Anda di halaman 1dari 15

Standarisasi

A. Pengawasan eksplorasi bahan galian (SNI 13-6675-2002)

Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, oleh karena itu pembinaan dan
pengawasan terhadap usaha pertambangan harus dilaksanakan dengan baik. Pengawasan
eksplorasi sangat penting untuk memantau perkembangan kegiatan penyelidikan,
menghindari penyalahgunaan wewenang atas izin usaha pertambangan, seperti untuk
menghindari pajak, manipulasi data dan menggunakan data untuk tujuan yang tidak benar.
Karena kegiatan eksplorasi bahan galian mempunyai resiko kegagalan yang tinggi, maka
kebijakan pengawasan juga harus memperhatikan kepentingan para pemegang izin usaha
pertambangan. Kebijakan pengawasan yang bersifat mempersempit ruang gerak perusahaan
harus dihindari, karena hal ini mengganggu iklim investasi di Indonesia.Untuk
mempersamakan persepsi dalam tata cara dan materi pengawasan oleh pemberi izin,
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral memandang perlu menyusun standar
pengawasan eksplorasi bahan galian, sehingga pelaksanaan otonomi daerah di bidang industri
pertambangan dapat berjalan lebih lancar.

Pengawasan eksplorasi bahan galian

1. Ruang lingkup
Standar ini merupakan petunjuk umum bagi pemberi izin untuk melakukan
pengawasan terhadap pemegang izin usaha pertambangan dalam hal
pelaksanaan kegiatan eksplorasi bahan galian, kecuali minyak dan gas bumi.
Pengawasan eksplorasi bahan galian terdiri dari pengawasan umum dan
pengawasan pengawasan khusus.

2. Acuan
Standar pengawasan eksplorasi bahan galian ini mengacu pada :
1. SNI 13-4688-1998, Penyusunan peta sumberdaya mineral, batubara dan
gambut.
2. SNI 13-4691-1998, Penyusunan peta geologi.
3. SNI 13-4726-1998, Klasifikasi sumberdaya mineral dan cadangan.
4. SNI 13-5014-1998, Klasifikasi sumberdaya dan cadangan batubara.
5. SNI 13-6606-2001, Tatacara umum penyusunan laporan eksplorasi bahan
galian.

3. Istilah dan definisi


Beberapa istilah dan definisi yang digunakan dalam standar ini diambil dari
acuan-acuan tersebut pada pasal 2, dan beberapa istilah yang disadur dari
acuan lain seperti tertulis di bawah ini.

a. pengawasan eksplorasi
pengecekan, pengujian dan pembinaan terhadap kegiatan eksplorasi
bahan galian untuk memantau perkembangannya, termasuk ketepatan
penggunaan metode eksplorasi dan prosedur pengolahan data, agar
eksplorasi berjalan dengan baik dan benar

b. izin usaha pertambangan (IUP)


izin yang diberikan kepada badan hukum Indonesia, koperasi atau
perorangan untuk melaksanakan usaha di bidang pertambangan umum

c. pertambangan umum
kegiatan usaha pertambangan bahan galian, kecuali minyak dan gas
bumi

d. titik pengamatan
lokasi di mana dilakukan pengamatan, pengambilan percontoh,
pengeboran, pengukuran,dan/atau lokasi pengambilan data

e. due diligence
pengujian kembali secara menyeluruh dan independen terhadap suatu
kasus untuk mendapatkan hasil yang dapat dipercaya

f. komoditas
bahan galian yang dapat diperdagangkan secara ekonomis

g. pengawasan administratif
pengawasan yang dilakukan karena persyaratan yang bersifat
administratif bagi pemegang IUP, yaitu perizinan, rencana kerja dan
biaya, serta pelaporan

h. pengawasan teknis
pengawasan yang dilakukan karena persyaratan yang bersifat teknis
bagi pemegang IUP, yaitu pematokan batas wilayah IUP, jenis dan
volume pekerjaan, prosedur pengolahan data, tenaga pelaksana, dan
peralatan yang digunakan

i. prosedur korelasi
cara dan metode yang digunakan untuk melakukan korelasi harus tepat,
baik korelasi secara langsung maupun tidak langsung, harus didukung
oleh data yang cukup, akurat dan benar, sehingga hasil korelasi dapat
diterima
4. Pengawasan umum
Pengawasan eksplorasi dilaksanakan terhadap pemegang IUP, meliputi
administratif dan teknis, untuk setiap tahap yang dilakukan. Objek
pengawasan eksplorasi tercantum dan diuraikan dalam subpasal-subpasal
berikut ini.

