Sejarah Liberal
Sejarah Liberal
PENDAHULUAN
BAB 2. PEMBAHASAN
c. Seni
Setelah pengakuan kedaulatan, di Yogyakarta berdiri organisasi Pelukis Indonesai
atau PI yang awalnya dipimpin oleh Sumutro kemudian diganti oleh Solihin dan Kusnadi.
Perkumpulan para pelukis muda adalah PIM atau Pelikis Indonesia Muda yang terbentuk
tahun 1954 dengan Widaya senagai ketuanya. Paling awal di Yogyakarta berdiri PTPI atau
Pusat Tenaga Pelukis Indonesia dengan Djajenggasmoro sebagai ketuanya. Oleh pemerintah
didirikan Akademi Seni Rupa Indonesai (ASRI) yang dibagi menjadi lima bagian yaitu seni
lukis, patung, ukir, reklame dan pendidikan guru gambar. Di Solo beberapa pelukis
nergabung dengan Himpunan Budaya Surakarta. Di Madiun berdir Tunas Muda.
Seni tari pada periode tahun 1945-1955 pembaharuannya baru terbatas pada teknik
penyajian. Pada waktu itu pengaruh komunis sangat terasa, tarian klasik yang dianggap
berbau keraton dikesampingkan dan muncuk tarian yang bertema kerakyatan dan kehidupan
sehari-hari, seperti tari tani, tari tenun, tari nelayan dan tari koperasi. Perkembangan semacam
ini berkembang diseluruh tanah air. Pada 27 Agustus 1950 di Surakarta didirikan
Konservatori Karawitan, maksud dari didirikannya konservatori karawitan ini adalah untuk
mempertinggi serta memperkembangkan karawitan.
Selanjutnya muncul tokoh-tokoh seniman dari Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra),
merupakan sebuah ormas PKI yang mendukung konsepsi Presiden Soekarno dan mendesak
agar seluruh kehidupan seni diperpolitikan sesuai dengan garis partai mereka. Tokoh-tokoh
tersebut seperti Henk Ngantung, Pramoedya Ananta Toer, Basuki Resobowo, dan Kotot
Sukardi. Dalam tubuh PPFI tinbul ketegangan antara pendukung Konsepsi Presiden dan
golongan yang tidak menyetujui para artis film berpolitik praktis. Akhirnya, golongan
akhitnya golongan komunis (PKI) berhasil mempengaruhi PPFI sehingga ditengah kancah
pergolakan para artis film itu muncul istilah :Artis film yang berpolotik.oleh A.S Bey
diusulakan untuk diadakannya simposium film dengan acara artis film yang berpolitik, yang
kemudian diadakan pada tanggal 8 September 1957 di Aula Univesitas Indonesia.
Mengenai perkembangan seni bangunan dapat dikatakan bahwa keadaan bangunan di
kota-kota pada umumnya mengambil tempat tidak berketentuan dan tidak selaras dengan
keadaan alam. Sekkolah-sekolah, kantor besar. Toko. Gedung tua, dan pondok rakyat
berselang-seling sepanjang jalan atau dalam satu bagian kota yang seharusnya mempunyai
ketentuan pasti. Sedangkan untuk baguanan di desa-desa masih berpegang pada corak lama
hal ini disebabkan karena lemahnya ekonomi rakyat.
d. Media Komunikasi Masa
Ciri umum dari pers pada masa demokrasi liberal adalah ditandai dengan prinsip-
prinsip liberal dalam penulisan berita, tajuk rencana da pojok. Pada umumnya memiliki segi
komersial yang kurang meskipun telah diasuh secara liberal.
Suatu ciri khusus pada masa liberal adalah surat kabar bekas milik Dinas Penerangan
Belanda yang kemudian diambil alih oleh tenaga bangsa Indonesia. Ternyata dalam
pengurusannya jauh lebih baik dibandingkan pers yang diusahakan oleh modal awasta
nasional.
Pada tahun 1957, dengan dinasiolisasikannya perusahaan-perusahaan Belanda,
membuat surat kabar dengan bahasa Belanda lenyap dari peredaran. Peristiwa terpenting
dalam perkembngan surat kabar selama masa demokrasi liberal adalah diselenggarakannya
seminar pers di Tugu, Bogor tanggal 24-26 Juli 1955.
Jika dilihat dari segi komersialnya pers daerahmemang kurang menguntungkan.
