BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Pendahuluan
Secara geologi, sebagian besar wilayah Indonesia berada pada jalur subduksi cincin
api pasifik (pacific ring of fires) yang menyebabkan banyak bermunculan gunungapi aktif. Di
wilayah Indonesia sendiri dijumpai 129 gunungapi aktif yang terdiri dari gunungapi aktif tipe
A (80 buah), tipe B (28 buah), dan tipe C (21 buah) (Bemmelen, 1949; Kusumadinata, 1979;
Sutawidjaja, et al., 2013). Gunungapi tipe A adalah gunungapi yang pernah mengalami
letusan magmatik sejak 1600, tipe B adalah yang diketahui pernah meletus sebelum 1600,
dan tipe C adalah lapangan solfatara dan fumarola. Keberadaan gunungapi aktif tersebut
membawa implikasi tersendiri akan munculnya ancaman erupsi vulkanik yang sewaktu-
waktu dapat terjadi.
Erupsi gunungapi mampu mengeluarkan lava, sejumlah besar gas, serta material
piroklastik (hancuran batuan, lava bomb, abu halus, dan debu) (Lutgens & Tarbuk, 2012).
Material-material tersebut mampu menghancurkan obyek-obyek di per-mukaan bumi yang
dilewatinya sehingga berpotensi besar menelan korban dan menimbulkan bencana besar.
Menurut Badan Koordinasi Penanggulangan Bencana/Bakornas PB (2007), sekarang BNPB,
upaya pengurangan bencana yang dapat dilakukan sebelum terjadinya bencana (erupsi) salah
satunya adalah dengan memantau kegiatan gunungapi setiap saat untuk memprediksi kapan
gunungapi akan meletus.
Gejala-gejala yang dapat diamati akibat pergerakan magma (yang memicu erupsi)
pada suatu gunungapi adalah; meningkatnya aktivitas gempa (gempa vulkanik), perubahan
(meningkat-nya) suhu kawah, perubahan bentuk tubuh gunungapi, dan meningkatnya emisi
gas dan uap air (Marshak, 2013). Upaya monitoring aktivitas vulkanisme dapat dilakukan
dengan membangun Pos Pengamatan Gunungapi yang dilakukan oleh Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi. Upaya pemantauan lainnya yang dapat dilakukan adalah dengan
menggunakan data satelit penginderaan jauh (Lutgens & Tarbuk, 2012).
Gunung Raung yang terletak di Kabupaten Banyuwangi, Jember, Bondowoso-
Provinsi Jawa Timur, adalah gunung api tipe strato dengan tinggi puncak lk. 3.400 m di atas
muka laut. Gunung ini merupakan salah satu gunung api aktif tipe yang selalu berasap,
berbentuk strato dengan kaldera berkedalaman lk 500 m.
Gunung Raung merupakan salah satu gunungapi aktif yang termasuk dalam deretan
gunungapi Indonesia. Secara geografis puncak gunung Raung terletak pada posisi 8 0730
LS dan 114 02 30 BT dengan tinggi puncaknya 3332 meter diatas permukaan laut. Secara
administratif gunung Raung termasuk dalam tiga wilayah Kabupaten, yaitu Bondowoso,
Banyuwangi, dan Jember Propinsi Jawa Timur. Kegiatan gunung Raung umumnya dicirikan
oleh hembusan asap kawah berwarna putih tipis dengan ketinggian berkisar antara 50 hingga
75 meter dari puncakTremor vulkanik merupakan gelombang seismik yang biasa teramati
didekat gunungapi aktif [2].
Berdasarkan kenampakan bentuk gelombangnya tremor vulkanik dibagi menjadi dua
yaitu tremor harmonik dengan kenampakan yang teratur dan tremor spasmodik dengan
kenampakan yang tidak teratur [3]. Penelitian mengenai tremor vulkanik biasanya terkait
dengan kakakteristik dan mekanisme sumbernya. Beberapa penelitian mengenai mekanisme
sumber tremor vulkanik antara lain; tremor vulkanik diduga merupakan hasil resonansi gas
didalam pipa konduit [4], proses non linier didalam saluran magma berbentuk silinder [5]
dan diduga dihasilkan oleh aliran magma yang mempunyai dua fase fluida yaitu fase gas dan
fase cair [6].
