Anda di halaman 1dari 17

TUGAS MATA KULIAH

KONSELING LINTAS BUDAYA


ASPEK SOSIAL EKONOMI

DISUSUN OLEH

1. DIYAN TRI WIJAYA (11145000)


2. DEDI IRAWAN (11145000)
3. SRI MARIFAH (1114500059)
4. TOPAN EGI PRATAMA (11145000)
5. ZARQAWY SALAHUDDIN (11145000)

SEMESTER/KELAS : 6/B

YAYASAN PENDIDIKAN PANCASAKTI TEGAL


UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
Jalan Halmahera KM. 1 (0283) 357122
2017

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah
Konseling Lintas Budaya.
Dalam proses pembuatan makalah ini penulis banyak mendapat bimbingan
dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah memberikan dorongan, semangat, dan bantuan-
bantuan apapun yang telah membantu selesianya makalah ini, sehingga
memungkinkan makalah ini selesai dengan baik. Secara khusus penulis
sampaikan ucapan terima kasih kepada Suhud, S.Pd. Selaku dosen pembimbing
mata kuliah Konseling Lintas Budaya.
Penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca, agar nantinya
makalah ini dapat tampil sempurna. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
Tiada gading yang tak retak, begitupula dengan makalah ini. Semoga amal
dan kebaikan yang telah membantu penyelesaian makalah ini diterima Allah
SWT.Amin.

Tegal, Mei 2017

Penulis

DAFTAR ISI
Kata Penganta.............................................................................................................
Daftar Isi.....................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang........................................................................................
B. Rumusan Masalah...................................................................................
C. Tujuan......................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A. Makna dari Budaya...................................................................................
B. Konseling Lintas Budaya..........................................................................
C. Aspek Sosial Indonesia..............................................................................
D. Budaya Kelas Sosial Dalam Ekonomi......................................................
E. Aspek Ekonomi Indonesia.........................................................................
F. Hubungan Antara Ekonomi Dengan Kehidupan Sosial Budaya.............
G. Apa saja Permasalahan dalam Bidang Ekonomi.......................................

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.............................................................................................
B. Saran........................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa Makna dari Budaya itu?
b. Apa Konseling Lintas Budaya?
c. Bagaimana Aspek Sosial Indonesia?
d. Apa saja Budaya Kelas Sosial Dalam Ekonomi?
e. Bagaimana Aspek Ekonomi Indonesia?
f. Bagaimana Hubungan Antara Ekonomi Dengan Kehidupan Sosial Budaya?
g. Apa saja Permasalahan dalam Bidang Ekonomi?

