Anda di halaman 1dari 16

RESPON ABNORMAL TERHADAP RADIASI ULTRAVIOLET: IDIOPATIK,

KEMUNGKINAN REAKSI IMUNOLOGI, DAN EKSASERBASI KARENA SINAR

Respon abnormal terhadap paparan radiasi ultraviolet (RUV) dapat dibagi ke dalam
empat kategori (Tabel 91-1): (1) fotodermatosis idiopatik didapat, kemungkinan reaksi
imunologi (2) fotodermatosis karena defek perbaikan DNA (3) fotosensitisasi karena obat dan
bahan kimia, termasuk porfiria (4) dermatosis akibat eksaserbasi sinar yang tidak secara
langsung disebabkan oleh RUV.

FOTODERMATOSIS IDIOPATIK DIDAPAT, KEMUNGKINAN REAKSI


IMUNOLOGI

Polymorphic (Polymorphous) Light Eruption

EPIDEMIOLOGI

Polymorphic light eruption (PMLE) sangat umum dijumpai di seluruh dunia, namun
lebih sering pada daerah garis lintang dan jarang pada daerah lintang khatulistiwa. Namun,
sebuah studi cross sectional skala besar mengemukakan tidak ada gradient lintang di Eropa.
Studi ini memperkirakan prevalensi 18% pada orang Eropa. Pada laporan sebelumnya
prevalensi 10%-15% antara Amerika Utara dan Selatan Britons dan 5% di Australia Selatan.
Wanita dua kali sering dibanding pria. Tipe kulit Fitzpatrick juga berpengaruh terhadap resiko
perkembangan PMLE, dengan prevalensi tertinggi pada orang dengan tipe kulit 1 dan
terendah pada tipe kulit diatas 4.

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Respon hipersensitivitas tipe lambat (DTH) terhadap fotoantigen kulit yang diinduksi
sinar matahari pertama kali diusulkan sebagai penyebab PMLE pada tahun 1942, berdasarkan

1
penundaan antara paparan RUV dan onset erupsi maupun temuan histologi pada lesi. Pada
kulit normal, RUV dikenal untuk menginduksi keadaan transien imunosupresi oleh depleting
sel epidermis sel Langerhans dan dengan melepaskan sitokin imunosupresif termasuk IL4
dan 1L-10. Pada pasien dengan PMLE, imunosupresi normalnya berhubungan berkurang
substansial. Hal ini menciptakan suatu lingkungan dimana respon hipersensitivitas terhadap
satu atau lebih neoantigen photoinduced. PMLE menunjukkan respon hipersensitivitas tipe
lambat didukung oleh histopatologik, molecular dan data epidemiologi.

Pemeriksaan histopatologi pada spesimen dari lesi yang diinduksi oleh radiasi
matahari menunjukkan infiltrat perivaskuler yang didominasi sel T beberapa jam dan
puncaknya dalam 72 jam. Sel T CD4+ paling banyak dijumpai pada lesi awal, sedangkan
setelah 72 jam sel T CD8+ yang lebih banyak. Peningkatan jumlah sel Langerhans epidermis
dan makrofag dermis juga dijumpai. Selain itu, dijumpai infiltrasi neutrophil pada kulit
setelah radiasi UVB adalah berkurang karena gangguan pelepasan IL4 dan IL10. Sedangkan
sitokon Th2 disukai pada kulit iradiasi normal, sitokin Th1 disukai pada pasien dengan
PMLE.

Studi molecular telah mengungkapkan peningkatan ekspresi intercellular adhesion


molecule-1 pada keratinosit menyebabkan infiltrat perivaskuler pada PMLE, seperti yang
terjadi pada reaksi DTH tetapi tidak pada dermatitis kontak iritan atau setelah radiasi UVB
(290-320 nm) pada kulit normal.

