabakan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami defisit,
timbul ketidakmampuan menyelenggarakan proses transportasi ke jaringan, kondisi ini
dikenal dengan syok (Moenajat, 2001).
Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh kegagalan
organ multi sistem. Awal mula terjadi kegagalan organ multi sistem yaitu terjadinya
kerusakan kulit yang mengakibatkan peningkatan pembuluh darah kapiler, peningkatan
ekstrafasasi cairan (H2O, elektrolit dan protein), sehingga mengakibatkan tekanan
onkotik dan tekanan cairan intraseluler menurun, apabila hal ini terjadi terus menerus
dapat mengakibatkan hipopolemik dan hemokonsentrasi yang mengakibatkan terjadinya
gangguan perfusi jaringan. Apabila sudah terjadi gangguan perkusi jaringan maka akan
mengakibatkan gangguan sirkulasi makro yang menyuplai sirkulasi orang organ organ
penting seperti : otak, kardiovaskuler, hepar, traktus gastrointestinal dan neurologi yang
dapat mengakibatkan kegagalan organ multi sistem.
2.3.3. Etiologi
Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal, diantaranya adalah
a. Luka bakar suhu tinggi(Thermal Burn): gas, cairan, bahan padat
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald) ,jilatan api
ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat terpapar atau kontak
dengan objek-objek panas lainnya(logam panas, dan lain-lain) (Moenadjat,
2005).
b. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa
digunakan dalam bidang industri militer ataupun bahan pembersih yang sering
digunakan untuk keperluan rumah tangga (Moenadjat, 2005).
c. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan ledakan.
Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling
rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khususnya tunika intima,
sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Sering kali kerusakan
berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun grown
(Moenadjat, 2001).
d. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radio aktif. Tipe
injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk keperluan
21
terapeutik dalam dunia kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari
yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi (Moenadjat,
2001).
2.3.4. Klasifikasi Luka Bakar
Klasifikasi luka bakar menurut kedalaman
a. Luka bakar derajat I
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis superfisial, kulit kering hiperemik, berupa
eritema, tidak dijumpai pula nyeri karena ujung ujung syaraf sensorik teriritasi,
penyembuhannya terjadi secara spontan dalam waktu 5 -10 hari (Brunicardi et al.,
2005).
b. Luka bakar derajat II
Kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan sebagai lapisan dermis, berupa
reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Dijumpai pula, pembentukan scar, dan nyeri
karena ujung ujung syaraf sensorik teriritasi. Dasar luka berwarna merah atau pucat.
Sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal (Moenadjat, 2001).
1. Derajat II Dangkal (Superficial)
Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis.
Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea masih utuh.
Bula mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah cedera, dan luka
bakar pada mulanya tampak seperti luka bakar derajat I dan mungkin
terdiagnosa sebagai derajat II superficial setelah 12-24 jam
Ketika bula dihilangkan, luka tampak berwarna merah muda dan
basah.
Jarang menyebabkan hypertrophic scar.
Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi secara spontan
kurang dari 3 minggu (Brunicardi et al., 2005).
2. Derajat II dalam (Deep)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis
Organ-organ kulit seperti folikel-folikel rambut, kelenjar
keringat,kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.
Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung biji epitel yang tersisa.
22
Juga dijumpai bula, akan tetapi permukaan luka biasanya tanpak
berwarna merah muda dan putih segera setelah terjadi cedera karena
variasi suplay darah dermis (daerah yang berwarna putih
mengindikasikan aliran darah yang sedikit atau tidak ada sama sekali,
daerah yg berwarna merah muda mengindikasikan masih ada beberapa
aliran darah ) (Moenadjat, 2001)
Jika infeksi dicegah, luka bakar akan sembuh dalam 3 -9 minggu
(Brunicardi et al., 2005)
c. Luka bakar derajat III (Full Thickness burn)
Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dermis dan lapisan lebih dalam, tidak
dijumpai bula, apendises kulit rusak, kulit yang terbakar berwarna putih dan pucat.
Karena kering, letak nya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar. Terjadi koagulasi
protein pada epidermis yang dikenal sebagai scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang
sensasi, oleh karena ujung ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan atau
kematian. Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan dari
dasar luka (Moenadjat, 2001).
d. Luka bakar derajat IV
Luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan ltulang
dengan adanya kerusakan yang luas. Kerusakan meliputi seluruh dermis, organ-organ
kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat mengalami
kerusakan, tidak dijumpai bula, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat,
terletak lebih rendah dibandingkan kulit sekitar, terjadi koagulasi protein pada
epidemis dan dermis yang dikenal scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensori
karena ujung-ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan dan kematian.
penyembuhannya terjadi lebih lama karena ada proses epitelisasi spontan dan rasa
luka (Moenadjat, 2001).
