Anda di halaman 1dari 83

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan nikmatnya berupa kesehatan, ilmu dan pikiran, sehingga penulis dapat
menyelesaikan referat ini yang berjudul Kegawatdaruratan Abdomen dan berterima
kasih kepada pembimbing dr. H. Armen Rangkuti, Sp. Rad sehingga penulis dapat
menyelesaikan referat ini.

Referat ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Malahayati di Rumah Sakit Umum Bina Kasih Medan.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam referat ini. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai
pihak.

Penulis berharap agar Referat ini bermanfaat dalam meningkatkan


pengetahuan serta pemahaman tentang Kegawatdaruratan Abdomen terutama bagi
penulis sendiri dan bagi teman teman mahasiswa yang tengah menjalani
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Radiologi.

Medan, 2017

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR.......ii

DAFTAR ISI.....iii

DAFTAR GAMBAR........iv

DAFTAR TABEL.....vi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.....1


1.2 Rumusan Masalah2
1.3 Tujuan Penulisan..2
1.4 Metode Penulisan.2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Abdomen akut...3

2.2 Apendisitis........................................................................................14

2.2 Kolesistitis Akut..27

2.3 Ileus (Volvulus & Intususepsi).......37

2.4 Ulkus Peptikum...57

2.5 Pankreatitis Akut.....64

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan..74

DAFTAR PUSTAKA......vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Penyebab tersering akut abdomen...........7


Gambar 2: nyeri menyeluruh abdomen.............................7
Gambar 3 : foto polos abdomen normal..................................12
Gambar 4 : gambaran air fluid level bertingkat dan hearing bone pada ileus
obstruksi................................................................................................12
Gambar 5 : pneumoperitoneum................................................................................13
Gambar 6 : Foto polos abdomen apendisitis..20
Gambar 7 : Barium enema apendisitis...21
Gambar 8 : USG apendisitis......23
Gambar 9 : CT Scan appendisitis...24
Gambar 10 : Apendikografi...........25
Gambar 11 : Patofisiologi kolesistitis akut....28
Gambar 12 : Foto polos abdomen, tampak batu batu empedu berukuran kecil.31
Gambar 13 : CT scan abdomen, tampak batu batu empedu dan penebalan
dinding kandung empedu......32
Gambar 14 : Pemeriksaan USG kolesistitis. Tampak batu pada kandung empedu...33
Gambar 15 : ERCP menunjukkan anatomi dari duktus biliar dan batu empedu...33

Gambar 16 : Kiri: Normal scintigrafi, HIDA mengisi kandung empedu setelah 45


menit. Kanan: HIDA tidak mengisi kandung empedu setelah 1 jam
30 menit.............35
Gambar 17 : Gambaran Herring Bone Appearance dan air fluid level.....44
Gambar 18: Tampak dilatasi usus dengan gambaran udara di proksimal usus.42
Gambar 19 : Dilatasi usus dari proksimal hingga distal dengan air fluid level.44
Gambar 20 : Foto torak PA menunjukkan air fluid level di daerah hemithorax
kanan pada obstruksi lambung akibat volvulus.....44
Gambar 21 : Birds Beak appearance; pada volvulus sigmoid dan sekum...45
Gambar 22 : Coffee bean appearance; pada volvulus sekum dan sigmoid...46
Gambar 23 : Gambaran sliding hiatal hernia melibatkan lebih dari separuh
lambung dengan torsi organo-axial 180 pada segmen hernia.....47
Gambar 24 : CT scan dengan kontras positif tampak perputaran di gaster
suspek volvulus mesentero-axial....48
Gambar 25 : Malrotasi akibat volvulus....................................................................48
Gambar 26: CT Scan menunjukan gambaran khas The Whirl Sign......48
Gambar 27 : Anatomi dari intususepsi....................................................................50
Gambar 28 : Foto polos abdomen; tampak bayangan massa (tanda panah)
merupakan bagian usus yang masuk ke lumen usus proksimal....51
Gambar 29 : Kiri; Colon in loop pada intussusception..52
Gambar 30 : Coil spring appearance pada invaginasi..52
Gambar 31 : Cupping sign pada colon in loop...53
Gambar 32 : CT Scan abdomen pada pasien invaginasi (Target sign).....53
Gambar 33 : Targets appearance atau gambaran donat pada USG invaginasi.53
Gambar 34 : Irisan melintang dan memanjang dari invaginasi pada USG...54
Gambar 35 : USG abdomen pada pasien invaginasi................................................55
Gambar 36 : Pseudokidney pada USG abdomen...56
Gambar 37 : Foto polos abdomen dan torak; gambaran pneumoperitoneum....61
Gambar 38 : Tampak additional shadow pada pemeriksaan barium meal....62
Gambar 39 : tampak en face pada ulkus peptikum....70
Gambar 40 : Ulkus pada duodenum pada pemeriksaan barium meal....70

Gambar 41: Ulkus gaster dengan perforasi pada kurvatura minor dan dikelilingi
oleh penebalan dinding.........................................................................71

Gambar 42 : Sentinel Loop sign pada pankreatitis akut.76


Gambar 43 : Colon Cut Off sign pada pankreatitis akut....76
Gambar 44 : Penyempitan lumen disertai mukosa yang irreguler di daerah
duodenum pars 3 pada pankreatitis akut77
Gambar 45 : USG edema pada pankreas....78
Gambar 46 : CT scan abdomen menggunakan kontras, terlihat adanya edema
peripankreatik dan retroperitoneal.79
Gambar 47 : Gambaran MRI pada pankreas..71
DAFTAR TABEL

Tabel 1: Tanda pemeriksaan fisik pada berbagai gambaran gawat abdomen.............9

Tabel 2: Perbandingan pemeriksaan penunjanng apendisitis akut.....24

Tabel 3 : Gambaran klinis ileus paralitik dan ileus obstruktif....42


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Akut abdomen merupakan suatu keadaan yang terjadi mendadak di rongga


abdomen dengan gejala utama yang timbul adalah nyeri perut dan dapat mengancam
nyawa dan membutuhkan tindakan yang segera. Akut abdomen dapat terjadi pada
pasien muda, tua, laki-laki maupun perempuan, dan pada semua tingkatan
sosialekonomi.1
Tercatat bahwa 5% sampai 10% dari semua kunjungan gawat darurat atau 5
sampai 10 juta pasien di Amerika Serikat merupakan kasus akut abdomen. Kegawatan
abdomen yang datang ke rumah sakit dapat berupa kegawatan bedah atau kegawatan
non bedah. Penyebab tersering dari akut abdomen antara lain appendisitis, kolesistitis,
obstruksi usus (volvulus), pankreatitis dan tukak lambung. Kemampuan yang baik
dalam identifikasi awal memerlukan pengetahuan yang baik pula terutama mengenai
anatomi dan fisiologi saluran cerna yang tercermin saat melakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisis khususnya pemeriksaan fisis abdomen.2
Pada akut abdomen apapun penyebabnya, gejala utama yang menonjol adalah
nyeri akut pada daerah abdomen. Kadang - kadang penyebab utama sudah jelas
seperti pada trauma abdomen berupa vulnus abdominis penetrans namun kadang-
kadang diagnosis akut abdomen baru dapat ditegakkan setelah pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan
radiologi yang lengkap dan observasi yang ketat.3
Oleh karena tingginya angka kunjungan gawat darurat pasien akut abdomen
maka dibutuhkan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit
ini yaitu seperti pemeriksaan radiologi yang lengkap yang menggunakan berbagai
modalitas pemeriksaan radiologi yang tersedia.

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui epidemiologi,
etiologi, patofisiologi, gambaran klinis, terapi serta prognosis pada akut
abdomen terutama tentang pemeriksaan radiologi pada akut abdomen.

1.3 Batasan Masalah

Referat ini membahas secara ringkas tentang epidemiologi, etiologi,


patofisiologi, gambaran klinis, terapi serta prognosis terutama pemeriksaan
radiologi pada akut abdomen.

1.4 Metode Penulisan

Referat ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada


beberapa sumber literatur.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ABDOMEN AKUT

2.1.1 Definisi Akut Abdomen

Akut abdomen adalah keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut yang
timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama dan mayoritas memerlukan
penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah jika penanganan terlambat
akan meningkatkan morbiditas dan mortilitas.4

2.1.2 Penyebab Akut Abdomen

Perdarahan : Trauma organ padat (hepar, lien), ruptur aneurisma aorta,


ruptur limpa spontan , ulserasi intestinal
Inflamasi : Appendisitis akut, cholesistitis akut, divertikulosis Meckel s,
pankreatitis akut
Iskemik : Hernia strangulata, volvulus, trombosis a.meseterica
Obstruksi : Ileus obstruktivus, Volvulus sigmoid, caecal volvulus, hernia
inkarserata, intusupsepsi, carsinoma colorektal
Perforasi : Perforasi gaster, perforasi duodenum, perforasi kolon/sigmoid,
perforasi diverticulum

2.1.3 Epidemiologi Akut Abdomen

Tercatat bahwa 5% sampai 10% dari semua kunjungan gawat darurat atau 5
sampai 10 juta pasien di Amerika Serikat merupakan kasus akut abdomen. Kegawatan
abdomen yang datang ke rumah sakit dapat berupa kegawatan bedah atau kegawatan
non bedah.Nyeri perut akut dapat disebabkan oleh berbagai etiologi seperti
ditunjukkan oleh berikut. Sebuah studi yang dilakukan oleh Irvin menemukan bahwa
penyebab paling umum dari sakit perut akut di bagian gawat darurat tidak spesifik
nyeri perut (35%), radang usus buntu (17%), obstruksi usus (15%), penyebab urologi
(6%), gangguan empedu (5%), penyakit divertikular (4%) dan pankreatitis (2%).4,5
2.1.4 Patofisiologi Akut Abdomen
Akut abdomen terjadi karena nyeri abdomen yang timbul tiba tiba atau
sudah berlangsung lama. Nyeri yang dirasakan dapat ditentukan atau tidak oleh
pasien tergantung pada nyeri itu sendiri. Nyeri abdomen dapat berasal dari organ
dalam abdomen termasuk nyeri viseral, dari otot, lapisan dari dinding perut (nyeri
somatic). Nyeri viseral biasanya nyeri yang ditimbulkan terlokalisasi dan berbentuk
khas, sehingga nyeri yang berasal dari viseral dan berlangsung akut biasanya
menyebabkan tekanan darah dan denyut jantung berubah, pucat dan berkeringat dan
disertai fenomena viseral yaitu muntah dan diare. Lokasi dari nyeri abdomen bisa
mengarah pada lokasi organ yang menjadi penyebab nyeri tersebut. Walaupun
sebagian nyeri yang dirasakan merupakan penjalaran dari tempat lain. Oleh karena itu
nyeri yang dirasakan bisa merupakan lokasi dari nyeri tersebut atau sekunder dari
tempat lain.5,6

2.1.5 Manifestasi Klinis Akut Abdomen

Keluhan yang menonjol pada akut abdomen adalah nyeri perut. Nyeri
disebabkan oleh iritasi mukosa, spasme otot polos, iritasi peritoneum, pembengkakan
kapsul, atau peregangan saraf secara langsung.1

Nyeri abdomen terdiri atas tiga jenis, yaitu :

1. Nyeri visceral.
Nyeri visceral berasal dari organ dalam perut, yang diinervasi oleh
serat saraf autonomik dan merespon terutama ke sensasi distensi dan
kontraksi. Nyerinya tidak terlokalisasi dan cenderung dialihkan ke daerah-
daerah yang memiliki asal embrional yang sama dengan daerah yang terkena.
Struktur Foregut (lambung, duodenum, hati, dan pankreas) menyebabkan
nyeri abdomen atas. Struktur Midgut (usus halus, kolon proximal, dan
appendiks) menyebabkan nyeri periumbilical. Struktur Hindgut (kolon distal
dan traktus GU) menyebabkan nyeri abdomen bawah.
2. Nyeri somatik.
Nyeri somatik berasal dari peritoneum parietal, yang diinervasi oleh
saraf somatik, yang merespon gangguan dari infeksi, zat kimia, atau proses
inflamasi lainnya. Nyeri somatic bersifat tajam dan terlokalisasi.
3. Nyeri alih (Reffered Pain).
Nyeri alih adalah nyeri yang jauh dari sumber lesinya dan hasil dari
konvergensi dari serat saraf di saraf tulang belakang. Contoh yang paling
umum adalah nyeri pada scapula karena kolik bilier, nyeri perut karena kolik
ginjal dan nyeri bahu karena darah atau infeksi pada diafragma.7

Sifat nyeri, cara tombulnya pada permulaan dan perjalanan penyakit sangat
penting untuk menegakkan diagnosis. Sifat nyeri dibagi dalam 3 bagian, yaitu :

1. Nyeri di pusat
Jika terdapat nyeri sentral hebat terpusat diperut, dapat dipikirkan
kemungkinan tahap awal obstruksi usus halus, apendisitis dan pankreatitis,
walaupun yang terakhir ini jarang sekali ditemukan. Jika sewaktu pengamatan
terjadi perkembangan klinis, seperti kenaikan suhu, muntah, atau nyeri tekan
lokal, diagnosis akan lebih jelas.
Jika nyeri di pusat yang hebat ini diikuti dengan syok, harus dipikirkan
kemungkinan volvulus usus halus, kehamilan ektopik yang terganggu,
pankreatitis akut, oklusi pembuluh koroner, oklusi vena mesenterika (jarang),
atau aneurisma aorta yang robek atau pecah (jarang).
Bila pada penderita ini ditemukan juga defans muskuler, perlu dipikirkan
perforasi tukak peptik atau perforasi dari saluran cerna.
2. Kolik
Nyeri bersifat kolik disertai muntah dan distensi yang makin besar,
tetapi tanpa defans muskuler yang jelas mungkin disebabkan oleh obstruksi
usus halus.