Pada penelitian yang terbaru, induksi sensitisasi kontak alergik oleh


dinitroklorobenzen setelah radiasi sinar matahari pada lokasi sensitisasi menunjukkan lebih
mudah terjadi pada pasien PMLE dibanding individu normal, yang berarti bahwa sensitisasi
pasien terhadap antigen kulit yang diinduksi RUV mungkin juga lebih mudah selama awal
terjadinya penyakit yang diinduksi paparan. Pada sisi lain, elisitasi respon kontak alergik
terhadap dinitroklorobenzen pada pasien PMLE yang tersensitisasi sebelumnya dan pada
individu normal adalah sama-sama ditekan oleh iradiasi, yang menjelaskan perkembangan
toleransi imunologi yang umum terjadi, sering disebut hardening atau desensitisasi, pada
PMLE selama masa musim panas atau selama profilaksis fototerapi. Bahkan, normalisasi
deplesi pada sel Langerhans epidermis sebagai respon terhadap RUV telah diamati pada
pasien dengan PMLE setelah menjalani terapi hardening.

Pada studi epidemiologi juga menunjukkan hipersensitivitas pada pasien PMLE.


Prevalensi pada PMLE lebih rendah pada pasien dengan kanker kulit, diduga RUV

2
menginduksi imunosupresi yang memungkinkan persisten pada sel malignansi juga
menghambat hipersensitivitas pada fotoantigen. Pada PMLE juga tidak umum terjadi pada
iatrogenic imunosupresi transplantasi resipien, terjadi hanya 2% pada populasi ini.

Molekul penyebab penyerap radiasi yang mencetuskan PMLE belum dapat


diidentifikasi, tetapi berbagai molekul mungkin terlibat pada pasien yang sama atau berbeda.
Perubahan molekul itu sendiri diduga bersifat antigenik, atau secara sekunder menginduksi
radikal bebas yang berinteraksi dengan elemen terdekat untuk menghasilkan antigen.
Tentunya kedua mekanisme bahkan mungkin terjadi secara bersamaan.

Radiasi UVA (315-400 nm) biasanya tampak lebih efektif dibanding UVB (280-315
nm) dalam mencetuskan PMLE. Pada suatu penelitian, radiasi UVA berhasil menimbulkan
erupsi pada 56% pasien yang terpapar UVA atau UVB setiap hari selama 4 sampai 8 hari,
17% dari mereka terpapar UVB, dan 27% dari mereka terpapar keduanya. Namun, laporan
lainnya telah menunjukkan bahwa radiasi UVB mungkin efektif mencetuskan PMLE pada
57% pasien. Oleh karena itu, dapat secara luas dikatakan bahwa kira-kira 50% pasien PMLE
tampak sensitif terhadap radiasi UVB dan 75% terhadap UVA, termasuk pada setiap kasus
kira-kira 25 % yang sensitif terhadap keduanya, walaupun cahaya tampak juga bertanggung
jawab pada kasus yang sangat jarang. Sebagai hasilnya, secara bertentangan, pasien yang
menggunakan tabir surya, yang cenderung menghalangi UVB dan meneruskan UVA,
memiliki efek memperburuk PMLE. Disini sangat mungkin predisposisi genetik pada PMLE,
tetapi intensitas paparan awal RUV juga penting pada individu yang rentan.

3
TEMUAN KLINIS

Riwayat

PMLE biasanya memiliki onset pada tiga dekade pertama kehidupan dan mengenai
wanita 2-3 kali lebih sering dibanding pria. Ini terjadi pada semua tipe kulit dan grup rasial,
tetapi paling sering pada ras Kaukasia. Riwayat keluarga dijumpai pada 5 pasien dari semua
kasus.

