Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN

ASMA BRONKHIALE

DISUSUN OLEH
S U B H A N
NIM : 010030170B

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL


PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2001

DOKUMEN : SUBHAN PSIK FK UNAIR SURABAYA ANGKATAN0


III
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
ASMA BRONKHIALE

1 LATAR BELAKANG
Asma merupakan suatu penyakit yang dapat mengenai pada anak-anak
hingga dewasa dengan serangan yang sangat menakutkan tanpa mengenal waktu
yang selalu membawa penderitaan bagi pasien dan asma dapat timbul karena
kecemasan, kegiatan aktivitas yang berat, kelelahan, kurang tidur, infeksi
pernafasan, obat-obatan dan alergen.
Di negara-negara yang telah maju penelitiannya, diperkirakan 5% - 20%
bayi dan anak-anak menderita asma. Sedangkan pada orang dewasa dan orang tua
rata-rata berkisar antara 2% - 10%.(Sundaru H., hal-6, 1995). Penelitian yang
pernah dilakukan dibeberapa tempat diperkirakan 2-5 % menderita asma.
Insiden penyakit asma dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain : umur
pasien, jenis kelamin, bakat alergi, bunga, keturunan, lingkungan dan faktor
psikologi. Berbagai masalah yang ditimbulkan pada penyakit asma tergantung
pada usia, pekerjaan dan fungsi klien dalam keluarga tersebut.
Tingginya angka kekambuhan pada penderita asma sering memberikan
dampak pada psikologis dan biologis pasien. Tingkat emosi yang labil dan adanya
kecenderungan untuk menolak saran-saran dalam upaya mengeliminasi perilaku
yang mendukung kesehatannya, merupakan salah satu respon psikologis pasien
asma. Pada serangan asma pasien mengalami keterbatasan fungsi dalam
memenuhi segala kebutuhan dasarnya. Dengan demikian perlu kiranya difikirkan
tentang pola asuhan keperawatan yang mampu memenuhi keterbatasan fungsi
tersebut tanpa menambah beban emosional klien akibat tindakan perawat baik
selama serangan, maupun setelah serangan sehingga klien terhindar dari
kekambuhan dan dapat berfungsi secara optiman.

2 DEFINISI ASMA BRONKHIALE


Menurut Crocket (1997), Asma Bronkhiale didefinisikan sebagai suatu
penyakit dari sistem pernafasan yang meliputi peradangan dari jalan nafas dan
gejala-gejala bronkhospasme yang bersifat reversibel.
Asma bronchiale menurut Americans Thoracic Society dikutip dari
Barata Wijaya (1990) adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respons
trakhea dan bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya
penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik

DOKUMEN : SUBHAN PSIK FK UNAIR SURABAYA ANGKATAN1


III
secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan.

3 PATOFISIOLOGI
3.1 Patofisiologi Asma Bronkhiale Alergenik
Asma timbul karena seseorang yang atopi akibat pemaparan Alergen.
Alergen yang masuk ke tubuh melalui saluran pernapasan, kulit, saluran
pencernaan dan lain-lain akan ditangkp oleh makrofaq yang bekerja sebagai
Antigen Presenting Cells (APC). Setelah Alergrn diproses dalam sel APC,
kemudian oleh sel tersebut alergen dipresentasikan ke sel TH. Sel APC
melalui penglepasan Interleukin I (IL-1) mengaktifkan sel TH, melalui
penglepasan IL-2 oleh sel TH yang diaktifkan, kepada sel B diberikan signal
untuk berproliferasi menjadi sel plasma dan membentuk Ig-E.
Ig-E yang terbentuk diikat mastoit. yang ada dalam jaringan dan
basofil yang ada dalam sirkulasi.Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel
tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk.Ig-E.Sel eosinofil,
makrofaq dan trombosit juga memiliki reseptor untuk Ig-E tetapi dengan
afinitas yang lemah. Orang yang sudah memiliki sel-sel mastoit dan basofil
dengan Ig-E pada permukaan tersebut belumlah menunjukkan gejala .Orang
tersebut sudah dianggap desentisisasi atau baru menjadi rentan.
Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan
alergen yang sama, alergen yang masuk ke tubuh akan diikat oleh Ig-E yang
sudah ada pada permukaan mastoit dan basofil. Ikatan tersebut akan
menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang
menurunkan kadar cAMP.
Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel.
Dalam proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah
mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di dalam
sitoplasma yang mempunyai sifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil,
Chemotactic Faktor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF),
Trypase dan Kinin.Efek yang segera terlihat oleh mediator tersebut ialah
obstruksi bronkhus oleh histamin.
Menurut konsep masa kini asma adalah suatu penyakit peradangan
(inflamasi) saluran nafas (Samsuridjal & Bharatawidjaja, 1994; Sundaru,
1996) yang disertai kepekaan saluran napas terhadap rangsangan atau hiper
reaksi bronkhus (Bronchial Hiper Responsivnees / BHR). Sifat peradangan
pada asma khas yaitu adanya tanda-tanda peradangan saluran nafas disertai
infiltrasi sel eosinofil.