3. Nyeri lokal dan rangsang peritoneum local


Nyeri setempat disertai nyeri tekan dan defans muskuler ditempat
nyeri banyak penyebabnya, tergantung letak nyeri. Letak kanan atas mungkin
disebabkan oleh perforasi tukak peptik duodenum, abses hati, atau kolesistitis
akut.Letak kiri atas mengarah pada kelainan limpa, sepeti rupture, infark
jantung, atau pankreatitis akut (ekor pankreas terletak dikiri atas dan mencapai
hilus limpa). Letak dikanan bawah mengarahkan perhatian pada apendisitis
dan kelainan diagnosis bandingnya, sedangkan pada letak dikiri bawah harus
dipikirkan kemungkinan adneksitis (pelvic inflammatory disease, PID) atau
diverticulitis (sering di Negara barat, terutama pada orang dewasa dan usia
lanjut).1

Gambar 1 : Penyebab tersering akut abdomen


Gambar 2: nyeri menyeluruh abdomen

2.1.6 Diagnosis Klinis Akut Abdomen

1. Anamnesis
Dalam anamnesis penderita gawat abdomen, perlu ditanyakan dahulu permulaan
timbulnyanyeri (kapan mulai, mendadak atau berangsur), letaknya (menetap, pindah
atau beralih), keparahannya dan sifatnya (seperti ditusuk, tekanan, terbakar, irisan,
bersifat kolik), perubahannya (bandingkan dengan permulaan), lamanya, apakah
berkala, dan faktor apakah yang mempengaruhinya (adakah yang memperingan atau
memberatkan seperti sikap tubuh, makanan, minuman, nafas dalam, batuk, bersin,
defekasi, miksi). Harus ditanyakan apakah pasien pernah mengalami nyeri seperti
ini.7
Nyeri abdomen dapat berasal dari organ dalam abdomen termasuk peritoneum
viseral (nyeri viseral) atau peritoneum parietal atau dari otot, lapisan dari dinding
perut (nyeri somatik).Pada saat nyeri dirasakan pertama kali, nyeri viseral biasanya
nyeri yang ditimbulkan terlokalisasi dan berbentuk khas.Nyeri yang berasal dari
organ padat kurang jelas dibandingkan myeri dari organ yang berongga.Nyeri yang
berasal dari viseral dan berlangsung akut biasanya menyebabkan tekanan darah dan
denyut jantung berubah, pucat dan berkeringat dan disertai fenomena viseral motor
seperti muntah dan diare.Biasanya pasien juga merasa cemas akibat nyeri yang
ditimbulkan tersebut. 5,6

Muntah sering ditemukan pada penderita gawat perut. Pada obstruksi usus tinggi,
muntah tidak akan berhenti, malahan biasanya bertambah hebat. Sembelit (konstipasi)
didapatkan pada obstruksi usus besar dan pada peritonitis umum.5,6

Nyeri tekan didapatkan pada letak iritasi peritonium. Jika ada peradangan
peritonium setempat, ditemukan tanda rangsang peritonium yang sering disertai
defans muskuler. Pertanyaan mengenai defekasi, miksi, daur haid dan gejala lain
seperti keadaan sebelum diserang tanda gawat perut, harus dimasukkan dalam
anamnesis.6

2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan keadaan umum, wajah, denyut nadi,
pernapasan, suhu badan, dan sikap baring. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan,
syok, dan infeksi atau sepsis juga perlu diperhatikan (lihat Tabel 2.3)5

Tabel 1 : Tanda pemeriksaan fisik pada berbagai gambaran gawat abdomen1

Keadaan Tanda klinis penting

Awal perforasi saluran Perut tampak cekung (awal), tegang, bunyi usus
cerna atau saluran lain kurang aktif (lanjut), pekak hati hilang, nyeri tekan,
defans muskuler

Peritonitis Penderita tidak bergerak, bunyi usus hilang


(lanjut), nyeri batuk, nyeri gerak, nyeri lepas,
defans muskuler, tanda infeksi umum, keadaan
umum merosot

Massa, infeksi atau Massa nyeri (abdomen, pelvis, rektal), nyeri tinju,
abses uji lokal (psoas), tanda umum radang

Obstruksi usus Distensi perut;peristalsis hebat (kolik usus) yang


tampak di dinding perut, terdengar (borborigmi),
dan terasa (oleh penderita yang bergerak); tidak ada
rangsangan peritoneum

Ileus paralitik Distensi, bunyi peristalsis kurang atau hilang, tidak


ada nyeri tekan lokal. Pada iskemia/ strangulasi,
distensi tidak jelas (lama), bunyi usus mungkin
ada, nyeri hebat sekali, nyeri tekan kurang jelas,
jika kena usus mungkin keluar darah dari rectum,
tanda toksis

Perdarahan Pucat, syok, mungkin distensi, berdenyut jika


aneurisma aorta, nyeri tekan lokal pada kehamilan
ektopik, cairan bebas (pekak geser), anemia

Pada pemeriksaan perut, inspeksi merupakan bagian pemeriksaan yang


penting.Auskultasi diadakan sebelum dilakukan perkusi dan palpasi. Lipat paha dan
tempat hernialain diperiksa secara khusus. Umumnya dibutuhkan colok dubur untuk
membantu penegakan diagnosis.5

Pasien dengan akut abdomen biasanya diperiksa posisi supine.Inspeksi abdomen


dilakukan dengan teliti.Posisi tider pasien dan apakah pasien tetap merasakan nyeri
pada posisi supine dan berusaha untuk berada pada posisi tertentu untuk menghindari
nyeri merupakan hal penting untuk menentukan penyebab dari akut abdomen
tersebut. Pasien dengan peritonitis cenderung untuk imobilitas dan terus merasa
kesakitan, perubahan posisi akan merangsang peritoneumnya dan meningkatkan nyeri
abdomennya.6

Palpasi dilakukan dengan hati-hati untuk menentukan lokasi nyeri jika nyeri
tersebut terlokalisir. Melalui palpasi dapat ditentukan adanya nyeri tekan, nyeri lepas
dan adanya massa. Adanya nyeri lepas lebih mengarah kepada suatu
peritonitis.Lokasi nyeri abdomen berhubungan dengan penyebab dari nyeri
tersebut.Beberapa tanda sering digunakan sebagai patokan adanya etiologi dari nyeri
abdomen tersebut.Tanda Murphy berupa nyeri tekan pada perut kanan atas pada saat
inspirasi sensitif untuk kolesistitis akut tetapi pemeriksaan ini tidak spesifik.Nyeri
tekan dan nyeri lepas disertai rigiditas pada daerah Mc Burney yaitu pada perut kanan
bawah sensitive untuk suatu apendisitis akut.6,7

Pada pemeriksaan auskultasi, bising usus yang didengar cukup bervariasi


tergantung penyebab dari akut abdomen tersebut. Pada ileus paralitik atau peritonitis
umum bising usus tidak terdengar sedang pada obstruksi usus bising usus akan
meningkat dan kadang kala kita mendengar Metallics sound. Adanya suara bruit
pada saat auskultasi menunjukkan kelainan vaskuler tetapi pada pasien yang kurus
kita bias mendengar bruit pada daerah epigastrium yang berasal dari aorta
abdominalis 5,6,7,8

Pemeriksaan bagian perut yang sukar dicapai, seperti daerah retroperitoneal,


region subfernik, dan panggul, dapat dicapai secara tidak langsung dengan uji
tertentu.Dengan uji iliopsoas dapat diperoleh informasi mengenai region
retroperitoneal; dengan uji obturator didapat informasi mengenai kelainan di panggul,
dan dengan perkusi tinju dapat dicapai region subfrenik (lihat Gambar 2.5).Dengan
menarik testis kearah kaudal, dapat dicapai daerahdasar panggul.1,5

Pada pasien dengan keluhan nyeri perut umumnya harus dilakukan pemeriksaan
colok dubur dan pemeriksaan vagina. Nyeri yang difus pada lipatan peritoneum di
kavum douglas kurang memberikan informasi pada peritonitis murni; nyeri pada satu
sisi menunjukkan adanya kelainan didaerah panggul, seperti apendisitis, abses, atau
adneksitis. Colok dubur dapat pula membedakan antara obstruksi usus dengan
paralisis usus karena pada paralisis dijumpai ampula rekti yang melebar, sedangkan
pada obstruksi usus ampula biasanya kolaps.Pemeriksaan vagina menambah
informasi untuk kemungkinan kelainan pada alat kelamin pada perempuan. 1,3
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan rutin berupa,darah lengkap, kimia darah dan pemeriksaan urin
sebaiknya dikerjakan. Terjadi peningkatan sel darah putih adalah indikasi proses
inflamasi dengan ditemukannya pergeseran hitung jenis ke kiri. Begitu juga bila
leukosist menurun menandakan adanya infeksi virus, gastroenteritis .

Serum elektrolit, Blood Urea Nitrogen dan kreatinin dipergunakanuntuk


mengevaluasi kehilangan cairan. Gula darah dan kimia darah sangat membantu dan
test fungsi hepar sepertii serum bilirubin, alkali fosfatase dan transaminase
merupakan pemeriksaan untuk menilai adanya kelainan hepatobilier.Kecurigaan
adanya pankreatitis diperiksa dengan amilase dan kadar lipase. Namun perlu diingat
bahwa bisa terjadi penurunan atau normal kadar amilase pada pasien dengan
pankreatitis, dan akan meningkat pada pasien dengan kondisi lain seperti obstruksi
intestinal, trombosis mesenterium, dan ulkus perforasi.1,2

4. Pemeriksaan Radiologis
Pencitraan diagnostik yang perlu dilakukan biasanya foto abdomen untuk
memastikan adanya tanda peritonitis, udara bebas, obstruksi, atau paralisis usus.
1
Pemeriksaan foto abdomen 3 posisi perlu dilakukan untuk menentukan adanya tanda
perforasi, ileus dan obstruksi usus. Selain itu, pada foto polos abdomen juga dapat
ditentukan adanya kalsifikasi pada pankreas, fraktur tulang belakang dan adanya batu
radiolusen pada kontur ginjal.2

Gambar 3 : foto polos abdomen normal


Gambar 4 : gambaran air fluid level bertingkat dan hearing bone pada ileus obstruksi

Gambar 5 : pneumoperitoneum
Pemeriksaan ultrasonografi sangat membantu untuk menegakkan diagnosis
kelainan hati, saluran empedu, dan pankreas.Apendisitis akut pun dapat dipastikan
dengan ultrasonografi sehingga dapat dihindari pembedahan yang tidak perlu.1

