Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Mioma uteri merupakan salah satu penyakit yang ada di bidang kandungan
dan kebidanan. Mioma uteri dikenal juga dengan leimioma, fibromioma ataupun
fibroid adalah tumor jinak yang berasal dari otot rahim dan jaringan ikat yang
menyangganya.1 Penyakit ini ditemukan sebanyak 20-25% pada wanita usia
reproduksi dengan prevalensi meningkat lebih dari 70 % dengan pemeriksaan
patologi anatomi uterus, membuktikan banyak wanita yang menderita mioma uteri
asimptomatik. Walaupun jarang terjadi mioma uteri biasa berubah menjadi
malignansi (<1%).1,2

Kejadiannya lebih tinggi pada usia di atas 35 tahun, yaitu mendekati angka 40
%. Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35-50 tahun, menunjukkan adanya
hubungan mioma uteri dengan estrogen. Mioma uteri dilaporkan belum pernah terjadi
sebelum menarke dan menopause. Di Indonesia angka kejadian mioma uteri
ditemukan 2,39%-11,87% dari semua penderita ginekologi yang dirawat. 3,4 Faktor
risiko mioma uteri antara lain usia penderita, hormon endogen, riwayat keluarga,
etnik, berat badan, diet, kehamilan dan paritas, dan kebiasaan merokok. Faktor-faktor
yang menginisiasi pertumbuhan mioma masih belum diketahui pasti, namun telah
diketahui bahwa hormon estrogen memang menjadi prekursor pertumbuhan
miomatosa. Walaupun seringkali asimtomatik, gejala yang mungkin ditimbulkan
sangat bervariasi, seperti perut terasa penuh dan membesar, metroragia, nyeri panggul
kronik, menoragia, hingga infertilitas. Perdarahan hebat yang disebabkan oleh mioma
merupakan indikasi utama histerektomi. Mioma dapat memberi komplikasi seperti
perdarahan, degenerasi ganas, dan torsi. Hal ini menimbulkan masalah besar dalam
kesehatan dan terapi yang paling efektif belum didapatkan, karena sedikit sekali
informasi mengenai etiologi mioma uteri itu sendiri.1,2,3,4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Mioma uteri adalah neoplasma jinak berasal dari otot uterus, yang dalam
kepustakaan ginekologi juga terkenal dengan istilah-istilah fibrimioma uteri,
leiomyoma uteri atau uterine fibroid.5 Mioma uteri juga dapat didefinisikan sebagai
tumor jinak otot polos yang terdiri dari sel-sel jaringan otot polos, jaringan fibroid,
dan kolagen.6

2.2. Epidemiologi

Mioma uteri terjadi pada 20-25% perempuan di usia reproduktif, tetapi oleh
faktor yang tidak diketahui secara pasti. Insidensnya 3-9 kali lebih banyak pada ras
kulit berwarna dibandingkan dengan ras kulit putih. Selama 5 dekade terakhir,
ditemukan 50% kasus mioma uteri terjadi pada ras kulit berwarna.5

Mioma uteri merupakan tumor pelvis yang terbanyak pada organ reproduksi
wanita. Jarang sekali ditemukan pada wanita berumur 20 tahun dan belum pernah
(dilaporkan) terjadi sebelum menarche, paling banyak ditemukan pada wanita
berumur 35-45 tahun. Setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma masih tumbuh.
Mioma uteri lebih banyak ditemukan pada wanita berkulit hitam, karena wanita
berkulit hitam memiliki lebih banyak hormon estrogen dibanding wanita kulit putih.7

