Anda di halaman 1dari 7

MUAL DAN MUNTAH SELAMA KEHAMILAN

Kasus
Seorang wanita berusia 25 tahun mengalami mual dan muntah yang menetap selama 8 minggu
terakhir sejak menstruasi terakhir pada kehamilan pertamanya. Sarana kesehatan primer enggan
memberikan obat untuk pasien ini. Pasien mengalami penurunan berat badan sebesar 2,3 Kg
dalam kurun waktu 6 minggu terakhir. Bagaimana sebaiknya terapi yang diberikan untuk pasien
ini?.

Problem Klinis

Sekitar 50% wanita mengalami mual dan muntah pada awal kehamilannya, dan sekitar 25%
wanita hamil muda mengeluh mual saja. Istilah "morning sicknes" adalah sebuah ironi, karena
kondisi mual-muntah tersebut tak jarang bertahan sepanjang hari terutama pada wanita hamil
muda yang mengalami mual dan muntah secara signifikan, sehingga seringkali berdampak pada
hilangnya waktu kerja dan mengganggu hubungan dalam keluarga. Pada kelompok minoritas,
wanita hamil dengan mual dan muntah dapat menyebabkan dehidrasi, penurunan berat badan
bahkan memerlukan perawatan di rumah sakit. Kejadian hiperemesis gravidarum adalah sekitar
0,3-1,0%, kondisi ini ditandai dengan muntah terus-menerus, penurunan berat badan lebih dari
5%, ketonuria, kelainan elektrolit (hipokalemia), dan dehidrasi (urin tinggi).

Penyebab mual dan muntah pada kehamilan tidak jelas. Pengamatan menunjukan bahwa
kehamilan dengan mola hidatidosa lengkap (tidak ada janin) berhubungan dengan mual dan
muntah yang signifikan secara klinis, hal ini menunjukan bahwa stimulus diproduksi oleh
plasenta, tidak oleh janin. Mual biasanya dimulai 4 minggu setelah periode menstruasi terakhir,
dan biasanya mencapai puncaknya pada usia 9 minggu kehamilan. 60% kasus kehamilan yang
disertai keluhan mual dan muntah akan berakhir pada akhir trimester pertama, dan 91% kasus
berakhir pada usia kehamilan mencapai 20 minggu. Mual dan muntah lazimnya tidak terjadi
pada wanita yang lebih tua, wanita multipara (telah melahirkan lebih dari 2 kali), dan wanita
perokok; observasi ini dihubungkan dengan dugaan bahwa wanita tersebut memiliki volume
plasenta yang lebih kecil. Dalam sebuah penelitian wanita hamil multipara yang mengalami mual
dan muntah biasanya juga memiliki riwayat mual dan muntah pada kehamilan sebelumnya. Mual
dan muntah berhubungan dengan penurunan resiko keguguran.

Mual dan muntah selama kehamilan berhubungan dengan level human chorionic gonadotropin
(hCG). Hal ini didasarkan pada teori yang menyatakan bahwa hCG merangsang produksi
estrogen dari ovarium, dimana estrogen diketahui mampu meningkatkan rangsang mual dan
muntah. Wanita dengan kehamilan ganda (kembar) atau mola hidatidosa, yang memiliki kadar
hCG melebihi wanita hamil normal beresiko mengalami mual dan muntah yang lebih parah.
Teori lain menyatakan bahwa kekurangan vitamin B juga dapat berkontribusi, karena
penggunaan suplemen vitamin B terbukti mampu mengurangi keluhan mual dan muntah.
Beberapa ahli juga menyatakan bahwa mual dan muntah dapat juga dipengaruhi oleh faktor
psikologis, namun tak ada bukti yang mendukung pernyataan tersebut.

Komplikasi kehamilan seperti hiperemesis gravidarum jarang dapat dicegah, termasuk


komplikasi berupa neuropati perifer yang disebabkan defisiensi vitamin B6 dan B12 dan yang
paling serius yaitu ensepalopati Wernickes yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B1.
Opthalmoplegia, ataksia dan kebingungan dapat terjadi jika muntah terus-menerus setidaknya
terjadi dalam kurun waktu 3 minggu. Jika pasien tersebut kemudian diterapi dengan pemberian
cairan intravena dekstrosa tanpa vitamin B1, maka metabolisme yang cepat dari dekstrosa akan
mengkonsumsi persediaan vitamin B1 yang ada yang lebih lanjut dapat mengakibatkan
terjadinya ensefalopati akut.
Bayi yang lahir dari ibu yang mengalami penurunan berat badan pada awal kehamilan akan
cenderung memiliki berat badan lahir rata-rata yang lebih rendah jika dibandingkan dengan bayi
yang lahir dari ibu yang mengalami peningkatan berat badan atau relatif tetap pada awal
kehamilannya.