Faktor penduduk yang ada disuatu daerah juga memperngaruhi kaitannya dengan kemajuan
surat kabar, selain itu juga faktor ekonomi perdagangan serta taraf kecerdasan penduduk juga
ikut mempengeruhi maju-mundurnya surat kabar.
Dikota-kota besar seperti Medan, Bandung dan Surabaya surat kabar dikatakan
lumayan berkembang jika dibandingkan dengan kota-kota kecil. Keterlambatan kemajuan
pers didaerah disebabkan karena kebangganan akan pers daerah yang kurang. Hal ini
mungkin juga dissebabkan karena pers daerah yang belum memperhatikan sifat-sifat yang
layakuntuk dijadikan kebangaan bagi daerah yang bersangkutan.
Sifat pers Indonesia dapat dikatakan masih regional. Artinya tidak dapat untuk
memusatkan atau konsentrasi surat kabar pada suatu tempat, misalnya saja ibu kota. Disetiap
profinsi terdapat surat kabar besar maupun kecil yang berjumlah 79 surat kabat. 15 harian
terbit di Jakarta, selebihnya terbit didaerah-daerah.
Dalam memberikan kriteria pembedaan pers pusat dan daerah yang ditentukan adalah
tempat berdirinya. Pers pusat terbit di ibu kota dan pers daerah terbit di suatu ibu kota
profinsi atau hanya dalam sauatu kota besar. Sebenarnay tidak ada perbedaan yang esensial
antara keduanya . uang disebut dengan pers daerah kota tempa t terbitnya pers itu dan dan
daerah sekitarnya. Dengan demikian dalam pemberitaanya pers daaerah mau tidak mau harus
memeperhatikan dan mempertimbangkan keinginan pembacanya dalam penyebaran
bereitanya yang meliputi dua macam suasana yaitu kota dan desa.
Hal yang menjadi masalah lain sat itu adalh adanya anggapam umum bahwa pers atau
media masa di tanah air memiliki andil yang besar dalam merusak nahasa Indonesia.
Meskipun demikian tidak sedikit pula yang beranggaan bahwa pers memiliki andil dalam
erkembangan bahasa Indonesia. Dari kedua anggapan ini dapat dilihat bahwa media masa
memiliki peranan besar kaitannya dengan perkembangan bahasa Indonesia.
Sarana komunikasi vital lainnya adalah radio, sejak proklamasi kemerdekaan
penyiaran radio dikuasai oleh masyarakat Ondonesia. Setelah pengakuan kedaulatan corak
penyiaran radio mengalami perubahan, yaitu lebih digunakan untuk kepntingan nasional.
d) Dewan Manguni
Dewan Manguni terbentuk pada akhir tahun 1956 di Manado, dewan ini terbentuk
atas inisiatif dari Kapten G.K. Montolalu dan kawan-kawannya. Dewan ini kemudian
bergabung dengan Pemesta.
e) Perjuangan Rakyat Semesta
Pergolakan juga terjadi di wilayah Indonesai Timur. Tanggal 2 Maret 1957 di Makasar
panglima TT VII Letkol Ventje Sumual memproklamasikan Piagam Perjuangan Rakyat
Semesta. Wilayahnya meliputi Sulawesi NTT dan Maluku. Guna memperlancar pelaksanaan
programnya Letkol Samual menyetakan Indonesia bagian timur dalam keadaan bahaya.
Semua dewan pemerintah diambil alih oleh kalangan militer.
Peristiwa yang terjadi saat itu sangat melemahkan kedudukan Kabinet Ali II. Pada
tanggal 14 Maret 1957 Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo mengembalikan mandatnya
kepada presiden Soekarno. Dalam keadaan genting tersebut muncul berbagai pergolakan
didaerah, kemudian Presiden Soekarno mengumumkan berlakunya SOB dengan demikian
angkatan perang mendapat wewenag khusus untuk mengamankan negara.
Untuk meredam pergolakan daerah, tanggal 10-14 September 1957 diadakan
Musyawarah Nasional yang dihadiri oleh tokoh-tokoh nasional baik usat maupun daerah,
hadir pula bekas Wakil Presiden Moh. Hatta. Musyawarah ini berhasil mengambil keputusan
yang mengambarkan suasana saling pengertian. Pada upacara penutu[pannya yaitu 14
September 1957dibicaraskan pernyataan bersama yang ditandatangani oleh Presiden
Soekarno dan mantan wakil Presiden Moh. Hatta.
