DEFINISI
Carcinoma adalah pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-
sel epithelial yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan
menimbulkan metastasis. (DORLAND.2002)
Nasopharyngeal carcinoma merupakan tumor ganas yang timbul
pada epithelial pelapis ruangan dibelakang hidung (nasofaring) dan
ditemukan dengan frekuensi tinggi di Cina bagian
selatan(DORLAND.2002)
B. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, KNF merupakan keganasan terbanyak ke-4 setelah
kanker payudara, kanker leher rahim, dan kanker paru
87.000 kasus baru nasofaring muncul setiap tahunnya
(dengan 61.000 kasus baru terjadi pada laki-laki dan 26.000
kasus baru pada perempuan)
51.000 kematian akibat KNF (36.000 pada laki-laki, dan 15.000
pada perempuan)
KNF terutama ditemukan pada pria usia produktif (perbandingan
pasien pria dan wanita adalah 2,18:1) dan 60% pasien berusia
antara 25 hingga 60 tahun.
C. ETIOLOGI
Dijumpainya Epstein-Barr Virus (EBV), pada hampir semua kasus
KNF telah mengaitkan terjadinya kanker ini dengan keberadaan
virus tersebut
Nasofaring (KNF) jarang dihubungkan dengan kebiasaan merokok
dan minum alkohol
Predisposisi genetik dan pola makan tertentu, ditemukan kasus KNF
dalam jumlah yang tinggi pada mereka yang gemar mengkonsumsi
ikan asin yang dimasak dengan gaya Kanton (Cantonese-style
salted fish).
Tentang factor genetic telah banyak ditemukan kasus herediter atau
familier dari pasien KNF dengan keganasan pada organ tubuh lain.
1
D. GEJALA DAN TANDA KNF
1. Nasal sign :
Pilek lama yang tidak sembuh
Epistaksis. Keluarnya darah ini biasanya berulang-ulang,
jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur dengan ingus,
sehingga berwarna merah jambu
Ingus dapat seperti nanah, encer atau kental dan berbau.
2. Ear sign :
Tinitus. Tumor menekan muara tuba eustachii sehingga terjadi
tuba oklusi, karena muara tuba eustachii dekat dengan fosa
rosenmulleri. Tekanan dalam kavum timpani menjadi menurun
sehingga terjadi tinnitus.
Gangguan pendengaran hantaran
Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia).
3. Eye sign :
Diplopia. Tumor merayap masuk foramen laseratum dan
menimbulkan gangguan N. IV dan N. VI. Bila terkena chiasma
opticus akan menimbulkan kebutaan.
4. Tumor sign :
Pembesaran kelenjar limfoid leher ini merupakan penyebaran
atau metastase dekat secara limfogen dari karsinoma
nasofaring.
5. Cranial sign
Gejala cranial terjadi bila tumor sudah meluas ke otak dan dirasakan
pada penderita. Gejala ini berupa :
Sakit kepala yang terus menerus, rasa sakit ini merupakan
metastase secara hematogen.
Sensitibilitas derah pipi dan hidung berkurang.
Kesukaran pada waktu menelan
Afoni
2
Sindrom Jugular Jackson atau sindroma reptroparotidean
mengenai N. IX, N. X, N. XI, N. XII. Dengan tanda-tanda
kelumpuhan pada:
o Lidah
o Palatum
o Faring atau laring
o M. sternocleidomastoideus
o M. trapezeus
E. DIAGNOSIS
Jika ditemukan adanya kecurigaan yang mengarah pada suatu
karsinoma nasofaring, protokol dibawah ini dapat membantu untuk
menegakkan diagnosis pasti serta stadium tumor :
1. Anamnesis / pemeriksaan fisik
Anamnesis berdasarkan keluhan yang dirasakn pasien (tanda dan
gejala KNF)
2. Pemeriksaan nasofaring
Dengan menggunakan kaca nasofaring atau dengan
nashopharyngoskop
3. Biopsi nasofaring
Diagnosis pasti dari KNF ditentukan dengan diagnosis klinik ditunjang
dengan diagnosis histologik atau sitologik. Diagnosis histologik atau
sitologik dapat ditegakan bila dikirim suatu material hasil biopsy
cucian, hisapan (aspirasi), atau sikatan (brush), biopsy dapat dilakukan
dengan 2 cara, yaitu dari hidung atau dari mulut. Biopsi tumor
nasofaring umunya dilakukan dengan anestesi topical dengan xylocain
10%.
Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya
(blind biopsy). Cunam biopsy dimasukan melalui rongga hidung
menyelusuri konka media ke nasofaring kemudian cunam
diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsy.