2.3. Etiologi dan faktor resiko


Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga
merupakan penyakit multifaktorial. Dipercaya bahwa mioma merupakan sebuah
tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik
tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom lengan 12q13-15. Ada
beberapa faktor yang diduga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri,
yaitu :
a. Umur
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar
10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering
memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun, , tetapi masih tidak diketahui pasti
apakah mioma uteri yang terjadi adalah disebabkan peningkatan formasi atau
peningkatan pembesaran secara sekunder terhadap perubahan hormon pada waktu
usia ini.
b. Paritas
Penyakit ini lebih sering terjadi pada nulipara atau pada wanita yang relatif
infertil, tetapi sampai saat ini belum diketahui apakah infertil menyebabkan
mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertil, atau
apakah kedua keadaan ini saling mempengaruhi.
c. Faktor ras dan genetic
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadiaan
mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada
wanita dengan riwayat keluarga yang menderita mioma.
d. Fungsi ovarium
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan
mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah
kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause. 8 Mioma uteri sangat
sedikit ditemukan pada spesimen yang diambil dari hasil histerektomi wanita yang
telah menopause, diterangkan bahwa hormon esterogen endogen pada wanita-wanita
menopause pada kadar yang rendah atau sedikit. Awal menarke (usia di bawah 10
tahun) dijumpai peningkatan resiko dan menarke lewat (usia setelah 16 tahun)
menurunkan resiko untuk menderita mioma uteri.7,9
e. Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri
mempunyai peningkatan 2.5 kali kemungkinan risiko untuk menderita mioma
uteri dibanding dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri.
Penderita mioma yang mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri
mempunyai 2 kali lipat dibandingkan dengan penderita mioma yang tidak
mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri.9
f. Berat badan
Satu studi prospektif dijalankan dan dijumpai kemungkinan risiko menderita mioma
uteri adalah setinggi 21% untuk setiap kenaikan 10 kg berat badan dan dengan
peningkatan indeks massa tubuh. Temuan yang sama juga turut dilaporkan untuk
wanita dengan 30% kelebihan lemak tubuh. Ini terjadi kerana obesitas menyebabkan
peningkatan konversi androgen adrenal kepada estrone dan menurunkan hormon sex-
binding globulin. Hasilnya menyebabkan peningkatan estrogen secara biologikal
yang bisa menerangkan mengapa terjadi peningkatan prevalensi mioma uteri dan
pertumbuhannya.10
g. Diet
Ada studi yang mengaitkan dengan peningkatan terjadinya mioma uteri
dengan pemakanan seperti daging sapi atau daging merah atau ham bisa
meningkatkan insidensi mioma uteri dan sayuran hijau bisa menurunkannya.7
h. Kebiasaan merokok
Merokok dapat mengurangi insidensi mioma uteri. Banyak faktor yang bisa
menurunkan bioavalibiltas hormon estrogen pada jaringan seperti: penurunan
konversi androgen kepada estrone dengan penghambatan enzim aromatase
oleh nikotin.7
2.4. Patofisiologi
Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut teori
onkogenik maka patogenesis mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor yaitu inisiator
dan promotor. Faktor-faktor yang menginisiasi pertumbuhan mioma masih
belum diketahui pasti. Dari penelitian menggunakan glucose-6-phosphatase
dihydrogenase diketahui bahwa mioma berasal dari jaringan uniseluler.
Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi mioma melibatkan mutasi
somatik dari miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid
seks dan growth factor lokal. Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal
dalam proses pertumbuhan tumor.6
Telah ditemukan banyak sekali mediator mioma uteri, seperti estrogen
growth factor, insulin growth factor-1 (IGF-1). Awal mulanya pembentukan
tumor adalah terjadinya mutasi somatik dari sel-sel miometrium. Mutasi ini
mencakupi rentetan perubahan pada kromosom, baik secara parsial maupun
secara keseluruhan.11

Mioma terdiri dari reseptor estrogen dengan konsentrasi yang lebih


tinggi dibanding dengan miometrium sekitarnya namun konsentrasinya lebih
rendah dibanding endometrium. Hormon progesteron meningkatkan aktivitas
mitotik dari mioma pada wanita muda namun mekanisme dan faktor
pertumbuhan yang terlibat tidak diketahui secara pasti. Progesteron
memungkinkan pembesaran tumor dengan cara down-regulation apoptosis dari
tumor. Estrogen berperan dalam pembesaran tumor dengan meningkatkan
produksi matriks ekstraseluler.6, 11

Walaupun mioma tidak mempunyai kapsul yang sesungguhnya, tetapi


jaringannya dengan sangat mudah dibebaskan dari miometrium sekitarnya
sehingga mudah dikupas (enukleasi). Mioma berwarna lebih pucat, relatif bulat,
kenyal, berdinding licin, dan apabila dibelah bagian dalamnya akan menonjol
keluar sehingga mengesankan bahwa permukaan luarnya adalah kapsul.12