a. Pengawasan administratif
Perizinan
Dalam S.K. IUP tercantum nomor perizinan, masa berlaku,
lokasi administratif dan geografis, tahap eksplorasi, dan luas
wilayah usaha pertambangan. Apabila wilayah IUP bertumpang
tindih dengan kepentingan lain di bawah instansi lain
(kehutanan, perkebunan, dll.), maka pemegang IUP harus
menyertakan bukti rekomendasi dan persetujuan dari instansi
terkait. Semua perizinan/rekomendasi/persetujuan yang
berkaitan dengan IUP, harus dilampirkan dalam laporan
tahunan dan laporan akhir, termasuk perpanjangan waktu dan
wilayah penciutannya.

Rencana kerja dan biaya


Rencana kerja dan biaya harus mengikuti tata cara dan
peraturan yang berlaku, mencakup maksud dan tujuan, waktu,
jenis dan volume kegiatan, tenaga pelaksana dan keahliannya,
peralatan dan spesifikasinya, serta rencana biaya sesuai dengan
jenis dan volume pekerjaan.

Pelaporan
Pengawasan pelaporan meliputi pemeriksaan laporan kegiatan
kemajuan eksplorasi triwulan dan tahunan secara berkala, dan
laporan akhir eksplorasi. Sistematika dan tata cara pelaporan
harus sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Untuk
laporan tahunan dan akhir harus dilengkapi dengan lampiran
peta-peta, data hasil penyelidikan dan surat-surat perizinan.
Lampiran-lampiran yang melengkapi laporan antara lain SK.
IUP dan SK lain yang berkaitan, termasuk data hasil
penyelidikan, peta lokasi, peta daerah prospek, peta geologi,
peta topografi, dan peta anomali.
b. Pengawasan teknis
Tata cara pengawasan
Pengawasan teknis dapat dilakukan antara lain dengan cara:
1. Presentasi pemegang izin usaha pertambangan,
2. Pengecekan penanganan contoh,
3. Pengecekan prosedur korelasi dan pengolahan data,
4. Pengecekan lapangan , dan
5. Due deligence jika diperlukan, dilakukan dengan
kesepakatan kedua belah pihak untuk
klarifikasi.

Tata laksana pengawasan


Pengawasan teknis yang dilakukan terhadap setiap tahap
kegiatan eksplorasi meliputi pematokan batas wilayah usaha
pertambangan, jenis dan volume pekerjaan, prosedur
pengolahan data, tenaga pelaksana atau personil/konsultan, dan
peralatan yang digunakan.

i. Pematokan batas wilayah IUP


Pematokan batas wilayah IUP harus dilakukan sesuai
dengan prosedur yang berlaku, dengan menggunakan
peralatan yang mempunyai ketelitian dan akurasi yang
dapat dipercaya, serta batas wilayahnya harus sesuai
dengan surat keputusan IUP.

ii. Jenis dan volume kegiatan


Jenis dan volume kegiatan yang dilakukan harus sesuai
dengan maksud dan tujuan, serta tahap eksplorasi
seperti yang tertulis dalam rencana kerja dan/atau
laporan eksplorasi. Beberapa objek penyelidikan yang
diawasi diuraikan dalam subpasal-subpasal di bawah
ini.
1.1 Peta topografi
Peta topografi wilayah IUP, pada skala-skala
lebih besar atau sama dengan 1:5000, harus
merupakan hasil pengukuran di lapangan. Untuk
peta lebih kecil dari skala 1:5000 harus berasal
dari instansi yang berwenang, atau dibuat
berdasarkan metode pengukuran yang dapat
dipertanggungjawabkan. Peta indeks, koordinat
peta, batas wilayah IUP, dan keterangan peta
harus dicantumkan dengan jelas.

