Anda di halaman 1dari 11

Beberapa bagian di dunia ini ada yang tertimpa bencana alam berulang kali.

Bencana yang
sering dijumpai sehubungan dengan kegiatan rekayasa adalah seperti gempabumi; angin
badai, puting beliung, badai pasir, banjir, dan bencana volkanisme juga sering terlibat. Tidak
ada pekerjaan rekayasa dapat berjalan di area yang sering terjadi problema tersebut tanpa
mengenali hal yang penting seperti bencana alam. Lima bencana alam yang jelas antara lain
banjir, badai angin, erupsi vulkanik, gempabumi dan pergerakan massa
(longsoran/landslides).

Banjir
Dari semua bencana alam dapat dipastikan bahwa banjir merupakan yang paling destruktif.
Walaupun tidak sespektakuler erupsi gunung api atau sedramatis gempabumi, banjir biasa
terjadi dan terletak di sekitar sungai atau lembah dimana orang banyak bekerja dan tinggal.
Umumnya banjir terjadi di dataran aluvial dimana banyak terdapat lahan agrikultur.
Adakalanya Banjir membunuh banyak orang dan menghancurkan properti, adakalanya tidak
demikian. Tapi dapat menghilangkan binatang dan menghancurkan hasil panen, merusak
persediaan makanan, menghambat pasokan makanan, memperlambat sirkulasi pekerjaan, dan
akhirnya berpengaruh terhadap perekonomian. Namun banjir tidak hanya berdampak dalam
kurun waktu yang singkat tapi juga bisa berdampak hebat terhadap kelangsungan hidup
jangka pendek maupun panjang.

Mayoritas suatu banjir terbagi atas dua kategori. Banjir yang dihasilkan dari badai hujan,
kemungkinan bisa berasosiasi dengan kejadian angin ribut atau badai topan, dan banjir yang
disebabkan oleh kenaikan tingkat muka air laut yang dibawa oleh badai. Banjir besar yang
terjadi pada suatu area biasanya diikuti oleh endapan Quarter, sedimentasi baru yang berasal
dari dataran banjir atau dasar sungai. Asal muasal banjir bisa jauh dari luar area yang terkena
banjir.

Sungai dan aliran berlapis-lapis yang melewati batas dataran banjir mempunyai keterbatasan
kapasitas tampung air dan, jika jumlah air yang datang dari catchment area melebihi
kapasitas, maka banjir akan terjadi. Kelebihan jumlah air dikeluarkan masuk kedalam sungai
dari catchment area merupakan hasil dari infiltrasi kedalam tanah yang tidak dapat
mengabsorb intensitas hujan di catchment area. Penyebab paling mendasar dari infiltrasi yang
rendah diungkap berdasarkan kondisi geologi pada catchment area; jika batuan yang
membentuk cekungan catchment area permeable, seperti batupasir dan batu gamping, maka
infiltrasi akan sangat tinggi. Tapi jika batuannya impermeable, seperti mudstones atau batuan
kristalin, infiltrasi rendah dan dapat lebih mudah dilampaui oleh intensitas air hujan.
Hal tersebut menandakan bahwa pada area tertentu yang memiliki hujan yang banyak jauh
dari pegunungan dapat meningkatkan potensi banjir pada dataran rendah yang kering. Di
Indonesia banyak terjadi banjir, kejadian yang paling mengkhawatirkan adalah masalah banjir
di kota besar dan terus berlangsung berulang kali, seperti DKI Jakarta dan Bandung Selatan.
Kejadian banjir di dua kota besar tersebut jelas berhubungan erat dengan masalah geologi,
terutama geomorphologi dataran banjir sungai dan land subsidence. Hingga saat ini tidak ada
studi masalah geologi dan iklim yang ditindaklanjuti, atau memang belum ada studi geologi
dan iklim yang saling berkorelasi dan yang bisa memberi pengetahuan mengenai masalah
banjir.

Di area dataran rendah pantai, tanggul dan tebing laut memberikan perlindungan terhadap
banjir laut. Seperti pada area polder beberapa tanggul memberikan perlindungan terhadap
lahan disekitar laut yang telah direklamasi menggunakan konstruksi tanggul dan drainase
lahan. Seperti pekerjaan pertahanan laut harus kuat terhadap gelombang, angin dan ombak,
dan bisa jadi memberi perlindungan dari kombinasi tiga kondisi tersebut. Satu kejadian yang
paling dramatis, banjir terjadi di Netherlands pada Januari 1953, saat itu menenggelamkan
1.490 orang; kerusakan diperkirakan mencapai USD2,5juta. Sejak kejadian itu, pekerjaan
delta mulai dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana itu lagi. Dibandingkan dengan
kejadian banjir besar, seperti yang pernah terjadi di China ketika terjadi banjir Sungai Huang
Ho atau Yangtze, insiden ini bisa dikatakan sebagai bencana minor.