Pemeriksaan colon in loop, endoskopi saluran cerna dan CT scan abdomen


dilakukan sesuai dengan indikasi.2

2.1.7 Penatalaksanaan Akut Abdomen

Dengan semakin canggihnya pameriksaan baik pemeriksaan radiologi dan


endoskopi, tatalaksana pasien dengan akut abdomen juga semakin luas selain terapi
farmakologi dan terapi bedah terapi endoskopi dan terapi radiologi intervensi serta
terapi melalui laparoskopi merupakan modalitas yang biasa dilakukan pada pasien
dengan akut abdomen. Endoskopi terapi, pengobatan radiologi intervensi dan terapi
menggunakan laparoskopi dewasa modalitas umum untuk mengobati pasien dengan
perut akut. Beberapa penelitian melaporkan bahwa pengobatan dini dengan
pemberian analgesik dapat memberikan penghilang rasa sakit dan tidak diagnosis
jelas. Analgesik yang sering digunakan adalah opioid. Selain itu, antibiotik yang tepat
harus diberikan sesuai dengan indikasi, misalnya untuk peritonitis. Dalam beberapa
kondisi, pengobatan antibiotik empiris dapat diberikan saat membuat diagnosis kerja
sakit perut tanpa menunggu hasil kultur tests. 7

Keadaan dimana pendekatan radiologi menjadi pilihan pertama yaitu pada abses
hati dimana aspirasi abses melalui ultrasonografi abdomen harus dilakukan
bersamaan dengan terapi antibiotic.7

Secara umum pada akhirnya penanganan pasien dengan akut abdomen adalah
menentukan apakah pasien tersebut merupakan kasus bedah yang harus dilakukan
tindakan operasi atau jika tindakan bedah tidak perlu dilakukan segera kapan kasus
tersebut harus dilakukan tindakan bedah.7
2.2 APENDISITIS

2.2.1 Definisi Apendisitis

Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan


penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur baik
laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10
sampai 30 tahun. Apendisitis merupakan penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran kanan bawah dari rongga abdomen dan merupakan penyebab paling umum
untuk bedah abdomen darurat.8

2.2.2 Klasifikasi Apendisitis

Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu; 9

Apendisitis akut
Apendisitis akut datang dengan gejala khas yang diawali oleh radang
mendadak umbai cacing, disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum
lokal. Gejala apendisitis akut ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang
merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium yaitu disekitar umbilikus.
Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan
menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini
nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri
somatik setempat.

Apendisitis kronik.
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya :
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks
secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik
adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total
lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan adanya
sel inflamasi kronik.Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.
2.2.3 Etiologi Apendisitis
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai yang berperan sebagai
faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan
sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks
dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga
dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti
E.histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan
menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional
apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini
mempermudah timbulnya apendisitis akut.9

2.2.4 Patogenesis Apendisitis

Peradangan apendiks biasanya dimulai pada mukosa dan kemudian


melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks mulai dari submukosa, lamina
muskularis, dan lamina serosa. Proses awal ini terjadi dalam waktu 1224 jam
pertama. Obstruksi pada bagian yang lebih proksimal dari lumen menyebabkan stasis
bagian distal apendiks, sehingga mukus yang terbentuk secara terus-menerus akan
terakumulasi. Kapasitas normal lumen apendiks hanya 0.1 ml. Sekresi cairan yang
melebihi 0,5 ml akan meningkatkan tekanan intraluminal sebesar 60 cm H2O.
Peningkatan tekanan intraluminer dan edem akibat gangguan sirkulasi limfe akan
memacu proses translokasi kuman, dan terjadi peningkatan jumlah kuman di dalam
lumen apendiks. Kondisi yang kurang baik ini akan memudahkan invasi bakteri dari
dalam lumen menembus mukosa dan menyebabkan ulserasi mukosa apendiks.
Obstruksi yang berkelanjutan menyebabkan terjadinya gangguan sirkulasi vaskuler.
Sirkulasi venular akan mengalami gangguan lebih dahulu daripada arterial. Keadaan
ini akan menyebabkan iskemi jaringan dan invasi bakteri semakin berat sehingga
terjadi pernanahan pada dinding apendiks, terjadilah keadaan yang disebut apendisitis
akut supuratif.9,11

2.2.5 Manifestasi Klinis Apendisitis


Gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar-samar dan tumpul yang
merupakan nyeri viseral di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai dengan mual
dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri
akan berpindah ke kanan bawah di titik Mc Burney. Di sini nyeri dirasakan lebih
tajam dan jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Demam
biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin
sudah terjadi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada abses
periapendikuler. Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan,
bisa disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietal. Nyeri tekan, nyeri lepas, dan defans muskuler di titik Mc Burney
merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di
perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Peristaltik usus sering normal,
peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peristaltik generalisata akibat
apendisitis perforata.9,10,11,12

2.2.6 Diagnosis Apendisitis


Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik merupakan dasar diagnosis apendisitis
akut. Pemeriksaan tambahan hanya dikerjakan bila ada keragu-raguan atau untuk
menyingkirkan diagnosis.Hal-hal penting yang dapat membantu penegakkan
diagnosis apendisitis akut adalah bahwa apendisitis biasanya mempunyai perjalanan
akut atau cepat. Dalam beberapa jam sudah timbul gejala atau bahkan memburuk oleh
karena nyeri, penderita biasanya cenderung mempertahankan posisi untuk tidak
bergerak.9,10
i. Anamnesis

Nyeri / Sakit perut


Muntah (rangsangan viseral) akibat aktivasi n.vagus
Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,50 -
38,50C tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.

ii. Pemeriksaan Fisik


Kesalahan membuat diagnosis dapat terjadi kalau apendiks terletak pada
tempat yang bukan tempat biasanya yaitu kuadran kanan bawah. Kadang-kadang
diagnosis salah pada anak prasekolah, karena anak dengan anamnesis yang tidak
karakteristik dan sekaligus sulit diperiksa. Anak akan menangis terus-menerus dan
tidak kooperatif.9,10

Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah :


Nyeri tekan (+) Mc.Burney : Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan
kuadran kanan bawah atau titik Mc Burney dan ini merupakan tanda kunci
diagnosis .

Nyeri lepas (+) rangsangan peritoneum : Rebound tenderness (nyeri lepas
tekan ) adalah rasa nyeri yang hebat (dapat dengan melihat mimik wajah) di
abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah
sebelumnya dilakukan penekanan yang perlahan dan dalam di titik Mc
Burney.

Defens musculer (+) rangsangan m.Rektus abdominis : Defence muscular
adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan adanya
rangsangan peritoneum parietale.

Rovsing sign (+) : Penekanan perut sebelah kiri nyeri sebelah kanan,
karena tekanan merangsang peristaltik dan udara usus , sehingga
menggerakan peritoneum sekitar appendik yang meradang (somatik pain)

Psoas sign (+) : Pada appendik letak retrocaecal, karena merangsang
peritoneum

Obturator Sign (+) : Dengan gerakan fleksi & endorotasi articulatio coxae
pada posisi telentang nyeri (+)9,10,11
Tanda Peritonitis umum (perforasi) :
1. Nyeri seluruh abdomen
2. Pekak hati hilang
3. Bising usus hilang

Apendiks yang mengalami gangren atau perforasi lebih sering terjadi dengan
gejala-gejala sebagai berikut:

a. Gejala progresif dengan durasi lebih dari 36 jam


b. Demam tinggi lebih dari 38,50C
c. Leukositosis
d. Dehidrasi dan asidosis
e. Distensi
f. Menghilangnya bising usus
g. Nyeri tekan kuadran kanan bawah
h. Rebound tenderness sign
i. Rovsing sign
j. Nyeri tekan seluruh lapangan abdominal

iii. Pemeriksaan penunjang

Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium masih merupakan bagian penting untuk menilai awal


keluhan nyeri kwadran kanan bawah dalam menegakkan diagnosis apendisitis akut.
Pada pasien dengan apendisitis akut, 70-90% hasil laboratorium nilai leukosit dan
neutrofil akan meningkat, walaupun hal ini bukan hasil yang karakteristik.12
Pemeriksaan Radiologi

Foto Polos abdomen

Pada apendisitis akut, pemeriksaan foto polos abdomen tidak banyak membantu.
Mungkin terlihat adanya fekalit pada abdomen sebelah kanan bawah yang sesuai
dengan lokasi apendiks, gambaran ini ditemukan pada 20% kasus.13,14

Kalau peradangan lebih luas dan membentuk infiltrat maka usus pada bagian
kanan bawah akan kolaps. Dinding usus edematosa, keadaan seperti ini akan tampak
pada daerah kanan bawah abdomen kosong dari udara. Gambaran udara seakan-akan
terdorong ke pihak lain. Proses peradangan pada fossa iliaka kanan akan
menyebabkan kontraksi otot sehingga timbul skoliosis ke kanan. Bila sudah terjadi
perforasi, maka pada foto abdomen tegak akan tampak udara bebas di bawah
diafragma. Kadang-kadang udara begitu sedikit sehingga perlu foto khusus untuk
melihatnya.13,14

Kalau sudah terjadi peritonitis yang biasanya disertai dengan kantong-kantong


pus, maka akan tampak udara yang tersebar tidak merata dan usus-usus yang sebagian
distensi dan mungkin tampak cairan bebas, gambaran preperitoneal fat line
menghilang, pengkaburan psoas line. Walaupun terjadi ileus paralitik tetapi mungkin
terlihat pada beberapa tempat adanya permukaan cairan udara (air-fluid level) yang
menunjukkan adanya obstruksi. Foto x-ray abdomen dapat mendeteksi adanya
fecalith (kotoran yang mengeras dan terkalsifikasi, berukuran sebesar kacang polong
yang menyumbat pembukaan appendik) yang dapat menyebabkan appendisitis. Ini
biasanya terjadi pada anak-anak. Foto polos abdomen supine pada abses appendik
kadang-kadang memberi pola bercak udara dan air fluid level pada posisi berdiri/LLD
( decubitus ), kalsifikasi bercak rim-like (melingkar) sekitar perifer mukokel yang
asalnya dari appendik. Pada appendisitis akut, kuadran kanan bawah perlu diperiksa
untuk mencari appendikolit : kalsifikasi bulat lonjong, sering berlapis. 13,14
Gambar 6 : Foto polos abdomen apendisitis

Barium enema

Pemeriksaan radiologi dengan kontras barium enema hanya digunakan pada


kasus-kasus menahun. Pemeriksaan radiologi dengan barium enema dapat
menentukan penyakit lain yang menyertai apendisitis. Barium enema adalah suatu
pemeriksaan x-ray dimana barium cair dimasukkan ke kolon dari anus untuk
memenuhi kolon. Tes ini dapat seketika menggambarkan keadaan kolon di sekitar
appendik dimana peradangan yang terjadi juga didapatkan pada kolon. Impresi
ireguler pada basis sekum karena edema (infiltrasi sehubungan dengan gagalnya
barium memasuki appendik (20% tak terisi) Terisinya sebagian dengan distorsi
bentuk kalibernya tanda appendisitis akut,terutama bila ada impresi sekum.
Sebaliknya lumen appendik yang paten menyingkirkan diagnosa appendisitis akut.
Bila barium mengisi ujung appendik yang bundar dan ada kompresi dari luar yang
besar dibasis sekum yang berhubungan dengan tak terisinya appendik tanda abses
appendik. Barium enema juga dapat menyingkirkan masalah-masalah intestinal
lainnya yang menyerupai appendiks, misalnya penyakit Chrons, inverted appendicel
stump, intususepsi, neoplasma benigna/maligna. 13,14
Gambar 7 : Barium enema apendisitis

Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi telah banyak digunakan untuk diagnosis apendisitis akut maupun


apendisitis dengan abses. Untuk dapat mendiagnosis apendisitis akut diperlukan
keahlian, ketelitian, dan sedikit penekanan transduser pada abdomen. Apendiks yang
normal jarang tampak dengan pemeriksaan ini. Apendiks yang meradang tampak
sebagai lumen tubuler, diameter lebih dari 6 mm, tidak ada peristaltik pada
penampakan longitudinal, dan gambaran target pada penampakan transversal.
Keadaan awal apendisitis akut ditandai dengan perbedaan densitas pada lapisan
apendiks, lumen yang utuh, dan diameter 9 11 mm. Keadaan apendiks supurasi atau
gangrene ditandai dengan distensi lumen oleh cairan, penebalan dinding apendiks
dengan atau tanpa apendikolit. Keadaan apendiks perforasi ditandai dengan tebal
dinding apendiks yang asimetris, cairan bebas intraperitonial, dan abses tunggal atau
multipel. Akurasi ultrasonografi sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan
kemampuan pemeriksa. Pada beberapa penelitian, akurasi antara 90 94%, dengan
nilai sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85 dan 92%. Pemeriksaan dengan
Ultrasonografi (USG) pada apendisitis akut, ditemukan adanya fekalit, udara
intralumen, diameter apendiks lebih dari 6 mm, penebalan dinding apendiks lebih dari
2 mm dan pengumpulan cairan perisekal. Apabila apendiks mengalami ruptur atau
perforasi maka akan sulit untuk dinilai, hanya apabila cukup udara maka abses
apendiks dapat diidentifikasi .13,14