2.1 Geologi
Objek pengawasan kegiatan pemetaan geologi
meliputi metode dan prosedur yang digunakan,
terutama dalam hal skala peta, jumlah dan
sebaran titik pengamatan, pemercontohan, dan
peta geologi yang dihasilkan, harus sesuai
dengan tahap eksplorasi. Penyusunan peta
geologi harus sesuai dengan standar yang
berlaku.
3.1 Geokimia
Metode geokimia harus sesuai dengan tahap
eksplorasi yang dilakukan, termasuk prosedur
pengambilan percontoh, lokasi, jenis, jumlah
dan kerapatan percontoh. Peta anomali geokimia
harus dilengkapi dengan skala, keterangan, dan
koordinat peta. Disamping itu perlu diperhatikan
dasar penafsiran dalam hal penentuan nilai
anomali geokimia, serta kemungkinan
kontaminasi.

4.1 Geofisika
Metode penyelidikan geofisika yang digunakan
harus sesuai dengan tipe dan jenis endapan
mineral yang dieksplorasi.
Lokasi/jalur/kerapatan titik pengamatan
disesuaikan dengan tahap eksplorasi dan
karakteristik endapan. Pengolahan data untuk
pembuatan peta dan penampang anomali
geofisika harus jelas dan diuraikan dalam
laporan akhir, sedangkan interpretasi peta,
penampang, model geologi dan endapan bahan
galian harus sesuai dengan data geofisika yang
ada.

5.1 Sumur/parit uji, pengeboran dan terowongan


Pembuatan sumur/parit uji, pengeboran dan
terowongan pada umumnya dilakukan pada
tahap eksplorasi umum dan eksplorasi rinci.
Metode dan pola pembuatan sumur/parit uji,
pengeboran dan terowongan disesuaikan dengan
karakteristik endapan bahan galian, termasuk
penyebarannya. Korelasi antar titik bor serta
penafsiran bentuk/model endapan bahan galian
harus layak dan mengikuti prosedur atau tatacara
yang berlaku.

6.1 Pengambilan percontoh


Pengawasan dalam hal pengambilan percontoh
(sampling) meliputi metode, jumlah percontoh,
jenis percontoh, kerapatan percontoh dan
penentuan lokasi. Pengambilan percontoh, baik
untuk penyelidikan geologi, geokimia, sumur
atau parit uji, terowongan, maupun pengeboran,
harus mengikuti prosedur dan tata cara yang
berlaku, sesuai dengan tahap eksplorasi, sifat
dan jenis endapan bahan galian.

7.1 Pengelolaan percontoh


Pengawasan dalam hal ini ditekankan pada hal
yang mempengaruhi kualitas data, akibat dari
adanya kontaminasi dan kesalahan prosedur,
yang meliputi preparasi di lapangan, pengepakan
pada saat pengiriman ke laboratorium atau ke
tempat penyimpanan, dan cara penyimpanan
atau pengarsipan percontoh.

8.1 Analisis percontoh


Analisis percontoh harus dilakukan sesuai
dengan prosedur dan pedoman yang berlaku.
Laboratorium yang melakukan analisis harus
sudah terakreditasi. Hasil analisis yang dianggap
tidak layak dapat dianalisis ulang dan dicek
silang, serta dilakukan due dilligence.

iii. Prosedur pengolahan data


Pengolahan data hasil analisis harus dilakukan dengan
prosedur yang benar sesuai dengan metode yang
diterapkan, didasarkan pada data yang wajar, logis dan
akurat.

iv. Tenaga pelaksana atau personil/konsultan


Tenaga ahli, konsultan maupun pelaksana (teknisi) yang
melakukan kegiatan, harus mempunyai latar belakang
pendidikan dan pengalaman yang sesuai dengan jenis
kegiatannya. Hal ini harus dibuktikan dengan daftar
keterangan keahlian yang dilampirkan dalam Rencana
Penggunaan Tenaga Kerja (RPTK) dan laporan.
v. Peralatan yang digunakan
Peralatan yang digunakan harus layak serta sesuai
dengan tahap dan metode eksplorasi yang dilakukan,
serta harus sesuai spesifikasi dan kuantitasnya.