Untuk membantu persoalan Angkatan Darat dibenetuklah Panitia Tujuh. Yang terdiri
dari Panglima Tertinggi Presiden Soekarno, Drs. Moh Hatta, Perdana Menteri Djuanda, Wakil
Perdana Menteri Dr. Leimena Menteri Kesehatan Kolonel Dr. Aziz Saleh, Sultan
Hamengkobouno IX dan KSAD Jendral Mayor A.H. Nasution. Tugas panitia ini adalah
menyelesaikan masalah angkatan Darat. Setelah mengadakan sidang pertama disepakati
beberapa keputusan yaitu :
(1) Menetapkan pedoman kerja
(2) Membentuk panitia pengumpulan bahan-bahan yang terdiri dari Kolonel A.J. Mokoginta,
Kolonel Sudirman
(3) Menginstruksikan kepada seluruh anggota Angatan Darat untuk tidak melakukan tindakan
yang akan menyulitkan dalam penyelesaian masalah ini
(4) Menginstruksikan kepada seluruh anggota Angatan Darat untuk mengusahakan
terpeliharanya pekerjaan rutin.
(5) Menyuruh kepada seluruh anggota Angkatn Darat dan seluruh masyarakat untuk berihtiar
kearah kelancaran Panitia Tujuh
Belum sempat Panitia Tujuh mengumumkan hasi dari pekrjaannya, terjadi percobaan
pembunuhan terhadap Presiden Soekarno tanggal 30 November 1957 yang dikenal dengan
peristiwa Cikini. Selain menimbulkan banyak korban anak sekolah juga korban lain Inspektur
Polisi I Oding Suhendar yang tewas akibat tekena granat.
2) Pemberontakan PRRI dan Permesta
Pemberontakan PPRI dan Permesta terjadi karena adanya ketidakpuasan beberapa
daerah di Sumatra dan Sulawesi terhadap alokasi biaya pembangunan dari pemerintah pusat.
Ketidakpuasan tersebut didukung oleh beberapa panglima militer.
Tanggal 2 Maret 1957 di Makassar, Panglima TT VII Letkol Ventje Sumual
memproklamasikan Piagam Perjoangan Rakyat Semesta (Permesta). Piagam tersebut
ditandatangani oleh 51 tokoh. Wilayah gerakannya meliputi Sulawesi, Nusa Tenggara, dan
Maluku. Untuk memperlancar gerakannya dinyatakan bahwa daerah Indonesia bagian timur
dalam keadaan bahaya. Seluruh pemerintahan daerah diambil alih oleh militer pemberontak.
Untuk meredakan pergolakan di daerah maka pada tanggal 14 September 1957
dilaksanakan Musyawarah Nasional (Munas) yang dihadiri tokoh-tokoh nasional baik di
pusat maupun di daerah. Membicarakan mengenai masalah pemerintahan, masalah daerah,
ekonomi, keuangan, angkatan perang, kepartaian, serta masalah dwitunggal Soekarno-Hatta.
Sebagai tindak lanjut Munas maka diselenggarakan Musyawarah Nasional Pembangunan
(Munap) yang bertempat di Gedung Olah raga Medan Merdeka Selatan Jakarta. Dengan
Tujuan merumuskan usaha-usaha pembangunan sesuai dengan keinginan daerah-daerah.
Untuk membantu mengatasi persoalan di lingkungan Angkatan Darat dibentuklah panitia
Tujuh, akan tetapi sebelum panitia tujuh mengumumkan hasil pekerjaannya terjadilah
peristiwa Cikini.
Peristiwa Cikini ini semakin memperburuk keadaan di Indonesia. Daerah-daerah yang
bergejolak semakin menunjukkan jati dirinya sebagai gerakan melepaskan diri dari
pemerintah pusat. Bahkan pada tanggal 9 Januari 1958 diselenggarakan pertemuan di
Sumatra Barat yang dihadiri tokoh-tokoh sipil dan militer daerah. Pada 10 Januari 1958
diselenggarakan rapat raksasa di Padang. Dalam pidatonya, Ketua Dewan Banteng, Achmad
Husein menyampaikan ultimatum kepada pemerintah pusat yang berisi.
a) Dalam waktu 5 x 24 jam kabinet Djuanda menyerahkan mandat kepada presiden.
b) Presiden menugaskan kepada Moh. Hatta dan Sultan Hamengkubuwono IX untuk
membentuk Zaken Kabinet.
c) Meminta presiden kembali kepada kedudukannya sebagai Presiden Konstitusional.