Ultrasound adalah suatu prosedur yang tidak menyakitkan yang menggunakan


gelombang suara untuk mengidentifikasi organ-organ dalam tubuh. Ultrasound dapat
mengidentifikasi appendik yang membesar atau abses. Walaupun begitu, appendik
hanya dapat dilihat pada 50% pasien selama terjadinya appendisitis. Oleh karena itu,
dengan tidak terlihatnya apendiks selama ultrasound tidak menyingkirkan adanya
appendisitis. Ultrasound juga berguna pada wanita sebab dapat menyingkirkan
adanya kondisi yang melibatkan organ ovarium, tuba falopi dan uterus yang
gejalanya menyerupai appendisitis. Hasil usg dapat dikatagorikan menjadi normal,
non spesifik, kemungkinan penyakit kelainan lain, atau kemungkinan appendik. Hasil
usg yang tidak spesifik meliputi adanya dilatasi usus, udara bebas, atau ileus. Hasil
usg dikatakan kemungkinan appendiks jika ada pernyataan curiga atau jika ditemukan
dilatasi appendik di daerah fossa iliaka kanan, atau dimana usg di konfermasikan
dengan gejala klinik dimana kecurigaan appendisitis.13,14
Gambar 8: USG apendisitis

Computed Tomography Scanning (CT Scan)

Pada keadaan normal apendiks, jarang tervisualisasi dengan pemeriksaan


skening ini. Gambaran penebalan diding apendiks dengan jaringan lunak sekitar yang
melekat, mendukung keadaan apendiks yang meradang. CT-Scan mempunyai
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90 100% dan 96 97%, serta akurasi
94 100%. Ct-Scan sangat baik untuk mendeteksi apendiks dengan abses atau
flegmon.9,10

Gambar 9 : CT Scan appendisitis

Tabel 2: Perbandingan pemeriksaan penunjanng apendisitis akut

Perbandingan pemeriksaan penunjanng apendisitis akut:

Ultrasonografi CT-Scan

Sensitivitas 85% 90 - 100%

Spesifisitas 92% 95 - 97%

Akurasi 90 - 94% 94 - 100%

Keuntungan Aman Lebih akurat

relatif tidak mahal Mengidentifikasi abses dan flegmon


lebih baik

Dapat mendignosis kelainanMengidentifikasi apendiks normal


lain pada wanita lebih baik

Baik untuk anak-anak

Kerugian Tergantung operator Mahal

Sulit secara tehnik Radiasi ion


Nyeri Kontras

Sulit di RS daerah Sulit di RS daerah

Pada pasien yang tidak hamil, CT-scan pada daerah appendik sangat berguna
untuk mendiagnosis appendisitis dan abses periappendikular sekaligus menyingkirkan
adanya penyakit lain dalam rongga perut dan pelvis yang menyerupai appendisitis. 9,10

Appendikografi
Appendikografi : Teknik pemeriksaan radiologi untuk memvisualisasikan appediks
dengan menggunakan kontras media positif barium sulfat. Dapat dilakukan secara
oral dan anal.9

Gambar 10 : Apendikografi
Laparoskopi (Laparoscopy)

Meskipun laparoskopi mulai ada sejak awal abad 20, namun penggunaanya untuk
kelainan intraabdominal baru berkembang sejak tahun 1970-an. Dibidang bedah,
laparoskopi dapat berfungsi sebagai alat diagnostik dan terapi. Disamping dapat
mendiagnosis apendisitis secara langsung, laparoskopi juga dapat digenakan untuk
melihat keadaan organ intraabdomen lainnya. Hal ini sangat bermanfaat terutama
pada pasien wanita. Pada apendisitis akut laparoskopi diagnostik biasanya dilanjutkan
dengan apendektomi laparoskopi.9,10

2.2.7 Prognosis Apendisitis

Apendiktomi yang dilakukan sebelum perforasi prognosisnya baik. Kematian


dapat terjadi pada beberapa kasus. Setelah operasi masih dapat terjadi infeksi pada
30% kasus apendix perforasi.2,9,10
2.3 KOLESISTITIS AKUT

2.3.1 Definisi Kolesistitis Akut


Kolesistitis akut (radang kandung empedu) adalah reaksi inflamasi akut dinding
kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam.
Hingga kini patogenesis penyakit yang cukup sering dijumpai ini masih belum jelas.15

2.3.2 Faktor Risiko Kolesistitis Akut

Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis


cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama
kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) sedangkan sebagian kecil kasus
(10%) timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus).16

2.3.3 Etiologi dan Patogenesis Kolesistitis Akut

Batu biasanya menyumbat duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan


empedu dan terjadi distensi kandung empedu. Distensi kandung empedu menyebabkan
aliran darah dan limfe menjadi terganggu sehingga terjadi iskemia dan nekrosis dinding
kandung empedu. Meskipun begitu, mekanisme pasti bagaimana stasis di duktus sistikus
dapat menyebabkan kolesistitis akut, sampai saat ini masih belum jelas. Diperkirakan
banyak faktor yang dapat mencetuskan respon peradangan pada kolesistitis, seperti
kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin dan prostaglandin yang merusak lapisan
mukosa dinding kandung empedu yang diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.17

Peradangan yang disebabkan oleh bakteri mungkin berperan pada 50 sampai 85


persen pasien kolesistitis akut. Organisme yang paling sering dibiak dari kandung
empedu para pasien ini adalah E. Coli, spesies Klebsiella, Streptococcus grup D, spesies
Staphylococcus dan spesies Clostridium. Endotoxin yang dihasilkan oleh organisme
organisme tersebut dapat menyebabkan hilangnya lapisan mukosa, perdarahan,
perlekatan fibrin, yang akhirnya menyebabkan iskemia dan selanjutnya nekrosis dinding
kandung empedu.18
Gambar 11 : Patofisiologi kolesistitis akut

Kolesistitis akut akalkulus terdapat pada 10 % kasus. Peningkatan resiko


terhadap perkembangan kolesistitis akalkulus terutama berhubungan dengan trauma
atau luka bakar yang serius, dengan periode pascapersalinan yang menyertai
persalinan yang memanjang dan dengan operasi pembedahan besar nonbiliaris
lainnya dalam periode pascaoperatif. Faktor lain yang mempercepat termasuk
vaskulitis, adenokarsinoma kandung empedu yang mengobstruksi, diabetes mellitus,
torsi kandung empedu, infeksi bakteri kandung empedu (misalnya Leptospira,
Streptococcus, Salmonella atau Vibrio cholera) dan infeksi parasit kandung empedu.
Kolesistitis akalkulus mungkin juga tampak bersama dengan berbagai penyakit
sistemik lainnya (sarkoidosis, penyakit kardiovaskuler, sifilis, tuberkulosis,
aktinomises).15

2.3.4 Manifestasi Klinis Kolesistitis Akut

Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut di
sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan, takikardia serta kenaikan suhu tubuh.
Keluhan tersebut dapat memburuk secara progresif. Kadang kadang rasa sakit
menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa
reda. Berat ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya kelainan
inflamasi yang ringan sampai dengan gangren atau perforasi kandung empedu.16

Tanda peradangan peritoneum seperti peningkatan nyeri dengan penggetaran


atau pada pernapasan dalam dapat ditemukan. Pasien mengalami anoreksia dan sering
mual. Muntah relatif sering terjadi dan dapat menimbulkan gejala dan tanda deplesi
volume vaskuler dan ekstraseluler. Pada pemeriksaan fisis, kuadran kanan atas
abdomen hampir selalu nyeri bila dipalpasi. Pada seperempat sampai separuh pasien
dapat diraba kandung empedu yang tegang dan membesar. Inspirasi dalam atau batuk
sewaktu palpasi subkosta kudaran kanan atas biasanya menambah nyeri dan
menyebabkan inspirasi terhenti (tanda Murphy).19

Nyeri lepas lokal di kuadran kanan atas sering ditemukan, juga distensi
abdomen dan penurunan bising usus akibat ileus paralitik, tetapi tanda rangsangan
peritoneum generalisata dan rigiditas abdomen biasanya tidak ditemukan, asalkan
tidak ada perforasi. Ikterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan
(bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya
batu di saluran empedu ekstra hepatik. Pada pasien pasien yang sudah tua dan
dengan diabetes mellitus, tanda dan gejala yang ada tidak terlalu spesifik dan kadang
hanya berupa mual saja.19

Walaupun manifestasi klinis kolesistitis akalkulus tidak dapat dibedakan


dengan kolesistitis kalkulus, biasanya kolesistitis akalkulus terjadi pada pasien
dengan keadaan inflamasi kandung empedu akut yang sudah parah walaupun
sebelumnya tidak terdapat tanda tanda kolik kandung empedu. Biasanya pasien
sudah jatuh ke dalam kondisi sepsis tanpa terdapat tanda tanda kolesistitis akut yang
jelas sebelumnya.15

2.3.5 Diagnosis Kolesistitis Akut


Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat beradasarkan riwayat yang khas
dan pemeriksaan fisis. Trias yang terdiri dari nyeri akut kuadran kanan atas, demam
dan leukositosis sangat sugestif.

Foto Polos Abdomen

Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis akut.


Hanya pada 15% pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus pandang
(radiopak) oleh karena mengandung kalsium cukup banyak. Kolesistografi oral tidak
dapat memperlihatkan gambaran kandung empedu bila ada obstruksi sehingga
pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk kolesistitis akut. Gambaran adanya
kalsifikasi diffus dari kandung empedu (empedu porselain) menunjukkan adanya
keganasan pada kandung empedu.20

Gambar 12 : Foto polos abdomen, tampak batu batu empedu berukuran kecil

CT Scan dan MRI


Sensitifitas dan spesifisitas pemeriksaan CT scan abdomen dan MRI
dilaporkan lebih besar dari 95%. Pada kolesistitis akut dapat ditemukan cairan
perikolestik, penebalan dinding kandung empedu lebih dari 4 mm, edema subserosa
tanpa adanya ascites, gas intramural dan lapisan mukosa yang terlepas. Pemeriksaan
dengan CT scan dan MRI dapat memperlihatkan adanya abses perikolesistik yang
masih kecil yang mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan USG. CT scan dan MRI
juga bermanfaat untuk melihat struktur sekitar bila diagosis dengan pemeriksaan
sebelumnya kurang meyakinkan.22
Gambar 13: Atas : CT scan abdomen, tampak batu batu empedu dan penebalan
dinding kandung empedu.
Bawah : MRI abdomen T1 dengan kontras, tampak batu-batu empedu
dalam kandung empedu yang menebal.

Ultrasonografi

Pemeriksaan Ultrasonografi atau USG mempunyai sensitivitas antara 90-95%


dan spesifitas 80-85% dalam mendiagnosa kolesistitis. Jika diameter batu empedu
besar dari 2 mm, sensitivitas dan spesifitas USG menjadi lebih dari 95%. Pada
pemeriksaan USG dapat ditemukan adanya penebalan dinding kandung empedu lebih
dari 4 mm, cairan di daerah perikolesistik dan tanda Murphy sonografi positif.
Adanya batu juga dapat menunjang diagnosis. Kandung empedu yang terdistensi
oleh cairan akan tampak membesar dan lebih tervisualisasi dengan baik setelah 8 jam
puasa.21
Gambar 14 : Pemeriksaan USG pada kolesistitis. Tampak batu pada kandung empedu.

Endoscopic Retrogard Cholangiopancreatography (ERCP)

Endoscopic Retrogard Cholangiopancreatography atau ERCP dapat


digunakan untuk melihat struktur anatomi bila terdapat kecurigaan adanya batu
empedu di duktus biliaris komunis, cacing atau telur cacing yang tidak terlihat pada
foto rontgen dan kelainan lain seperti curiga penyempitan atau stenosis duktus bilier,
tumor atau lain-lain. Selain untuk diagnostik, ERCP ini juga dapat dilakukan sebagai
terapi terutama pada pasien yang berisiko tinggi untuk menjalani operasi laparaskopi
kolesistektomi. Pemeriksaan ERCP ini mempunyai kekurangan seperti;
membutuhkan tenaga dan fasilitas khusus, teknik yang invasif dan biaya yang tinggi
serta kemungkinan adanya komplikasi seperti pankreatitis (3-5% kasus).23
Gambar 15 : ERCP menunjukkan anatomi dari duktus biliar dan batu empedu.