2.5. Klasifikasi

Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uteri (1-3%) dan selebihnya
adalah dari korpus uteri. Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah
pertumbuhannya, maka mioma uteri dibagi 4 jenis antara lain mioma submukosa,
mioma intramural, mioma subserosa, dan mioma intraligamenter. Jenis mioma uteri
yang paling sering adalah jenis intramural (54%), subserosa (48,2%), submukosa
(6,1%) dan jenis intraligamenter (4,4%).2,3
a. Mioma submukosa
Berada dibawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis ini
di jumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan
keluhan gangguan perdarahan. Mioma uteri jenis lain meskipun besar
mungkin belum memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa,
walaupun kecil sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma
submukosa umumnya dapat diketahui dari tindakan kuretase, dengan adanya
benjolan waktu kuret, dikenal sebagai Currete bump. Tumor jenis ini sering
mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata. Mioma
submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai
tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan
nama mioma geburt atau mioma yang di lahirkan, yang mudah mengalami
infeksi, ulserasi, dan infark. Pada beberapa kasus, penderita akan mengalami
anemia dan sepsis karena proses di atas.5
b. Mioma intramural
Terdapat di dinding uterus diantara serabut miometrium. Karena pertumbuhan
tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuklah semacam
simpai yang mengelilingi tumor. Bila didalam dinding rahim dijumpai banyak
mioma, maka uterus akan mempunyai bentuk yang berdungkul dengan
konsistensi yang padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus,
dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung kemih keatas,
sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.
c. Mioma subserosa
Apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan
uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh diantara kedua
lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.
d. Mioma intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke
ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus.
Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma
pada serviks dapat menonjol ke dalam satu saluran serviks sehingga ostium
uteri eksternum berbentuk bulan sabit. Apabila mioma dibelah maka tampak
bahwa mioma terdiri dari berkas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun
seperti kumparan (whorle like pattern) dengan pseudokapsul yang terdiri dari
jaringan ikat longgar yang terdesak karena pertumbuhan sarang mioma ini.
Gambar 1. Uterus yang normal10
Gambar 2. Mioma intramural10 Gambar 3. Mioma subserosal10

Gambar 3. Mioma submukus10

2.6. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis dari mioma uteri hanya terhjadi pada 35-50% pasien. 6
gejala yang muncul ditentukan oleh lokasi, ukuran, dan jumlah mioma uteri.
Berikut adalah beberapa gejala dan tanda yang sering muncul :

a. Perdarahan uterus yang abnormal


Perdarahan uterus yang abnormal adalah gejala yang paling penting
dan sering terjadi. Gejala ini muncul pada 30% pasien. Wanita dengan
mioma uteri mungkin akan mengalami siklus perdarahan haid yang
terganggu, dapat berupa menorrhagia dana tau metrorrhagia.
Perdarahan yang abnormal ini dapat mengakibatkan anemia defisiensi
besi.
Tabel 1. Mekanisme perdarahan abnormal pada mioma uteri6

b. Nyeri panggul
Nyeri panggul disebabkan oleh degenerasi akibat oklusi vaskuler,
infeksi, torsi dari mioma yang bertangkai maupun akibat kontraksi
miometrium yang diakibatkan mioma subserosum. Tumor berukuran
besar dapat mengisi rongga pelvis yang dapat menekan saraf sehingga
menyebabkan rasa nyeri. Nyeri pangguk disini biasanya bersifat
menjalar, terutama ke bagian punggung dan ekstremitas posterior.6
c. Penekanan
Pada mioma uteri yang sudah massif dapat menimbulkan penekanan
terhadap organ sekitar. Penekanan ini menyebabkan gangguan miksi,
defekasi, maupun dyspareunia. Selain itu, dapat juga menekan
pembuluh darah sehingga menyebabkan kongesti dan edema pada
ekstremitas posterior.6
d. Disfungsi reproduksi
Mioma uteri disebut juga bisa menjadi penyebab infertilitas namun hal
ini belum jelas. Dilaporkan bahwa sebesar 27-40% wanita dengan

mioma uteri mengalami infertilitas. Mioma yang terletak di daerah


kornu dapat menyebabkan sumbatan dan gangguan transportasi gamet
dan embrio akibat terjadinya oklusi tuba bilateral. Selain itu, mioma
juga dapat menyebabkan gangguan kontraksi ritmik uterus yang
diperlukan untuk motilitas sperma ketika sedang berada didalam
uterus. Hal lain seperti perubahan anatomi kavum uteri akibat adanya
mioma juga dapat menyebabkan disfungsi reproduksi.