1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui Makna dari Budaya itu.
b. Untuk mengetahui Konseling Lintas Budaya.
c. Untuk mengetahui Aspek Sosial Indonesia.
d. Untuk mengetahui Budaya Kelas Sosial Dalam Ekonomi.
e. Untuk mengetahui Aspek Ekonomi Indonesia.
f. Untuk mengetahui Hubungan Antara Ekonomi Dengan Kehidupan Sosial
Budaya.
g. Untuk mengetahui Permasalahan dalam Bidang Ekonomi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Makna Budaya
Kebudayaan berasal dari bahasa sanskerta, yaitu buddyhayah yang
merupakan bentuk jamak dari buddi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal
yang berkaitan dengan budi-akal. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan
disebut culture, yang berasal dari kata latin colere, yaitu megelol atau
mengerjakan. Dalam bahasa Belanda, cultuur berarti sama denga culture.
Culture atau cultuur bisa diartikan sebagai mengelola tanah atau berani.
Denggan demikian kata budaya ada hubungannya dengan kemampuan manusia
dalam mengelola sumber-sumber kehidupan, dalam hal ini pertania.
Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai kultur dalam bahasa Indonesia.
Tokoh pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara (1977) memberikan
definisi budaya sebagai berikut: budaya berarti buah budi manusia, adalah hasil
perjuangan manusia terhadap dua pengaruh yang kuat, yakni alam dan jaman
(kodrat dan masyarakat), dalam mana terbukti kejayaan hidup manusia untuk
mengatasi berbagai-bagai rintangan dan kesukaran didalam hidup
penghidupannya, guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan, yang pada
akkhirnya bersifat tertip dan damai.
Menurut koetjaraningrat (1997:94) menjelaskan budaya dapat dimaknai
sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia yang
diperoleh dari hasil belajar dlaam kehidupan masyarakat, yang dijadikan milik
manusia itu sendiri.
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kebudayaan
sebagai sistem pengetahuan yang meliputi sistem idea tau gagasan yang terdapat
dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu
bersifat abstrak.
B. Pengertian Konseling Lintas Budaya
Di pandang dari perspektif lintas budaya, situasi konseling adalah sebuah
perjumpaan kultural (cultural encounter) antara konselor dengan klien atau a
cultural solution to personal problem solving. Dalam proses konseling terjadi
proses belajar, tranferensi dan kounter-transferensi, dan saling menilai. Pada
keduanya, juga terjadi saling menarik inferensi. Dari segi konselor, ketepatan
inferensi yang kemudian mendasari tindakannya dalam konseling tergantung pada
kemampuan pemahaman secara utuh terhadap klien. Dari segi klien, ketepatan
inferensi merujuk pada pola-pola perilaku yang dimiliki sebelumnya. Masalah
akan timbul manakala ada inkongruensi antara persepsi dan nilai-nilai yang
menjadi referensi kedua belah pihak, dan sumber terjadinya distorsi yang sangat
besar adalah ketidakpekaan konselor terhadap latar belakang budaya klien.
Kajian ini akan menjembantani permasalahan tersebut dengan
memperhatikan aspek budaya dalam praktik konseling, yang pada gilirannya akan
melahirkan teknik-teknik dan pendekatan konseling yang berwawasan lintas
budaya (cross cultural counseling).
Dalam mendefinisikan konseling lintas budaya, kita tidak akan dapat lepas
dari istilah konseling dan budaya. Dalam pengertian konseling terdapat empat
elemen pokok yaitu:
1. Adanya hubungan,
2. Adanya dua individu atau lebih,
3. Adanya proses,
4. Membantu individu dalam memecahkan masalah dan membuat keputusan.
Sedangkan dalam pengertian budaya, ada tiga elemen yaitu:
1. Merupakan produk budidaya manusia,
2. Menentukan ciri seseorang,
3. Manusia tidak akan bisa dipisahkan dari budayanya.
Sehingga konseling lintas budaya (cross-culture counseling) mempunyai
arti suatu hubungan konseling yang terdiri dari dua peserta atau lebih, berbeda
dalam latar belakang budaya, nilai-nilai dan gaya hidup (Sue et al dalam Suzette
et all 1991; Atkinson, dalam Herr, 1939). Dari pengertian diatas maka konseling
lintas budaya terjadi antara konselor dan klien mempunyai perbedaan dan
perbedaan itu bisa mengenai nilai-nilai, keyakinan, perilaku dan sebagainya.
Sehingga dalam konseling lintas budaya ini konselor mesti :
1. Memahami nilai-nilai pribadi serta asumsinya tentang perilaku manusia dan
mengenali bahwa tiap manusia berbeda
2. Sadar bahwa tidak ada yang netral secara politik dan moral
3. Dapat berbagi pandangan tentang dunia klien dan tidak tertutup
Berdasarkan pengertian tentang konseling lintas budaya di atas, aspek-
aspek yang harus ada dan diperhatikan dalam konseling lintas budaya adalah
sebagai berikut:
1. Latar belakang budaya yang dimiliki oleh konselor
2. Latar belakang budaya yang dimiliki oleh klien
3. Asumsi-asumsi terhadap masalah yang dihadapi selama konseling
4. Nilai-nilai yang mempengaruhi hubungan dalam konseling

