Oleh:
PO.62.24.2.14.
C. Pertanyaan Masalah
Yang harus dilakukan adalah membuat analisa dengan 5W 1H yang akan muncul pada
pertanyaan masalah tersebut, yaitu:
1. What - Apa yang menjadi inti permasalahan kasus tersebut?
2. Who - Siapa saja yang telibat dalam masalah tersebut?
3. Why - Mengapa masalah tersebut dapat muncul?
4. When - Sejak kapan masalah tersebut muncul?
5. Where - Dimana biasanya masalah tersebut muncul?
6. How - Bagaimana cara untuk mengatasi masalah tersebut?
2
D. Analisa Masalah
1. What - Apa yang menjadi inti permasalahan kasus tersebut?
Yang menjadi inti masalah dalam penelitian ini adalah keadaan ibu Ita berusia 42
yang cemas karena hamil ketiga padahal sudah memakai KB IUD, dua kehamilan
sebelumnya selalu mengalami hipertensi dan berbagai keluhan lainnya. Pada keadaan
ini Ibu Ita disebut Ibu hamil risiko tinggi/komplikasi dengan keadaan penyimpangan
dari normal yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian bagi ibu
maupun bayinya dan kehamilan terebut termasuk dalam kehamilan yang tidak
diinginkan (KTD), ada beberapa alasan untuk tidak menginginkan kehamilan antara
lain karena perkosaan, kurang pengetahuan yang memadai tentang kontrasepsi, terlalu
banyak anak, alasan kesehatan, janin cacat, usia muda atau belum siap menikah,
pasangan tidak bertanggungjawab atau hubungan dengan pasangan belum mantap,
kendala ekonomi, dan lainnya (WHO, 2000).
4
berdasarkan bentuk kegagalan terbanyak antara lain metode suntik, pil, kondom,
implant dan MOP.
E. Pembahasan
1. Kondisi Ibu Ita:
Faktor-faktor penyebab terjadinya faktor resiko pada ibu hamil menurut Rochjati,
P (2003) meliputi: umur ibu yang tergolong risiko tinggi 20 tahun dan 35 tahun,
paritas yang termasuk risiko tinggi adalah ibu yang pernah hamil atau melahirkan
anak 2 kali atau lebih , jarak anak yang tergolong risiko tinggi 2 tahun dan , tinggi
badan yang termasuk risiko tinggi 145 cm atau kurang , yang tergolong risiko tinggi
berdasarkan riwayat obstetrik jelek meliputi persalinan yang lalu dengan tindakan,
bekas operasi caesarea, penyakit ibu, pre-eklamsi ringan, hamil kembar, hidramnion/
hamil kembar air, janin mati dalam kandungan, hamil lebih bulan, kelainan letak,
perdarahan antepartum, dan pre-eklamsi berat / eklamsi.
Dampak yang dapat terjadi pada ibu hamil risiko tinggi yaitu keguguran,
persalinan prematur, mudah terjadi infeksi, anemia pada kehamilan, gestosis, serta
kematian ibu yang tinggi.
Risiko komplikasi pada wanita yang hamil di atas usia 35 memang lebih tinggi
dibandingkan yang hamil di usia lebih muda. Namun banyak cara yang dapat
dilakukan untuk memastikan seorang ibu melahirkan bayi yang sehat.
Ibu Ita dapat meneruskan kehamilannya dengan mengenali risiko-risiko yang
lebih mungkin terjadi pada kehamilan setelah usia 35 tahun dapat membuat ibu hamil
lebih waspada dan dapat bekerja sama dengan dokter dalam menangani situasi
tersebut. Risiko-risiko yang dimaksud, antara lain:
a. Menurunnya tingkat kesuburan
Setelah usia 35 tahun, kesuburan wanita cenderung menurun sehingga relatif
lebih lama menanti datangnya buah hati. Hal ini dilatarbelakangi kondisi-kondisi
berikut:
1) Penurunan jumlah dan kualitas sel telur yang diproduksi.
2) Perubahan hormon yang berakibat pada perubahan ovulasi.