Erupsi PMLE (Gambar 91-2) yang khas timbul setiap musim semi atau pada liburan
musim panas setelah paparan pertama terhadap RUV dimana sebelumnya tidak terpapar sinar
matahari untuk waktu yang lama. Ini dapat juga terjadi setelah penggunaan sunbed saat
liburan, atau sangat jarang setelah paparan radiasi cahaya tampak dan selalu berkurang pada

4
paparan yang terus-menerus. PMLE jarang timbul pada musim dingin kecuali kegiatan
rekresi di luar ruangan dalam waktu lama. Paparan juga terjadi melalui kaca jendela. Ambang
yang diperlukan untuk memicu PMLE bervariasi pada pasien dan biasanya 30 menit sampai
beberapa jam, meskipun mungkin terjadi beberapa hari pada saat liburan. Lesi timbul dalam
beberapa jam sampai beberapa hari setelah terpapar tetapi biasanya tidak kurang dari 30
menit. Pasien mengeluhkan gatal sebagai tanda awal sebelum timbulnya erupsi PMLE.
Setelah tidak terpapar dengan RUV, semua lesi secara bertahap sembuh sempurna tanpa parut
dalam satu sampai beberapa hari atau kadang-kadang dalam satu atau dua minggu, jarang
lebih lama. Pada pasien, timbulnya PMLE cenderung mengenai tempat paparan yang sama,
umumnya simetris, namun bisa secara bertahap menyebar atau berkurang seluruhnya. Hanya
beberapa daerah kulit yang terpapar yang biasanya dikenai, terutama yang secara normal
tertutup dan area yang luas biasanya tidak terpengaruh. Bentuk pada PMLE adalah juvenile
spring eruption yang terjadi pada laki-laki pada saat musim semiditandai dengan papul gatal
dan vesikel pada daun telinga, walaupun PMLE dapat terjadi bersamaan. Gejala sistemik
pada PMLE sangat jaramg, namun lemas dan mual sering terjadi.

Lesi kulit

PMLE memiliki banyak bentuk morfologi, semua memiliki patogenesis dan prognosis
yang sama. Istilah polimorf menggambarkan variablititas pada morfologi lesi yang telah
diamati diantara erupsi pasien yang berbeda. Bahkan lesi biasanya sedikit monomorf pada
individu pasien. Bentuk papular, papulovesikel (Gambar 90-2), plak (Gambar 90-3),
vesikobulosa, bentuk yang menyerupai gigitan serangga dan eritema multiforme telah
dijabarkan dan hanya berupa gejala gatal dapat terjadi walaupun jarang. Bentuk papular
ditandai dengan lesi besar atau kecil yang terpisah atau bersatu yang umumnya cenderung
membentuk kelompok adalah yang paling sering, diikuti oleh bentuk papulovesikel dan
bentuk plak; bentuk lain jarang dijumpai. Bentuk eksantematosa juga dijumpai, tetapi lebih
mengacu pada dermatitis aktinik kronik ringan atau dermatitis seboroik atau atopik yang
dicetuskan sinar matahari. Papul kecil pada PMLE umumnya terbatas pada wajah dan timbul
setelah beberapa hari paparan sinar matahari yang terus-menerus, yang dikenal sebagai
benign summer light eruption di Benua Eropa.

5
UJI LABORATORIUM.

Histologi

Temuan histologi dari PMLE tidaklah patognomonik dan bervariasi sesuai gambaran
klinis. Pada umumnya dijumpai infiltrat perivaskuler yang sedang sampai padat pada dermis
atas dan tengah pada semua bentuk. Infiltrat terdiri dari sel T dengan neutrofil dan jarang
eosinofil. Temuan lain yang sering dijumpai adalah edema dermis atas dan perivaskuler
dengan pembengkakan sel endotel. Perubahan epidermis, tidak selalu dijumpai, termasuk
spongiosis dan kadang-kadang diskeratosis, eksositosis, dan vakuolisasi sel basal.