C. Aspek Sosial Indonesia


Sosial adalah pergaulan hidup manusia dalam bermasyarakat yang
mengandung nilai-nilai kebersamaan, senasib, sepenanggungan, dan solidaritas
yang merupakan unsur pemersatu. Adapun aspek-aspek dan faktor-faktor yang
mempengaruhi aspek sosial di Indonesia yaitu :
a) Aspek-Aspek Sosial
Aspek-aspek sosial dapat dibahas dalam dua dimensi. Pertama, aspek yang
dikaitkan dengan lapisan-lapisan kebudayaan yang terdiri dari aspek material,
aspek norma-norma (norms) dan aspek nilai-nilai (values).
1. Aspek Kebudayaan Material (Artifacts)
Aspek-aspek yang sifatnya material dan dapat diraba atau dilihat secara
nyata, seperti pakaian, alat-alat kerja, dan sebagainya. Karena sifatnya
material, maka aspek kebudayaan ini relatif cepat berubah.
2. Aspek Norma (Norms)
Menyangkut kaidah-kaidah atau norma-norma sosial yang mengatur
interaksi antara semua warga masyarakat. Aspek ini relatif lebih lambat
berubah dibandingkan dengan aspek kebudayaan material.
3. Aspek Nilai-Nilai Budaya (Values)
Yang berkaitan dengan nilai-nilai luhur yang menjadi pandangan atau
falsafah hidup masyarakat. Nilai-nilai inilah yang mendasari norma-norma
sosial yang menjadi kaidah interaksi antar warga masyarakat. Aspek nilai
inilah paling lambat berubah dibandingkan dengan kedua aspek kebudayaan
yang disebut terdahulu.
Kedua, aspek yang dikaitkan dengan bidang-bidang kehidupan sosial
masyarakat, yang dalam kegiatan belajar ini dikemukakan bidang kehidupan
ekonomi, bidang kehidupan keluarga, dan lembaga-lembaga masyarakat
1. Perubahan Sosial dalam Bidang Ekonomi
Pada dasarnya menyangkut perubahan-perubahan yang terjadi pada
kehidupan masyarakat dalam upaya mereka untuk memenuhi berbagai
macam kebutuhan hidupnya, baik perubahan dalam nilai-nilai ekonomi,
sikap, hubungan ekonomi dengan warga lainnya, maupun dalam cara atau
alat-alat yang dipergunakan. Salah satu kunci dalam perubahan bidang
ekonomi ini adalah proses diferensiasi dan spesialisasi.
2. Aspek Kehidupan Keluarga
Yang menjadi fokus perhatian adalah perubahan fungsi dan peranan
keluarga dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat secara keseluruhan.
Perubahan dalam struktur dan jumlah anggota keluarga mendorong
terjadinya perubahan fungsi dan peranan keluarga. Salah satu aspek
kehidupan keluarga yang paling jelas perubahannya adalah peranan kaum
ibu.
3. Aspek Lembaga-Lembaga Masyarakat
Perubahan sosial pada dasarnya berkembang, dari suasana kehidupan
masyarakat tradisional dengan lembaga-lembaga masyarakat yang jumlah dan
sifatnya masih sedikit dan terbatas, serta umumnya berdasarkan
kegotongroyongan dan kekeluargaan. Berkembang menuju masyarakat modern
dengan lembaga-lembaga masyarakat yang lebih bervariasi yang pada
umumnya dibentuk atas dasar kepentingan warganya, baik dalam bidang
ekonomi, kebudayaan, pendidikan, serta dalam bidang hukum, politik dan
pemerintahan.