Banjir Netherland,1953
Sebaran Banjir Netherland, 1953

Solusi masalah ini terletak pada konstruksi pekerjaan bangunan penahan. Pada kasus sifat
bendungan banjir sungai mungkin ditingkatkan atau dikonstruksi tanggul-tanggul. Tapi
sejauh ini, teknik yang efektif adalah mengendalikan aliran sungai dengan konstruksi
bendungan pada beberapa cekungan sungai. Bendungan dapat juga menyediakan pembangkit
hydroelectric (untuk mendukung infrastruktur regional) atau sebagai penampungan air untuk
irigasi pada musim kering. Oleh karena itu, mengenal sifat alam sangat perlu untuk
mengantisipasi hal yang ironis bahwa banyak dibeberapa daerah mendapatkan area yang
hancur karena banjir pada musim hujan bahkan menderita kekeringan di sisa tahunnya.

Penanganan masalah banjir di area urban mungkin lebih sulit disana dengan sedikit
kebebasan untuk melakukan pekerjaan konstruksi besar, konstruksi yang dilakukan kecil-
kecil dan sporadis butuh biaya yang besar. Tindakan yang perlu dilakukan pertama sebagai
langkah awal perencanaan, di beberapa perkotaan dibuat studi tentang pemetaan dataran
banjir sebagai pengendali resiko dan menentukan efek dari pengendalian sungai oleh studi
rute banjir. Bahaya banjir di area urban bisa sebagian terkumpul pada penurunan lahan yang
disebabkan oleh settlement alam dalam kurun waktu yang lama, ekstraksi air tanah seperti
pada kasus di Bangkok dan DKI Jakarta, atau sebagai hasil isostatic subsidence alamiah.
Banjir di zona pantai pada area seismik sebagai konsekuensi penyebab tsunami harus
dipertimbangkan.

Badai
Badai besar yang paling dikenal adalah angin ribut dan angin topan yang terjadi di daerah
tropis dan subtropis. Angin ribut seringkali ditemukan pada area sekitar Karibia sedangkan
Angin Topan terjadi di laut China. Meteorologi moderen menjelaskan fenomena ini dan
frekuensi dan kemungkinan edaran badai ini dapat ditentukan. Edaran dan serbuan badai
dapat diramalkan, dan ketepatan untuk memberikan peringatan pada daerah yang akan
dilintasi badai.

Rekayasa struktur sipil harus dirancang tahan terhadap tekanan angin seperti badai dimana
kecepatan angin bisa mencapai 100km/jam. Hal ini berarti ada tambahan beban pada fondasi;
jika bangunan terpancang maka beberapa pancang mungkin butuh tensi yang baik. Tidak
hanya rancangan bangunan yang harus tahan terhadap badai angin, namun peralatan berat
saat proses pekerjaan rekayasa berlangsung harus dapat bertahan ketika angin datang.
Kejadian di Mekkah saat rekonstruksi Masjidi Haram menggambarkan bahwa pelaksana
kerja tidak mengantisipasi Badai pada peralatan konstruksi. Bagaimanapun, efek lain dari
badai mungkin bisa terjadi lebih serius. Di area pantai sewaktu-waktu terjadi peningkatan
muka air laut beberapa meter diatas normal yang mungkin membawa banjir pantai meluas
dan mengakibatkan erosi.

Crane utama roboh tak mampu menahan terpaan angin ribut, Mekkah, 2015

Demikian pula badai dapat berasosiasi dengan turunnya hujan yang intensif dan sangat
ekstrim. Maka banjir akan terjadi dari sungai yang overcharge dan infiltrasi yang jenuh
mengakibatkan aliran air dipermukaan. Aliran air permukaan yang deras juga akan
menyebabkan terbentuknya saluran air yang akan mengakibatkan tanah pada lereng terkikis.
Akibatnya terjadi peningkatan moisture content dari sedimen dan tanah pada lereng sehingga
dapat memicu longsoran.

Seperti pada kejadian di akhir 2014, Bencana tanah longsor terjadi Dusun Jemblung, di
Kabupaten Banjarnegara berada di sebuah lembah kecil, dengan perbukitan di belakangnya.
Hujan yang terus turun selama dua hari menyebabkan salah satu bukit disana longsor dan
menyapu dusun yang berpenduduk lebih dari 300 orang.
Longsor di Banjarnegara, Jawa Tengah, 2014

Erupsi Vulkanik
Terdapat lebih dari 500 gunung api yang masuk dalam klasifikasi aktif dan diestimasikan
bahwa, dalam 500 tahun terakhir, sekitar 200.000 orang telah kehilangan kehidupan sebagai
konsekuensi dari letusan gunung api. Walaupun jumlahnya banyak dan ketika tindak
pencegahan harus diambil sebagai langkah menghindari hilangnya kehidupan, letusan gunung
api bakal terlihat sebagai kepentingan yang relatif minor pada rekayasa konstruksi dibanding
bencana alam lainnya. Namun, terlepas dari perbandingan mana yang paling destruktif, badai
tunggal yang berasosiasi dengan banjir di Bangladesh telah menelan korban sebanyak
500.000 orang.