DOKUMEN : SUBHAN PSIK FK UNAIR SURABAYA ANGKATAN2


III
Hipereaktifitas bronkhus yaitu bronkhus yang mudah sekali mengkerut
(Konstriksi) bila terpapar dengan bahan / faktor dengan kadar yang rendah
yang pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya
alergen (inhalan, kontaktan), polusi, asap rokok/dapur, bau-bauan yang tajan
dan lainnya baik yang berupa irutan maupun yang bukan irutan (Sundaru, H.
hal. 27,1996).Dewasa ini telah diketahui bahwa hiper reaktifitas bronkhus
disebabkan oleh inflamasi bronkhus yang kronik. Sel-sel inflamasi terutama
eosinofil ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan bilas bronkhus pasien
asma bronkhiale sebagai bronkhitis kronik eosinofilik Hiper reaktifitas
berhubungan dengan derajat berat penyakit.Di klinik adanya hiper reaktifitas
bronkhus dapat dibuktikan dengan uji provokasi yang menggunakan
metakolin atau histamin.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas saat ini penyakit asma dianggap
secara klinik sebagai penyakir bronkhospasme yang reversibel, secara
patofisiologik sebagai suatu hiper reaksi bronkhus dan secara patologik
sebagai suatu peradangan saluran napas.
Bronkhus pada pasien asma mengalami odema di mukosa dan
dindingnya, infiltrasi sel radang terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia
yang menyebabkan getaran silia dan mukus di atasnya sehingga salah satu
daya pertahanan saluran nafas menjadi tidak berfungsi lagi. Ditemukan pula
pada pasien asma bronkhiale adanya penyumbatan saluran nafas oleh mukus
terutama pada cabang-cabang bronkhus.
Akibat dari bronkhospasme, oedema mukosa dan dinding bronkhus
serta hipersekresi mukus maka terjadi penyempitan bronkhus dan
percabangannya sehingga akan menimbulkan rasa sesak, nafas berbunyi
(whezzing) dan batuk yang produktif.

3.2 Patofisiologi Asma Bronkhiale Non Alergenik


Asma Bronkhiale Non Alergenik (Asma Intrinsik) terjadi bukan
karena pemaparan alergen tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus
seperti infeksi saluran nafas atas, olahraga atau kegiatan jasmani yang berat,
serta stress psikologik. Serangan asma terjadi akibat gangguan saraf otonom
terutama gangguan saraf simpatis yaitu blokade adrenergik beta dan
hiperreaktifitas adrenergik alfa. Dalam keadaan normal aktifitas adrenergik
beta lebih dominan dari pada adrenergik alfa. Pada sebagian penderita asma
aktifitas adrenergik alfa diduga meningkat yang mengakibatkan bronkho
konstriksi sehingga menimbulkan sesak nafas.