D. Budaya Kelas Sosial Dalam Ekonomi


Penelitian budaya dalam kelas social seperti yang diajukan di maggio (1994)
dapat dilakukan dalam tiga bidang penelitian
a. Penelitian tentang kelas bawah
Penelitian ini dapat dilakukan pada masalah bagaimana peranan sosialisasi dan
ikatan budaya dalam mempertahankan solidaritas, mengizinkan tindakan
ekonomi atau politik tertentu.
b. Penelitian tentang propesional dan manejer
Penelitian ini berkisar pada bagaimana budaya yang dimiliki oleh anggota-
anggota kelas ini memberikan kemampuan kepada mereka untuk melakukan
mobilitas (pekerjaan dan sosial).
c. Penelitian tentang kelas pekerja
Penelitian ini berkisar pada bagaimana bahasa, rasa, definisi tentang
kehormatan, norma hokum, dan item budaya lainnya mempengaruhi perilaku
seperti motivasi kerja.
Misalnya Budaya Nyumbang di Jawa,bagi masyarakat Jawa tentu tidak asing
dengan budaya nyumbang. Budaya ini sudah begitu akrab di telinga
kita. Nyumbang biasanya dilakukan dengan membantu kerabat, tetangga,
teman, saudara yang sedang punya hajat, entah itu hajat melahirkan, mantu
(mantenan), sunatan, maupun kematian. Bentuk sumbangan bisa berwujud
uang, barang, tenaga maupun pikiran.
Semula nyumbang sebagai sesuatu yang bernilai agung, wujud solidaritas
sosial masyarakat guna mengurangi beban warga yang sedang hajatan. Ketika ada
tetangga, rekan atau kerabat yang sedang punya hajat, masyarakat sekitar secara
suka rela membantunya, sehingga warga yang hajatan tidak terlalu terbebani.
Masyarakat Jawa warna budayanya sangat kental. Hampir setiap tahapan
kehidupan bisa dipastikan ada ritual-ritual yang mesti dijalankan, sejak lahir,
sunatan, hamil, melahirkan, ritual kematian hingga pasca kematian. Jika perayaan
ritual ini semua ditanggung sendirian, akan memakan biaya yang tidak sedikit.
Seiring perjalanan waktu, tradisi nyumbang ikut mengalami pergeseran
nilai. Tradisi yang semula bernilai solidaritas sosial tinggi ini pada akhirnya
mengalami proses kapitalisasi. Nyumbang yang awalnya kental dengan
nuansa solidaritas organis, solidaritas berdasarkan ketulusan, telah berubah
menuju solidaritas mekanis, solidaritas berdasarkan untung rugi. Penyelenggaraan
hajatan tidak lagi semata-mata wujud akan ketaatan kepada tradisi, namun
kepentingan-kepentingan ekonomi ikut bermain. Tradisi nyumbang sudah
bergeser dari orientasi sakral menuju kepentingan uang.
Dari dua contoh kasus diatas, dapat kita bayangkan betapa besarnya biaya
yang dibutuhkan untuk acara-acara semacam itu, belum lagi mereka harus
memotong hewan kurban. Satu ekor sapi saja bisa dikatakan tidak cukup dalam
prosesi adat itu, minimal dua ekor sapi untuk dipergunakan dalam acara tersebut
yang akan disuguhkan kepada semu undangan yang hadir. Menariknya lagi, ketika
akan dilaksanankan acara hajatan semacam itu, tidak mengenal apakah orang
tersebut kaya atau miskin, kondisi acaranya berbeda, suguhannya pun juga tidak
jauh berbeda. Orang kaya memotong kerbau, orang miskin pun memotong kerbau.
Inilah kondisi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat dan terjadi secara turun-
temurun. Bahkan untuk melaksanakan prosesi tersebut masyarakat rela untuk
meminjam uang, menggadaikan apa yang dimiliki, serta menjual harta keluarga.
Sehingga biaya ritual tinggi menjadi sebuah kebiasaan turun temurun, yang
berdampak pada tingkat ekonomi masyarakat khususnya masyarakat pedesaan.
Ritual sebagai perwujudan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam konteks adat, budaya rasa syukur tidak cukup hanya dengan lisan, namun
perlu diwujudkan dalam bentuk upacara ritual dan kalimat syukur itu diucapkan
berbarengan dengan acara ritual.
Tidak sebanding dengan nilai kepuasan bathin yang sulit diukur, nilai
negative yang ditimbulkan oleh acara adalah sebagai sebuah pemborosan, yang
menyebabkan kemiskinan yang berdampak pada :
- Timbulnya hutang
- Hidup dalam pas-pasan tanpa memperhatikan gizi makanan karena sebagian
penghasilan disimpan untuk persiapan hajatan
- Menggadaikan hak miliknya untuk kepentingan ritual
- Budaya gengsi