Menurut Moenadjat (2009), luka bakar dapat dikategorikan menurut keparahannya adalah:
a. Luka bakar ringan
Dengan kriteria luka bakar derajat II; derajat III < 10% pada kelompok usia < 10
tahun dan > 50 tahun, luka bakar derajat II dan derajat III < 15% pada kelompok usia
lain, luka bakar derajat II dan derajat III < 10% pada semua kelompok usia, tanpa
cedera pada tangan, kaki, dan perineum.
23
b. Luka bakar sedang atau moderet
Dengan kriteria luka bakar derajat II dan derajat III 10-20% pada kelompok usia < 10
tahun dan > 50 tahun, luka bakar derajat II dan derajat III 15-25% pada kelompok
usia lain, luka bakar derajat III < 10% pada semua kelompok usia tanpa cedera pada
tangan, kaki dan perineum.
c. Luka bakar berat atau luka bakar kritis
Dengan kriteria luka bakar derajat II dan derajat III > 20% pada kelompok usia < 10
tahun dan > 50 tahun, luka bakar derajat II dan derajat III > 25% pada kelompok usia
lain, terjadi trauma inhalasi serta luka bakar akibat tegangan tinggi, luka bakar pada
populasi resiko tinggi, luka bakar pada tangan, kaki dan perineum.
24
dibentuk dipermukaan luka. Scab membantu hemostasis dan mencegah
kontaminasi luka oleh mikroorganisme. Dibawah scab epithelial sel berpindah
dari luka ke tepi. Sel epitel membantu sebagai barier antara tubuh dengan
lingkungan dan mencegah masuknya mikroorganisme. Suplai darah yang
meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang diperlukan
pada proses penyembuhan.
Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak. Selama
sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah interstitial.
Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama lebih
kurang 24 jam setelah cidera/luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme dan
sel debris melalui proses yang disebut fagositosis. Makrofag juga
mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF) yang merangsang pembentukan
ujung epitel diakhir pembuluh darah. Makrofag dan AGF bersama-sama
mempercepat proses penyembuhan. Respon inflamatori ini sangat penting bagi
proses penyembuhan. Respon segera setelah terjadi injuri akan terjadi
pembekuan darah untuk mencegah kehilangan darah. Karakteristik fase ini
adalah tumor, rubor, dolor, calor, functio laesa. Lama fase ini bisa singkat jika
tidak terjadi infeksi.
b. Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke4 atau 5 sampai hari ke21.
Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi fibroblas, sel inflamasi, pembuluh
darah yang baru, fibronectin and hyularonic acid.
Fibroblas (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah
luka mulai 24 jam pertama setelah terjadi luka. Diawali dengan mensintesis
kolagen dan substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah
terjadi luka. Kolagen adalah substansi protein yang menambah tegangan
permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan
permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka. Kapilarisasi dan
epitelisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang
memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan.
c. Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke21 dan berakhir 12 tahun. Fibroblas
terus mensintesis kolagen. Kolagen menyalin dirinya, menyatukan dalam
struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas dan
25
meninggalkan garis putih. Dalam fase ini terdapat remodeling luka yang
merupakan hasil dari peningkatan jaringan kolagen, pemecahan kolagen yang
berlebih dan regresi vaskularitas luka. Terbentuknya kolagen yang baru yang
mengubah bentuk luka serta peningkatan kekuatan jaringan. Terbentuk
jaringan parut 5080% sama kuatnya dengan jaringan sebelumnya. Kemudian
terdapat pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular dan vaskularisasi
jaringan yang mengalami perbaikan (Syamsulhidjayat, 2005).
2.3.6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
1. Usia
Sirkulasi darah dan pengiriman oksigen pada luka, pembekuan, respon
inflamasi,dan fagositosis mudah rusak pada orang terlalu muda dan orang tua,
sehingga risiko infeksi lebih besar. Kecepatan pertumbuhan sel dan epitelisasi pada
luka terbuka lebih lambat pada usia lanjut sehingga penyembuhan luka juga terjadi
lebih lambat (DeLauna & Ladner, 2002).
2. Nutrisi
Diet yang seimbang antara jumlah protein, karbohidrat, lemak, mineral dan
vitamin yang adekuat diperlukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap
patogen dan menurunkan risiko infeksi. Pembedahan, infeksi luka yang parah, luka
bakar dan trauma, dan kondisi defisit nutrisi meningkatkan kebutuhan akan nutrisi.
Kurang nutrisi dapat meningkatkan resiko infeksi dan mengganggu proses
penyembuhan luka. Sedangkan obesitas dapat menyebabkan penurunan suplay
pembuluh darah, yang merusak pengiriman nutrisi dan elemen-elemen yang lainnya
yang diperlukan pada proses penyembuhan. Selain itu pada obesitas penyatuan
jaringan lemak lebih sulit, komplikasi seperti dehisens dan episerasi yang diikuti
infeksi bisa terjadi (DeLaune & Ladner, 2002).