Uji Darah

Penilaian titer kadar antibodi anti-nuklear (ANA) yang beredar dalam sirkulasi dan
antibodi nuclear (ENA) sebaiknya dilakukan pada semua pasien untuk menyingkirkan
diagnosis lupus eritematosus bentuk subakut kutaneus maupun bentuk lainnya dan jika masih

6
tidak jelas, konsentrasi protoporfirin sel darah merah harus diukur untuk menyingkirkan
diagnosis protoporfiria eritropoietik. Sekitar 11% pasien dengan PMLE ditemukan ANA
positif, dengan sebagian besar memiliki titer tidak signifikan kurang dari 1:160. Bahkan
fraksi kecil (kurang 1%) pada pasien PMLE memiliki anti-Ro antibodi. Korelasi klinis
diperlukan pada pasien ini untuk menyingkirkan kemungkinan kutaneus lupus eritematous.

Phototesting

Phototesting pada kulit dengan monokromator mengkonfirmasi fotosensitivitas pada lebih


dari setengah kasus tetapi biasanya tidak membedakan PMLE dengan fotodermatosis lainnya.
Namun, tes provokasi dengan stimulator sinar matahari atau gelombang panjang lainnya,
kadang-kadang diulang lebih dari dua atau tiga hari berturut-turut, dapat menginduksi erupsi,
biopsi dilakukan jika perlu, ketika riwayat dan temuan klinis tidak cukup untuk menegakkan
diagnosis.

DIAGNOSIS BANDING. Lihat kotak 90-1.

KOMPLIKASI

Sangat sedikit pasien PMLE yang akan berkembang menjadi kutaneus lupus
eritematous (LE) dan prevalensi pasien lupus yang sebelumnya menderita PMLE lebih tinggi
dibanding normal. Namun, adanya autoantibodi tidak dapat menandakan perkembangan
kutaneus lupus eritematous (LE). Pasien dengan PMLE mungkin juga mengalami penyakit
yang berhubungan dengan morbiditas psikososoal. Tingkat kecemasan dan depresi pada
pasien dengan PMLE dua kali lipat dibanding dengan populasi umum, sama seperti yang
diamati pada pasien dengan psoriasis dan dermatitis atopik.

PROGNOSIS DAN PERJALANAN KLINIS

7
Setelah di atas tujuh tahun, 57% dari 114 pasien dilaporkan berkurang sensitivitasnya
terhadap sinar matahari, termasuk 11% diantaranya dengan kondisi yang tidak sensitif lagi
terhadap sinar matahari.

PENCEGAHAN

PMLE dapat dicegah dengan membatasi paparan sinar matahari, memakai pakaian
pelindung, dan pemakaian tabir surya berspektrum luas dengan faktor proteksi tinggi. Tabir
surya dengan perlindungan UVA dan UVB dapat mencegah erupsi PMLE pada pasien photo-
provocable namun tabir surya tanpa perlindungan UVA umunya tidak efektif. Fototerapi
profilaksis setiap musim semi atau sebelum liburan musim panas cenderung dapat mencegah.

TERAPI

Tujuan utama pada terapi PMLE adalah mencegahnya. Seperti disebutkan diatas,
salah satu anjuran dengan membatasi paparan sinar matahari siang dan menggunakan tabir
surya dengan proteksi yang tinggi. Jika hal ini tidak sepenuhnya efektif. Pasien yang dengan
intensitas tidak sering terpapar, contohnya pada saat liburan biasanya respon pada
kortikosteroid oral jangka pendek yang diresepkan untuk dibawa bersama mereka untuk
berjaga-jaga bila timbul erupsi. Jika berkembang jadi PMLE kira-kira 20 sampai 30 mg
prednisone sekali makan pada saat gejala awal berupa gatal dan kemudian setiap pagi sampai
erupsi hilang biasanya memberikan hasil yang efektif dalam beberapa hari dan rekurensi
relatif jarang terjadi selama liburan yang sama. Terapi ini, jika ditoleransi baik dan aman
diulang beberapa bulan.