Tabel 2. Mekanisme gangguan fungsi reproduksi dengan mioma uteri6

2.7. Diagnosis
1. Anamnesis
a. Timbul benjolan di perut bagian bawah dalam waktu yang relatif lama.
b. Kadang-kadang disertai gangguan haid, buang air kecil atau buang air
besar.
c. Nyeri perut bila infeksi, terpuntir, pecah.
2. Pemeriksaan fisik
Dapat berupa pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan pelvik. Pada pemeriksaan
abdomen, uterus yang besar dapat dipalpasi pada abdomen. Tumor teraba
sebagai nodul ireguler dan tetap, area perlunakan memberi kesan adanya
perubahan degeneratif. Konsistensi padat, kenyal, mobil, permukaan tumor
umumnya rata. Teraba massa tumor pada abdomen bagian bawah serta
pergerakan tumor dapat terbatas atau bebas. Pada pemeriksaan pelvis, serviks
biasanya normal, namun pada keadaan tertentu mioma submukosa yang
bertangkai dapat mengakibatkan dilatasi serviks dan terlihat pada ostium
servikalis. Uterus cenderung membesar tidak beraturan dan noduler. Perlunakan
tergantung pada derajat degenerasi dan kerusakan vaskular. Uterus sering dapat
digerakkan, kecuali apabila terdapat keadaan patologik pada adneksa.
Pemeriksaan ginekologik dengan pemeriksaan bimanual didapatkan tumor
tersebut menyatu dengan rahim atau mengisi kavum Douglas.7

3. Pemeriksaan penunjang
a. Dari pemeriksaan laboratorium, anemia merupakan akibat paling sering
dari mioma. Hal ini disebabkan perdarahan uterus yang banyak dan
habisnya cadangan zat besi. Kadang-kadang mioma menghasilkan
eritropoetin yang pada beberapa kasus menyebabkan polisitemia. Adanya
hubungan antara polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat
penekanan mioma terhadap ureter yang menyebabkan peninggian tekanan
balik ureter dan kemudian menginduksi pembentukan eritropoetin ginjal.
b. Dapat dilakukan USG, untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma,
ketebalan endometrium dan keadaan adneksa dalam rongga pelvis. Mioma
juga dapat dideteksi dengan CT scan ataupun MRI, tetapi kedua
pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus sebaik USG.
Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak dapat
membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya membutuhkan
diagnosa jaringan. Dalam sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali
karena pola gemanya pada beberapa bidang tidak hanya menyerupai tetapi
juga bergabung dengan uterus; lebih lanjut uterus membesar dan berbentuk
tak teratur.
c. Foto BNO/IVP, pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga
pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
d. Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa
disertai dengan infertilitas.
e. Laparaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.9
4. Gambaran mikroskopik
Mioma uteri umumnya bersifat multipel, berlobus yang tidak teratur
maupun berbentuk sferis. Biasanya berbatas jelas dengan miometrium
sekitarnya, sehingga pada tindakan enukleasi mioma dapat dilepaskan dengan
mudah dari jaringan miometrium di sekitarnya. Pada pembelahan jaringan
mioma tampak lebih putih dari jaringan sekitarnya. Pada pemeriksaan secara
mikroskopik dijumpai sel-sel otot polos panjang, yang membentuk bangunan
yang khas sebagai kumparan. Inti sel juga panjang dan bercampur dengan
jaringan ikat. Pada pemotongan tranversal, sel berbentuk polihedral dengan
sitoplasma yang banyak mengelilinginya, berwarna lebih pucat dibanding
miometrium di sekelilingnya, halus, dan biasanya lebih keras dibanding
jaringan sekitar, dan terdapat pseudocapsule. Pada pemotongan longitudinal inti
sel memanjang, dan ditemukan adanya mast cells diantara serabut miometrium
sering diinterprestasi sebagai sel tumor atau sel raksasa (giant cells).7