3. Oksigenasi
Penurunan oksigen arteri pada mengganggu sintesa kolagen dan pembentukan
epitel, memperlambat penyembuhan luka. Mengurangi kadar hemoglobin (anemia),
menurunkan pengiriman oksigen ke jaringan dan mempengaruhi perbaikan jaringan
(Delaune & Ladner, 2002).
4. Infeksi
Bakteri merupakan sumber paling umum yang menyebabkan terjadinya infeksi.
Infeksi menghematkan penyembuhan dengan memperpanjang fase inflamasi, dan
memproduksi zat kimia serta enzim yang dapat merusak jaringan (Delaune & Ladner,
26
2002). Resiko infeksi lebih besar jika luka mengandung jaringan nekrotik, terdapat
benda asing dan suplai darah serta pertahanan jaringan berkurang (Perry & Potter,
2005).
5. Merokok
Merokok dapat menyebabkan penurunan kadar hemoglobin dan kerusakan
oksigenasi jaringan. Sehingga merokok menjadi penyulit dalam proses penyembuhan
luka (DeLaune & Ladner, 2002).
6. Diabetes Melitus
Menyempitnya pembuluh darah (perubahan mikrovaskuler) dapat merusak
perkusi jaringan dan pengiriman oksiken ke jaringan. Peningkatan kadar glukosa darah
dapat merusak fungsi luekosit dan fagosit. Lingkungan yang tinggi akan kandungan
glukosa adalah media yang bagus untuk perkembangan bakteri dan jamur (DeLaune &
Ladner, 2002).
7. Sirkulasi
Aliran darah yang tidak adekuat dapat mempengaruhi penyembuhan luka hal ini
biasa disebabkan karena arteriosklerosis atau abnormalitas pada vena (DeLaune &
Ladner, 2002).
8. Faktor Mekanik
Pergerakan dini pada daerah yang luka dapat menghambat penyembuhan
(DeLaune & Ladner, 2002).
9. Steroid
Steroid dapat menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera
dan menghambat sintesa kolagen. Obat obat antiinflamasi dapat menekan sintesa
protein, kontraksi luka, epitelisasi dan inflamasi (DeLaune & Ladner, 2002).
10. Antibiotik
Penggunaan antibiotik jangka panjang dengan disertai perkembangan bakteri yang
resisten, dapat menigkatkan resiko infeksi (Delaune & Ladner, 2002). yang bagus
untuk perkembangan bakteri dan jamur (DeLaune & Ladner, 2002).
11. Sirkulasi
27
Aliran darah yang tidak adekuat dapat mempengaruhi penyembuhan luka hal ini
biasa disebabkan karena arteriosklerosis atau abnormalitas pada vena (DeLaune &
Ladner, 2002).
12. Faktor Mekanik
Pergerakan dini pada daerah yang luka dapat menghambat penyembuhan
(DeLaune & Ladner, 2002).
28
Tindakan berbahaya atau tidak aman yang dilakukan seseorang disertai bahaya
mekanik dan fisik yang memudahkan terjadinya kecelakaan.
4. Accident
Kejadian yang tidak diharapkan serta tidak diduga yang mengakibatkan
kerugian dan menyebabkan cedera.
5. Injury
Hasil atau akibat dari kecelakaan yang menyebabkan kerusakan atau luka pada
seseorang.
29
2.5 Rencana Intervensi
Melakukan edukasi penanganan luka bakar.
1. Pertolongan pertama pada pasien dengan luka bakar
Segera hindari sumber api dan mematikan api pada tubuh, misalnya
dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk
menghentikan pasokan oksigen pada api yang menyala.
Singkirkan baju, perhiasan dan benda-benda lain yang membuat efek
Torniket, karena jaringan yang terkena luka bakar akan segera menjadi
oedem.
Setelah sumber panas dihilangkan rendam daerah luka bakar dalam air
atau menyiramnya dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya lima
belas menit. Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu
tinggi berlangsung terus setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap
meluas. Proses ini dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah yang
terbakar dan mempertahankan suhu dingin ini pada jam pertama sehingga
kerusakan lebih dangkal dan diperkecil.
Akan tetapi cara ini tidak dapat dipakai untuk luka bakar yang lebih luas
karena bahaya terjadinya hipotermi. Es tidak seharusnya diberikan
langsung pada luka bakar apapun.
Evaluasi awal.
Prinsip penanganan pada luka bakar sama seperti penanganan pada luka
akibat trauma yang lain, yaitu dengan ABC (Airway Breathing
Circulation) yang diikuti dengan pendekatan khusus pada komponen
spesifik luka bakar pada survey sekunder.