Pada individu dengan penyakit yang lebih berat dengan serangan PMLE berulang
sepanjang musim panas mungkin memerlukan fototerapi profilaksis dosis rendah (psoralen
dan radiasi UVA, atau PUVA) pada musim semi. Ini tampak lebih efektif dibanding radiasi
broadband UVB, mengontrol gejala pada lebih dari 90% dibanding 60% kasus. Fototerapi
dengan narrowband (311-nm) UVB, efektif pada 70-80% kasus dan sekarang mungkin
menjadi terapi pilihan karena pemberiannya yang sederhana. Profilaksis PUVA atau radiasi
UVB kadang mencetuskan erupsi, terutama pada pasien dengan keadaan berat, pada kasus ini
terapi steroid dalam waktu singkat merupakan indikasi.

Berbagai terapi lain juga telah dicoba tetapi sebagian besar tidak efektif. Termasuk
klorokuin hidroksi, yang kadang-kadang berguna; -karoten jarang efektif; nikotinamide

8
yang biasanya tidak efektif dan -3 asam lemak tak jenuh ganda yang dapat membantu
seseorang di beberapa pasien.

Ada proporsi kecil dari pasien yang tidak cocok, tidak dapat mentoleransi atau tidak
tertolong dengan beberapa tindakan pengobatan di atas. Pada pasien-pasien yang demikian,
jika keadaan penyakitnya berat, terapi imunosupresif oral, biasanya intermiten, dengan
azatioprin atau siklosporin umumnya membantu, jika tepat penggunaannya.

Prurigo Aktinik

EPIDEMIOLOGI

Prurigo aktinik (PA) tampaknya terjadi di seluruh dunia. Terutama terjadi pada
penduduk asli Amerika Selatan dan Amerika Utara. PA diperkirakan terjadi pada 2%
penduduk Kanada. Di Meksiko, PA sering terjadi pada penduduk asli dan penduduk Mestizo
yang tinggal di daratan tinggi lebih dari 1.000 m. Jarang terjadi di Inggris, Amerika, Eropa,
Australia, dan Jepang.

PATOGENESIS

PA muncul akibat induksi RUV, sehingga lebih berat pada musim semi dan panas, dan
selalu menunjukkan respon phototest kulit abnormal terhadap panjang gelombang UVB atau
UVA, atau keduanya. UVA lebih sering dibanding UVB. Peningkatan sitokin TNF- oleh
keratinosit pada lesi PA dan menjadi sitokin proinflamasi. Paparan sinar matahari dan panas
merangsangpenyinaran/irradiation yang dapat menginduksi erupsi menyerupai PMLE pada
pasien dengan PA, banyak pasien memiliki riwayat keluarga dengan PMLE dan infiltrasi sel
mononuklear perivaskuler dermis mirip dengan PMLE yang tampak pada lesi awal.

Perkembangan PA biasanya lambat, merupakan bentuk ekskoriasi dari PMLE, dan


mungkin suatu reaksi DTH. Sebagai tambahan, human leukocyte antigen (HLA) DRB1*0401
(DR4), yang dijumpai 60%-70% pasien dengan PA namun hanya 4%-8% dijumpai DR4 pada
kontrol. Selain itu, HLA DRB1*0401 ditemukan sekitar 20% berperan pada individu. Fitur
immunogenetik bertanggungjawab dalam memodulasi PMLE menjadi PA. Selain itu, pada
beberapa pasien PA dapat menjadi PMLE disisi lain PMLE dapat menjadi PA. Sehingga
menunjukkan adanya hubungan antara dua penyakit tersebut. Kromofor UVR kulit yang
bertanggungjawab terjadinya erupsi tidak diketahui, tapi cenderung beragam.

TEMUAN KLINIS.

Riwayat

9
PA lebih sering pada wanita dengan rasio wanita dibanding pria 2: 1. Erupsi dapat
terjadi pada masa anak-anak, biasanya terjadi pada usia 10 tahun. Riwayat keluarga dengan
PA atau PMLE positif pada 5 kasus. Erupsi sering muncul sepanjang tahun, tetapi umumnya
memburuk pada musim panas, walaupun sangat jarang memburuk pada musim dingin atau
semi dan gugur, dengan toleransi imunologi yang kemungkinan berkembang selama musim
panas. Eksaserbasi cenderung dimulai bertahap selama cuaca cerah dibanding setelah paparan
sinar matahari, walaupun keadaan menyerupai PMLE juga mungkin terjadi.