E. Aspek Ekonomi Indonesia


Dalam halnya berkaitan dengan ketahanan perekonomian bangsa, maka
dapat dijabarkan pengertian tentang aspek ekonomi sebagai berikut :
1. Aspek kehidupan nasional yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan bagi
masyarakat meliputi: produksi, distribusi, dan konsumsi barang-barang jasa
2. Usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat secara individu
maupun kelompok, serta cara-cara yang dilakukan dalam kehidupan
bermasyarakat untuk memenuhi kebutuhan.
Sistem perekonomian yang diterapkan oleh suatu negara akan memberi
corak terhadap kehidupan perekonomian negara yang bersangkutan. Sistem
perekonomian liberal dengan orientasi pasar secara murni akan sangat peka
terhadap pengaruh-pengaruh dari luar, sebaliknya sistem perekonomian sosialis
dengan sifat perencanaan dan pengendalian oleh pemerintah kurang peka terhadap
pengaruh-pengaruh dari luar. Perekonomian Indonesia tercantum dalam UUD
1945 Pasal 33.
Sistem perekonomian sebagai usaha bersama berarti setiap warga negara
mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam menjalankan roda
perekonomian dengan tujuan untuk mensejahterakan bangsa. Dalam
perekonomian Indonesia tidak dikenal monopoli dan monopsoni baik oleh
pemerintah atau swasta. Secara makro sistem perekonomian Indonesia dapat
disebut sebagai sistem perekonomian kerakyatan.
Wujud ketahanan ekonomi tercermin dalam kondisi kehidupan
perekonomian bangsa yang mengandung kemampuan memelihara
stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis serta kemampuan menciptakan
kemandirian ekonomi nasional dengan daya saing tinggi dan mewujudkan
kemampuan rakyat.
Untuk mencapai tingkat ketahanan ekonomi perlu pertahanan
terhadapberbagai hal yang menunjang, antara lain :
1. Sistem ekonomi Indonesia harus mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan
yang adil dan merata.
2. Ekonomi kerakyatan menghindari :
a. Sistem Free Fight Liberalism adalah menguntungkan pelaku ekonomi yang
kuat.
b. Sistem Etastisme adalah mematikan potensi unit-unit ekonomi diluar sektor
negara.
c. Monopoli adalah merugikan masyarakat dan bertentangan cita-cita keadilan
sosial.
3. Struktur ekonomi dimantapkan secara seimbang antara sektor pertanian,
perindustrian, dan jasa.
4. Pembangunan ekonomi dilaksanakan sebagai usaha bersama dibawah
pengawasan anggota masyarakat memotivasi dan mendorong peran serta
masyarakat secara aktif.
5. Pemerataan pembangunan.
6. Kemampuan bersaing.