Mekanisme terjadinya tremor vulkanik belum bisa diterangkan secara jelas
walaupun berasal dari gunung yang sama. Apabila suatu tremor merupakan hasil dari suatu
getaran akibat aliran fluida magma tidak steady pada kantong magma yang dapat dianggap
sebagai suatu sistem dinamik yang kaotik, maka analisis frekuensi tidak cukup untuk
membedakan karakteristik tremor vulkanik tersebut. Untuk itu perlu dilakukan analisis non
linier [5].
Analisis non linier untuk sinyal seismik yang berasal dari gunungapi merupakan
cara analisis baru dan telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya antara lain pada
data tremor vulkanik gunung Sangay di Ekuador [7] dan pada data dari gunung Semeru di
Indonesia [8]. Pada bulan Oktober tahun 2012 gunung Raung menunjukkan aktifitas yang
berbeda dari biasanya, kawah gunung Raung terus menyemburkan asap dan mengeluarkan
suara gemuruh, erupsinya berupa letupan gas yang ditandai dengan asap tebal berwarna
kehitaman.
Pemantauan aktifitas gunung Raung telah dilakukan oleh Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) dengan menggunakan tiga stasiun seismik seperti
terlihat pada Gambar 1. Satu stasiun seismik bersifat permanen dan dua lainnya bersifat
temporer dengan menggunakan seismometer 1 komponen tipe L4-C.
Puncak G. Raung merupakan kerucut terpotong dengan tonjolan dari sisa-sisa endapan
lava an barangko-barangko dari sisa endapan piroklastik. Kaldera G. Raung berbentuk
ellips, berukuran 1750x2250 m, dalamnya 400-550 m di bawah peatang, lereng kaldera
sangat terjal.
Sektor barat G. Raung muncul sekelompok bukit (hillocks) sebagai sisa dari suatu
longsoran puing raksasa dari kerucut gunungapi bagian barat. Gumuk-gumuk atau bukit-
bukit kecil G. Raung ini merupakan sisa erosi dari suatu longsoran yang maha dahsyat, juga
gumuk-gumuk piroklastik di dataran Jember kemungkinan besar karena terjadinya banjir
masa batuan (banjir lahar).
Gambar 2.Kenampakan visual puncak Gunungapi Raung (kaldera) pada citra Landsat-8 RGBpan
6548 tanggal 12 Oktober 2014. Warna violet menunjukkan endapan "fresh" lava dan piroklastik
BAB II
AKTIFITAS GUNUNG RAUNG
Menurut catatan sejarah erupsi Raung, kejadian erupsivpertama kali tercatat pada
1586 berupa letusan dahsyat dan memakan korban jiwa manusia. Letusan besar selanjutnya
terjadi pada 1597 dan tercatat ada korban manusia. Pada 1638 tercatat ribuan korban jiwa
akibat letusannya. Pada 1953 letusan abu Raung mencapai radius 200 km dan awan panas
mengalir menyelimuti sebagian tubuhnya, tapi tidak tercatat adanya korban jiwa. Letusan
besar terakhir terjadi pada 1956. Setelah 1956, kejadian erupsi hampir setiap 10-20 tahun
sekali dan sejak 2008 kejadian erupsi terjadi beberapa kali dalam periode waktu kurang dari
10 tahun., berikutnya ditunjukkan pada tabel di bawah ini.
Tahun
Keterangan
letusan
Setelah istirahat selama lk. 2 tahun, aktivitas kegempaan Gunung Raung meningkat
lagi, ditandai dengan tremor vulkanik kuasi harmonik. Oleh
karena itu, tingkat aktivitas Raung dinaikkan dari Level II (Waspada) menjadi Level III
(Siaga) pada 13 November 2014. Periode krisis ini berlangsung selama sedikitnya 6 bulan
dengan aktivitas yang berfluktuasi.