2.3.6 Tatalaksana Kolesistitis Akut

i. Terapi konservatif

Walaupun intervensi bedah tetap merupakan terapi utama untuk kolestasis


akut dan komplikasinya, mungkin diperlukan periode stabilisasi di rumah sakit
sebelum kolesistektomi. Pengobatan umum termasuk;

Istirahat total

Rehidrasi dan koreksi elektrolit

Pemberian nutrisi parenteral, diet ringan

Pemberian analgetik seperti petidin dan antispasmodik.

Pemberian antibiotik (profilaksis) pada fase awal untuk mencegah


komplikasi seperti peritonitis, kolangitis dan septisemia
ii. Terapi bedah

Tindakan kolesistektomi dapat dilakukan secepatnya (3 hari) atau


ditunggu 6 8 minggu setelah terapi konservatif dan keadaaan umum pasien
lebih baik. Sebanyak 50 % kasus akan membaik tanpa tindakan bedah.

Namun, kolesistostomi atau kolesistektomi darurat mungkin perlu


dilakukan pada pasien yang dicurigai atau terbukti mengalami komplikasi
kolesistitis akut, misalnya empiema, kolesistitis emfisematosa atau perforasi.

Kolesistektomi segera merupakan terapi pilihan bagi sebagian besar


pasien kolesistitis akut. Di sebagian besar sentral kesehatan, angka mortalitas
untuk kolesistektomi darurat mendekati 3%, sementara resiko mortalitas untuk
kolesistektomi elektif atau dini mendekati 0,5 % pada pasien berusia kurang
dari 60 tahun.24
2.4 ILEUS

2.4.1 Definisi Ileus

Ileus merupakan suatu kondisi dimana terdapat gangguan pasase atau lumen di
usus yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan emergensi. Ileus terutama
dibagi dua berdasarkan penyebabnya, yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik.9

A. Ileus Obstruktif

I. Definisi

Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena


adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga
menyebabkan penyempitan atau penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan
pasase lumen usus terganggu.Ileus obstruktif disebut juga ileus mekanik.

II. Klasifikasi

Berdasarkan lokasi obstruksinya, ileus obstruktif dibedakan atas:


Letak tinggi: duodenum sampai jejunum
Letak rendah: kolon sigmoid rectum
Obstruksi letak tinggi dan letak rendah di batasi oleh iliocecal
junction.
Berdasarkan stadiumnya, ileus obstruktif dibedakan atas:
Parsial: menyumbat sebagian lumen
Simple/komplit: menyumbat seluruh lumen
Strangulasi: simple dengan jepitan vasa
III. Etiologi

Ileus obstruktif disebabkan oleh berbagai hal:

a. Adhesi Ileus karena adhesi umumnya tidak disertai strangulasi. Adhesi


umumnya berasal dari rangsangan peritoneum akibat adanya peritonitis
setempat atau umum. Adhesi dapat berupa perlengketan mungkin dalam
bentuk tunggal maupun multiple, mungkin setempat maupun luas.
b. Volvulus Pemuntiran usus yang abnormal dari segmen usus. Volvulus
di usus halus agak jarang ditemukan. Biasanya volvulus didapatkan di
bagian ileum.

c. Invaginasi Umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk naik ke


kolon asendens dan mungkin terus sampai keluar dari rektrum, dapat
mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk dengan
komplikasi perforasi dan peritonitis. Pada bayi dan anak-anak biasanya
spontan dan irreversible, sedangkan pada dewasa jarang terjadi.

d. Hernia Kelemahan atau defek pada dinding rongga peritoneum


memungkinkan penonjolan keluar suatu kantong peritoneal (kantong
hernia) sehingga segmen suatu dalaman dapat terjepit.

e. Askariasis Kebanyakan cacing askariasis hidup di usus halus bagian


jejunum. Obstruksi bisa terjadi dimana-mana pada bagian usus halus,
tetapi biasanya di ileum terminal, tempat lumen paling sempit. Cacing
tersebut menyebabkan kontraksi lokal dinding usus yang disertai reaksi
radang setempat.

f. Kelainan kongenital Gangguan passase usus dapat berupa stenosis


maupun atresia.

g. Radang kronik

h. Tumor

i. Tumpukan sisa makanan / feses / fecalith. 8,9

B. Ileus Paralitik

I. Definisi

Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal atau tidak
mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya. Ileus paralitik ini
bukan suatu penyakit primer usus melainkan akibat dari berbagai penyakit primer,
tindakan (operasi) yang berhubungan dengan rongga perut, toksin dan obat-obatan
yang dapat mempengaruhi kontraksi otot polos usus (hipomotilitas).

Meskipun ileus disebabkan banyak faktor, keadaan pascaoperasi adalah keadaan


yang paling umum untuk terjadinya ileus. Fisiologisnya ileus kembali normal spontan
dalam 2-3 hari, setelah motilitas sigmoid kembali normal. Ileus yang berlangsung
selama lebih dari 3 hari setelah operasi dapat disebut ileus adynamic atau ileus
paralitik pascaoperasi. Sering, ileus terjadi setelah operasi intraperitoneal, tetapi
mungkin juga terjadi setelah pembedahan retroperitoneal dan extra-abdominal. 8,9

Beberapa penyebab terjadinya ileus paralitik :

Trauma abdomen

Pembedahan perut (laparatomy)

Gangguan elektrolit

Infeksi di rongga abdomen, inflamasi atau iritasi (empedu, darah)

Iskemik usus (mesenterika emboli, trombosis iskemia)

Obat-obatan (Narkotika, Fenotiazin, Diltiazem atau verapamil, Clozapine,


Obat Anticholinergic)

2.4.2 Patofisiologi Ileus

Proses terjadinya ileus mekanik maupun non mekanik memiliki kemiripan


setelah terjadinya obstruksi, tanpa memandang penyebab obstruksi tersebut apakah
karena penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan yang tampak adalah bila ileus
tersebut disebabkan oleh penyebab non mekanik maka peristaltik usus dihambat dari
permulaan, sedangkan pada ileus karena penyebab mekanik maka peristaltik mula-
mula kuat kemudian bertambah pelan sampai akhirnya hilang.

Semua etiologi ileus menyebabkan usus di bagian distal kolaps, sementara


bagian proksimal berdilatasi. Usus yang tersumbat awalnya berperistaltik lebih keras
sebagai usaha alamiah dan akhirnya pasase usus jadi melemah dan hilang. Usus yang
berdilatasi menampung cairan dan gas yang merupakan hasil akumulasi cairan dan
gas yang menyebabkan distensi usus. Distensi usus tidak hanya pada daerah
sumbatan tapi dapat menjalar ke daerah proksimal. Distensi yang menyeluruh
menyebabkan pembuluh darah tertekan sehingga suplai darah berkurang (iskemik)
dan dapat terjadi perforasi.

Usaha usus untuk berperistaltik disaat adanya sumbatan menghasilkan nyeri


kolik abdomen dan penumpukan kuman dalam usus merangsang muntah. Pada
obstruksi usus dengan stranguasi, terdapat penjepitan yang menyebabkan gangguan
peredaran darah sehingga terjadi iskemia, nekrosis kemudian gangren. Gangren ini
kemudian menyebabkan tanda toksis yang terjadi pada sepsis yaitu takikardia, syok
septik dengan leukositosis.

Pengaruh obstruksi kolon tidak sehebat pengaruh pada obstruksi usus halus
karena pada obstruksi kolon, kecuali pada volvulus, hampir tidak pernah terjadi
strangulasi. kehilangan cairan dan elektrolit berjalan lambat pada obstruksi kolon
distal.

Dinding usus halus kuat dan tebal, karena itu tidak timbul distensi berlebihan
atau ruptur sedangkan dinding usus besar tipis, sehingga mudah distensi. Dinding
caecum merupakan bagian kolon yang paling tipis, karena itu dapat terjadi ruptur bila
terlalu tegang. Bila terjadi ruptur maka akan timbul perforasi yang memperberat
keadaan pasien. 8,9,25

2.4.3 Manifestasi Klinis Ilues

Obstruksi ileus ditandai dengan gambaran klinik, berupa nyeri abdomen yang
bersifat kolik, muntah-muntah dan obstipasi, distensi intestinalis, dan tidak adanya
flatus. Rasa nyeri perut dirasakan seperti menusuk-nusuk atau rasa mulas yang hebat,
umumnya nyeri tidak menjalar. Pada saat datang serangan, biasanya disertai perasaan
perut yang melilit. Bila obstruksi tinggi, muntah hebat bersifat proyektil dengan
cairan muntah yang berwarna kehijauan. Pada obstruksi rendah, muntah biasanya
timbul sesudah distensi usus yang jelas sekali, muntah tidak proyektil dan berbau
feculent, warna cairan muntah kecoklatan. 8,10,13,24

Tabel 2 : Gambaran klinis ileus paralitik dan ileus obstruktif.

Ileus paralitik Ileus obstruktif


Nyeri Kontinu Kolik
Darm contour + +
Darm steifung - +
Bunyi bising usus menghilang Meningkat
Rectal toucher terowongan Kolaps

2.4.4 Gambaran Radiologis Ileus

Untuk radiologi ileus perlu diperhatikan beberapa hal :

1. Posisi terlentang (supine). Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran


usus di proksimal daerah obstruksi, penebalan dinding usus,
gambaran seperti duri ikan (Herring Bone Appearance). Gambaran
ini didapat dari pengumpulan gas dalam lumen usus yang melebar.

2. Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis didapatkan


adanya air fluid level dan step ladder appearance.

3. Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi
usus. Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air
fluid level pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedangkan jika
panjang-panjang kemungkinan gangguan di kolon. Gambaran yang
diperoleh adalah adanya udara bebas infra diafragma dan air fluid
level. 26,27

Pada foto polos abdomen, 60-70% dapat dilihat adanya pelebaran usus dan
hanya 40% dapat ditemukan adanya air fluid level. Walaupun pemeriksaan radiologi
hanya sebagai pelengkap saja, pemeriksaan sering diperlukan pada obstruksi ileus
yang sulit atau untuk dapat memperkirakan keadaan obstruksinya pada masa pra-
bedah.

Ileus Obstruktif Letak Tinggi

Gambar 17 : Gambaran Herring Bone Appearance dan air fluid level.


Pada ileus obstruktif letak tinggi tampak dilatasi usus di proksimal sumbatan
(sumbatan paling distal di iliocecal junction) dan kolaps usus dibagian distal
sumbatan. Penebalan dinding usus halus yang terdilatasi memberikan gambaran
herring bone appearance, karena dua dinding usus halus yang menebal dan menempel
membentuk gambaran vertebra (dari ikan), dan muskulus yang sirkular menyerupai
kostanya. Tampak gambaran air fluid level yang pendek-pendek yang berbentuk
seperti tangga disebut juga step ladder appearance karena cairan transudasi berada
dalam usus halus yang mengalami distensi.

Ileus Obstruksi Letak Rendah

Gambar 18 : Tampak dilatasi usus dengan gambaran udara di proksimal usus.

Pada ileus obstruktif letak rendah tampak distensi kolon yang terbatas dengan
gambaran haustra, kadang-kadang gambaran massa dapat terlihat. Tampak step ladder
appearance akibat cairan transudasi berada dalam usus halus yang terdistensi dan air
fluid level yang panjang-panjang di kolon.
Ileus Paralitik

Semilunar shadow

Gambar 19 : Dilatasi usus dari proksimal hingga distal dengan air fluid level

Pada ileus paralitik terdapat dilatasi usus secara menyeluruh dari gaster
sampai rektum. Penebalan dinding usus halus yang mengalami dilatasi memberikan
gambaran herring bone appearance, karena dua dinding usus halus yang menebal dan
menempel membentuk gambaran vertebra dan muskulus yang sirkuler menyerupai
kosta dan gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak pada tepi
abdomen. Tampak gambaran air fluid level yang pendek-pendek yang berbentuk
seperti tangga atau disebut juga step ladder appearance di usus halus dan air fluid
level yang panjang-panjang di kolon

2.4.5 Volvulus

Volvulus adalah kondisi terputarnya segmen usus terhadap usus itu sendiri,
mengelilingi mesentrium dari usus tersebut dimana mesentrium itu sebagai aksis
longitudinal sehingga menyebabkan obstruksi saluran pencernaan. Volvulus terjadi
diberbagai tempat di saluran pencernaan. Insidensi volvulus di dunia bervariasi,
dengan kejadian volvulus usus besar berkisar 1-5% dari seluruh penyebab obstruksi
letak rendah. 8,9,26,27,28

Gambaran radiologis pada volvulus;

1. Foto polos

Foto polos torak dan abdomen anterior-posterior dan lateral dapat


menunjukan adanya obstruksi usus, dengan adanya pelebaran loop, dilatasi
lambung dan duodenum, dengan atau tanpa gas usus serta batas antara udara
dengan cairan (air-fluid level). Foto dengan kontras dapat menunjukan adanya
obstruksi, baik bagian proksimal maupun distal.
Gambar 20: Pada foto dada posisi PA menunjukkan air fluid level di daerah
hemithorax kanan pada obstruksi lambung akibat volvulus.