Strategi dan Bukti

Evaluasi
Hiperemesis gravidarum harus dibedakan dari kondisi lain yang mungkin dapat menyebabkan
muntah yang menetap selama kehamilan, ternasuk kondisi gastrointestinal (misal usus buntu,
hepatitis, pankreatitis, dan penyakit saluran empedu), pielonefritis, dan gangguan metabolisme
seperti ketoasidosis diabetes, porfiria dan penyakit Addison.Onset mual dan muntah yang
dimulai setelah 8 minggu sejak periode menstruasi terakhir jarang terjadi pada kehamilan.
Kehadiran demam, sakit kepala, dan sakit perut pada wanita dengan hiperemesis menunjukan
adanya penyebab lain. Pengujian laboratorium harus dilakukan yang meliputi:
Tingkat keton urin
Nitrogen urea darah

Kreatinin

Alanin transferase

Aspartat aminotransferase

Elektrolit

Amilase

Thyrotropin dan tiroksin bebas (T4)

Karena reaksi silang antara thyrotropin dan hCG serta rangsangan kelenjar tiroid, thyrotropin
biasanya tertekan pada pasien tersebut. Hipertiroidisme biasanya sembuh secara spontan dan
pengobatan dengan profiltiourasil (PTU) biasanya tidak mengurangi mual dan muntah. Pasien
hipertiroidisme primer jarang mengalami muntah. Tingkat T4 dan thyrotropin pada pasien
dengan hiperemesis umumnya sebanding dengan pasien penyakit Graves, hanya saja pasien
hiperemesis tidak menunjukan gejala klinis penyakit Graves atau antibodi tiroid. Jika T4 bebas
meningkat tanpa adanya gejala klinis penyakit Graves, maka tes ini harus diulang pada usia
kehamilan sekitar 20 minggu, karena biasanya kadarnya akan menurun seiring ketiadaan
hipertiroidisme. USG harus dilakuan untuk mendeteksi kemungkinan kehamilan ganda atau mola
hidatidosa.

Manajemen
Wanita hamil harus disarankan untuk menghindari bau, makanan, dan suplemen yang memicu
mual. Pemicu umum mual adalah makanan berlemak, makanan pedas dan suplemen zat besi.
Pengalaman klinis menunjukan bahwa makan dalam jumlah kecil beberapa kali sehari dan
minum cairan antara makanan dapat membantu. Secara tradisonal pasien disarankan untuk
menyimpan makanan ringan didekat tempat tidur dan menghindari perut kosong. Makanan tinggi
protein membantu mengurangi mual dibandingkan dengan sejumlah makanan dengan nilai kalori
yang sama yang didominasi karbohidrat dan lemak.

Perempuan hamil dengan mual dan muntah yang menetap dengan konsentrasi keton yang tinggi
memerlukan hidrasi intravena dengan multivitamin termasuk vitamin B1 dan ditindaklanjuti
dengan pengukuran tingkat keton urin dan elektrolit. Agen antiemetik juga harus diresepkan pada
pasien ini.

Terapi Farmakologis
Sekitar 10% wanita yang mual dan muntah pada awal kehamilannya memerlukan pengobatan.
Terapi farmakologis termasuk vitamin B6, antihistamin, agen prokinetik dan obat lainnya.

Dalam sebuah uji terkontrol plasebo vitamin B6 10-25 mg setiap 8 jam terbukti efektif
mengurangi mual dan muntah pada kehamilan. Dalam percobaan dimana tingkat mual diukur
dengan menggunakan skor skala analog visual dengan rentang nilai skor 1 sampai 10 (skor yang
lebih tinggi menunjukan keparahan mual), ditunjukan bahwa rata-rata skor pasien yang
menerima terapi aktif adalah 4,3 dibandingkan dengan plasebo 1,8. Dalam sebuah studi juga
diketahui adanya korelasi antara level vitamin B6 serum dengan tingkat keparahan morning
sickness.