5
3) Lebih tingginya kemungkinan ada kondisi medis tertentu seperti endometriosis
yang dapat memengaruhi peluang kehamilan.
b. Bayi yang tidak normal
Pembelahan sel telur yang abnormal, disebut nondisjunction, menyebabkan
kemungkinan memiliki anak dengan cacat lahir atau kondisi akibat kelainan
kromosom seperti Syndrom Down, akan meningkat seiring pertambahan usia
wanita. Kondisi tersebut diperkirakan akan terjadi pada 1 dari 30 ibu hamil berusia
45 tahun ke atas, dalam hal ini Ibu Ita masih minim untuk terkena risiko bayi
dengan Syndrom Down.
c. Risiko keguguran
Risiko keguguran pada usia kehamilan sebelum 4 bulan atau bayi meninggal di
dalam kandungan meningkat sekitar 10 persen pada wanita berusia 40
dibandingkan dengan mereka yang hamil pada usia 20-an. Keguguran umumnya
disebabkan oleh masalah pada kromosom atau genetika janin.
d. Bayi lahir prematur atau berat badan kurang dari normal
Wanita yang melahirkan setelah usia 35 tahun lebih berisiko melahirkan bayi yang
lahir lebih dini atau lahir dengan berat badan kurang dari yang direkomendasikan.
Selain itu, lebih berisiko juga melahirkan bayi dengan komplikasi masalah
kesehatan.
e. Gangguan kesehatan pada sang ibu
Gangguan kesehatan seperti tekanan darah tinggi dan diabetes dapat muncul di saat
sedang hamil. Kondisi-kondisi ini lebih umum terjadi pada ibu hamil di usia 30
hingga 40-an. Selain itu, wanita hamil pada usia ini juga cenderung lebih berisiko
mengalami komplikasi seperti plasenta previa dan praeklamsia.
f. Operasi Caesar
Risiko komplikasi pada wanita yang hamil pada usia 35 ke atas, seperti plasenta
previa, membuat mereka lebih sering menjalani proses persalinan dengan cara
caesar.
3. Untuk Pemerintah:
Melihat dari kondisi Ibu Ita merupakan salah satu gambaran bahwa kiranya
pemerintah perlu melakukan perbaikan-perbaikan demi peningkatan mutu dan kualitas
pelayan KB kepada masyarakat. Menurut Zeithmahl, dkk, suatu layanan kepada
konsumen dikatakan berkualitas bila memenuhi lima indikator, meliputi: Bukti
Langsung (Tangibles), Keandalan (Reliability,) Daya Tanggap (Responsiveness),
Jaminan (Assurance), dan Empati (Empaty).
Indikator Bukti Langsung diukur dengan menggunakan beberapa variabel seperti
tingkat kebersihan tempat pelayanan, cara berpenampilan pemberi layanan,
ketersediaan alat kontrasepsi di tempat layanan, ketersediaan informasi mengenai
pilihan alat kontrasepsi yang tersedia, ketersediaan informasi mengenai kontraindikasi
alat kontrasepsi, ketersediaan informasi mengenai efek samping pemakaian alat
kontrasepsi, dan ketersediaan informasi mengenai pelayanan lanjutan yang diperlukan
untuk diperoleh hasil secara umum bahwa masyarakat memberikan penilaian/ persepsi
baik pada tingkat kebersihan, cara berpenampilan dan ketersediaan alat kontrasepsi di
tempat pelayanan.
Informasi mengenai alat kontrasepsi yang dipilih juga berkaitan dengan informasi
mengenai kontraindikasi dari masing-masing penggunaan alat kontrasepsi. Sebab
sudah menjadi hak para pengguna alat kontrasepsi untuk mengetahui secara terbuka
kontraindikasi yang ditimbulkan sebagai akibat penggunaan alat kontrasepsi. Namun
demikian masih ada masyarakat yang memberikan persepsi kurang tersedianya
informasi tersebut. Yang tidak kalah pentingnya adalah informasi mengenai efek
samping dari penggunaan alat kontrasepsi. Pemberi layanan harus secara terbuka
menjelaskan efek samping dari masing-masing penggunaan alat kontrasepsi, sehingga
masyarakat bisa secara tepat membuat pilihan mengenai alat kontrasepsi yang akan
digunakan.
Kemampuan masyarakat untuk memilih secara mandiri alat kontrasepsi paling tepat
yang akan digunakan agaknya kurang dapat terealisasi secara merata, sebab masih ada
8
masyarakat yang memberikan persepsi tidak tersedianya informasi mengenai efek
samping dari penggunan alat kontrasepsi yang dipilih (0,7%), dan sebanyak 2,1%
masyarakat memberikan persepsi kurang tersedianya informasi mengenai efek samping
tersebut. Penilaian yang sama juga terjadi pada kriteria ketersediaan informasi
mengenai pelayanan lanjutan yang diperlukan masyarakat, dimana sebanyak 0,7% dan
2,1% masyarakat yang berpersepsi tidak tersedia dan kurang tersedianya informasi
mengenai pelayanan lanjutan dalam ber-KB.
F. Referensi