Gunung api mempunyai karakteristik model yang variatif, setiap model gunung api
mempunyai tipe erupsi yang spesifik. Tulisan kali ini bukan memberikan penjelasan
mengenai berbagai macam tipe erupsi vulkanik. Sampai sekarang belum ada teknologi yang
dapat memprediksi dengan tepat kapan letusan gunung api akan terjadi. Bencana gunung api
dijadikan sebagai kejadian yang mendapat toleransi atas kegagalan rekayasa pekerjaan sipil.
Kontribusi yang paling baik sebagai alternatif pemanfaatan ilmu geologi adalah dengan
mengetahui besaran erupsi dan jangkauan semburan piroklastik yang terlepas saat erupsi, hal
tersebut dapat diketahui dari sejarah erupsi secara periodik berdasarkan hamparan piroklastik
yang tersebar. Pengetahuan ini dijadikan sebagai dasar perencanaan mitigasi dan evakuasi
para pekerja rekayasa, bukan membuat suatu konstruksi bangunan yang tahan terhadap
letusan gunung api.

Sudah menjadi catatan umum bahwa langkah pasti untuk menghindar dari bahaya gunung api
aktif adalah pindah tempat lain mencari area yang jauh dari jangkauan aktivitas vulkanik.
Bagaimanapun juga, tuntutan rekayasa konstruksi, baik bangunan maupun infrastruktur, tetap
akan dilakukan seiring penambahan penduduk yang memaksa tinggal mendekati area
volkanik aktif. Sehingga dibutuhkan pengetahuan mengenai rekayasa geologi yang berkaitan
dengan prilaku vulkanisme disekitar area vulkanik guna mencari area konstruksi yang paling
memungkinkan untuk tindakan evakuasi dan tempat penampungan.

Gempabumi
Gempabumi yang berasal dari aktivitas tektonik, disebut sebagai gempabumi tektonik,
sedangkan gempabumi yang berasal dari aktivitas gunung api maka disebut sebagai
gempabumi vulkanik. Sama halnya dengan bencana gunung api, prediksi kapan terjadinya
gempabumi memang belum dapat ditentukan dengan tepat melalui teknologi yang ada saat
ini.

Dalam konteks Rekayasa Geologi disini bukan untuk meramalkan bakal kejadian
gempabumi, atau menyampaikan suatu pendekatan mengenai gempabumi berasal, frekuensi
kejadian gempa, dan lain-lain, atau memberikan penanganan yang terbatas. Serupa dengan
beberapa tulisan mengenai seismologi, ketika mengingatkan prilaku tanah yang berlokasi
-secara horizontal- dekat dengan posisi tremor bumi dan -secara vertikal- posisi tremor jauh
dibawah permukaan bumi, maka tanah pada permukaan itu tidak akan dimunculkan sebagai
pertimbangan prilaku tanah pada kedalaman dangkal.
Beberapa literatur membicarakan masalah gempabumi dan rekayasa sipil secara eksklusif
dari sudut pandang konsekuensi pada struktur bangunan apabila terjadi getaran gempabumi,
tapi itu bukanlah rekayasa geologi tapi itu merupakan teknologi dan inovasi rekayasa sipil.
Rekayasa geologi memberikan informasi atas konsekuensi atas reaksi permukaan tanah -yang
akan mempengaruhi struktur bangunan- apabila terjadi gempa. Oleh karena itu perlu
penanganan yang layak menjadi sorotan terhadap masalah gempa bumi berdasarkan ranah
rekayasa geologi:

1. Suatu perkiraan tentang kekuatan, frekuensi dan lokasi terhadap gempa dimasa
datang. Hal ini diperoleh dari studi mengenai geologi regional sekitar lokasi
konstruksi dan survey mengenai kejadian gempa yang telah lalu.

2. Studi mengenai site geologi agar dapat menilai respon yang mungkin terjadi pada
suatu tanah atau lahan untuk mendapatkan perkiraan kejadian gempabumi dimasa
yang akan datang. Hal ini bisa menentukan beberapa fenomena
yang kemungkinan akan terjadi akibat gempa seperti liquifikasi, pemisahan lahan,
aliran longsor, dan lain-lain yang berasosiasi dengan deposit yang rapuh, jenuh,
kuarter.