Selama periode Juni-Agustus 2015, aktivitas Raung terekam jelas dan lebih kuat
dibanding sebelumnya, baik secara visual, gempa letusan, deformasi gunung, maupun
peningkatan energi tremor. Pengamatan awal pada data gempa letusan, tremor, visual foto
kawah/ letusan dan data citra satelit menggambarkan Raung mengalami erupsi dari sumber
magma yang kurang kaya akan gas. Pada periode ini, Raung telah kembali meraung dan
berdampak pada ditundanya beberapa penerbangan ke dan dari Denpasar, Bali.
Gambar 5. Citra satelit kenampakan kawah Gunung Raung 2 juli 2015. Sumber: SPOT Lapan
Menurut catatan sejarah erupsi Raung, kejadian erupsivpertama kali tercatat pada
1586 berupa letusan dahsyat dan memakan korban jiwa manusia. Letusan besar selanjutnya
terjadi pada 1597 dan tercatat ada korban manusia. Pada 1638 tercatat ribuan korban jiwa
akibat letusannya. Pada 1953 letusan abu Raung mencapai radius 200 km dan awan panas
mengalir menyelimuti sebagian tubuhnya, tapi tidak tercatat adanya korban jiwa. Letusan
besar terakhir terjadi pada 1956. Setelah 1956, kejadian erupsi hampir setiap 10-20 tahun
sekali dan sejak 2008 kejadian erupsi terjadi beberapa kali dalam periode waktu kurang dari
10 tahun.
Pada Mei 2011, PVMBG bekerja sama dengan pihak USGS melakukan penambahan
stasiun seismik tiga komponen (broadband) yang lokasinya berdekatan dengan stasiun
RAUN. Pada tahun berikutnya kembali dilakukan penambahan 2 stasiun seismik di Kali Baru
(Stasiun KBUR) dan di Pos PGA Raung (POSR).
beberapa kali cahaya atau sinar api dan letusan abu dari arah kaldera Raung. Misalnya,
kejadian pada 27 Desember 2014. Cahaya api kaldera Gunung Raung bila dilihat dari bibir
kaldera berasal dari letusan tipe strombolian.
Aktivitas Raung yang telah berstatus Waspada, sejak 13 November 2014 ditandai oleh
tremor yang berlanjut sampai 29 November 2014 dan berubah menjadi Tremor vulkanik
menerus. Peningkatan aktivitas ini merupakan perulangan kejadian yang sama sekitar 2 tahun
yang lalu, walaupun sesekali terjadi lonjakan energi tremor diantara selang waktu tersebut.
Kenaikan RSAM terjadi pada periode November 2012 Februari 2013 dan
November April 2015 serta periode Juni-Agustus 2015 menunjukkan setidaknya terjadi tiga
kali terjadi krisis tremor. Pada awal Februari 2015, masyarakat melaporkan telah terjadi abu
tipis di Paltuding perbatasan Banyuwangi dan Bondowoso) atau arah timur Raung, serta
terdengarnya suara gemuruh hingga sejauh kurang lebih 20 km. Selain aktivitas kegempaan
yang meningkat pada periode krisis di atas, aktivitas pergerakan magma dimanifestasikan
juga oleh komponen radial data tiltmeter.
Setelah Februari 2015 aktivitas vulkanik Gunung Raung cenderung menurun dan
secara visual tidak teramati aktivitas dari kaldera. Berdasarkan citra satelit Himawari,
aktivitas vulkanik di kaldera mulai muncul lagi pada Mei-Juli 2015 dengan kecenderungan
meningkat. Pada 25 Juni dan 11 Juli nampak terjadi aliran lava dan letusan abu di dalam
kaldera, sedangkan pada 27 Juli aktivitas vulkanik di kaldera didominasi oleh letusan abu.