5. Pengawasan khusus
Pengawasan khusus ditujukan untuk kegiatan yang dapat berpengaruh pada
kepentingan umum, terutama pada estimasi atau penghitungan sumber daya
dan cadangan bahan galian. Estimasi sumber daya maupun cadangan bahan
galian harus jelas berdasarkan titik-titik pengamatan, sesuai dengan klasifikasi
sumber daya dan cadangan bahan galian, disertai peta dan penampang blok
sumber daya atau cadangan bahan galian. Penggunaan metode estimasi harus
dijelaskan dan sesuai dengan pola titik pengamatan. Klasifikasi sumber daya
dan cadangan bahan galian harus mengacu pada standar yang berlaku di
Indonesia. Jika ada modifikasi dari standar yang berlaku, harus dijelaskan
sebabnya. Blok-blok sumber daya atau cadangan bahan galiannya harus jelas
tergambar dalam peta dan penampang berdasarkan kategorinya.

6. Pelaksana pengawasan
Pengawasan dilaksanakan oleh satu tim yang dibentuk oleh instansi pemberi
izin usaha pertambangan, terdiri dari 3 sampai 5 orang tenaga ahli yang
berkompeten. Kualifikasi dari tenaga ahli yang berkompeten, wewenang dan
kewajiban pengawas, dan periode pengawasan diuraikan dalam subpasal di
bawah ini.

a. Kualifikasi pelaksana pengawas eksplorasi


Seorang anggota Tim Pengawas Eksplorasi harus memenuhi
kualifikasi standar, sebagai berikut :
1. Sekurang-kurangnya berpendidikan S-1 di bidang Geologi atau
Pertambangan, dan lulus kursus atau pelatihan mengenai eksplorasi
endapan bahan galian.
2. Memiliki pengalaman di bidang eksplorasi sekurang-kurangnya 5
(lima) tahun.
3. Untuk pengawasan yang berhubungan dengan estimasi bahan galian
dan atau cadangan, seorang pengawas harus mempunyai pengalaman
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dalam bidang tersebut.

b. Wewenang dan kewajiban pengawas eksplorasi


Tim Pengawas Eksplorasi mempunyai beberapa kewenangan dan
kewajiban dalam rangka pelaksanaan tugasnya, yaitu :
1. Memasuki seluruh wilayah eksplorasi,
2. Meneliti seluruh arsip yang berkaitan dengan eksplorasi bahan
galian,
3. Melakukan pengecekan dan pengetesan terhadap beberapa hasil
eksplorasi,
4. Meminta bantuan pa da Instansi Pemerintah terkait, dan
5. Berkewajiban menjaga hal -hal yang dinyatakan rahasia oleh per
aturan perundang - undangan yang berlaku.

c. Periode pengawasan
Pengawasan eksplorasi dilaksanakan secara berkala, sekurang
kurangnya satu tahun sekali pada saat kegiatan penyelidikan
berlangsung.