Lesi kulit

Lesi kulit yang khas adalah papul atau nodul yang sangat gatal dapat timbul tunggal
atau berkelompok. (Gambar 91-5). Papul dan nodul kadang disertai dengan eksoriasi dan
krusta dan plak yang diasumsikan dengan likenifikasi atau eksim. Vesikel tidak dijumpai
kecuali bila dijumpai superinfeksi. Bagian paparan matahari umumnya terkena, terutama
pada dahi, dagu, pipi, telinga dan lengan bawah. Pada bagian yang tertutup, seperti bokong
mungkin sedikit terkena. Keilitis, terutama pada bibir bawah, dan konjungtiva juga mungkin,
khususnya pada penduduk asli Amerika. (Gambar 91-6 dan 91-7). Lesi pada wajah yang
menyembuh dapat meninggalkan bintik kecil atau parut linier yang dangkal.

UJI LABORATORIUM

Histologi

Lesi papul awal memperlihatkan perubahan yang mirip PMLE, berupa akantosis
ringan, eksositosis, dan spongiosis pada epidermis dan limfohistiositosis sedang superfisial,
infiltrasi perivaskuler dermal. Namun, pada lesi yang menetap, ekskoriasi, peningkatan

10
akantosis, likenifikasi, dan infiltrasi sel mononuklear padat yang menyebabkan keadaan yang
non spesifik.

Uji darah

Penilaian titer ANA dan ENA seharusnya dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis
lupus kutaneus subakut atau bentuk lainnya. Penemuan HLA tipe DRB1*0401 (DR4) atau
DRB1*0407, khususnya yang terakhir, mendukung diagnosis PA.

Phototesting

Phototesting kulit dengan monokromator memperkuat adanya sensitivitas cahaya


lebih dari setengah kasus tetapi seperti pada PMLE tidak dapat dibedakan dari fotodermatosis
lainnya. Kebanyakan pasien dengan positif tes monokromator berkurangnya dosis minimal
eritema (MED) pada spectrum UVA atau dikombinasi dengan UVA/UVA. Uji provokasi
dengan stimulator sinar matahari atau sumber gelombang panjang lainnya dapat menginduksi
lesi AP pada 2-3 pasien.

DIAGNOSIS BANDING. Lihat kotak 90-2.

11
KOMPLIKASI

Jaringan parut ringan permanen, terutama pada wajah dan hipopigmentasi terjadi
karena garukan yang berhubungan dengan AP. Selain itu, dua kasus limfoma sel B yang
timbul di wajah pada pasien dengan PA telah dilaporkan.

PROGNOSIS DAN PERJALANAN KLINIS

PA umumnya terjadi pada masa kanak-kanak dan selalu membaik atau sembuh dan
pada saat remaja, walaupun dapat menetap setelah dewasa. lebih jarang terjadi pada dewasa
dan menetap.

PENCEGAHAN

Pencegahan dimulai dengan membatasi paparan sinar matahari siang dan penggunaan
tabir surya. Topikal kalsineurin takrolimus dan pimekrolimus kadang dapat mencegah
rekurensi pada pasien dengan memiliki riwayat penyakit yang sama sebelumnya. Tidak
diketahui cara untuk mencegah serangan awal penyakit.

