Anda di halaman 1dari 9

PERBEDAAN INDIVIDU DALAM BELAJAR

Tugas 14 Psikologi Pendidikan

Oleh :

MUHAMMAD HAMDANI
NIM : 14045007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI


JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2014
PERBEDAAN INDIVIDU DALAM BELAJAR

1. GAYA BELAJAR

a. Pengertian.

Gaya belajar adalah segala faktor yang mempermudah dan mendorong


siswa/mahasiswa untuk belajar dalam situasi yang telah ditentukan (Kosasih A Jahiri,
1978,h.7).
Gaya belajar adalah kunci untuk mengembangkan kinerja dalam pekerjaan, di
sekolah, dan dalam situasi-situasi antar pribadi. Ketika menyadari bahwa bagaimana
seseorang menyerap dan mengolah informasi, belajar dan berkomunikasi menjadi
sesuatu yang mudah dan menyenangkan(Nunan, 1991: 168).
Setiap anak atau peserta didik memiliki cara belajar sendiri yang di pandang
efektif dalam belajar. Cara belajar atau kesenangan belajar yang sering juga disebut
gaya belajar (learning style) diartikan sebagai karakteristik dan preferensi atau pilihan
individu mengenai cara mengumpulkan infomasi, menafsirkan, mengorganisasi,
merespon, dan memikirkan informasi tersebut.
Gaya belajar dapat dibedakan menjadi tiga. Pertama Gaya belajar visual: yaitu
gaya belajar yang lebih banya menggunakan alat indra penglihatan sebagai alat untuk
memperoleh pengetahuan. Karakteristik anak yang memiliki gaya belajar visual ialah
mudah memperoleh pengetahuan terhadap apa yang dilihatnya, suka membaca, teliti,
dan menyukai metode demonstrasi serta kurang menyukai metode ceramah. Kedua
Gaya belajar auditorial: yaitu gaya belajar yang lebih banyak menggunakan indra
pendengaran untuk memperoleh pengetahuan. Karakteristik anak yang memiliki gaya
belajar auditorial ialah mudah memperoleh pengetahuan terhadap apa yang
didengarnya, sulit menulis tetapi mudah bercerita, senang bersuara keras ketika sedang
membaca, lebih suka gurauan dari pada membaca buku, dan menyukai metode
ceramah. Ketiga Gaya belajar kinestetik: yaitu gaya belajar yang lebih menekan geralk
atau praktek langsung atas apa yang sedang dipelajarinya. Karakteristik anak yang
memiliki gaya belajar kinestetik ialah suka mengerjakan sendiri atau praktek langsung,
banyak bererak, ketika membaca menggunakan jari sebagai penunjuk, menyukai
permainan yang menyibukkan, dan ingin selalu melakukan sesuatu.
Dengan adanya tiga gaya tersebut, guru dapat mengidentifikasi gaya belajar
peserta didiknya, sehingga dapat memberikan layanan kepada peserta didiknya sesuai
dengan gaya belajar masing-masing peserta didik. Dengan demikian masing-masing
peserta didik dapat belajar dengan optimal.
b. Dikotomi Gaya Belajar dan Berpikir

Dua dikotomi gaya yang paling banyak didiskusikan dalam wacana tentang
pembelajaran adalah gaya impulsif/reflektif dan mendalam/dangkal.

Gaya impulsif/reflektif juga disebut sebagai tempo konseptual, yakni murid


cenderung bertindak cepat dan impulsif atau menggunakan lebih banyak waktu untuk
merespons dan merenungkan akurasi dari suatu jawaban (Kagan, 1965). Murid yang
impulsif seringkali lebih banyak melakukan kesalahan ketimbang murid yang reflektif.
Dibandingkan murid yang impulsif, murid yang reflektif lebih mungkin melakukan
tugas berikut :

Mengingat informasi yang terstruktur


Membaca dengan memahami dan menginterpretasi teks
Memecahkan problem dan membuat keputusan

Dibandingkan murid yang impulsif, murid yang reflektif juga lebih mungkin
untuk menentukan sendiri tujuan belajar dan berkonsentrasi pada informasi yang
relevan. Murid reflektif biasanya standar kinerjanya tinggi.