7. Hasil pengawasan
B. Klasifikasi Sumberdaya Mineral dan Cadangan (SNI 13-4726-1998)

Endapan mineral (bahan tambang ) merupakan salah satu kekayaan alam yang berpengaruh
dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu upaya untuk mengetahui kuantitas dan
kualitas endapan mineral itu hendaknya selalu diusahakan dengan tingkat kepastian yang
lebih tinggi, seiring dengan tahapan eksplorasinya. Semakin lanjut tahapan eksplorasi,
semakin besar pula tingkat keyakinan akan kuantitas dan kualitas sumber daya mineral dan
cadangan. Berdasarkan tahapan eksplorasi, yang menggambarkan pula tingkat keyakinan
akan potensinya, dilakukan usaha pengelompokan atau klasifikasi sumber daya mineral dan
cadangan. Dasar atau kriteria klasifikasi di sejumlah negara terutama adalah tingkat
keyakinan geologi dan kelayakan ekonomi. Hal ini dipelopori oleh US Bureau of Mines dan
US Geological Survey (3), yang hingga sekarang masih dianut oleh negara-negara dengan
industri tambang yang penting seperti Australia (2), Amerika Serikat (1), Kanada dan lain-
lain. Negara-negara tersebut mengikuti klasifikasi cadangan terbukti (proven) dan terkira
(probable) dari Securitas dan Exchange Commision di Amerika Serikat (4). Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) dalam hal ini Dewan Ekonomi dan Sosial (Economic and Social
Council) telah menyusun usulan klasifikasi cadangan dan sumberdaya mineral yang
sederhana dan mudah dimengerti oleh semua pihak (5). Selain kriteria tersebut di atas, PBB
juga menggunakan ekonomi pasar (market economy) sebagai salah satu kriterianya. Di
Indonesia, masalah yang ada adalah belum terwujudnya klasifikasi sumber daya mineral dan
cadangan yang baku sehingga berbagai pihak baik instansi pemerintah maupun perusahaan
pertambangan menggunakan klasifikasi secara sendiri-sendiri, klasifikasi yang dianggap
paling sesuai dengan sifat-sifat endapan mineralnya dan kebijakasanaan yang ada di
perusahaan tersebut. Akibatnya adalah pernyataan mengenai kuantitas dan kualitas sumber
daya mineral atau cadangan sering menimbulkan kerancuan, terlebih apabila pernyataan
tersebut tidak disertai penjelasan yang rinci mengenai kriteria klasifikasinya. Berkenaan
dengan kenyataan tersebut diatas, Pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen
Pertambangan dan Energi memandang perlu untuk menyusun suatu klasifikasi baku yang
bisa digunakan untuk mengelompokkan jenis-jenis sumberdaya mineral dan cadangan serta
menentukan kriteria yang digunakan untuk pengelompokan itu.

1. Ruang Lingkup
Standar ini merupakan pedoman untuk klasifikasi sumber daya mineral dan
cadangan yang didasarkan pada kriteria keyakinan geologi dan kelayakan
tambang.

2. Acuan
Klasifikasi sumber daya mineral dan cadangan di Indonesia ini mengacu pada
standar industri pertambangan yang telah ada di beberapa negara (1, 2, 3, 4),
dan konsep akhir dari usulan klasifikasi yang disusun oleh Gugus Tugas PBB
(5), yaitu :
1) A Guide for Reporting Exploration Information, Resources and Reserves,
Working Party # 79, Society of Mining, Metallurgy and Exploration Inc. 1991.
2) Australasian Code for Reporting of Identified Mineral Resources and Ore
Reserves, 1992.
3) Principles of Resources/Reserve Classification for Minerals, US Bureau of
Mines and US Geological Survey Circular 831, 1980.
4) SEC Accounting Rules, Regulations, Annotations, Releases, Forms, Form
S-18, pp 8345-3 to 8345-19, Commerce Clearing House, Inc., 1983.
5) United Nations International Framework Classification for Reserves /
Resources-Solid Fuels and Mineral Commodities, 1996.

3. Definisi

Klasifikasi Sumber Daya Mineral dan Cadangan adalah suatu proses


pengumpulan, penyaringan serta pengolahan data dan informasi dari suatu
endapan mineral untuk memperoleh gambaran yang ringkas mengenai
endapan itu berdasarkan kriteria : keyakinan geologi dan kelayakan
tambang.
Kriteria keyakinan geologi didasarkan pada tahap eksplorasi yang
meliputi survai tinjau, prospeksi, eksplorasi umum dan eksplorasi rinci.
Kriteria kelayakan tambang didasarkan pada faktor-faktor ekonomi,
teknologi, peraturan/perundang-undangan, lingkungan dan sosial
(economic, technological, legal, environment and social factor ).

Sumber Daya Mineral (Mineral Resource) adalah endapan mineral yang


diharapkan dapat dimanfaatkan secara nyata. Sumber daya mineral dengan
keyakinan geologi tertentu dapat berubah menjadi cadangan setelah
dilakukan pengkajian kelayakan tambang dan memenuhi kriteria layak
tambang.

Cadangan (Reserve) adalah endapan mineral yang telah diketahui ukuran,


bentuk, sebaran, kuantitas dan kualitasnya dan yang secara ekonomis,
teknis, hukum, lingkungan dan sosial dapat ditambang pada saat
perhitungan dilakukan.