Menanggapi ultimatum tersebut, Sidang Dewan Menteri memutuskan untuk
menolaknya dan memecat secara tidak terhormat perwira-perwira TNI-AD yang duduk dalam
pimpinan gerakan sparatis, yaitu Letkol Achmad Husein, Kolonel Zulkifli Lubis, Kolonel
Dachlan Djambek, dan Kolonel Simbolon. Pada 12 Februari 1958, KSAD A.H Nasution
mengeluarkan perintah untuk membekukan Kodim Sumatra Tengah dan selanjutnya
dikomando langsung oleh KSAD.
Sementara, pada 15 Februari 1958 Achmad Husein memproklamasikan Pemerintah
Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dengan Syarifudin Prawiranegara sebagai Perdana
Menteri. Komandan Komando Daerah Militer Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggah
(KDMSUT) Letnan Kolenel D.J Smbah mengeluarkakn pernyataan bahwa sejak 17 Februari
1958 wilayah Sumatra Utara dan Sumatra Tenggah memisahkan diri dengan pemerintah pusat
serta mendukung PRRI.
Untuk memulihkan keamanan Negara, pemerintah bersama dengan KSAD
memutuskan untuk melakukan operasi militer. Operasi gabungan AD-AL-AU terhadap PRRI
ini diberi nama Operasi 17 Agustus yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Ahmad Yani. Operasi
pertama kali ditujukan ke Pekanbaru untuk mengamankan sumber-sumber minyak. Pada
tanggal 14 Maret 1958 Pekanbaru berhasil dikuasai. Operasi militer kemudian dikembangkan
ke pusat pertahanan PRRI. Pada tanggal 4 Mei 1958 Bukittinggi berhasil direbut kembali.
Selanjutnya, pasukan TNI membersihkan daerah-daerah bekas kekuasaan PRRI. Banyak
anggota PRRI yang melarikan diri ke hutan-hutan.
Untuk menumpas pemberontakan Pemesta, angkatan perang melancarkan operasi
militer yaitu Operasi Merdeka yang merupakan gabungan tiga angkatan dibawah pimpinan
Kolonel Letnan Rukminto. Operasi ini tersiri atas operasi Saptamarag I, II, III, IV dan
Operasi Mena I,II. Sebelum operasi pokok dilancarkan terlebih dahulu dilakukan operasi
insyaf di Sulawesi Tengah dengan dipimpin oleh Letnan Kolonel Jonosewojo. Yang berhasil
meguasai kota Palu pasa 18 April 1958. Kemudian dilanjutkan dengan operasi Saptamarga
I,pada bulan Juni seluruh daerah Sulawesi Tenggah sudah dapat dikusai.
Operasi Saptamarga II dibawah pimpinan Mayor Agus Prasmono ditujukan untuk
menahlukan wilayan Gorontalo yang akhirnya dapat dikuasai pada 18 Mei 1958. Operasi
Saptamarga II dibawah Letnan Kolonel Magenda berhasil menguasai kepulauan Sangir
Talaud. Kemudian bergabung dengan Operasi Saptamarag IV yang dipimpin oleh Letnan
Kolonel Rukminto dengan sasaran utama adalah Manado yang merupakan basis Pramesta
yang pada 26 Juni 1958 wilayah ini dapat dikuasai APRI.
Operasi Mena I dibawah pimpinan Letnan Kolnel H. Pieters dengan target Jailolo
yang dapat dikuasai pada 3 Juni 1958. Sedangkan Operasi Mina II dibawah pimpinan Letnan
Kolonel Hunholz dengan target lapangan udara Morotai yangdapat dikuasai pada 20 Mei
1958.
Dengan dikuasainya daerah-daerah tersebut, parktis Pramesta menjadi lumpuh. Secara
keseluruhan perlawanan ini berakhir pada tahun 1961 ditandai dengan menyerahnya para
pemimpin Pramesta.
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada tahun 1950 sampai dengan tahun 1959, Indonesia menggunakan Undang
Undang Dasar Sementara 1950 sebagai dasar negaranya. UUDS tersebut dumulai pada 17
Agustus 1950 sampai dengan lahirnya dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 yang dikeluarkan
Presiden Soekarno.