Biopsy melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton
yang dimasukan melalui hidung dan ujung kateter yang berada
dalam mulut ditarik keluar dan diklem bersama-sama ujung
kateter yang dihdung. Demikian juga kateter yang dari hidung
3
disebelahnya, sehingga palatum mole tertarik ke atas.
Kemudian dengan kacalaring dilihat daerah nasofaring. biopsy
dilakukan dengan melihat tumor melalui kaca tersebut atau
memakai nasofaringoskop yang dimasukan melalui mulut, masaa
tumor akan terlihat lebih jelas.
Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil yang memuaskan
mala dilakukan pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring
dalam narcosis.
4. Pemeriksaan Patologi Anatomi
Klasifikasi gambaran histopatologi yang direkomendasikan oleh
Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) sebelum tahun 1991, dibagi atas 3 tipe, yaitu :
Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi (Keratinizing Squamous
Cell Carcinoma). Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi diferensiasi
baik, sedang dan buruk.
Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma). Pada
tipe ini dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi
sel skuamosa tanpa jembatan intersel. Pada umumnya batas sel
cukup jelas.
Karsinoma tidak berdiferensiasi (Undifferentiated Carcinoma).
Pada tipe ini sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang
vesikuler, berbentuk oval atau bulat dengan nukleoli yang jelas.
Pada umumnya batas sel tidak terlihat dengan jelas.
Tipe tanpa diferensiasi dan tanpa keratinisasi mempunyai sifat yang
sama, yaitu bersifat radiosensitif. Sedangkan jenis dengan keratinisasi
tidak begitu radiosensitif. Klasifikasi gambaran histopatologi terbaru
yang direkomendasikan oleh WHO pada tahun 1991, hanya dibagi atas
2 tipe, yaitu :
Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi (Keratinizing Squamous
Cell Carcinoma).
Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma). Tipe ini
dapat dibagi lagi menjadi berdiferensiasi dan tak berdiferensiasi.
5. Pemeriksaan radiologi
4
Pemeriksaan radiologi pada kecurigaan KNF merupakan pemeriksaan
penunjang diagnostic yang penting. Tujuan utama pemeriksaan
radiologic tersebut adalah:
Memberikan diagnosis yang lebih pasti pada kecurigaan adanya
tumor pada daerah nasofaring
Menentukan lokasi yang lebih tepat dari tumor tersebut
Mencari dan menetukan luasnya penyebaran tumor ke jaringan
sekitarnya.
a) Foto polos
Ada beberapa posisi dengan foto polos yang perlu dibuat dalam
mencari kemungkina adanya tumor pada daerah nasofaring
yaitu:
b) C.T.Scan
Pada umunya KNF yang dapat dideteksi secara jelas dengan
radiografi polos adalah jika tumor tersebut cukup besar dan
eksofitik, sedangkan bula kecil mungkin tidak akan terdeteksi.
Terlebih-lebih jika perluasan tumor adalah submukosa, maka hal
ini akan sukar dilihat dengan pemeriksaan radiografi polos.
Demikian pula jika penyebaran ke jaringan sekitarnya belum
terlalu luas akan terdapat kesukaran-kesukaran dalam
mendeteksi hal tersebut. Keunggulan C.T. Scan dibandingkan
dengan foto polos ialah kemampuanya untuk membedakan
bermacam-macam densitas pada daerah nasofaring, baik itu
pada jaringan lunak maupun perubahan-perubahan pada tulang,
gengan criteria tertentu dapat dinilai suatu tumor nasofaring
yang masih kecil. Selain itu dengan lebih akurat dapat dinilai
5
pakah sudah ada perluasan tumor ke jaringna sekitarnya, menilai
ada tidaknya destruksi tulang serta ada tidaknya penyebaran
intracranial.
Ada beberapa posisi dengan foto polos yang perlu dibuat dalam
mencari kemungkina adanya tumor pada daerah nasofaring
yaitu:
6. Pemeriksaan serologi.
Pemeriksaan serologi IgA anti EA (early antigen) dan igA anti VCA
(capsid antigen) untuk infeksi virus E-B telah menunjukan kemajuan
dalam mendeteksi karsinoma nasofaring.
F. DIAGNOSIS BANDING
1. Hiperplasia adenoid
Biasanya terdapat pada anak-anak, jarnag pada orang dewasa,
pada anak-anak hyperplasia ini terjadi Karena infeksi berulang. Pada
foto polos akan terlihat suatu massa jaringna lunak pada aatap
nasofaring umunya berbatas tegas dan umunya simetris serta struktur-
struktur sekitarnya tak tampak tanda- tanda infiltrasi seprti tampak
pada karsinoma.