F. Hubungan Antara Ekonomi Dengan Kehidupan Sosial Budaya


Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa faktor ekonomi memang memegang
peranan penting dalam kehidupan manusia.Ekonomi memang mencakup banyak
bidang dalam hidup ini contohnya dalam bidang sosial budaya yang akan Saya
jelaskan hubungannya.
Faktor Ekonomi dalam kehidupan bermasyarakat memegang peranan
penting dalam menentukan tingkatan status sosial seseorang atau sekelompok
orang di dalam lingkungannya.Sebenarnya di dalam kehidupan bermasyarakat ada
beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat status sosial seseorang,yaitu faktor
ekonomi, faktor pendidikan, faktor keturunan dan pekerjaan seseorang. Tetapi
dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia umumnya faktor ekonomi adalah hal
dapat dikatakan sebagai tolok ukur status sosial seseorang.
Seseorang dengan tingkat kekayaan yang tergolong tinggi akan berbeda
pola hidup dan kebiasaannya dibandingkan dengan orang yang tingkat
ekonominya dibawah standar pada masyarakat tersebut.Jika seseorang yang
ekonominya menunjang,umumnya dia tidak akan pergi makan di restoran
restoran murah pinggir jalan atau berekreasi di tempat-tempat lokal, sedangkan
untuk orang-orang yang tingkat ekonominya rendah mereka lebih sering makan di
warung-warung nasi atau paling tidak mereka membeli bahan makanan dan
memasaknya sendiri. Perbedaan yang terlihat jelas juga tampak dalam bagaimana
mereka berpenam[ilan dan bertutur kata. Orang-orang dengan tingkat status tinggi
akan berpenampilan lebih elegan dan berbicara dengan sopan dan halus,
sedangkan untuk masyarakat dengan status sosial rendah umumnya
berpenampilan tidak menarik dan kurang memperhatikan penampilannya, dalam
berbicara pun mereka sering menggunakan kata-kata yang kasar dan kurang sopan
di dengar. Dan dengan adanya perbedaan kebiasaan dan pola hidup tersebut
munculah yang disebut stratifikasi social atau bisa disebut juga kasta.
Stratifikasi sosial tentunya memiliki memiliki beberapa dampak yang
terjadi dalam kehidupan sosial, selain dampak negatif ada pula dampak
positifnya.B erikut dampak positif dan negatif dari stratifikasi sosial:
1. Dampak positif Stratifikasi Sosial
Orang-orang akan berusaha untuk berprestasi atau berusaha untuk maju
karena adanya kesempatan untuk pindah strata. Kesempatan ini mendorong orang
untuk mau bersaing, dan bekerja keras agar dapat naik ke strata atas. Contoh:
Seorang anak miskin berusaha belajar dengan giat agar mendapatkan kekayaan
dimasa depan. Mobilitas sosial akan lebih mempercepat tingkat perubahan sosial
masyarakat ke arah yang lebih baik.
Pada umumnya perkembangan sarana transportasi di Indonesia berjalan
sedikit lebih lambat dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Malaysia dan
Singapura. Hal ini disebabkan oleh perbedaan regulasi pemerintah masing-masing
negara dalam menangani kinerja sistem transportasi yang ada. Pembangunan
berbagai sarana dan prasarana transportasi seperti halnya dermaga, pelabuhan,
bandara, dan jalan rel dapat menimbulkan efek ekonomi berganda yang cukup
besar, baik dalam hal penyediaan lapangan kerja, maupun dalam memutar
konsumsi dan investasi dalam perekonomian lokal dan regional.
Kurang tanggapnya pemerintah dalam menanggapi prospek perkembangan
ekonomi yang dapat diraih dari tansportasi merupakan hal yang seharusnya
dihindari. Mereka yang mempunyai kendaraan lebih bagus atau mewah dari pada
yang lain maka akan berkedudukan diatas yang lainnya yang tidak mempunyai
kendaraan yang lebih mewah. Mewah tidaknya kendraan dan banyaknya kendaraa
pribadi yang dimiliki menempatkan pemiliknya pada status social yang lebih
tinggi.
2. Dampak negativ Stratifikasi Sosial
Umumnya ada tiga dampak negative dalam stratifikasi sosial yaitu :
1. Konflik antar kelas
Dalam masyarakat, terdapat lapisan-lapisan sosial karena ukuran-ukuran
seperti kekayaan, kekuasaan, dan pendidikan. Kelompok dalam lapisan-
lapisan tadi disebut kelas-kelas sosial. Apabila terjadi perbedaan
kepentingan antara kelas-kelas sosial yang ada di masyarakat dalam
mobilitas sosial maka akan muncul konflik antarkelas.Contoh: demonstrasi
buruh yang menuntuk kenaikan upah, menggambarkan konflik antara kelas
buruh dengan pengusaha.
2. Konflik antar kelompok social
Di dalam masyatakat terdapat pula kelompok sosial yang beraneka ragam.
Di antaranya kelompok sosial berdasarkan ideologo, profesi, agama,
suku,dan ras. Bila salah satu kelompok berusaha untuk menguasai kelompok
lain atau terjadi pemaksaan, maka timbul konflik. Contoh: tawuran pelajar.
3. Konflik antargenerasi
Konflik antar generasi terjadi antara generasi tua yang mempertahankan
nilai-nilai lama dan generasi mudah yang ingin mengadakan
perubahan.Contoh: Pergaulan bebas yang saat ini banyak dilakukan kaum
muda di Indonesia sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut
generasi tua.
Jadi kesimpulannya faktor ekonomi dalam kehidupan bersosial budaya
memberi dampak yang besar bagi masyarakat mulai dari setiap lapisan
masyarakat. Faktor ekonomi juga merubah sistem kehidupan bermasyarakat dan
pola hidup dan pergaulan mereka serta memberi dampak negatif dan juga dampak
positif.Selama ekonomi dan beberapa faktor lain yang mempengaruhi stratifikasi
sosial masih ada maka perbedaan dalam masyarakat dalam berperilaku, pola
kebiasaan dan jaringan pertemanan akan selalu ada.