DOKUMEN : SUBHAN PSIK FK UNAIR SURABAYA ANGKATAN3


III
Reseptor adrenergik beta diperkirakan terdapat pada enzim yang
berada dalam membran sel yang dikenal dengan adenyl-cyclase dan disebut
juga massenger kedua. Bila reseptor ini dirangsang, maka enzim adenyl-
cyclase tersebut diaktifkan dan akan menghasilkan ATP dalam sel menjadi
35 cyccyclic AMP. cAMP ini kemudian akan menimbulkan dilatasi otot-otot
polos bronkhus, menghambat pelepasan mediator dari mastosit/basofil dan
menghambat sekresi kelenjar mukus. Akibat blokade reseptor adrenergik beta
maka fungsi reseptor adrenergik alfa lebih dominan akibatnya terjadi bronkho
konstriksi, hiper sekresi kelenjar mukus dan oedema kelenjar mukus bronkhus
sehingga menimbulkan sesak nafas. Hal ini dikenal dengan teori blokade
adrenergik beta. (Baratawidjaja, 1990).

4 FAKTOR PENCETUS SERANGAN ASMA BRONKHIALE


Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asma bronkhiale atau
sering disebut sebagai faktor pencetus adalah :

4.1 Alergen
Alergen adalah zat-zat tertentu bila dihisap atau dimakan dapat
menimbulkan serangan asma, misalnya debu rumah, tungau debu rumah
(Dermatophagoides pteronissynus), spora jamur, serpih kulit kucing, bulu
binatang, beberapa makanan laut dan sebagainya

4.2 Infeksi saluran nafas


Infeksi saluran nafas terutama oleh virus seperti influensa merupakan
salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma bronkhiale.
Diperkirakan dua pertiga pasien asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan
oleh infeksi saluran nafas.(Sundaru, 1991).

4.3 Stress psikologik


Stress psikologik bukan sebagai penyebab asma tetapi sebagai
pencetus asma, karena banyak orang yang mendapat Stress psikologik tetapi
tidak menjadi penderita asma bronkhiale. Faktor ini berperan mencetuskan
serangan asma terutama pada orang yang agak labil kepribadiannya. Hal ini
lebih menonjol pada wanita dan anak-anak (Yunus, 1994).

4.4 Olah raga / kegiatan jasmani yang berat


Sebagian penderita asma bronkhiale akan mendapatkan serangan asma

DOKUMEN : SUBHAN PSIK FK UNAIR SURABAYA ANGKATAN4


III
bila melakukan olahraga atau aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan
bersepeda paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
kegiatan jasmani (Exercise Induced Asthma / EIA) terjadi setelah olah raga
atau aktifitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam
setelah olahraga.

4.5 Obat-obatan
Beberapapasien asma bronkhiale sensitif atau alergi terhadap obat
tertentu seperti penicillin, salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.

4.6 Polusi udara


Pasien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap
pabrik/kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran
sulfur dioksida dan oksida fotokemikal, serta bau yang tajam.

4.7 Lingkungan kerja


Diperkirakan 2 15% pasien asma bronkhiale pencetusnya adalah
lingkungan kerja (Sundaru H., 1991). Beberapa zat yang didapat di tempat
pekerjaan yang dapat mencetuskan serangan asma seperti pada tabel berikut :
PENCETUS LOKASI
1). Bulu dan serpih kulit binatang 1). Laboratorium hewan dan peternakan
2). Enzim bakteri subtilis 2). Industri detergen
3). Debu kopi dan teh 3). Pengolahan kopi dan teh
4). Debu kapas 4). Industri tekstil
5). Toluen diisosianat 5). Industri plastik
6). Debu gandum dan padi-padian 6). Pabrik roti dan bongkar muat di
gudang gandum dan padi-padian
7). Amoniak, sulfur dioksida, asam klorida, 7). Industri kimia dan perminyakan
klorin
8). Garam platina 8). Pemurnian Platina
9). Ampisiln, spiramisin, piperasin. 9). Industri Obat-obatan

4.8 Lain-lain
Selain faktor-faktor tersebut di atas masih terdapat faktor-faktor yang
mencetuskan serangan asma seperti lingkungan dan cuaca yang terlalu
lembab, terlalu panas, terlalu dingin, bumbu masak (monosodium glutamat),
bahan pengawet makanan (asam benzoat), zat pewarna kuning (tartarazin).