Kenampakan erupsi Raung bila dilihat dari sisi lain (darat) pada 10 Juli menunjukkan
kejadian letusan letusan tipe strombolian dan aliran lava.
Salah satu hasil penelitian kami adalah dugaan bahwa tremor vulkanik saat erupsi
Raung berkaitan dengan dinamika dan dapat mencerminkan kekuatan erupsi. Fenomena
seperti ini pernah terjadi pada tremor vulkanik yang berhubungan dengan proses erupsi
eksplosif lemah dari semburan lava di Hawaii, Gunung Etna, Itali; dan Gunung Arenal di
Costa Rika.
Tremor tahun 2014-2015 secara umum memiliki frekuensi dominan lebih kecil.
Contoh tremor tanggal 20 Februari 2015, pukul. 06.12 WIB, agak sedikit lebih kecil.
Hasil pengamatan gunung saat terjadi tremor tersebut tampak asap kecokelatan keluar
dari Gunung Raung dengan tinggi asap kurang dari 100 m dari puncak, dan beberapa
detik sebelumnya terdengar suara gemuruh lemah.
Tremor vulkanik Raung, pada masa krisis November 2014 Maret 2015,
memiliki karakteristik bentuk tremor quasi-harmonik dan frekuensi dominan sekitar 1,9
Hz. Dibandingkan dengan tremor vulkanik beberapa tahun sebelumnya, frekuensi
dominan tremor ini cenderung lebih kecil. Hasil analisis bentuk tremor pada 25 Februari
2015, selama lk 6 jam, terekam rentetan kejadian tremor jenis tremor kuasi harmonik.
panjang yang berurutan. Hasil identifikasi tremor kuasi harmonik seperti ini
menggambarkan suatu letusan abu dengan tinggi beberapa ratus meter.
Bersamaan dengan itu, seiring tremor layangan pertama, terdengar suara gemuruh
bunyi seperti pesawat jet. Tremor ini kemudian disusul oleh tremor layangan kedua yang
mencerminkan proses degassing (hembusan gas) bersamaan dengan terdengarnya suara
gemuruh seperti suara lokomotif kereta api. Dengan adanya rekaman letusan pada malam
hari 25 Februari 2016 ini, maka dapat dipastikan bahwa Gunung Raung mengalami
erupsi yang terjadi bersamaan dengan semburan lava (strombolian).
Model erupsi Raung seperti diuraikan di atas, setidaknya berguna untuk antisipasi
letusan ke depan, termasuk saran untuk mitigasi bencana letusannya. Namun demikian,
pengamatan aktivitas Raung perlu terus dilakukan demikian pula kajian dan
penelitiannya guna mengetahui lebih tepat lagi perilaku gunung api aktif di bagian timur
Jawa Timur ini. ( Hendra Gunawan dan Gede Suantika)
III.3 Rekaman Aktivitas Gunungapi Raung denga data Time Series Nilai NTI
Sementara itu wilayah diluar tiga km dari pusat erupsi merupakan kawasan yang
berpotensi terlanda hujan abu, bergantung arah dan kekuatan angin.
Gambar 7. Grafik time series nilai T 21 (dalam Kelvin) dari kaldera Gunungapi Raung
Gambar 8. Grafik time series nilai T 32 (dalam Kelvin) dari kalderaGunungapi Raung
Gambr 9. Grafik Time Series Nilai NTI dari Kaldera Gunungapi Raung. pada grafik terlihat terjadi erupsi besar
yang diindikasikan oleh adanya puncak-puncak nilai NTI (lingkaran warna biru) pada 24 Juni (NTI=0.1361), 1
Juli (NTI=0,1542), 10 Juli (NTI=0,1642), dan 22 Juli NTI=0,1374)
Gambar 10. Gambar tiga dimensi citra NTI wilayah Gunungapi Raung dan sekitarnya pada
beberapa tanggal yang memperlihatkan pola spasial nilai NTI wilayah kaldera Gunungapi Raung
dan daerah sekitarnya pada beberapa hari menjelang erupsi (a), awal erupsi (b) dan puncak erupsi
(c).