G. Permasalahan Dalam Bidang Ekonomi


a. Masalah Kemiskinan
Pada akhir tahun 2000, jumlah penduduk miskin turun sedikit menjadi
sebesar 37,3 juta jiwa atau sekitar 19% dari jumlah seluruh penduduk
Indonesia.
Dari segi distribusi pendapatan nasional, penduduk Indonesia berada dalam
kemiskinan. Sebagian besar kekayaan banyak dimiliki kelompok
berpenghasilan besar atau kelompok kaya Indonesia.]
Solusi: penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan melalui berbagai cara,
misalnya program IDT (Inpres Desa Tertinggal), KUK (Kredit Usaha Kecil),
KMKP (Kredit Modal Kerja Permanen) PKT (Program Kawasan Terpadu),
GN-OTA dan program wajib belajar
b. Masalah Pengangguran
Masalah pengangguran timbul karena terjadinya kesimpangan antara
jumlah angkatan kerja dan kesempatan kerja yang tersedia.
Solusi: Untuk mengatasi masalah ini pemerintah melakukan pelatihan bagi
tenaga kerja sehingga tenaga kerja memeiliki keahlian sesuai dengan lapangan
kerja yang tersedia, pembukaan investasi baru, terutama yang bersifat padat
karya, pemberian informasi yang cepat mengenai lapangan kerja.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Saran

DAFTAR PUSTAKA
http://wahidsuharmawan.blogspot.co.id/2015/03/konseling-lintas-
budaya_1.html
http://adjisutama.blogspot.co.id/2011/11/aspek-ekonomi-sosial-dan-
budaya-di.html
http://giovandolite.blogspot.co.id/2013/03/hubungan-antara-ekonomi-
dengan.html
http://electrarobhy4.blogspot.co.id/2014/04/pengaruh-budaya-dalam-
ekonomi.html
http://adjisutama.blogspot.co.id/2011/11/aspek-ekonomi-sosial-dan-
budaya-di.html

Anda mungkin juga menyukai