DOKUMEN : SUBHAN PSIK FK UNAIR SURABAYA ANGKATAN5


III
Dan beberapa keadaan dapat memperberat serangan asma seperti sinusitis,
rinitis dan regurgitasi asam lambung.

5 MANIFESTASI KLINIS
Selama serangan asma, klien mengalami dispnea dan tanda-tanda
kesulitan pernapasan. Permulaan tanda-tanda serangan terdapat sensasi konstriksi
dada (dada terasa berat), whezing, batuk non produktif, takhikardi dan takipnea.
Beratnya asma dapat diklasifikasikan dalam : ringan, sedang dan berat
tergantung gejala-gejala. Sistem skoring diberikan untuk mengklasifikasikan
tersebut.
Tabel Penilaian Keperahan Asma (Skoring)
Gejala Penggunaan Variabilitas PEFR
Bronkhodilator (APE)
Terjaga malam hari 4 > 4 x / hari > 25 % 4
Gejala tiap hari 3 1 4 x / hari 15 25 % 3
Gejala < tiap hariperminggu 2 < tiap hari 10 15 % 2
< tiap minggu atau waktu olah raga 1 < per minggu 6 10 % 1
Tidak ada serangan selama 3 bulan 0 tidak selama 3 bulan <6% 0

Dikutip dari Assagaf H & Mukty A, 1995


Skore maksimum : 12
Asma ringan :15
Asma sedang :68
Asma berat : 9 12

Variabilitas PEFR : Harga PEFR tertinggi harga PEFR terendah X 100


%
Harga PEFR tertinggi
PEFR : Peak Expiratory Flow Rate
APE : Arus Puncak Ekspirasi

6. MANAGEMEN MEDIS
Episode asma akut (serangan asma) dapat termasuk kedaruratan medis.
Intervensi medis untuk episode ini secara primer bertujuan :
1. Memelihara kepatenan jalan nafas dengan menurunkan
bronkhospasme atau membersihkan sekret yang berlebihan
atau yang tertahan.

DOKUMEN : SUBHAN PSIK FK UNAIR SURABAYA ANGKATAN6


III
2. Memelihara keefektifan pertukaran gas
3. Mencegah komplikasi seperti gagal nafas akut dan status
asmatikus
Obat-obatan yang dipakai meliputi bronkhodilator dan anti inflamasi
atau keduanya.
Obat anti inflamasi meliputi :
Kortikosteroid
Sodium kromolin
Anti inflamasi lainnya
Obat bronkhodilator :
a. Adrenergik :
Epinefrin
Efedrin
Isoproterenol
Beta adrenergik agonis selektif
b. Non Adrenergik :
Teofilin
Aminofilin
Perlu juga dibeirkan oksigen 2 4 liter/menit.

7 MANAGEMEN KEPERAWATAN
Pengkajian :
1. Riwayat Keperawatan
Perlu dikaji riwayat adanya pemaparan (pemajanan) faktor-faktor yang
biasanya mencetuskan serangan asma bronkhiale. Dan perlu ditanyakan
bagaimana kemampuan klien untuk menghindari faktor pencetus tersebut,
ataukah klien sudah mengetahui beberapa faktor pencetus tersebut.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama klien adalah sesak napas, setelah terpapar oleh alergen atau
faktor lain yang mencetuskan serangan asma bronkhiale.
3. Pemeriksaan Fisik :
a. Sistem pernafasan
Peningkatan frekuensi pernafasan, susah bernafas, perpendekan
periode inspirasi.
Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi sternum,
pengangkatan bahu waktu bernafas).
DOKUMEN : SUBHAN PSIK FK UNAIR SURABAYA ANGKATAN7
III
Pernafasan cuping hidung.
Adanya mengi yang terdengar tanpa stetoskop.
Bunyi nafas : whezzing, pemanjangan ekspirasi.
Batuk keras, kering dan akhirnya batuk produktif.
b. Sistem Kardiovaskuler
Takhikardia
Tensi meningkat
Pulsus paradoksus (penurunan tekanan darah > 10 mmHg pada waktu
inspirasi)
Sianosis
Dehidrasi
Diaforesis
c. Psikososial
Peningkatan ansietas : takut mati, takut menderita, panik, gelisah
4. Pemeriksaan penunjang :
a. Darah : Kadar IgE meningkat dan eosinophil meningkat
b. Gas darah arteri : Penurunan PaO2 dan PaCO2 namun selanjutnya PaCO2
meningkat sesuai dengan meningkatnya tekanan jalan nafas
c. Faal Paru : Menurunnya FEV1
d. Tes kulit : Untuk menentukan jenis alergen.