Selama 2014 tingkat aktivitas Gunungapi Raung sempat dinaikkan dari Level I
(Normal) ke Level II (Waspada) pada 05 Januari 2014 dan diturunkan dari Level II
(Waspada) ke Level I (Normal) pada 17 Juni 2014. Tingkat aktivitas dinaikan lagi dari Level
I (Normal) ke Level II (Waspada) pada 13 November 2014. Adapun pada 21 Juni 2015,
kembali terjadi peningkatan aktivitas yang ditandai dengan letusan abu dan lontaran material
pijar di kawah puncak serta terekamnya Gempa Tremor dengan amplituda maksimum yang
terus meningkat secara signifikan, sehingga tingkat aktivitas Gunungapi Raung terhitung
mulai 29 Juni 2015, pukul 09.00 WIB dinaikan dari Level II (Waspada) menjadi Level III
(Siaga).
28 C, pada saat cerah teramati asap kawah kelabu, tipis - tebal, bertekanan lemah,
tinggi asap sekitar 500 1500 meter dari puncak kawah. Teramati sinar api, terdengar
suara gemuruh dan dentuman lemah,
16 23 Juli 2015, cuaca cerah, mendung - hujan, angin tenang pada umumnya bertiup
ke arah barat-barat daya-selatan, gunungapi jelas - tertutup kabut, suhu udara berkisar
17-28 C, pada saat cerah teramati asap kawah kelabu, tipis-tebal, bertekanan lemah,
tinggi asap sekitar 500 2000 meter dari puncak kawah. Teramati sinar api.
Catatan aktivitas gunungapi yang dilakukan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi tersebut dipergunakan sebagai pembanding hasil deteksi gejala erupsi dari data
MODIS yang dilakukan ini. Secara umum dapat diketahui bahwa hasil deteksi gejala erupsi
dari data MODIS berdasarkan parameter NTI sesuai dengan kondisi di hasil perekaman dari
Pos Pengamat Gunungapi Raung
Mengenai aktifitas Gempa,yang tercatat oleh seismograf pada Pos PGA G. Raung
adalah gempa vulkanik dangkal, vulkanik dalam, tektonik lokal dan tektonik jauh.
Kegempaan G. Raung tahun 2008 hingga tahun 2009 terlihat pada grafik di bawah.
Gambar 16. Seismogram tremor vulkanik gunung Raung tangal 17 Oktober 2012 pukul 00.00 s/d 04.00
WIB terekam di stasiun Raung.
Harga gayaberat pada lintasan A-B (seperti ditunjukkan pada peta lintasan magnetik
G. Raung) adalah ditunjukkan pada tabel dibawah ini :
Harga
Titik Waktu Harga Koreksi
Akhir
GT-1 07:37 45439 - 10 45429
GT-2 07:55 45294 - 12 45282
GT-3 08:14 45444 - 13 45431
GT-4 08:34 45578 - 12.5 45565.5
GT-5 08:50 45566 - 14 45552
GT-6 09:06 45788 - 14 45774
GT-7 09:25 46172 - 14 46158
GT-8 10:32 46217 - 7 46210
GT-9 15:03 46589 + 13 46602
GT-
10:44 46800 - 11 46789
10
Harga-harga potensial dikoreksi dengan harga variasi harian di base station, untuk
menghindari adanya arus telurik (telluric current). Oleh karena survei SP ini merupakan
survei awal maka analisis untuk penentuan adanya anomali SP belum bisa dilakukan. Namun
demikian kemungkinan mulai adanya perubahan temperatur/konsentrasi fluida terletak antara
titik ukur GT.7 dan GT.8 atau disekitar pertengahan lereng G. Raung.