Kombinasi vitamin B6 dan antihistamin doksilamin (Bendectin) telah dilarang penggunaannya di


Amerika Serikat pada tahun 1983 karena diduga teratogenik, meskipun dugaan tersebut belum
dapat dibuktikan. Kombinasi tersebut masih digunakan di Kanada dengan nama dagang Dicletin,
yang mana penggunaannya dikaitkan dengan penurunan insiden rawat inap pada wanita hamil
dengan keluhan mual dan muntah. Kini sediaan oral vitamin B6 dan doksilamin dijual bebas di
Amerika Serikat, dan studi observasional menunjukan bahwa kombinasi tersebut tidak bersifat
teratogenik dan terbukti dapat menurunkan keluhan mual dan muntah hingga 70%. American
College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) merekomendasikan kombinasi obat
tersebut sebagai terapi lini pertama mual dan muntah pada wanita hamil.

Fenotiazin atau metoklopramid biasanya diresepkan jika terapi dengan antihistamin gagal.
Prokloferazin juga tersedia dalam sediaan tablet bukal, yang terbukti mampu mengurangi efek
sedasi obat ini dibandingkan jika diberikan melalui rute oral.

Metoklopramid merupakan agen prokinetik yang merupakan antagonis dopamin. Penggunaan


obat ini dikaitkan dengan kasus tardive dyskinesia dan FDA telah mengeluarkan peringatan
sehubungan penggunaan obat ini. Resiko berkembangnya komplikasi meningkat seiring
lamamnya durasi pengobatan dan total dosis kumulatif, pengobatan terus-menerus selama 12
minggu atau lebih harus dihindari. Peringatan tersebut tidak hanya berlaku pada kasus
kehamilan. Dalam uji coba acak diketahui bahwa terapi intravena metoklopramid dan intravena
prometazin memberikan efektivitas yang sama dalam penanganan hiperemesis, namun
metoklopramid memberikan efek samping mengantuk dan pusing yang lebih kecil. Dalam
sebuah studi diketahui bahwa paparan metoklopramid pada wanita hamil trimester pertama
menunjukan adanya hubungan yang signifikan dengan malformasi bawaan, bobot badan lahir
rendah, persalinan prematur dan kematian perinatal.

Suatu antagonis reseptor 5-hidroksitriptamin 3 seperti ondansetron semakin banyak digunakan


pada kasus hiperemesis, tetapi informasi keamanannya pada wanita hamil masih sangat terbatas.
Dalam sebuah uji coba acak yang membandingkan efektivitas ondansetron dan prometazin
diketahui bahwa efektivitas keduanya relatif sama, namun ondansetron memberikan efek sedasi
yang lebih kecil. Dalam serangkaian kasus yang melibatkan 169 bayi yang terpapar ondansetron
pada trimester pertama kehamilan 3,6% diantaranya mengalami malformasi utama; tingkat ini
tidak jauh berbeda dengan yang terjadi pada kelompok kontrol.

Daftar-daftar obat yang dapat digunakan pada terapi mual dan muntah:
1. Vitamin B6 (kategori FDA : A) dengan dosis 10-25 mg setiap 8 jam. Vitamin B6 tunggal
atau dikombinasi dengan antihistamin merupakan terapi lini pertama mual dan muntah
pada kehamilan
2. Kombinasi vitamin B6 dan doksilamin (kategori FDA : A), dosis vitamin B6 10-25 mg
setiap 8 jam, doksilamin: 25 mg saat menjelang tidur, ditambah 12,5 mg pada pagi dan
siang hari jika diperlukan. Kombinasi ini memberikan efek sedasi.
3. Kombinasi vitamin B6 dan doksilamin lepas lambat (Dicletin) (kategori FDA : A).
Dicletin mengandung 10 mg vitamin B6 dan 10 mg doksilamin lepas lambat, dosis 2
tablet menjelang tidur dan 1 tablet tambahan pada pagi dan siang hari jika diperlukan.

Obat golongan antihistamin


1. Doksilamin (kategori FDA : A), dosis 12,5-25 mg setiap 8 jam.
2. Difenhidramin (kategori FDA : B), dosis25-50 mg setiap 8 jam
3. Meklizin (kategori FDA : B), dosis 25 mg setiap 6 jam
4. Hidroksizin (kategori FDA : C), dosis 50 mg setiap 4-6 jam
5. Dimenhidrinat (kategori FDA : B), dosis 50-100 mg setiap 4-6 jam

Semua obat golongan ini memberikan efek samping sedasi.

Obat golongan Fenotiazin


1. Prometazin (kategori FDA : C), dosis 25 mg setiap 4-6 jam. Pada pasien dengan cedera
jaringan yang parah obat ini diberikan sebagai intravena (black-box warning)
2. Proklorperazin (kategori FDA : C), dosis 5-10 mg setiap 6 jam. Obat ini tersedia juga
dalam sediaan bukal.