Diagnose Keperawatan dan Rencana Intervensi :


1. Ketidak efektifan pola napas sehubungan dengan gangguan ekspirasi dan
ansietas
Tujuan :
Klien mampu menunjukkan pola pernafasan yang normal
Ditandai :
a. Penurunan frekuensi pernapasan sampai kebatas normal
b. Penurunan tanda dari sesak nafas, dan penurunan otot bantu
nafas.
c. Analisa gas darah dalam batas normal
d. Vital capacity dalam batas normal
Rencana Intervensi :
a. Kaji kembali dan observasi frekuensi pernafasan, kedalaman pernapasan
dan adanya tanda-tanda sesak nafas.

DOKUMEN : SUBHAN PSIK FK UNAIR SURABAYA ANGKATAN8


III
b. Monitor nilai analisa gas darah untuk mengetahui keefektifan pengobatan
c. Baringkan pasien dalam posisi fowlers untuk meminimalkan kerja
ekspansi dada.
d. Berikan Oksigen pernasal sesuai order dokter.
e. Lakukan kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat-obatan :
Kortikosteroid
Bronkhodilator
Antihistamin

2. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas sehubungan dengan peningkatan


produksi sekret.
Tujuan :
Klien akan menunjkkan keefektifan jalan nafas/klien mampu
mempertahankan jalan napas yang paten.
Ditandai :
a. Penurunan whezzing dan ronchi
b. Kecepatan dan kedalaman pernafasan normal
c. Tak ada dispenia, sianosis
d. Analisa gas darah dalam batas normal
e. Penurunan batuk kering/non produktif
Rencana intervensi :
a. Kaji suara nafas tiap jam selama episode akut untuk menilai keadekuatan
pertukaran gas.
b. Jika memungkinkan lakukan suction
c. Monitor warna dan konsistensi sputum karena asma sering sebagai akibat
infeksi saluran nafas atas.
d. Kaji keefektifan batuk klien, anjurkan untuk batuk efektif.
e. Tingkatkan intake cairan untuk mencegah sekret yang kental, untuk
mengembalikan cairan yang hilang akibat respirasi yang cepat.
f. Berikan humidifier untuk mengencerkan dahak.
g. Jika sekret kental dan sulit dikeluarkan, lakukan fisioterapi dada : Perkusi
dan vibrasi.
h. Berikan perawatan mulut, setiap 2 4 jam, untuk menghilangkan rasa
tidak enak akibat dari sekret.
i. Lakukan order dokter dalam pemberian expectoran.

DOKUMEN : SUBHAN PSIK FK UNAIR SURABAYA ANGKATAN9


III
3. Ansietas sehubungan dengan kesulitan bernafas, takut menderita, dan atau
takut serangan berulang.
Tujuan :
Klien mendemonstrasikan penurunan rasa takut dan ansietas
Ditandai :
a. Ekspresi wajah relaks
b. Mengungkapkan perasaan cemas berkurang
c. Tanda vital dalam batas normal
Rencana intervensi :
a. Kaji tingkat ansietas (ringan, sedang, berat)
b. Kaji kebiasaan ketrampilan koping
c. Berikan dukungan emosional :
Tetap berada di dekat pasien selama serangan akut
Antisipasi kebutuhan pasien
Berikan keyakinan yang menenangkan
d. Implementasikan teknik relaksasi
e. Kegiatan sehari-hari yang ringan dan sederhana
f. Jangan berbicara bila sedang dispnea berat