2. Perawatan tergantung pada karakteristik dan ukuran dari luka. Tujuan dari semua
perawatan luka bakar agar luka segera sembuh rasa sakit yang minimal. Setelah
luka dibersihkan dan di debridement, luka ditutup.
Penutupan luka ini memiliki beberapa fungsi:
Pertama dengan penutupan luka akan melindungi luka dari kerusakan
epitel dan meminimalkan timbulnya koloni bakteri atau jamur.
Kedua, luka harus benar-benar tertutup untuk mencegah evaporasi pasien
tidak hipotermi.
Ketiga, penutupan luka diusahakan semaksimal mungkin agar pasien
merasa nyaman dan meminimalkan timbulnya rasa sakit Pilihan penutupan
luka sesuai dengan derajat luka bakar.
Penanganan menurut derajat luka bakar
Luka bakar derajat I, merupakan luka ringan dengan sedikit hilangnya
barier pertahanan kulit. Luka seperti ini tidak perlu di balut, cukup dengan
pemberian salep antibiotik untuk mengurangi rasa sakit dan melembabkan
kulit. Bila perlu dapat diberi NSAID (Ibuprofen, Acetaminophen) untuk
mengatasi rasa sakit dan pembengkakan.
Luka bakar derajat II (superfisial ), perlu perawatan luka setiap harinya,
pertamatama luka diolesi dengan salep antibiotik, kemudian dibalut
30
dengan perban katun dan dibalut lagi dengan perban elastik. Pilihan lain
luka dapat ditutup dengan penutup luka sementara yang terbuat dari bahan
alami (Xenograft (pig skin) atau Allograft (homograft, cadaver skin) ) atau
bahan sintetis (opsite, biobrane, transcyte, integra)
Luka derajat II ( dalam ) dan luka derajat III, perlu dilakukan eksisi awal
dan cangkok kulit (early exicision and grafting )
Faktor Manusia =
1. Kelalaian = terburu-
buru dalam memasak
2. Kebiasaan keluarga Kecelakaan
Kerja Kecacatan
(Luka bakar)
Faktor Lingkungan
Sosial
Kelalaian
31
2.8 Definisi operasional
32
Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala ukur
Operasional
Kecelakaan Kejadian yang kuesioner Format YA atau TIDAK Ordinal
kerja tidak kuesioner
direncanakan,
tidak
diinginkan,
tidak
diharapkan
yang
mengakibatka
n luka, sakit,
kerusakan, dll
pada individu,
lingkungan,
dan proses
kerja
Kebiasaan Kecenderunga kuesioner Format 1. Negatif 6 Ordinal
kerja n atau kuesioner 2. Positif >6
kesiapan Range 0-12
karyawan
untuk
melakukan
tindakan
sesuai
keselamatan
kerja di area
kerja
33
No Responden :
Nama :
Unit Kerja :
Usia :
2) Akademi/Diploma
3) Perguruan Tinggi/Sarjana
Pelatihan K3 : 1) Pernah
2) Belum Pernah
1) Pernah
2) Tidak pernah
No Pernyataan Ya Tidak
Terpeleset/tergelincir
4.A
34
5.A Terpapar kebisingan
4.B
Terpeleset/tergelincir
9. Pekerja ceroboh
35
19. Anda termasuk pekerja yang sering mengabaikan
penggunaan alat pelindung diri, kecuali jika ada
20. pengawasan dari pihak atasan.
Sumber : http://repository.usu.ac.id/
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Tempat, Tanggal lahir:
36
Alamat :
Agama :
Suku Bangsa :
Status perkawinan :
Pekerjaan :
Lama bekerja :
Buka :
Riwayat Penyakit :
Keluhan yang dirasakan :
Kebiasaan mencuci tangan :
Ketersediaan air bersih :
Kebersihan piring atau gelas :
Kebiasaan merokok di dalam ruangan :
Ventilasi udara:
Pembuangan sampah :
Kebersihan kuku :
Kecelakaan kerja :
Pola makan :
Pola tidur :
Kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni :
Daftar Pustaka
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
37
Buntarto, 2015, Panduan Praktis Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk
Industri.Yogyakarta : Pustaka Baru Press.
Cecep Dani Sucipto, Keselamatan dan Kesehatan Kerja, 2014, Gosyen Publising: Yogjakarta.
Gempur Santoso, 2004, Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja,. Cetakan Pertama,
Jakarta: Prestasi Pustaka.
Hadiguna, Rika Ampuh. 2009. Manajemen Pabrik, Pendekatan Sistem untuk Efisiensi dan
Efektivitas. Edisi 1. Jakarta: Bumi Aksara.
Paula, K., dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: TM.
Rivai. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan : Dari Teori Ke Praktik.
PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Soehatman, Ramli. 2010. Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001. Dian
Rakyat : Jakarta.
Sumamur P.K. 2014, Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes), CV. Bandung:
Sagung Seto
38