Obat golongan dopamin


1. Trimetobenzamid (kategori FDA : C), dosis 300 mg setiap 6-8 jam
2. Metoklopramid (kategori FDA : B), dosis 10 mg setiap 6 jam. Obat ini dapat
menyebabkan tardive dyskinesia
3. Droperidol (Kategori FDA : C), dosis 1,25-2,5 mg intramuskular atau intravena
Obat Golongan antagonis reseptor 5-hidroksitriptamin 3
1. Ondansetron (kategori FDA : B), dosis 4-8 mg setiap 6 jam

Obat golongan glukokortikoid


1. Metilprednisolon (kategori FDA : C), dosis 16 mg setiap 8 jam selama 3 hari, kemudian
dosis diturunkan perlahan selama 2 minggu. Peningkatan resiko bibir sumbing dapat
terjadi jika digunakan sebelum 10 minggu usia kehamilan.

Ginger ekstrak (kategori FDA : C) dosis 125-250 mg setiap 6 jam. Obat ini tersedia sebagai
suplemen makanan. Dapat menyebabkan efek samping refluks dan mulas.

Droperidol terbukti efektif dalam mengatasi mual dan muntah pada kehamilan namun
penggunaanya telah banyak berkurang karena potensi merugikan dari obat ini. Obat ini dapat
menyebabkan interval QT berkepanjangan pada elektrokardiografi (EKG), dan berpotensi
menyebabkan aritmia yang fatal, kematian juga dapat terjadi saat dosis yang digunakan lebih
rendah dari dosis standar. Pasien yang menerima terapi droperidol harus menjalani tes EKG 12-
lead sebelum, selama dan 3 jam setelah pemberian droperidol.

Terapi Alternatif dan Pendukung


Terapi alternatif seperti akupunktur dan pemberian ekstrak jahe harus diteliti lebih lanjut, dan
pada beberap percobaan hasilnya tidak konsisten. Dalam sebuah percobaan yang melibatkan 33
pasien hiperemesis gravidarum, akupunktur mampu mengurangi gejala mual dan muntah.
Sedangkan perbandingkan penggunaan akupunktur tradisional dan akupunktur sham tampak
tidak ada perbedaan hasil.

Dalam sebuah uji efektivitas ekstrak jahe (kapsul) terhadap penanganan mual dan muntah,
diketahui bahwa ekstrak jahe memberikan efek yang mirip dengan vitamin B6.Efek samping
ekstrak jahe ini berupa refluks dan mulas relatif ringan. Ekstrak jahe lebih dianggap sebagai
suplemen makanan bukan sebagai obat.

Manajemen Kasus Refraktori


Pasien wanita hamil dengan komplikasi mual dan muntah yang tak terkontrol dengan pemberian
regimen obat rawat jalan memerlukan hidrasi intravena dan suplemen makanan. Pemberian
makanan melalui tuba enteral mungkin efektif, meskipun pasien tetap mengalami gangguan
mual. Pemberian nutrisi parenteral dihubungkan dengan resiko sepsis (25%), steatohepatitis juga
dapat terjadi pada penggunaan emulsi lipid selama kehamilan. Mengingat risiko ini nutrisi
parenteral harus diberikan pada pasien yang mengalami penurunan berat badan yang signifikan
secara klinis (>5%) dari berat badan yang tidak memberikan respon terhadap antiemetik.

Kesimpulan
Pada wanita hamil trimester pertama dengan komplikasi mual dan muntah disertai
kehilangan/penurunan berat badan, terapi farmakologis dibenarkan. Perlu juga untuk
mempertimbangkan mencari kemungkinan lain yang dapat menyebabkan mual dan muntah
tersebut seperti sakit kepala migrain atau gangguan gastrointestinal. Tingkat nitrogen urea darah,
kreatinin, SGPT, aminotransferase aspartat, elektrolit dan amilase harus dikaji. Merubah pola
makan dalam porsi kecil dengan frekuensi yang sering dapat membantu mengatasi mual dan
muntah. Vitamin B6 tunggal atau dalam kombinasi dengan doksilamin merupakan terapi
farmakologis lini pertama. Jika terapi lini pertama kurang berhasil, maka fenotiazin,
metoklopramid, ondansetron dapat dicadangkan. Metilprednisolon harus disiapkan pada kondisi
refrakter setelah usia kehamilan mencapai 10 minggu. Pemberian terapi alternatif seperti
akupunktur dan ekstrak jahe dapat dicoba setiap saat.

http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcp1003896

Anda mungkin juga menyukai