Pemberlakuan Undang Undang Dasar Sementara 1950 tersebut dimulai pada saat
Republik Indonesia Serikat berakhir karena adanya demo besar-besaran dari rakyat yang
menuntut kembalinya Indonesia menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga
akhirnya pemerintah membubarkan Republik Indonesia Serikat dan kembali menjadi Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan menggunakan Undang Undang Dasar Sementara sejak
17 Agustus 1950, dengan menganut sistem kabinet parlementer.
Pada tahun 1950 itu juga dibentuk sebuah badan konstituante yang bertugas membuat
dan menyusun Undang Undang Dasar baru seperti yang diamanatkan UUDS 1950, namun
sampai akhir tahun 1959, badan konstituante tersebut belum berhasil merumuskan Undang
Undang Dasar yang baru, hingga akhirnya Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit pada 5
Juli 1959 yang isinya membubarkan badan konstituante tersebut, sekaligus menegaskan pada
tahun itu juga bahwa Indonesia kembali ke Undang Undang Dasar 1945, serta membentuk
MPRS dan DPRS.
Pada masa Undang Undang Dasar Sementara 1950 tersebut diberlakukan, gejolak
politik yang panas menimbulkan berbagai gerakan yang politik yang tidak stabil, sehingga
kabinet pemerintahanpun ikut kena imbasnya, tercatat pada periode 1950 hingga 1959 ada 7
kali pergantian kabinet.
Sejak pengakuan kedaulatan pemerintah Indonesia dihadapkan pada masalah yang
berkaitan dengan dipertahankannya dominasi Belanda atas ekonomi Indonesia.Pemerintah
Indonesia masih menghormati kepentingn historis dunia usaha Belanda di Indonesia. Hal ini
banyak mendapat tentangan dari para pemimpin revolusioner Indonesia. Banyak desakan
agar Indonesia menutup perusahaan-perusahaan swasta Belanda, dan sekaligus mendorong
usaha swasta pribumi.Sehingga diharapkan dapat mengubah ekonomi kolonial menjadi
ekonomi nasional.
Akibat tidak stabilnya politik, maka defisit anggaran pemerintah semakin besar. Hal
ini ada kecenderungan pemerintah mencetak uang baru. Akibatnya, inflasi membumbung
tinggi dan mengancam kehidupan ekonomi Indonesia. Harga terus meningkat didikuti dengan
kenaikan upah, sehingga kemungkinan ekspor semakin berkurang.Untuk mengatasi inflasi,
pemerintah melakukan pemotongan uang (sinering) pada tanggal 19 Maret 1950. Uang yang
ada di bank setengahnya diganti dengan obligasi Republik Indonesia 1950. Uang yang ada
diperedaran digunting jadi dua, hanya yang kiri yang berlaku, dengan harga setenganhnya
dari harga semula.Hal ini bertujuan agar orang kecil tidak terlalu merugi. Sebagai akibat
sinering maka uang 1,5 milyar rupiah ditarik dari peredaran.Dengan uang itu pemerintah
dapat membayar utang sebagian kepada Bank Sentral.
Meskipun banyak kesulitan yang dihadapi, Pemerintah dianggap berhasil dalam
bidang budaya ini. Untuk mencukupi tenaga terdidik dari perguruan tinggi, Pemerintah
membuka banyak universitas yang disebarkan di daerah. Selain itu juga terjadi perkembangan
pada hal bahasa dan sastra indonesia yang akhirnya melandasi berkembangnya media
komunikasi di Indonesia. Dalam bidang seni juga mengalami perkembangan yaitu adanya
organisasi pelukis yang didirikan di Yogjakarta.
Kembalinya ke Negara Kesatuan juga berdampak pada sebagian tokoh dari Negara
bagian ingin tetap mempertahankan sebagai sebuah Negara yang berdiri sendiri dengan cara
mengadakan pemberontakan-pemberontakan.. Sehingga hal ini menjadi gangguan dan
ancaman keamanan dalam negeri. Pemberontakan yang terjadi selama masa demokrasi
perpimpin diantaranya seperti pemberontakan APRA, Pemberontakan Andi Azis,
Pemberontakan RMS, Pemberontakan DI/TII, Pemberontakan PRRI dan Permesta.