Gambar 21 : Foto polos abdomen menunjukkan gaster terisi udara pada sisi kiri
abdomen dan sebagian rongga thorax juga kateter nasogastric yang melengkung
pada gastro-esophageal junction.
Gambar 22 : Birds Beak appearance; foto kontras khas pada volvulus sigmoid dan
sekum.

Gambar 23 : Coffee bean appearance; gambaran di tengah bawah abdomen terlihat


dilatasi usus; khas pada volvulus sekum dan sigmoid.

Diagnosis volvulus sekum jarang ditegakkan melalui gejala klinis, 50%


ditegakan melalui gambaran radiologi dengan karakteristik coffee bean atau tear drop
(bascule) appearances.

2. Barium Meal
Gambar 24: Gambaran sliding hiatal hernia melibatkan lebih dari separuh
lambung dengan torsi organo-axial 180 pada segmen hernia. Kurva yang lebih
besar terletak disebelah kanan dan diatas kurva yang lebih kecil.

3. Ultrasonografi

Pemeriksaan ultrasonografi tidak banyak membantu diagnosis volvulus,


namun pada pemeriksaan ini dapat didapatkan cairan intraluminal dan edema di
abdomen. Kemudian, adanya perubahan anatomikal arteri dan vena mesenterika
superior dapat terlihat, hal ini menunjukan adanya malrotasi namun tidak selalu
ditemukan.

4. Computed Tomography Scan

Pada gambaran CT volvulus dapat bervariasi. Lokasi hernia diafragma, letak


puntiran serta posisi akhir dari lambung dapat di determinasikan. CT dan MRI bukan
merupakan baku utama untuk menegakkan volvulus gaster. Namun beberapa ahli
berpendapat dengan rekonstruksi multiaksial dapat dipilih untuk menggantikan
penggunaan barium, terutama pada pasien-pasien dengan kasus akut yang tidak
mampu dengan pemeriksaan fluoroscopy.
Gambar 25: CT scan dengan oral kontras positif tampak perputaran di gaster
suspek volvulus mesentero-axial.

Gambar 26 : Malrotasi akibat volvulus; bagian antrum dan corpus tampak diatas
diafragma; fundus terletak dibawah diafragma.

CT scanning mempunyai sensitivitas spesifisitas yang baik untuk


mendiagnosis adanya obstruksi usus, termasuk volvulus. Pengambilan titik transisi di
beberapa lokasi dengan CT scan signifikan untuk mendiagnosis volvulus. The Whirl
Sign merupakan gambaran khas pada CT scan yang menunjukan adanya volvulus.
Arah putaran volvulus juga dapat dilihat pada CT scan.

Gambar 27 : CT Scan menunjukan gambaran khas The Whirl Sign (panah);


Volvulus intestinal (kanan) dan Volvulus Midgut (kiri)
2.4.6 Intususepsi

Intususepsi atau invaginasi yaitu masuknya segmen usus (Intesusceptum) ke dalam


segment usus di dekatnya (intususcipient) akibat kerja peristaltic yang berlebihan. Pada
umumnya usus bagian proksimal yang mengalami invaginasi (intussuceptum) memasuki
usus bagian distal (intussucipient), tetapi walaupun jarang ada juga yang sebaliknya atau
retrograd. Paling sering masuknya ileum terminal ke kolon. Intususeptum yaitu segmen
usus yang masuk dan intususipien yaitu segmen usus yang dimasuki segmen lain. Paling
sering pada anak 95% dimana penyebabnya tidak diketahui dan pada dewasa penyebab
tersering adalah tumor. Intususepsi dapat menyebabkan obstruksi usus parsial maupun
total.8,9,26,29,31

Intususepsi berdasar lokasi dibedakan dalam 4 tipe :

1. Enterik : usus halus ke usus halus


2. Ileosekal : valvula ileosekalis mengalami invaginasi prolaps ke sekum dan menarik
ileum di belakangnya. Valvula tersebut merupakan apex dari intususepsi.

3. Kolokolika : kolon ke kolon.


4. Ileokoloika : ileum prolaps melalui valvula ileosekalis ke kolon.

Gambar 28: Anatomi dari intususepsi


Gambaran radiologis pada intususepsi; ditemukan tanda obstruksi seperti
distensi, air fluid level, Hering bone appearance, cupping sign, target sign dan tidak
ada bayangan udara di distal usus. Pemeriksaan colon in loop dapat dilakukan untuk
tujuan penegakan diagnosis dan juga terapi reposisi usus dengan pemberian tekanan
tinggi bila belum ada tanda-tanda obstruksi dan kejadian kurang dari 24 jam.
Reposisi dianggap berhasil bila setelah rectal tube ditarik dari anus barium keluar
bersama feses dan udara.

1. Foto polos abdomen

Gambar 29 : Foto polos abdomen; kiri; tampak bayangan massa (tanda panah)
merupakan bagian usus yang masuk ke lumen usus proksimal.
Kanan; invaginasi lanjut, sudah tampak tanda-tanda obstruksi.

2. Barium Enema (Colon in Loop)

Pada pemeriksaan barium enema atau colon in loop tampak filling defect oleh
masa intraluminar yang menyebabkan kontras tidak dapat melewati segmen usus
proksimal. Gambaran khas invaginasi adalah Coiled Spring appearance. Gambaran
lain adalah cut off bayangan barium pada lokasi invaginasi.
Gambar 30 : Kiri; Colon in loop pada intussusception, bagian usus masuk hingga
fleksura Lienalis. Kanan; Intussusception di daerah colon ascenden.

Gambar 31 : Coil spring appearance pada invaginasi


Gambar 32 : Cupping sign pada colon in loop

3. Computed Tomography Scan


Gambar 33: CT Scan abdomen pada pasien invaginasi (Target sign)
4. Ultrasonografi (USG)

Pada scan transversal (potongan melintang) dari invaginasi, USG memberikan


gambaran khas berupa targets appearance atau gambaran seperti kue donat dan
juga gambaran pseudokidney di abdomen.

Gambar 34: Targets appearance atau gambaran donat pada irisan


melintang invaginasi pemeriksaan USG

Gambar 35 : Kiri; irisan melintang dan kanan; irisan memanjang dari invaginasi
pada USG
Gambar 36: USG abdomen pada pasien invaginasi

Gambar 37 : Pseudokidney pada USG abdomen


2.4.7 Penatalaksanaan

1. Ileus obstruksi

Pengelolaan ileus obstruktif adalah sebagai berikut:

Pemasangan sonde lambung

Penderita dipuasakan

Perbaikan kadar elektrolit

Tindakan bedah diperlukan bila terjadi:

Strangulasi

Obstruksi totalis

Hernia inkarserata

Tidak ada perbaikan pada pengobatan konservatif

2. Ileus paralitik

Pengelolaan ileus paralitik adalah dengan konservatif. Tindakannya berupa


dekompresi dengan pipa nasogastrik, menjaga cairan dan elektrolit, mengobati kausa
atau penyakit primer dan pemberian nutrisi yang adekuat. 9,27,31
2.5 ULKUS PEPTIKUM

2.5.1 Definisi Ulkum Peptikum

Ulkus peptikum atau sering disebut tukak lambung adalah penyakit


diskontinuitas mukosa lambung, dapat menjalar sampai ke bawah epitel, dan terjadi
kerusakan atau hilangnya jaringan mukosa, sub mukosa sampai lapisan otot. Tak
jarang ditemukan ulkus peptikum pada duodenum. Ulkus lambung paling banyak
terjadi di kurva minor, walaupun dapat berasal dari setiap bagian lambung.27

2.5.2 Epidemiologi Ulkus Peptikum

Di Amerika serikat, ulkus peptik dialami sekitar 4,5 juta orang setiap tahunnya
dengan 20% disebabkan oleh H. Pylori. Prevalensi ulkus peptic pada laki-laki adalah
11-14% dan pada wanita sekitar 8 -11%. Sekitar 3000 kematian setiap tahun di
Amerika Serikat disebabkan oleh ulkus peptik.

Di Indonesia, ditemukan antara 6 -0 15 % pada usia 2 -50 tahun, terutama


pada lesi yang hilang timbul dan paling sering didiagnosis pada orang dewasa usia
pertengahan sampai usia lanjut, tetapi lesi ini mungkin sudah muncul sejak usia
muda.30

2.5.3 Etiologi Ulkus Peptikum

Etiologi ulkus peptikus adalah 15,27,28,31

- Infeksi helicobacter pylory


- Penggunaan obat-obatan golongan NSAID
- Adanya penyakit lain pada saluran pencernaan. Contoh : sirosis hepatis
kronis, hipertiroid, sindrom Zollinger Ellison, Chrons disease.
- Makanan, minum dan obat-obatan yang dapat mengiritasi lambung
- Stress

2.5.4 Patofisiologi Ulkus Peptikum


Kerusakan pada mukosa gastroduodenum dimulai dari ketidakseimbangan
antara faktor-faktor yang merusak mukosa dengan faktor yang melindungi mukosa
tersebut. Oleh sebab itu, kerusakan mukosa tidak hanya terjadi karena faktor yang
merusakkan mukosa tetapi juga dapat terjadi apabila mekanisme proteksi mukosa
gagal. Faktor pertahanan ini antara lain adalah pembentukan dan sekresi mukus,
sekresi bikarbonat, aliran darah mukosa dan difusi kembali ion hidrogen pada epitel
serta regenerasi epitel. Di samping kedua faktor tadi ada faktor yang merupakan
faktor predisposisi (kontribusi) untuk terjadinya tukak peptik antara lain daerah
geografis, jenis kelamin, faktor stress, herediter, merokok, obat-obatan dan infeksi
bakteria agresif. 10,30,32

Pada pengguna NSAIDs, contohnya, indomethacin, diclofenac, dan aspirin


(terutamanya pada dosis tinggi), kerjanya yang menghambat enzim siklooksigenase
menyebabkan sintesis prostaglandin dari asam arakidonat turut terhambat. Efek yang
tidak diinginkan pada penggunaan NSAIDs adalah penghambatan sistesis
prostaglandin secara sistemik terutama pada epitel lambung dan duodenum sehingga
melemahkan proteksi mukosa. Tukak dapat terjadi setelah beberapa hari atau minggu
penggunaan NSAIDs dan efek terhadap hambatan aggregasi trombosit menyebabkan
bahaya perdarahan pada tukak. 10,30,32

2.5.5 Manifestasi Klinis Ulkus Peptikum

Sakit perut, nyeri pada epigastrium yang dipengaruhi oleh makan, setelah sekitar tiga
jam usai makan (pada ulkus duodenum nyeri akan hilang dengan makanan,
sedangkan ulkus lambung diperburuk oleh makanan terutama makanan padat). 27,29,31

Kembung atau rasa kepenuhan pada perut.


Mual dan muntah berlebihan.
Kehilangan nafsu makan dan penurunan berat badan.
Hematemesis (muntah darah), ini dapat terjadi karena perdarahan langsung
dari ulkus lambung atau dari kerusakan pada kerongkongan yang parah akibat
iritasidari muntah yang berkelanjutan secara terus menerus.
Melena
Ulkus peptic perforasi dapat menyebabkan peritonitis akut dan membutuhkan
operasi segera.

2.5.6 Pemeriksaan Penunjang Ulkus Peptikum

1. Pemeriksaan infeksi kuman Helicobater Pylori

Non invasive: urea breath test, test antibodi H. pylori, tes saliva assay.