Gaya mendalam/dangkal. Maksudnya adalah sejauh mana murid mempelajari


materi belajar dengan satu cara yang membantu mereka untuk memahami makan
materi tersebut (gaya mendalam), atau sekedar mencari apa-apa yang perlu untuk
dipelajari (gaya dangkal). Murid yang belajar menggunakan gaya dangkal tidak bisa
mengaitkan apa-apa yang mereka pelajari dengan kerangka konseptual yang lebih
luas. Mereka cenderung belajar secara pasif, seringkali hanya mengingat informasi.
Pelajar mendalam (deep learner) lebih mungkin untuk secara aktif memahami apa-apa
yang mereka pelajari dan memberi makna pada apa yang perlu diingat. Jadi, pelajar
mendalam menggunakan pendekatan konstruktivis dalam aktivitas belajarnya. Selain
itu, pelajar mendalam lebih mungkin memotivasi diri sendiri untuk belajar, sedangkan
pelajar dangkal (surface learner) lebih mungkin akan termotivasi belajar jika ada
penghargaan dari luar, serta pujian dan tanggapan positif dari guru (Snow, Corno,
&Jackson, 1996).

2. KEPRIBADIAN DAN TEMPERAMEN

a. Kepribadian

Kepribadian atau personalitas adalah pemikiran, emosi, dan perilaku tertentu


yang menjadi ciri dari seseorang dalam menghadapi dunianya. Lima faktor utama
dalam kepribadian yaitu openness, conscientiousness, extraversion, agreableness, dan
neuroticsm.

1) Openness (keterbukaan kepada pengalaman)


Imajinatif atau praktis
Tertarik pada variasi atau rutinitas
Indenpenden atau mudah menyesuaikan diri
2) Conscientiousness (kepatuhan)
Rapi atau tidak rapi
Perhatian atau cereboh
Disiplin atau impulsif
3) Extraversion
Terbuka secara sosial atau menyendiri
Suka bersenang atau bersedih
Kasih sayang atau sebaliknya
4) Agreableness (kepekaan nurani)
Berhati lembut atau kasar
Percaya atau curiga
Membantu atau tidak kooperatif
5) Neuroticism (stabilitas emosional)
Tenang atau cemas
Merasa aman atau tidak aman
Puas pada diri atau mengasihani diri sendiri

Menurut konsep interaksi orang-situasi, cara terbaik untuk mengkarakterisi


kepribadian individual bukan hanya berdasarkan pada ciri bawaan personal atau
karakter saja, namun juga dengan situasinya. Interaksi orang-situasi adalah pandangan
yang menyatakan bahwa cara terbaik untuk mengkonseptualisasikan kepribadian
bukan hanya dari segi ciri atau karakteristik pesonal saja, tetapi juga dari segi
situasinya. Teori interaksi orang-situasi memperkirakan bahwa murid yang ekstravert
akan mampu beradaptasi dengan baik jika dia diminta untuk bekerja sama dengan
murid lain, sedangkan murid yang introvert akan mampu beradaptasi dengan lebih
baik jika dia diminta mengerjakan tugas secara sendirian. Murid ekstravert akan lebih
senang apabila bersosialisasi dengan banyak orang di sebuah pesta, sedangkan murid
introvert lebih senang duduk sendiri atau sekedar bercakap dengan satu teman.
Kesimpulannya, jangan menganggap bahwa kepribadian itu akan selalu membuat
seseorang berperilaku tertentu di semua situasi. Konteks atau situasi juga penting
(Burger,2000; Derlega, Winstead, & Jones, 1999). Pantau situasi dimana murid dengan
berbagai karakternya yang berbeda tampak merasa nyaman, dan beri mereka
kesempatan untuk belajar dalam situasi tersebut.

b. Temperamen
Temperamen adalah gaya perilaku seseorang dan cara khasnya dalam memberi
tanggapan atau respons. Klasifikasi yang paling terkenal adalah klasifikasi oleh
Alexander Chess dan Stella Thomas ( Chess & Thomas, 1997; Thomas & Chess,
19991). Mereka percaya bahwa ada tiga tipe atau jenis tempramen:

Anak mudah (easy child) biasanya memiliki mood positif, cepat membangun
rutinitas, dan mudah beradaptasi dengan pengalaman baru.

Anak sulit (difficult child) cenderung bereaksi negatif, cenderung agresif,


kurang kontrol diri, dan lamban dalam menerima pengalaman baru.

Anak lamban bersikap hangat (slow-to-warm-up child) biasanya beraktivitas


lamban, agak negatif, menunjukan kelambanan dalam beradaptasi, dan
intensitas mood yang rendah.

Dalam satu studi, remaja bertempramen sulit biasanya mudah tergoda oleh
penyalahgunaan narkoba dan mudah stres (Tubman & Windle, 1995). Dalam studi
lain, faktor temperamen yang diberi labeldiluar kendali(mudah tersinggung dan
terganggu) yang diketahui ada pada usia 3 sampai 5 tahun ternyata ada hubungannya
dengan problem perilaku yang muncul pada usia 13 sampai 15 tahun(Caspi, dkk.,
1995). Klasifikasi tempramen sekarang ini lebih difokuskan pada;

sikap dan pendekatan positif


sikap negatif dan
usaha kontrol (pengaturan diri).