4. Istilah dan Pengertian

a. Umum
Keterdapatan Mineral (Mineral Occurrence), adalah suatu indikasi
pemineralan (Mineralization) yang dinilai untuk dieksplorasi lebih
jauh. Istilah keterdapatan mineral tidak ada hubungannya dengan
ukuran volume/tonase atau kadar / kualitas, dengan demikian
bukan bagian dari suatu Sumber Daya Mineral.

Endapan Mineral (Mineral Deposit) adalah longgokan (akumulasi)


bahantambang berupa mineral atau batuan yang terdapat di kerak
bumi yang terbentuk oleh proses geologi tertentu, dan dapat
bernilai ekonomi.
Keyakinan Geologi (Geological Assurance) adalah tingkat
keyakinan mengenai endapan mineral yang meliputi
ukuran,bentuk, sebaran, kuantitas dan kualitasnya sesuai dengan
tahap eksplorasinya.

Tingkat Kesalahan (Error Tolerance) adalah penyimpangan


kesalahan baik kuantitas maupun kualitas sumber daya mineral dan
cadangan yang masih bisa diterima sesuai dengan tahap eksplorasi.

Kelayakan Tambang (Mine Feasibility) adalah tingkat kelayakan


tambang dari suatu endapan mineral apakah layak tambang atau
tidak berdasarkan kondisi ekonomi, teknologi, lingkungan, sosial
serta peraturan/perundangundangan atau kondisi lain yang
berhubungan pada saat itu.

b. Tahap Eksplorasi
Tahap eksplorasi (Exploration Stages) adalah urutan
penyelidikan geologi yang umumnya dilaksanakan melalui 4
tahap sebagai berikut : Survai tinjau,Prospeksi, Eksplorasi
Umum dan Eksplorasi Rinci. Tujuan penyelidikan geologi ini
adalah untuk mengidentifikasi pemineralan (mineralization),
menentukan ukuran, bentuk, sebaran, kuantitas dan kualitas
dari pada suatu endapan mineral untuk kemudian dapat
dilakukan analisa/kajian kemungkinan dilakukannya investasi.

Survai Tinjau (Reconnaissance) adalah tahap eksplorasi untuk


mengidentifikasi daerah-daerah yang berpotensi bagi
keterdapatan mineral pada skala regional terutama berdasarkan
hasil studi geologi regional, di antaranya pemetaan geologi
regional, pemotretan udara dan metoda tidak langsung lainnya,
dan inspeksi lapangan pendahuluan yang penarikan
kesimpulannya berdasarkan ekstrapolasi. Tujuannya adalah
untuk mengidentifikasi daerah-daerah anomali atau
mineralisasi yang prospektif untuk diselidiki lebih lanjut.
Perkiraan kuantitas sebaiknya hanya dilakukan apabila datanya
cukup tersedia atau ada kemiripan dengan endapan lain yang
mempunyai kondisi geologi yang sama.

Prospeksi (Prospecting) adalah tahap eksplorasi dengan jalan


mempersempit daerah yang mengandung endapan mineral yang
potensial. Metoda yang digunakan adalah pemetaan geologi
untuk mengidentifikasi singkapan, dan metoda yang tidak
langsung seperti studi geokimia dan geofisika. Paritan yang
terbatas, pemboran dan pencontohan mungkin juga
dilaksanakan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi suatu
endapan mineral yang akan menjadi target eksplorasi
selanjutnya. Estimasi kuantitas dihitung berdasarkan
interpretasi data geologi, geokimia dan geofisika.

Eksplorasi Umum (General Exploration) adalah tahap


eksplorasi yang merupakan deliniasi awal dari suatu endapan
yang teridentifikasi. Metoda yang digunakan termasuk
pemetaan geologi, pencontohan dengan jarak yang lebar,
membuat paritan dan pemboran untuk evaluasi pendahuluan
kuantitas dan kualitas dari suatu endapan. Interpolasi bisa
dilakukan secara terbatas berdasarkan metoda penyeledikan tak
langsung. Tujuannya adalah untuk menentukan gambaran
geologi suatu endapan mineral berdasarkan indikasi sebaran,
perkiraan awal mengenai ukuran, bentuk, sebaran, kuantitas
dan kualitasnya. Tingkat ketelitian sebaiknya dapat digunakan
untuk menentukan apakah studi kelayakan tambang dan
eksplorasi rinci diperlukan.