Invasive : tes kultur, tes histopatologi, tes urease, PCR. 29,32

2. Endoskopi

Pemeriksaan endoskopi merupakan gold standar untuk pemeriksaan


ulkus peptikum. Endoskopi GI atas digunakan untuk mengidentifikasi
perubahan inflamasi, ulkus, dan lesi. Melalui endoskopi dapt dilihat secara
langsung keadaan mukosa dan dapat juga dilakukan biopsy. Endoskopoi dapat
mendeteksi lesi yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar X karena ukuran
atau lokasi lesi.33

3. Pemeriksaan radiologi 34,35,36

Foto polos

Pada pemeriksaan foto polos tidak dapat memperlihatkan ulkus,


kecuali jika sudah terjadi perforasi. Pada foto polos abdomen didapatkan
adanya gambaran pneumoperitoneum.
Gambar 38 : foto polos abdomen dan torak dengan gambaran pneumoperitoneum.

Barium meal

Pada pemeriksaan menggunakan zat kontras oral atau barium meal akan
ditemukan gambaran en face (dari depan) dapat memperlihatkan zat kontras yang
terkumpul pada kawah ulkus pada dinding yang terkena, dengan lipatan mukosa yang
menyebar mengelilingi ulkus. Pada pandangan on profile (dari samping) ulkus
tampak sebagai kantung yang keluar dari dinding lambung.

Gambar 39 : tampak additional shadow pada pemeriksaan barium meal.


Gambar 40 : tampak en face pada ulkus peptikum

Gambar 41 : Ulkus pada duodenum pada pemeriksaan barium meal.


CT scan

Pada pemeriksaan ulkus peptikum menggunakan ct scan tidak


tervisualisasi kecuali bila sudah terjadi penetrasi atau perforasi. Tampak defek
mukosa dan outpouching luminal dengan tingkatan inflamasi yang bervariasi.

Gambar 42: Ulkus gaster dengan perforasi pada kurvatura minor dan dikelilingi oleh
penebalan dinding.Ditemukan juga air bubble di depan hepar pada peritoneum
anterior.

2.5.7 Diagnosis Banding Ulkus Peptikum 27,30

1. Dyspepsia non tukak


2. Dyspepsia fungsional
3. Tumor lambung
4. GERD
5. Penyakit vascular
6. Pankreato bilier disease
7. Crohns disease

2.5.8 Penatalaksanaan Ulkus Peptikum

1. Non medikamentosa :
Istirahat : Pasien diharapkan untuk menghindari stress dan kecemasan,
yangmana memegang peran dalam meningkatkan asam lambung. Pasien
sidapat mungkin hidup tenang dan menerima stress dengan wajar.
Diet : Pasien dianjurkan untuk makanan biasa, lunak, tidak merangsang
dan diet seimbang. Hindari merokok, karena dapat menghambat sekresi
bikarbonat pancreas, menambah keasaman bulbus duodenum,
menambah refluks duodenogastrik akibat relaksasi sfingter pylorus.
Hindari obat-obatan OAINS.

2. Medikamentosa


Anatsida : Diberikan untuk menetralkan asam lambung dengan
mempertahankan pH cukup tinggi supaya pepsin tidak diaktifkan,
melindungi mukosa dan meredakan nyeri.

Antikolinergik (propantelin bromide dan antropin) : Menghambat efek
langsung dari syaraf vagus terhadap sel sel parietal mensekresi asam.
Menghambat motilitas dan waktu pengosongan lambung

Penghambat H2 : Mampu mengurangi sekresi asam hingga 70%.

Sukralfat : Membentuk membrane tidak tembus asam yang melekat
pada mukosa yang terluka. Memicu produksi sel mukosa.

PPI (Proton Pump Inhibitor) : PPI mencegah pengeluaran asam
lambung dari kanalikuli sel parietal, menyebabkan pengurangan rasa
sakit, mengurangi faktor agresif pepsin dengan pH >4 serta
meningkatkan efek eradikasi oleh triple drugs regiment. 9,31,34

2.6 PANKREATITIS AKUT

2.6.1 Definisi Pankreatitis Akut

Pankreatitis Akut merupakan reaksi peradangan pankreas, secara klinis


ditandai nyeri perut akut dengan kenaikan enzim dalam darah dan urin. Perjalanan
penyakit dari ringan self limited sampai berat yang disertai renjatan gangguan ginjal
dan paru-paru yang bisa berakibat fatal.37,38

2.6.2 Epidemiologi Pankreatitis Akut

Di Negara barat penyakit ini sering ditemukan dan berhubungan erat dengan
penyalahgunaan pemakaian alcohol dan penyakit hepatobilier. Frekuensi berkisar
0,14 1% atau 10 15 pasien dari 100.000 penduduk. Penyakit ini lebih sering
dijumpai pada orang dewasa, tetapi jarang pada anak. Pankreatitis lebih sering
dikaitkan dengan alkoholisme pada laki-laki dan lebih sering dikaitkan dengan batu
empedu pada perempuan. Di Indonesia penyakit ini sudah semakin banyak
dilaporkan, mungkin karena adanya dugaan bahwa tingkat konsumsi alkohol masih
sangat rendah sehingga penyakit ini tidak menjadi perhatian.36

2.6.3 Etiologi Pankreatitis Akut

Batu empedu : Batu empedu tertahan di sfingter Oddi sehingga menghalangi


lubang dari slauran pancreas. Tetapi kebanyakan batu empedu akan lewat dan
masuk ke saluran usus.
Alkoholisme : Meminum alcohol lebih dari 4 ons/ hariselama beberapa tahun
dapat menyebabkan sumbatan pada saluran kecil pancreas yang menuju ke
pancreas utama,
Obat-obat, seperti furosemide dan azathioprine
Gondongan (parotitis)
Kadar lemak darah yang tinggi, terutama trigliserida
Kerusakan pankreas karena pembedahan atau endoskopi
Kerusakan pankreas karena luka tusuk atau luka tembus
Kanker pancreas
Berkurangnya aliran darah ke pankreas, misalnya karena tekanan darah yang
sangatrendah
Pankreatitis bawaan

2.6.4 Patofisiologi Pankreatitis Akut

Dalam keadaan normal, pankreas terlindung dari efek enzimatik dari enzimnya
sendiri. Semua enzim pankreas terdapat dalam bentuk inaktif . Aktifitas normal
terjadi oleh enterokinase di duodenum yang mengaktivasi tripsin dan selanjutnya
mengaktivasi enzim pankreas lainnya. Pada pankreatitis akut terjadi aktivasi prematur
enzim pankreas tidak di dalam duodenum melainkan di dalam pankreas, selanjutnya
terjadi autodigesti pankreas. 5,27

Adapun mekanisme yang memulai aktivasi enzim antara lain adalah refluks
cairan empedu, aktivasi sistem komplemen, dan stimulasi yang berlebihan sekresi
enzim. Isi duodenum merupakan campuran dari enzim pankreas yang aktif, asam
empedu, lisolesitin, dan asam lemak yang talah mengalami emulsifikasi, dan
semuanya ini dapat menginduksi terjadinya pankreatitis akut. Pelepasan enzim aktif
intraseluler ini menyebabkan kerusakan sel. Kerusakan sel asiner ini akan
menyebabkan aktivasi tripsin dan menyebabkan pelepasan lipase. Lipase akan
menyebabkan nekrosis lemak lokal maupun sistemik. 15,27,29

2.6.5 Manifestasi Klinis Pankreatitis Akut

Gejala pankreatitis akut yang khas adalah keluhan nyeri hebat di epigastrium
timbulnya mendadak dan terus menerus. Rasa nyeri ini dapat menjalar ke punggung,
kadang-kadang nyeri menyebar diperut dan menjalar ke abdomen bagian bawah.
Nyeri berlangsung beberapa hari. Nyeri biasanya berkurang dengan menekukkan
lutut ke dada atau membungkukkan badan.27,31

2.6.6 Diagnosis Pankreatitis Akut

i. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik diemukan nyeri tekan pada perut bagian atas karena
rangsangan peritoneum, tanda peritonitis lokal, kadang-kadang peritonitis umum.
Berkurangnya atau menghilangnya bising usus menunjukkan ileus paralitik.
Meterismus abdomen ditemukan pada 70 80 %kasus pankreatitis akut. Pada palpasi
dalam, dirasakan seperti ada massa di epigastrium yang sesuai dengan pancreas yang
membengkak dan adanya infiltrate radang disekitar pankreas. Suhu tinggi
menunjukkan kolingitis, kolesistitis atau abses pancreas. Pada beberapa kasus
ditemukan adanya icterus, asites dan efusi pleura. 27,31

ii. Pemeriksaan laboratorium

Terjadinya peningkatan amylase atau lipase serum, leukositosis, fungsi hati


terganggu, hiperglikemia, pada beberapa kasus didapatkan penurunan konsentrasi
kalsium dan kolesterol.31

Pemeriksaan radiologis

Foto Polos Abdomen

i. Gambaran foto polos abdomen yang dijumpai pada pankreatitis akut


adalah adanya dilatasi dari usus kecil yang berdekatan ; sentinel loop,
gambaran ini merupakan gambaran yang paling sering dijumpai pada
pankreatitis akut, meskipun tidak spesifik, dilaporkan dijumpai pada 50%
penderita pankreatitis akut. Dilatasi tersebut biasanya berlokasi pada kuadran
kiri atas, tetapi dapat pula terlihat pada tempat terdapatnya iritasi usus oleh
eksudat. Dinding usus atau lipatan pada sentinel loop dapat menebal karena
adanya edema intramural yang disebabkan oleh rangsangan proses inflamasi
di dekatnya. Usus kecil ditempat lain berisi sedikit atau tidak sama sekali
berisi gas, tetapi kadang-kadang terjadi ileus paralitik umum. 39,40,41,42
Gambar 43: Sentinel Loop sign pada pankreatitis akut.

Distensi duodenum karena iritasi proses inflamasi merupakan suatu variasi


dari sentinel loop. Bila keadaan ini disertai spasme pada duodenum distal, maka akan
tampak gambaran duodenal cut off sign.

Gambar 44 : Colon Cut Off sign pada pankreatitis akut

Kadang-kadang tampak gaster terpisah dari fleksura dodenoyeyunal dan kolon,


hal ini karena adanya edema hebat pada korpus dan kaput pankreas, atau oleh
karena terjadinya pengumpulan eksudat inflamasi.
Dilatasi kolon ascendens dan transversum yang berisi gas disertai dengan
menghilangnya udara dalam kolon descenden; colon cut off sign yang disebabkan
karena penyebaran enzim-enzim pankreas dan eksudat purulen sepanjang bidang
aksial disekitar arteri mesenterika superior dan mesokolin transversum.

Barium Meal

Pada pemeriksaan barium penderita pankreatitis akut akan terlihat


pergeseran lambung dan duodenum akibat pankreas yang membesar karena
edema, akbat koleksi cairan atau karena pseudokista. Bila proses peradangan
bertambah berat maka akan tampak spikulasi dan penebalan lipatan mukosa
lambung atau dinding medial dari duodenum. Kadang-kadang pada duodenum
terjadi obstruksi oleh karena proses peradangan periduodenal.

Eksudat inflamasi yang dihasilkan pankreatitis akut dapat menyebar ke


bawah sepanjang dasar usus kecil menimbulkan edema dan penebalan lipatan
mukosa atau dapat menyebar ke kolon melalui ligamentum gastrokolika dan
menimbulkan pendataran haustra bagian inferior kolon transversum dan
terutama pada haustra sepanjang tepi superior.

Gambar 45 : penyempitan lumen disertai mukosa yang irreguler di daerah

duodenum pars 3 pada pankreatitis akut.


Ultrasonografi

Gambaran yang didapatkan bervariasi tergantung berat dan stadium penyakit


dan dapat berubah secara signifikan dalam periode beberapa jam. Pankreas yang
terkena dapat berupa edema, nekrotik, atau hemoragik.15

Edema akan menyebabkan segmen yang terkena membesar dan terjadi


pengurangan ekogenitas karena peningkatan air di dalam parenkim. Pada keadaan
severe acute panreatitis gambaran yang ditunjukkan USG tidak terlalu spesifik,
karena USG cukup sulit untuk menilai daerah yang mengalami nekrotik. Meskipun
demikian adanya peningkatan ekhogenitas yang heterogen pada pankreas yang
membesar patut dicurigai sebagai suatu proses nekrosis, disamping adanya koleksi
cairan intrapankreatik atau peripankreatik yang merupakan suatu komplikasi dari
severe acute pancreatitis.

Gambar 46 : USG edema pada pancreas.