TERAPI

Dalam kasus yang lebih ringan pada PA, dengan membatasi paparan sinar matahari
dan penggunaan tabir surya berspektrum luas yang memiliki faktor proteksi tinggi.
Pembatasan paparan sinar matahari dan penggunaan tabir surya berspektrum luas yang
memiliki faktor proteksi tinggi. Kortikosteroid topikal poten digunakan untuk mengurangi
inflamasi dan gatal. fototerapi dengan narrowband UVB atau PUVA, kadang membantu,
mungkin lebih dapat dipercaya jika kulit telah diobati lebih dulu sampai tuntas dengan steroid
oral. Takrolimus atau pimekrolimus topikal juga menolong, jika kulit telah bersih terlebih
dahulu. Pilihan terapi pada kasus yang parah dan rekalsitran dapat diberikan Talidomid oral
umumnya dalam dosis rendah (50 sampai 100 mg saat malam) dan lebih baik diberikan
secara intermiten dan memberikan respon efektif dalam beberapa minggu. Komplikasi serius
terkait dengan Talidomide ialah teratogenic, sehingga kehamilan harus dihindarkan. Efek
samping yang mungkin ditimbulkan ringan termasuk mengantuk, nyeri kepala, konstipasi dan
peningkatan berat badan. Peningkatan resiko tromboembolisme dan dosis terkait perifer
(kebanyak sensori) neuropati adalah efek samping potensial lainnya dari talidomid. Jika

12
talidomid tidak tersedia atau tidak cocok, terapi imunosupresi dengan azathioprine atau
siklosporin dapat dipertimbangkan.

Hydroa Vacciniforme

EPIDEMIOLOGI

Hydroa vacciniforme (HV) terjadi di Amerika Utara, Eropa, Jepang, dan sangat
mungkin di tempat lain. Karena kelainan ini jarang dan tidak ada kriteria diagnostik yang
diakui secara universal membuat evaluasi yang tepat menjadi sulit.

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Patogenesis HV tidak diketahui. Tidak ada kromofor yang telah diidentifikasi, dan
walaupun reaksi dosis eritemal minimal terhadap UVB adalah normal pada kebanyakan
pasien, pada beberapa pasien dijumpai pengurangan nilai UVA. Darah, urin, dan konsentrasi
porfiria feses adalah normal, seperti parameter laboratorium lainnya. Namun, hubungan
antara erupsi dan paparan sinar matahari, distribusinya, dan gambaran klinis awal semuanya
sangat mirip dengan PMLE, memberi kesan adanya kemungkinan hubungan yang kuat
dengan kelainan tersebut. Pada keadaan lain, perkembangan erupsi HV secara total adalah
lebih berat dibanding PMLE, yang selalu dihubungkan dengan parut yang permanen, dan
tidak respon terhadap pengobatan yang efektif untuk PMLE, hanya barang kali dari tabir
surya dan fototerapi profilaksis. Orang Asia dan Meksiko melaporkan kelainan menyerupai
HV yang dihubungkan dengan infeksi virus Epstein-Barr yang mungkin menunjukkan hal
serupa tetapi tidak identik yang berhubungan dengan penyakit sistemik. Laporan di Jepang
menunjukkan bahwa asam nukleat EBV ditemukan pada lesi kutaneus pada sekita 85%-955
kasus HV tapi tidak pada lesi pasien kontrol. Laporan terbaru di Prancis mengemukakan
bahwa adanya bukti substansial bahwa infeksi EBV tetap pada pasien dewasa dengan HV dan
berperan penting pada patogenik.

TEMUAN KLINIS

Riwayat

Kebanyakan HV timbul pada masa kanak-kanak awal dan sembuh spontan saat
pubertas, walaupun banyak pasien menderita HV seumur hidup. Bentuk yang berat sering
pada pria, sedangkan kelainan yang lebih ringan lebih sering terjadi pada wanita. Insidensi

13
familial sangat jarang. Estimasi prevalensi HV adalah 0,34 kasus per 100.000 dengan rasio
pria wanita sama; pria memiliki onset yang lebih lama dan durasi yang lebih panjang
dibanding wanita.

Erupsi HV (Gambar 91-8) khas timbul pada musim panas, dengan rasa panas yang
hebat atau sensasi menyengat yang diikuti munculnya papul tunggal atau konfluen dan
kemudian vesikel dalam beberapa jam setelah paparan sinar matahari. Kemudian mengalami
umbilikasi, krusta, dan parut permanen dalam beberapa minggu. Ruam mengenai pipi dan
area lainnya pada wajah, punggung tangan, dan bagian luar lengan, umumnya simetris.