2. Angiofibroma juenilis
Baisanya ditemui pada usia relative muda dengan gejala-gejala
menyerupai KNF. Tumor ini kaya akan pembuluh darah dan biasnya
tidak infiltrative. Pada foto polos akan didapat suatu massa pada atap
nasofairng yang berbatas tegas. Proses dapat meluas seperrti pada
penyebaran karsinoma, walaupun jarang menimbulkan destruksi
tulang hanay erosi saja karena penekanan tumor. Biasanya ada
pelengkungan ke arah depan dari dinding belakang sinus
6
maksilarisyang dikenals ebgai antral sign. Karena tumor ini kaya akan
vascular maka arterigrafi carotis eksterna sangat diperlukan sebab
gambaranya sangat karakteristik. Kadang-kadang sulit pula
membedakan angiofibroma juvenils dengan polip hidung pada foto
polos.
G. STADIUM
Menurut American Joint Committee Cancer tahun 1988, tumor staging dari
nasofaring diklasifikasikan sebagai berikut :
Tis : Carcinoma in situ
T1 : Tumor yang terdapat pada satu sisi dari nasofaring atau tumor yang tak
dapat dilihat, tetapi hanya dapat diketahui dari hasil biopsi.
T2 : Tumor yang menyerang dua tempat, yaitu dinding postero-superior dan
dindinglateral.
T3 : Perluasan tumor sampai ke dalam rongga hidung atau orofaring.
T4 : Tumor yang menjalar ke tengkorak kepala atau menyerang saraf cranial
(atau keduanya).
H. PROGNOSIS
8
Adanya kelumpuhan saraf otak adanya kerusakan tulang tengkorak
I. KOMPLIKASI
1. Petrosphenoid sindrom
2. Retroparidean sindrom
9
N XI : kelumpuhan / atrofi oto trapezius , otot SCM serta
hemiparese palatum mole
3. Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah,
mengenaiorgan tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering
adalah tulang, hati dan paru. Hal ini merupakan hasil akhir dan
prognosis yang buruk. Dalam penelitian lain ditemukan bahwa
karsinoma nasofaring dapat mengadakan metastase jauh, ke paru-paru
dan tulang, masing-masing 20 %, sedangkan ke hati 10 %, otak 4 %,
ginjal 0.4 %, dan tiroid 0.4 %.
J. PENATALKSANAAN
1. Radioterapi
Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam
penatalaksanaan karsinoma nasofaring. Penatalaksanaan pertama untuk
karsinoma nasofaring adalah radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi.
Prinsip Pengobatan Radiasi, inti sel dan plasma sel terdiri dari (1) RNA
Ribose Nucleic Acid dan (2) DNA Desoxy Ribose Nucleic Acid . DNA
terutama terdapat paa khromosom ionizing radiation menghambat
metabolisme DNA dan menghentikan aktifitas enzim nukleus. Akibatnya
pada inti sel terjadi khromatolisis dan plasma sel menjadi granuar serta
timbul vakuola-vakuola yang kahirnya berakibat sel akan mati dan
menghilang. Pada suatu keganasan ditandai oleh mitosis sel yang
berlebihan.
2. Kemoterapi
Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada karsinoma nasofaring
ternyata dapat meningkatkan hasil terapi. Terutama diberikan pada stadium
lanjut atau pada keadaan kambuh.
11
Terapi adjuvan tidak dapat diberikan begitu saja tetapi memiliki
indikasi yaitu bila setelah mendapat terapi utamanya yang maksimal
ternyata :
Agen kemoterapi tidak hanya menyerang sel tumor tapi juga sel
normal yang membelah secara cepat seperti sel rambut, sumsum tulang dan
Sel pada traktus gastro intestinal. Akibat yang timbul bisa berupa
perdarahan, depresi sum-sum tulang yang memudahkan terjadinya infeksi.
Pada traktus gastro intestinal bisa terjadi mual, muntah anoreksia dan
ulserasi saluran cerna. Sedangkan pada sel rambut mengakibatkan
kerontokan rambut. Jaringan tubuh normal yang cepat proliferasi misalnya
sum-sum tulang, folikel rambut, mukosa saluran pencernaan mudah terkena
efek obat sitostatika. Untungnya sel kanker menjalani siklus lebih lama dari
12
sel normal, sehingga dapat lebih lama dipengaruhi oleh sitostatika dan sel
normal lebih cepat pulih dari pada sel kanker
K. PENCEGAHAN
13
Pemberian vaksinasi dengan vaksin spesifik membran glikoprotein
virus Epstein Barr yang dimurnikan pada penduduk yang bertempat
tinggal di daerah dengan resiko tinggi.
Melakukan tes serologik IgA anti VCA dan IgA anti EA secara massal di
masa yang akan datang bermanfaat dalam menemukan karsinoma
nasofaring secara lebih dini.
14
L. PATOFISIOLOGI
15
16