Pemeriksaan CT Scan

Pemeriksaan CT scan sampai saat ini merupakan gold standard untuk diagnosis
pankreatitis akut. CT scan lebih mampu menunjukkan gambaran nekrosis yang
nantinya bisa bisa menentukan derajat keparahan dari pankreatitis melalui CT
severity index (CTSI). Gambaran pankreatitis akut dengan CT scan akan terlihat
pembesaran pankreas yang difus atau lokal dan didaerah tersebut terjadi penurunan
densitas. Inflamasi lemat peripankreatik menyebabkan densitas jaringan lemak
berbatas kabur, tetapi lemak disektar arteri mesenterika superior tidak terkena.16

Perdarahan, nekrotik ataupun infeksi sekunder bisa terlihat dari adanya


peningkatan densitas yang heterogen disertai koleksi cairan di sekitar pankreas. 12
Pada severe acute pancreatitis, gambaran daerah/zona batas tegas yang tidak enhance
pada pemberian kontras menunjukkan adanya daerah nekrosis. Ketika sampai pada
keadaaan dimana hampir 90% daerah pankreas mengalami nekrosis maka disebut
bahwa pankreas tersebut disebut sebagai complete necrosis atau central cavitary
necrosis.15,16

Gambar 47 : CT scan abdomen menggunakan kontras, terlihat adanya edema


peripankreatik dan retroperitoneal. Adanya gambaran nekrosis pada bagian body dan
leher pankreas.
Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging ( MRI )

Seperti pada pemeriksaan radiologi yang lain, maka MRI pun dapat
membantu diagnosis pankreatitis akut. Tapi pemeriksaan MRI ini jarang
dilakukan, karena pemeriksaan ini lebih mahal dari CT scan dan lebih sukar
diperoleh secara tepat, disamping hasil yang diperoleh hampir sama dengan CT
scan. Pemeriksaan MRI ini hanya dilakukan apabila pasien dalam keadaan
hamil atau alergi terhadap kontras.

Gambar 48: Kiri : Gambaran MRI T1WI fat-supressed potongan axial ,


menunjukkan edema kelenjar pankreas dan inflamasi peripankreas, terlihat juga
perdarahan kecil di dalam pankreas. Kanan : Gambaran MRI T1WI fat-supressed
potongan axial setelah pemberian kontras, tampak kurangnya penyangatan
didaerah korpus, konsisten dengan suatu nekrosis pada pankreas.

Berbeda halnya bila pemeriksaan dikombinasikan dengan MRCP.


Pemeriksaan ini menjadi penting untuk menilai adanya biliary pancreatitis. MRI
memberikan keuntungan dari teknik cross sectional imaging nya, sementara MRCP
memberikan keuntungan dalam kemampuannya menilai duktus bilaris dan duktus
pankreatikus seperti pada ERCP.
2.5.7 Diagnosis Banding Pankreatitis Akut


Kolik batu empedu

Kolesistitis akut

Kolangitis

Gastritis akut

Tukak pepik dengan atau tanpoa perforasi

Infark mesentrial

Aneurisma aorta yang pecah

Pneumoni bagian atas

Obstruksi usus yang akut dengan strangulasi

Kolik ginjal

Periatritis nodusa 9.19,31,34

2.5.8 Penatalaksanaan

Tindakan konservatif :

1. Pemberian analgesic yang kuat seperti petidin beberapa kali sehari,


morfin tidak dianjurkan karena menimbulkan spasme sfingter Oddi.
Selain petidin dapat juga diberikan pentazokin.
2. Pancreas diistirahatkan dengan cara pasien dipuasakan.
3. Diberikan nutrisi parenteral total berupa cairan elektrolit, nutrisi, cairan
protein plasma.
4. Penghisapoan cairan lambung pada kasus berat untuk mengurangi
pelepasan gastrin dari lambung dan mencegah isi lambung memasuki
dudenum untuk mengurangi rangsangan pada pancreas. Pemasangan
pipa nasogastric ini berguna untuk dekompresi ila terdapoat ileus
paralitik, mengendalikan muntah dan mencegah aspirasi. 15,27,31

Tindakan bedah

Indikasi bedah adalah bila dicurigai adanya infeksi dari pancreas yang
nekrotik atau infeksi terbukti dari aspirasi dengan jarum halus atau ditemukan adanya
pengumpulan udara pada pancreas atau peripankreas pada pemeriksaan CT scan.
Pembedahan dapat juga dilakukan bila timbul penyulit seperti pembuntukan
pseudokista atau abses, pembentukan fistel, ileus karena obstruksi pada duodenum
atau kolon dan pada perdarahan massif retroperitoneal atau uintestinal. Tindakan
bedah yang dilakukan adalah laparotomy dan nekrosektomi dengan prosedur invasive
minimal.27,31
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Istilah akut abdomen merupakan tanda dan gejala yang disebabkan penyakit
intra abdominal dan biasanya membutuhkan tindakan segera seperti pembedahan.
Banyak penyakit yang menimbulkan gejala di daerah abdomen, beberapa diantaranya
tidak memerlukan terapi pembedahan, sehingga evaluasi pasien dengan nyeri
abdomen harus dilakuakn dengan cermat.

Berbagai penyebab pada keadaan akut abdomen dapat bersal dari intra dan ekstra
abdomen. Morbiditas dan mortalitas ditentukan oleh kecepatan penanganan yang
sangat tergantung dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
terutama pemeriksaan radiologis. Diperlukan pengetahuan yang luas mencakupi
anatomi, fisiologi, pemeriksaan fisik dasar dan pengalaman klinis multidisiplin.

Pada akut abdomen, apapun penyebabnya, gejala utama yang menonjol adalah
nyeri akut pada daerah abdomen. Kadang- kadang penyebab utama sudah ditemukan
namum diagnosis akut abdomen dapat ditegakkan setelah dilakukan pemeriksaan
fisik serta pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan laboratorium serta
pemeriksaan radiologi yang lengkap dan masa observasi yang ketat.
DAFTAR PUSTAKA

1. R,Sjamsuhidajat, Wim de jong.2010.Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta: EGC


2. Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V.Jakarta : Balai
Penerbit FKUI
3. Pierce A. Grace & Neil R. Borley, 2007. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EMS
4. Millham FH. Acute abdominal pain. In: Feldman M, Friedman LS, Brandt LJ, eds.
Feldman: sleisenger and fordtran's gastrointestinal and liver disease. 9th ed. Philadelphia:
Elvesier; 2010. p. 151-62
5. McQuaid K. Approach to the patient with gastrointestinal disease. In: Goldman L, Schafer
AI, eds. 2012. Goldman: Goldmans cecil medicine. 24th ed. Philadelphia: Elvesier;. p. 828-44.
6. Akut abdomen pada http://www.inaactamedica.org/archives/2012/23314978.pdf di unduh
pada tanggal 24 maret 2015.
7. Akut abdomen pada https://fkunmul04.files.wordpress.com/2008/10/akut-abdomen.pdf di
unduh tanggal 24 maret 2015.
8. Arif Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setiowulan.
2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga. Jakarta : Media Aesculapius. Hal 560-563.
9. Sjamsuhidayat R,Wim de Jong. 2004. Buku ajar ilmu bedah. EGC Jakarta; Ed 2: hal 639-
646.
10. Jaffe Bernard,Berger David. 2006. The Appendix.Schwartzs principles of surgery, 8th
ed.Chapter 29.New York:McGraw-Hill: p 1119-35.
11. Andersson RE et al. 2000.Repeated clinical and laboratory examinations in patients with an
equivocal diagnosis of appendicitis. World J Surg;24:479.
12. Sugiharto, Chuluq, & Ermita, 2011, Karakteristik Klinis, Laboratoris dan Mortalitas pada
Pasien Appendiksitis Akut di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dokter Saeiful Anwar
Malang, Ilmu Kesehatan Masyarakat FKUB.
13. Mantu, F. N, 1994, Catatan Kuliah Bedah Anak,145, Jakarta, EGC.
14. Birnbaum BA, Wilson SR. 2000. Appendicitis at the millennium. Radiology .May; 215:
337e48.
15. Isselbacher, KJ, Braunwald E, Martin JB, Fauci AS, Kasper DL. Harrison: Prinsip
Harrison. Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Editor Bahasa Indonesia: Prof. Dr. H. Ahmad
H. Asdie. Edisi 13. EGC. Jakarta. 2009.
16. Huffman JL, Schenker S. Acute acalculous cholecystitis - a review. Clin Gastroenterol
Hepatol. Sep 9 2009.
17. Donovan JM. Physical and metabolic factors in gallstone pathogenesis. Gastroenterol Clin
North Am. Mar 2009;28(1):75-97.
18. Cullen JJ, Maes EB, Aggrawal S, et al. Effect of endotoxin on opossum gallbladder
motility: a model of acalculous cholecystitis. Ann Surg. Aug 2009;232(2):202-7.
19. Sudoyo W. Aru, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi IV. EGC.
Jakarta. 2009.
20. Towfigh S, McFadden DW, Cortina GR, et al. Porcelain gallbladder is not associated with
gallbladder carcinoma. Am Surg. Jan 2010;67(1):7-10.
21. Roe J. Evidence-based emergency medicine. Clinical assessment of acute cholecystitis in
adults. Ann Emerg Med. Jul 2009;48(1):101-3.
22. Kim YK, Kwak HS, Kim CS, Han YM, Jeong TO, Kim IH, et al. CT findings of mild forms
or early manifestations of acute cholecystitis. Clin Imaging. Jul-Aug 2009;33(4):274-80.
23. Mutignani M, Iacopini F, Perri V, et al. Endoscopic gallbladder drainage for acute
cholecystitis: technical and clinical results. Endoscopy. Jun 2009;41(6):539-46.
24. Siddiqui T, MacDonald A, Chong PS, et al. Early versus delayed laparoscopic
cholecystectomy for acute cholecystitis: a meta-analysis of randomized clinical trials. Am J
Surg. Jan 2008;195(1):40-7.
25. Djumhana, Ali. Buku Ajaran Penyakit Dalam, jilid II. Edisi III. Depaertemen Ilmu Penyakit
Dalam FK UKI. Jakarta 2001
26. Fred. Amttler Jr. Essential of Radology: gastrointestinal system. 2nd. Edition. Departermen
of Radiology, New Mexic Federal Regional center. 2005.
27. Meschan, M.D Isodare, synopsis of Analystis of roetgan sign in general radiology,
international Eddition: sign in general radiologi: International Eddition
28. Schoetteal, M. Schein. Diaphragmatic Emergency. In : Scheins Common Sense Emergency
Abdominal Surgery. 2nd Edition, New York, 2005.
29. M. Kliegman, Robert. Nelson Text Book of Pediatric-18th Ed. USA : Saunders El sevier.
2007. p 1569-1570
30. Rasad, Syahriar. Radiologi Diagnostik edisi kedua. Jakarta : Balai penerbit FKUI.2008. p
245-253, p 256-258, p 415-416
31. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta : EGC. 2009.
32. Isselbacher, KJ, Braunwald E, Martin JB, Fauci AS, Kasper DL. Harrison: Prinsip
Harrison. Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Editor Bahasa Indonesia: Prof. Dr. H. Ahmad
H. Asdie. Edisi 13. EGC. Jakarta. 2009.
33. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Dasar Dasar Penyakit. EGC. Jakarta.
2006.
34. Gaillard F, Goel A. Peptic Ulcer Disease. http://radiopaedia.org/articles/peptic-ulcer-disease
diunduh pada tanggal 24 Maret 2015.
35. Munoz A, Katerndahl, DA. 2000. Diagnosis and Management of Acute Pancreatitis. AAFP.
pp: 164 -174 http://www.aafp.org/afp/2000/0701/p164.html
36. http://emedicine.medscape.com/article/368602-overview diunduh pada tanggal 24 maret
2015
37. http://www.appliedradiology.com/articles/ct-imaging-of-endoscopy-confirmed-gastric-
pathology diunduh pada tanggal 24 maret 2015
38. Patel, Pradip R. 2006. Lecture Notes Radiologi Ed 2. Jakarta: Erlangga
39. Sutton D. 2003. Textbook of Radiology and Medical Imaging, Vol 1 7th ed. New York:
Churchill Livingstone.
40. http://radiopaedia.org/articles/acute-pancreatitis diunduh pada tanggal 25 maret 2015.
41. http://emedicine.medscape.com/article/181364-overview diunduh pada tanggal 25 maret
2015.
42. http://emedicine.medscape.com/article/371613-overview diunduh pada tanggal 25 maret
2015.

Anda mungkin juga menyukai