Batuan G. Raung terdiri dari basalt dan andesit dengan komposisi kimia seperti tabel
di bawah ini :
BAB III
Kegiatan vulkanik G. Raung dipantau dari Pos PGA yang terletak di bagian tenggara
G. Raung, yaitu di Dusun Mangaran, Desa Sraji, Kecamatan Songgon, Kabupaten
Banyuwangi, pada ketinggian 650m dpl. Pemantauan yang dilakukan berupa pengamatan
visual dan kegempaan.Dalam keadaan normal teramati hembusan asap kawah berwarna putih
tipis setinggi 50-100 m di atas puncak dengan tekanan lemah (Mei 1995).
Kegiatan lain yang diamati berupa solfatara dan fumarola yang terletak pada bukit dan
bibir kawah sinder cone bagian barat dan di dasar kawah bagian barat.Untuk menghadapi
bahaya letusan G. Raung seperti yang pernah terjadi di waktu sejarah, maka disusunlah Peta
Kawasan Rawan Bencana G. Raung yang ada sekarang ini terdiri dari tiga kawasan, yaitu
Kawasan Rawan Bencana I, Kawasan Rawan Bencana II dan Kawasan Rawan Bencana III.
Untuk kasus G. Raung, KRB-III adalah merupakan kawasan yang sering terlanda
awan panas, aliran lava dan bahan lontaran batu (pijar). Dalam kondisi meletus Kawasan
Rawan Bencana-III (KRB-III) G. Raung berlaku sebagaimana di gunungapi lain meskipun
gunungapi tersebut tidak sering meletus dimana ada sektor yang sering terlanda oleh aliran
massa maupun material lontaran batu (pijar) dan hujan abu lebat. Kawasan Rawan Bencana
III (KRB-III) G. Raung terdiri atas dua bagian, yaitu kawasan yang akan selalu terlanda oleh:
Kawasan Rawan Bencana-II (KRB-II), adalah kawasan yang berpotensi terlanda awan
panas, aliran lava, lontaran batu (pijar) dsn hujsn sbu lebat berjenis ash dry and wet
fall.Perluasan awan panas kemungkinan dapat terjadi apabila letusan di masa mendatang
lebih besar dari letusan masa silam atauterjadi percampuran (magma mixing), sehingga terjadi
letusan hebat yang banyak merubah keadaan morfologi G. Raung secara drastis.
b. Kawasan rawan bencana terhadap jatuhan piroklastik berupa hujan abu berjenis ash
dry fall tanpa memperhatikan arah tiupan angin (saat terjadi letusan), dan
kemungkinan dapat terkena lontaran batu (pijar).
DAFTAR PUSTAKA
Wildani, Arin dkk.2013. Analisis Non Linier Tremor Vulkanik Gunungapi Raung Jawa
Timur-Indonesia. Jurnal Neutrino Vol. 6, No. 1 Oktober 2013.
Suwarsono,dkk.2015.Deteksi Gejala Erupsi Strombolian Gunungapi Raung Jawa Timur
Menggunakan Normalized Thermal Index dari Data Modis. Jurnal Penginderaan
Jauh Vol. 12 No. 2 Desember 2015 :133-145
Hendra Gunawan .2016 Ketika Raung Kembali Meraung.diakses
pada :.http://geomagz.geologi.esdm.go.id/ketika-raung-kembali-meraung/.Tanggal
24 Maret 2017.
DAFTAR PUSTAKA
Wildani, Arin dkk.2013. Analisis Non Linier Tremor Vulkanik Gunungapi Raung Jawa
Timur-Indonesia. Jurnal Neutrino Vol. 6, No. 1 Oktober 2013.
Suwarsono,dkk.2015.Deteksi Gejala Erupsi Strombolian Gunungapi Raung Jawa Timur
Menggunakan Normalized Thermal Index dari Data Modis. Jurnal Penginderaan
Jauh Vol. 12 No. 2 Desember 2015 :133-145
Hendra Gunawan .2016 Ketika Raung Kembali Meraung.diakses
pada :.http://geomagz.geologi.esdm.go.id/ketika-raung-kembali-meraung/.Tanggal
24 Maret 2017.