Eksplorasi Rinci (Detailed Exploration) adalah tahap eksplorasi


untuk mendeliniasi secara rinci dalam 3-dimensi terhadap
endapan mineral yang telah diketahui dari pencontohan
singkapan, paritan, lubang bor, shafts dan terowongan. Jarak
pencontohan sedemikian rapat sehingga ukuran,
bentuk,sebaran,kuantitas dan kualitas dan ciri-ciri yang lain
dari endapan mineral tersebut dapat ditentukan dengan tingkat
ketelitian yang tinggi. Uji pengolahan dari pencontohan ruah
(bulk sampling) mungkin di perlukan.

Laporan Eksplorasi (Exploration Report) adalah dokumentasi


mutakhir dari setiap tahap eksplorasi yang menggambarkan
ukuran, bentuk, sebaran,kuantitas dan kualitas endapan mineral.
Laporan tersebut memberikan status mutakhir mengenai
sumber daya mineral yang dapat digunakan untuk menentukan
tahap eksplorasi berikutnya atau studi kelayakan tambang.
c. Pengkajian Kelayakan Tambang (Mine Feasibility Assessment)
Laporan Penambangan (Mining Report) adalah dokumentasi
mutakhir mengenai pengembangan dan penambangan suatu
endapan mineral termasuk rencana-rencana penambangan
mutakhir. Dalam laporan telah di perhitungkan kuantitas dan
kualitas mineral yang diekstrasi, adanya perubahan harga dan
biaya, perkembangan teknologi terkait, peraturan untuk
masalah lingkungan dan peraturan lainnya serta data eksplorasi
yang dilaksanakan bersamaan dengan penambangan.Laporan
tersebut memberikan status mutakhir mengenai sumber daya
mineral dan cadangan secara rincian dan tepat.

Studi Kelayakan Tambang (Mine Feasibility Study) adalah


pengkajian mengenai aspek teknik dan prospek ekonomik dari
suatu proyek penambangan, dan merupakan dasar untuk
penentuan keputusan investasi.Kajian ini merupakan dokumen
yang memenuhi syarat dan dapat diterima untuk keperluan
analisa bank (bankable document) dalam kaitannya dengan
pelaksanaan investasi atau pembiayaan proyek. Studi ini
meliputi pemeriksaan seluruh informasi geologi berdasarkan
laporan eksplorasi dan faktor-faktor ekonomi, penambangan,
pengolahan, pemasaran,hukum/perundang-undangan,
lingkungan, sosial serta faktor lain yang terkait.

Layak Tambang adalah keadaan yang menunjukkan bahwa


berdasarkan faktor-faktor dalam studi kelayakan tambang telah
memungkinkan endapan mineral dapat ditambang secara
ekonomik.

Belum Layak Tambang adalah keadaan yang menunjukan


bahwa salah satu atau beberapa faktor dalam studi kelayakan
tambang belum mendukung dilakukannya penambangan. Bila
faktor tersebut telah mendukungnya, maka sumberdaya mineral
dapat berubah menjadi cadangan.

d. Sumber Daya Mineral dan Cadangan (Mineral Resources and


Reserves)
Sumber Daya Mineral Hipotetik (Hypothetical Mineral
Resource) adalah sumber daya mineral yang kuantitas dan
kualitasnya diperoleh berdasarkan perkiraan pada tahap Survai
Tinjau.

Sumber Daya Mineral Tereka (Inferred Mineral Resource)


adalah sumber daya mineral yang kuantitas dan kualitasnya
diperoleh berdasarkan hasil tahap Prospeksi.