4 Potensial terjadi kekambuhan serangan asma


Tujuan :
Mencegah terjadinya kekambuhan
Rencana intervensi
Berikan penyuluhan tentang usaha pencegahan serangan asma,yaitu :
a. Menjaga kesehatan dengan cara makan makanan yang bergizi, istirahat
cukup, minum banyak, rekreasi dan olahraga yang sesuai.
b. Menjaga kesehatan lingkungan, dengan cara membersihkan rumah,
ruangan, kamar tidur dan menghindari tempat lembab.
c. Menghindari faktor pencetus.
d. Menggunakan obat-obatan anti asma.
Peran peraat di sini yaitu mengajarkan cara menggunakan obat anti asma
sesuai dengan aturan pakai.
e. Lain-lain (Meditasi).

Evaluasi :
Tujuan yang telah direncanakan harus dievaluasi. Revisi dari rencana

DOKUMEN : SUBHAN PSIK FK UNAIR SURABAYA ANGKATAN


10
III
keperawatan mungkin diperlukan. Pada asma bronkhiale dapat kembali
(sembuh) dengan mudah jika tidak terdapat masalah lain seperti infeksi.

8 KERANGKA KONSEPTUAL

Faktor Pencetus Stressor - Perawat / keperawatan

Klien Asma
- Emosi yang Stressor +
labil.
- Perilaku sehat
yang menurun.
- Keterbatasan

Pola Asuhan Keperawatan

- Adaptasi.
- Terpenuhi
kebutuhan
dasarnya.
- Perubahan
perilaku

8 KESIMPULAN
Asma timbul karena beberapa faktor pencetus dengan serangan yang
sangat menakutkan dan cenderung mengakibatkan kekambuhan.Keadaan ini
menimbulkan beberapa dampak antara lain :
1. Emosi yang labil.
2. Perilaku sehat yang menurun.
3. Keterbatasan fungsi tubuh.
Dalam hal ini perawat mempunyai peranan yang sangat penting untuk

DOKUMEN : SUBHAN PSIK FK UNAIR SURABAYA ANGKATAN


11
III
mengatasi dan mencegah timbulnya serangan asma.
Asuhan keperawatan yang diberikan akan membantu klien memenuhi
kebutuhan dasarnya dan menghindarkan diri dari kekambuhan sehingga dapat
berfungsi secara optimal.

DOKUMEN : SUBHAN PSIK FK UNAIR SURABAYA ANGKATAN


12
III
DAFTAR PUSTAKA

Anes, SW. (1998). Essentials of Adult Health Nursing. Menlo Park. California.

Baratawidjaja, G. K. (1990). Asma Bronkhiale.Dalam Soeparman, Ilmu Penyakit


Dalam jilid II. FKUI. Jakarta.

Black. JM and Ester MJ (1997). Medical Surgical Nursing.Vol. 2, W. B. Saunders


Company. Philadelphia.

Engram,B. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan medical bedah. Vol 1. EGC.


Jakarta.

Fax ,SI and Graw ,M (1999). Human Physiology. Hill Companies. Nort America.

Gibson, JM. (1998). Mikrobiologi dan Patologi Modern untuk perawat. EGC.
Jakarta.

Kaliner, MA. (1991). Astma its Pathology and Treatment. Vol. 49, National Institutes
of Health Bethesda, Maryland.

Kontaraf, J. (1992). Olah Raga Sumber Kesehatan. Advent. Bandung.

Sundaru H. (1995). Asma : Apa dan Bagaimana Pengobatannya. FKUI. Jakarta.

DOKUMEN : SUBHAN PSIK FK UNAIR SURABAYA ANGKATAN


13
III

Anda mungkin juga menyukai