2.8. Terapi

Terapi harus memperhatikan usia, paritas, kehamilan, konservasi fungsi


reproduksi, keadaan umum, dan gejala yang ditimbulkan. Bila kondisi pasien
sangat buruk, lakukan upaya perbaikan yang diperlukan termasuk nutrisi,
suplementasi zat esensial, ataupun transfusi. Pada keadaan gawat darurat akibat
infeksi atau gejala abdominal akut, siapkan tindakan bedah gawat darurat untuk
menyelamatkan penderita. Pilihan prosedur bedah terkait dengan mioma uteri
adalah miomektomi atau histerektomi. Pilihan pengobatan mioma tergantung
umur pasien, paritas, status kehamilan, keinginan untuk mendapatkan keturunan
lagi, keadaan umum dan gejala serta ukuran lokasi serta jenis mioma uteri itu
sendiri.12
1. Konservatif
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah ataupun
medikamentosa terutama bila mioma itu masih kecil dan tidak
menimbulkan gangguan atau keluhan. Penanganan konservatif, bila mioma
yang kecil pada pra dan post menopause tanpa gejala. Cara penanganan
konservatif sebagai berikut:
- Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
- Bila anemia, Hb < 8 g% transfusi PRC.
- Pemberian zat besi.
- Obat-obatan simtomatik seperti antinyeri dan antiinflamasi.
- Penggunaan agonis GnRH leuprolid asetat 3,75 mg IM pada hari 1-3
menstruasi setiap minggu sebanyak tiga kali. Obat ini mengakibatkan
pengerutan tumor dan menghilangkan gejala. Obat ini menekan sekresi
gonadotropin dan menciptakan keadaan hipoestrogenik yang serupa
yang ditemukan pada periode postmenopause. Efek maksimum dalam
mengurangi ukuran tumor diobservasi dalam 12 minggu. Pengobatan
GnRH agonis selama 12 minggu pada mioma uteri menghasilkan
degenerasi hialin di miometrium hingga uterus menjadi kecil. Setelah
pemberian GnRH agonis dihentikan mioma yang mengecil itu akan
tumbuh kembali di bawah pengaruh estrogen oleh karena mioma itu
masih mengandung reseptor estrogen dalam konsentrasi tinggi. Terapi
agonis GnRH ini dapat pula diberikan sebelum pembedahan, karena
memberikan beberapa keuntungan: mengurangi hilangnya darah
selama pembedahan, dan dapat mengurangi kebutuhan akan transfusi
darah.
- Terapi hormonal yang lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat
progesteron akan mengurangi gejala pendarahan tetapi tidak
mengurangi ukuran mioma uteri. Baru-baru ini, progestin dan
antiprogestin dilaporkan mempunyai efek terapeutik. Kehadiran tumor
dapat ditekan atau diperlambat dengan pemberian progestin dan
levonorgestrol intrauterin.6
2. Pengobatan operatif
Dilakukan penanganan operatif, bila:
- Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu.
- Pertumbuhan tumor cepat.
- Mioma subserosa bertangkai dan torsi.
- Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya.
- Hipermenorea pada mioma submukosa.
- Penekanan pada organ sekitarnya.
Jenis operasi yang dilakukan dapat berupa :
a) Enukleasi mioma
Dilakukan pada penderita infertil atau yang masih
menginginkan anak atau mempertahankan uterus demi kelangsungan
fertilitas. Sejauh ini tampaknya aman, efektif, dan masih menjadi
pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak dilakukan bila ada
kemungkinan terjadinya karsinoma endometrium atau sarkoma uterus,
juga dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini seharusnya dibatasi
pada tumor dengan tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat dijepit
dan diikat. Bila miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau
sangat berdekatan dengan endometrium, kehamilan berikutnya harus
dilahirkan dengan seksio sesarea.6
b) Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan mioma saja tanpa
pengangkatan uterus. Apabila wanita sudah dilakukan miomektomi
kemungkinan dapat hamil sekitar 30-50%. Tindakan miomektomi
dapat dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi maupun dengan
laparoskopi. Pada laparotomi, dilakukan insisi pada dinding abdomen
untuk mengangkat mioma dari uterus. Keunggulan melakukan
miomektomi adalah lapangan pandang operasi yang lebih luas
sehingga penanganan terhadap perdarahan yang mungkin timbul pada
pembedahan miomektomi dapat ditangani dengan segera. Namun pada
miomektomi secara laparotomi resiko terjadi perlengketan lebih besar,
sehingga akan mempengaruhi faktor fertilitas pada pasien, disamping
masa penyembuhan paska operasi lebih lama, sekitar 4-6 minggu.6
Pada miomektomi secara histeroskopi dilakukan terhadap
mioma submukosum yang terletak pada kavum uteri. Keunggulan
teknik ini adalah masa penyembuhan paska operasi sekitar 2 hari.
Komplikasi yang serius jarang terjadi namun dapat timbul perlukaan
pada dinding uterus, ketidakseimbangan elektrolit dan perdarahan.
Miomektomi juga dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi.
Mioma yang bertangkai diluar kavum uteri dapat diangkat dengan
mudah secara laparoskopi. Mioma subserosum yang terletak didaerah
permukaan uterus juga dapat diangkat dengan tehnik ini. Keunggulan
laparoskopi adalah masa penyembuhan paska operasi sekitar 2-7 hari.
Resiko yang terjadi pada pembedahan ini termasuk perlengketan,
trauma terhadap organ sekitar seperti usus, ovarium, rektum serta
perdarahan. Sampai saat ini miomektomi dengan laparoskopi
merupakan prosedur standar bagi wanita dengan mioma uteri yang
masih ingin mempertahankan fungsi reproduksinya.6
Kriteria preoperasi menurut American College of Obstetricians
and Gynecologists (ACOG) adalah sebagai berikut:
Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang.
Terdapat leiomioma dalam ukuran yang kecil dan berbatas tegas.
Apabila tidak ditemukan alasan yang jelas penyebab kegagalan
kehamilan dan keguguran yang berulang.
Indikasi terapi bedah untuk mioma uteri menurut American College of Obstetricians
and Gyneclogist (ACOG) dan American Society of Reproductive Medicine (ASRM):
a) Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif
b) Sangkaan adanya keganasan
c) Pertumbuhan mioma pada masa menopause
d) Infertilitas karena ganggaun pada cavum uteri maupun kerana oklusi tuba
e) Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu
f) Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
g) Anemia akibat perdarahan