3. SOSIAL EKONOMI DAN BUDAYA

a. Sosial Ekonomi
Meliputi tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan penghasilan
orang tua. Tingkat orang tua berbeda satu dengan lainnya. Meskipun tidak mutlak
tingkat pendidikan ini dapat mempengaruhi sikap orang tua terhadap pendidikan anak
serta tingkat aspirasinya terhadap pendidikan anak. Demikian juga dengan pekerjaan
dan penghasilan orang tua yang berbeda-beda. Perbedaan ini akan membawa implikasi
pada berbedanya aspirasi orang tua terhadap pendidikan anak, aspirasi anak terhadap
pendidikannya, fasilitas yang diberikan pada anak dan mungkin waktu disediakan
untuk mendidik anak-anaknya. Demikian juga perbedaan status ekonomi dapat
membawa implikasi salah satunya pada perbedaan pola gizi yang diterapkan dalam
keluarga.

b. Budaya
Merupakan pikiran, akal budi, hasil karya manusia, atau dapat juga
didefinisikan sebagai adat istiadat. Adanya nilai-nilai dalam masyarkat memberitahu
pada anggotanya tentang apa yang baik dan atau penting dalam masyarakatnya. Nilai-
nilai tersebut terjabarkan dalam suatu norma-norma. Norma masing-masing
masyarakat berbeda, maka perilaku yang muncul dari anggota masing-masing
masyarakat berbeda satu dengan lainnya.

Fungsi pendidikan dalam konteks kebudayaan dapat dilihat dalam


perkembangan kepribadian manusia. Tanpa kepribadian manusia tidak ada
kebudayaan, meskipun kebudayaan bukanlah sekadar jumlah kepribadian-kepribadian.
Para pakar antropologi, menunjuk kepada peranan individu bukan hanya sebagai
bidakbidak di dalam papan catur kebudayaan. Individu adalah creator dan sekaligus
manipulator kebudayaannya. Di dalam hal ini studi kebudayaan mengemukakan
pengertian sebab-akibat sirkuleryang berarti bahwa antara kepribadian dan
kebudayaan terdapat suatu interaksi yang saling menguntungkan
Di dalam perkembangan kepribadian diperlukan kebudayaan dan seterusnya
kebudayaanakan dapat berkembang melalui kepribadiankepribadian tersebut. Inilah
yang disebut sebab-akibat sirkuler antara kepribadian dan kebudayaan. Hal ini
menunjukkan kepada kita bahwa pendidikan bukan semata-mata transmisi kebudayaan
secara pasif tetapi perlu mengembangkan kepribadian yang kreatif. Pranata sosial yang
disebut sekolah harus kondusif untuk dapat mengembangkan kepribadian yang kreatif
tersebut. Namun apa yang terjadi di dalam lembaga pendidikan yang disebut sekolah
kita ialah sekolah telah menjadi sejenis penjara yang memasung kreativitas peserta
didik.Kebudayaan sebenarnya adalah istilah sosiologis untuk tingkah-laku yang bisa
dipelajari. Dengan demikian tingkah laku manusia bukanlah diturunkan seperti
tingkah-laku binatang tetapi yang harus dipelajari kembali berulang-ulang dari orang
dewasa dalam suatu generasi. Di sini kita lihat betapa pentingnya peranan pendidikan
dalam pembentukan kepribadian manusia.Para pakar yang menaruh perhatian terhadap
pendidikan dalam kebudayaan mula-mulanya muncul dari kaum behavioris dan
psikoanalisis Para ahli psikologi behaviorisme melihat perilaku manusia sebagai suatu
reaksi dari rangsangan dari sekitarnya.
Di sinilah peran pendidikan di dalam pembentukan perilaku manusia. Begitu
pula psikolog aliran psikoanalis menganggap perilaku manusia ditentukan oleh
dorongan-dorongan yang sadar maupun tidak sadar ini ditentukan antara lain oleh
kebudayaan di mana pribadi itu hidup. John Gillin dalam Tilaar (1999) menyatukan
pandangan behaviorisme dan psikoanalis mengenai perkembangan kepribadian
manusia sebagai berikut.
Kebudayaan memberikan kondisi yang disadari dan yang tidak disadari untuk
belajar.
Kebudayaan mendorong secara sadar ataupun tidak sadar akan reaksi-reaksi
perilaku tertentu. Jadi selain kebudayaan meletakkan kondisi, yang terakhir ini
kebudayaan merupakan perangsang-perangsang untuk terbentuknya perilaku-
perilaku tertentu.
Kebudayaan mempunyai sistem reward and punishment terhadap perilaku-
perilaku tertentu. Setiap kebudayaan akan mendorong suatu bentuk perilaku yang
sesuai dengan system nilai dalam kebudayaan tersebut dan sebaliknya memberikan
hukuman terhadap perilaku-perilaku yang bertentangan atau mengusik
ketentraman hidup suatu masyarakat budaya tertentu.
Kebudayaan cenderung mengulang bentuk-bentuk kelakuan tertentu melalui
prosesbelajar.