Sumber Daya Mineral Terunjuk (Indicated Mineral Resource)


adalah sumber daya mineral yang kuantitas dan kualitasnya
diperoleh berdasarkan hasil tahap Eksplorasi Umum.
Sumber Daya Mineral Terukur (Measured Mineral Resource)
adalah sumber daya mineral yang kuantitas dan kualitasnya
diperoleh berdasarkan hasil tahap Eksplorasi Rinci.

Cadangan Terkira (Probable Reserve) adalah sumber daya


mineral terunjuk dan sebagian sumberdaya mineral terukur
yang tingkat keyakinan geologinya masih lebih rendah, yang
berdasarkan studi kelayakan tambang semua faktor yang terkait
telah terpenuhi, sehingga penambangan dapat dilakukan secara
ekonomik.

Cadangan Terbukti (Proved Recerve) adalah sumber daya


mineral terukur yang berdasarkan studi kelayakan tambang
semua faktor yang terkait telah terpenuhi, sehingga
penambangan dapat dilakukan secara ekonomik.

5. Klafikasi
a. Dasar klafikasi
klasifikasi sumber daya mineral dan cadangan berdasarkan 2 kriteria,
yaitu : tingkat keyakinan geologi dan pengkajian layak tambang.

b. Tingkat Keyakinan Geologi


Tingkat keyakinan geologi ditentukan oleh 4 tahap eksplorasi, yaitu :
a) Survai tinjau
b) Prospeksi
c) Eksplorasi umum
d) Eksplorasi rinci
Kegiatan dari a) ke d) menunjukkan makin rincinya penyelidikan,
sehingga tingkat keyakinan geologinya makin tinggi dan tingkat
kesalahannya makin rendah.

c. Pengkajian Layak Tambang


i. Pengkajian layak tambang meliputi faktor-faktor
ekonomi, penambangan,pemasaran, lingkungan, sosial,
dan hukum/ perundang-undangan. Untuk endapan
mineral bijih, metalurgi juga merupakan faktor
pengkajian layak tambang.

ii. Pengkajian layak tambang akan menentukan apakah


sumber daya mineral akan berubah menjadi cadangan
atau tidak

iii. Berdasarkan pengkajian ini, bagian sumber daya mineral


yang layak tambang berubah statusnya menjadi
cadangan sedangkan yang belum layak tambang tetap
menjadi sumber daya mineral.

d. Klas Sumber Daya Mineral dan Cadangan


Tingkat klas sumber daya mineral dan cadangan dikelompokkan
berdasarkan kedua kriteria yang menjadi dasar klasifikasi. Berdasarkan
kriteria itu,jenis/klas sumber daya mineral dan cadangan tertera dalam
Lampiran 1.

e. Sumber Daya Mineral


Sumber daya mineral terdiri dari :
a) Sumber Daya Mineral Hipotetik
b) Sumber Daya Mineral Tereka
c) Sumber Daya Mineral Terunjuk
d) Sumber Daya Mineral Terukur

f. Cadangan
Cadangan di bagi menjadi dua, yaitu :
a) Cadangan Terkira
b) Cadangan Terbukti

6. Persyaratan
a. Penggolongan ke dalam klas sumber daya mineral dan cadangan harus
memenuhi syarat kriteria yang telah ditentukan.

b. Setiap klas sumber daya mineral dan cadangan mempunyai tingkat


kesalahan maksimal yang diperbolehkan. Tingkat kesalahan dapat
bervariasi berdasarkan komoditas, tipe endapan dan metoda
penghitungan yang digunakan.
c. Klasifikasi sumber daya mineral dan cadangan serta tingkat kesalahan
yang dihasilkan dicantumkan dalam laporan dan harus dapat dijelaskan
dalam batasan-batasan yang dapat diterima oleh Panitia/Lembaga
Penguji.

7. Pengujian
a. Pengujian klas sumberdaya mineral dan cadangan dilakukan terhadap
terpenuhinya persyaratan yang telah ditentukan.

b. Panitia/Lembaga penguji merupakan tim yang dibentuk oleh


Departemen Pertambangan dan Energi atau instansi yang
berwewenang untuk itu dan anggota Panitia/Lembaga yang ditunjuk
terdiri dari para ahli yang berkompeten dan berpengalaman
dibidangnya.

Anda mungkin juga menyukai