c) Histerektomi
Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada
penderita yang memiliki leiomioma yang simptomatik atau yang sudah
bergejala. Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya
adalah tindakan terpilih. Tindakan histerektomi pada mioma uteri
sebesar 30% dari seluruh kasus. Histerektomi dijalankan apabila
didapati keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada
traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14
minggu.6,7
Kriteria ACOG untuk histerektomi adalah sebagai berikut:
Terdapatnya 1 sampai 3 leiomioma asimptomatik atau yang dapat teraba
dari luar dan dikeluhkan olah pasien.
Perdarahan uterus berlebihan:
- Perdarahan banyak bergumpal-gumpal atau berulang-ulang selama
lebih dari 8 hari.
- Anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis.
Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma meliputi:
- Nyeri hebat dan akut.
- Rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang
kronis.
- Penekanan buli-buli dan frekuensi urine yang berulang-ulang dan
tidak disebabkan infeksi saluran kemih.

Tindakan histerektomi dapat dilakukan secara abdominal


(laparotomi), vaginal dan pada beberapa kasus dilakukan laparoskopi.
Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total
abdominal hysterectomy (TAH) dan subtotal abdominal histerectomy
(STAH). Masing-masing prosedur ini memiliki kelebihan dan
kekurangan. STAH dilakukan untuk menghindari resiko operasi yang
lebih besar seperti perdarahan yang banyak, trauma operasi pada
ureter, kandung kemih dan rektum. Namun dengan melakukan STAH
kita meninggalkan serviks, di mana kemungkinan timbulnya
karsinoma serviks dapat terjadi. Pada TAH, jaringan granulasi yang
timbul pada tungkul vagina dapat menjadi sumber timbulnya sekret
vagina dan perdarahan paska operasi di mana keadaan ini tidak terjadi
pada pasien yang menjalani STAH.6

Penanganan radioterapi (untuk menghentikan perdarahan)6


- Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk
patient).
- Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.
- Bukan jenis submukosa.
- Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum.
- Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan
menopause.