4. PENDEKATAN PEMBELAJARAN SESUAI DENGAN PERBEDAAN INDIVIDU

Keberagaman adalah untuk melayani kebutuhan belajar peserta didik tertentu atau
kelompok kecil peserta didik, dari pola pembelajaran yang lebih khusus untuk seluruh
kelas agar peserta didik menyukainya. Beberapa prinsip mendasar yang
mendukung keberagaman.
Kelas dengan kondisi peserta didik yang beragam.
Guru dan peserta didik memahami materi, cara mengelompokkan
peserta didik, cara mengases pembelajaran dan elemen kelas lainnya
merupakan alat yang bisa digunakan dalam berbagai cara untuk menunjukkan
keberhasilan individu dan seluruh kelas.

Keberagaman datang dari hasil penilaian yang efektif dan terus menerus
dari kebutuhan belajar peserta didik.
Dalam kelas yang bervariasi, perbedaan peserta didik diharapkan
dapat dihargai dan didokumentasikan sebagai dasar untuk merencanakan
pembelajaran. Prinsip ini mengingatkan kita akan hubungan dekat antara
penilaian dan tugas. Kita bisa mengajar lebih efektif jika kita tahu kebutuhan
dan minat peserta didik. Dalam kelas yang bervariasi, seorang guru
melihat semua hal yang dikatakan peserta didik atau menciptakan
informasi yang berguna untuk dipahami peserta didik.

Semua peserta didik mempunyai pekerjaan yang sesuai.


Dalam kelas yang bervariasi, tujuan guru adalah agar setiap peserta didik
merasa tertantang terus, sehingga pekerjaannya menarik atau menyenangkan.

Guru dan peserta didik dapat bekerja sama dalam pembelajaran.


Guru mengakses kebutuhan belajar, memfasilitasi pembelajaran dan
merencanakan kurikulum yang efektif. Dalam kelas diferensiasi, guru
mempelajari peserta didiknya dan terus melibatkan mereka untuk membuat
keputusan tentang kelas. Hasilnya peserta didik menjadi pembelajar yang
lebih mandiri.
Pemenuhan Kebutuhan yang Beragam.

Dalam suatu kelas diferensiasi yang baik, fakta penting, materi harus
dipahamani dan keterampilan tetap konstan untuk semua peserta didik. Apa
yang biasanya berubah dalam kelas yang beragam adalah bagaimana peserta didik
mendapatkan akses materi pelajaran yang dipelajari. Beberapa cara guru bisa
mendiferensiasi akses terhadap isi termasuk dalam hal :
Menggunakan objek dengan beberapa peserta didik untuk membantu
temannya memahami konsep matematika atau IPA;
Menggunakan teks lebih dari satu sebagai bahan bacaan;
Menggunakan variasi pengaturan mitra membaca untuk
mendukung dan memberikan tantangan kepada peserta didik yang bekerja
dengan materi teks;
Mengulang kembali pembelajaran untuk peserta didik yang membutuhkan
dengan cara lain; dan
Menggunakan teks, tape recorder, poster dan video sebagai
cara untuk menyampaikan konsep utama kepada berbagai peserta didik.
Aktivitas. Suatu kegiatan yang efektif meliputi kemampuan
menggunakan keterampilan untuk memahami ide utama dan mempunyai
tujuan pembelajaran.
Hasil/produk. Guru dapat membedakan hasil belajar yang dicapai peserta
didik.
Berbagai hasil belajar tersebut dapat digunakan peserta didik untuk
menunjukkan apa yang telah dipelajari dan dipahami. Misalnya, sebuah produk bisa
berupa portofolio karya peserta didik, penampilan solusi dari suatu soal/masalah,
laporan akhir, soal-soal eksplorasi. Hasil belajar yang baik membuat peserta
didik memikirkan kembali apa yang telah dipelajari, menerapkan apa yang dapat
dilakukan, dan memperluas pemahaman dan ketrampilan.

REFERENSI
Kholidah, Nur Enik. 2012. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UPY.

Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press

Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Kependidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya,1999.

Berwawy Munthe, dkk, Sukses di Perguruan Tinggi, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga,2008.

Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, Jakarta: Burni Aksara, 2006.

Sumadi Suryabrata.,2004, Psikologi Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,

Anda mungkin juga menyukai