Lesi kulit

HV ditandai dengan eritema pada permulaan lesi, kadang membengkak, diikuti papul-
papul lembut yang tersebar simetris, dalam 24 jam; vesikulasi, kadang konfluen dan berdarah
(Gambar 91-9); umbilikasi; kemudian berkrusta dan pelepasan lesi meninggalkan parut
hipopigmentasi, cekung, dan permanen dalam beberapa minggu. Ulkus oral dan tanda pada
mata jarang terjadi.

14
UJI LABORATORIUM

Histologi

Perubahan histologi awal termasuk pembentukan vesikel intraepidermal yang


kemudian dijumpai nekrosis fokal keratinosit epidermis dan spongiosis disertai infiltrasi
neutrofil dan limfosit perivaskuler dermis. Lesi yang lebih lama menunjukkan nekrosis,
ulserasi, dan parut. Gambaran vaskulitis telah dilaporkan pada kasus yang jarang.

Uji darah

Konsentrasi porfirin darah, urin, dan feses harus diperiksa untuk eksklusi diagnosis
porfiria kutaneus, juga titer antibodi anti-nuklear dalam sirkulasi dan antibodi nuklear yang
dapat diekstrak untuk menyingkirkan kemungkinan lupus kutaneus.

Phototesting

Phototesting mungkin memperlihatkan pengurangan dosis eritemal minimal pada


panjang gelombang pendek UVA dalam beberapa kasus tetapi biasanya tidak dapat dibedakan
dari fotodermatosis lainnya. Radiasi dengan sinar yang menyerupai sinar matahari mungkin
menginduksi eritema pada dosis radiasi yang dikurangi atau kadang mencetuskan vesikulasi
yang khas pada HV (Gambar 91-7).

Uji lain.

Pemeriksaan virus terhadap infeksi herpes atau penyakit virus lainnya harus dilakukan
jika dijumpai foto-eksaserbasi atau foto-induksi.

DIAGNOSIS BANDING. Lihat kotak 90-3.

KOMPLIKASI

Jaringan parut merupakan keadaan yang tidak dapat dihindari pada pasien HV. Kasus
HV yang berat dapat berkembang menjadi penyakit limfoproliferative.

15
PROGNOSIS DAN PERJALANAN KLINIS

HV sering sembuh pada saat remaja tetapi kadang menetap hingga dewasa.

PENCEGAHAN

Menghindari sinar matahari dan penggunaan tabir surya, seperti halnya fototerapi
profilaksis pada musim semi, cenderung mencegah HV pada beberapa pasien.

TERAPI

Terapi HV terdiri dari pembatasan paparan terhadap sinar matahari dan penggunaan
tabir surya berspektrum luas dengan faktor proteksi tinggi. Adakalanya, antimalaria dapat
membantu, tapi kebenarannya belum dapat dipastikan. Pengamatan yang serupa telah
dilakukan pada -karoten, yang pada uji coba yang telah dilakukan tidak efektif pada tiga
kasus. Seperti PMLE, fototerapi profilaksis dengan narrowband UVB atau PUVA, khususnya
yang terakhir, mungkin membantu tetapi harus diberikan dengan pengawasan untuk
mencegah eksaserbasi penyakit. Jika pengobatan konservatif tidak efektif, adakalanya, seperti
yang sering dilakukan, steroid topikal atau oral intermiten, inhibitor kalsineurin topikal, atau
mungkin imunosupresi oral dapat dicobakan jika klinis sesuai, walaupun terapi-terapi ini
biasanya juga tidak efektif. Pada psien dengan infeksi kronik EBV, terapi antiviral dengan
asiklovir dan valsiklovir dilaporkan pada pasien dapat mengurangi frekuensi dan tingkat
keparahan erupsi.

16

Anda mungkin juga menyukai