Mioma

Besar < UK 14 Besar > UK 14


mgg mgg

Tanpa keluhan Dengan


keluhan

Konservatif Operatif

2.9. Komplikasi

1. Perdarahan sampai terjadi anemia.


2. Degenerasi ganas. Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya
0,32 0,6 % dari seluruh mioma serta merupakan 50 75 % dari semua
sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan
histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila
mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma
dalam menopause.7,13
3. Torsi. Mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan
sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Keadaan ini dapat terjadi pada
semua bentuk mioma tetapi yang paling sering adalah jenis mioma submukosa
pendinkulata. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi
terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi. Hal ini hendaklah
dibedakan dengan suatu keadaan di mana terdapat banyak sarang mioma dalam
rongga peritoneum. Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang
diperkirakan karena gangguan sirkulasi darah padanya. Misalnya terjadi pada
mioma yang dilahirkan hingga perdarahan berupa metroragia atau menoragia
disertai leukore dan gangguan yang disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri.7
2.10. Prognosis
Histerektomi dengan mengangkat seluruh mioma adalah kuratif.
Miomektomi yang ekstensif dan secara signifikan melibatkan miometrium
atau menembus endometrium, maka diharuskan operasi sesaria pada
persalinan berikutnya. Mioma yang kambuh kembali setelah miomektomi
terjadi pada 15-40% pasien dan 2/3-nya memerlukan tindakan lebih lanjut.6
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, 2010. Biomolekuler Mioma Uteri. Available from :


http://digilib.unsri.ac.id/download/Biomolekuler%20Mioma%20Uteri.pdf
2. Thomas EJ. The aetiology and phatogenesis of fibroids. In: Shaw RW. eds.
Advences in
reproduktive endocrinology uterine fibroids. England New Jersey : The
Phartenon Publishing Group, 1992 ; 1 8.
http://digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-sciences/mioma-uteri/mrdetail/906/
3. Baziad A. Pengobatan medikamentosa mioma uteri dengan analog GnRH.
Dalam : Endokrinologi ginekologi edisi kedua. Jakarta : Media Aesculapius
FKUI, 2003; 151 156. http://digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-
sciences/mioma-uteri/mrdetail/906/
4. Bradley J, Voorhis V. Management options for uterine fibroids, In : Marie
Chesmy, Heather Whary eds. Clinical obstetric and Gynecology.
Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkins, 2001 ; 314 315.
http://digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-sciences/mioma-uteri/mrdetail/906/
5. Adriaansz G, 2011. Tumor Jinak Organ Genitalia. Dalam Anwar M, Baziad
A, Prabowo RP. Ilmu Kandungan. Edisi Ketiga. Cetakan Pertama. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo : Jakarta.
6. Hadibroto BR, 2009. Mioma Uteri. Majalah Kedokteran Nusantara Vol. 38
No. 3 September 2005. Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara, RSUD H. Adam Malik Medan.
Available from: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15576/1/mkn-
sep2005-%20(9).pdf.
7. Schwartz SM, Marshall LM, Baird DD. Epidemiologic contributions to
understanding the etiology of uterine leiomyomata. Environ Health Perspect,
2000 Oct; 108 Suppl 5: 821-7. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11035989.
8. Jevuska O, 2011. Mioma Geburt. Available from:
http://oncejevuska.blogspot.com.
9. Parker WH. Etiology, symptomatology, and diagnosis of uterine myomas.
Fertil Steril, 2007 Apr; 87(4): 725-36. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17430732.
10. Blake RE. Leiomyomata uteri: hormonal and molecular determinants of
growth. J Natl Med Assoc, Oct 2007; 99(10): 1170-84. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2574407/.
11. Ciarmela P, Islam MS, Reis FM, Gray PC, Bloise E, Petraglia F, et al. Growth
factors and myometrium: biological effects in uterine fibroid and possible
clinical implications. Hum Reprod Update, 2011 Nov-Dec; 17(6): 772-90.
Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21788281.
12. Anwar A, Baziad A, Prabowo P. Ilmu Kandungan. 3rd ed. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2011.
13. Schwartz PE, Kelly MG. Malignant transformation of myomas: myth or
reality?. Obstet Gynecol Clin North Am, 2006 Mar; 33(1): 183-98. Available
at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16504815.

Anda mungkin juga menyukai