3. Penilaian respon dari struktur bangunan yang diusulkan dan kejadian respon tanah
disekitarnya sebagai antisipasi akibat aksi tremor yang terasosiasi dengan
gempabumi.

4. Penilaian terhadap potensi tsunami yang dipicu gempabumi yang menyebabkan


displacement lantai dasar laut.

Perhatian yang sama juga diberikan pada setiap aspek pengetahuan untuk memastikan bahwa
kesesuaian konstruksi yang terlindungi betul-betul telah dirancang. Jika pelaksanaan studi
berkaitan dengan konstruksi pada pusat industri atau suatu pemukiman, perhatian pada efek
gempabumi harus diberikan pada infrastruktur yang diperlukan (jalan, air, listrik, dll.),
pembenahan dan pengembangan area yang tertimpa bencana. Oleh karena itu, perlu
dipersyaratkan merancang fasilitas infrastruktur yang memadai agar akses tindak
pertolongan darurat jika terjadi gempabumi dapat dilaksanakan dengan baik.

Pergerakan Massa
Jenis Longsoran
Pergerakan Massa pada dasarnya adalah longsor (landslides), tapi bisa juga longsoran;
kejadian ini bisa terjadi pada material apa saja, batu atau tanah. Berkenaan dengan gerakan
massa di sedimen Kuarter itu mungkin benar, sebut saja bahwa gerakan massa yang terbesar
umumnya terkait dengan terinduksi gempa liquifaksi. Satu sisi sebagian besar perhatian pada
gelinciran deposit di teras sungai, di tanah dangkal meliputi lereng batu, gelinciran buatan
manusia penggalian memotong deposit kuarter untuk jalan, rel kereta dan pekerjaan lain, dan
bidang miring pada tanggul yang dibangun oleh manusia.
Baru-baru ini bahaya yang berhubungan dengan gerakan massa di lereng benua telah disorot
karena ini bisa mengirim tsunami seperti gelombang memancar ke seluruh permukaan laut,
dampaknya dapat mempengaruhi suatu daerah jauh lebih besar dari pembangunan pesisir
ketimbang daerah gerakan lereng yang sebenarnya. Longsoran yang dapat menimbulkan
gelombang tinggi diilustrasikan pada gambar berikut:
Seperti yang pernah terjadi di Lituya Bay Alaska dan Vajont Dam di Italia, Material
longsoran pada lereng langsung masuk ke perairan dan mengakibatkan gelombang besar,
menghempaskan pemukiman yang berada disekitarnya.
Vajont Dam, Italia, 1963

Lituya Bay, Alaska, 1958


Kejadian-kejadian tersebut memberi gambaran bahwa rekayasa geologi dimanfaatkan bukan
saja untuk memberikan informasi bahaya longsoran di lokasi tempat rekayasa konstruksi
bersangkutan dan berdampak pada konstruksi atau pengembangan wilayah tertentu. Rekayasa
geologi bertanggungjawab untuk memberi gambaran bahaya longsoran di area sekitarnya
dalam radius tertentu yang akan berdampak langsung terhadap manfaat bangunan dan
wilayah yang telah dikembangkan.

Bahaya Buatan Manusia


Selama ada pekerjaan engineering yang diusulkan, kegiatan manusia dapat dipertimbangkan
sebagai bagian dari lingkungan (barangkali sebagai bahaya yang tidak alami). Aktivitas ini
bisa menjadi suatu yang tidak berkaitan secara langsung terhadap konstruksi yang diusulkan,
seperti penurunan tanah akibat pertambangan, ekstraksi migas dan air tanah, pemicu aktivitas
seismik dengan pemompaan sumur dalam atau reservoir penampungan, dan lain-lain. Efek
dari aktivitas tersebut harus ditangani sebagai beban ketika membuat perencanaan kerja baru.

Suatu pekerjaan baru juga akan terpengaruh oleh lahan yang terkontaminasi limbah racun
yang berasal dari aktivitas industri, baik industri yang masih ada atau yang berasal dari
dimasa lalu. Airtanah dan air permukaan bisa terkena polusi oleh rembesan pada lahan yang
terkontaminasi, atau lahan yang terkontaminasi dari penahan pada penampungan limbah yang
kurang baik. Tempat penyimpanan dan pembuangan limbah radioaktif merupakan hal utama
yang paling penting. Tidak ada yang berharap untuk tinggal dekat dengan tempat
pembuangan, akan lebih baik tinggal di atas fasilitas tempat penampungan dalam kondisi
geologi yang aman ketimbang tinggal di tempat dari kondisi geologi yang kurang baik.
Tekanan aktivitas manusia pada lingkungan di seluruh muka bumi harus diketahui dengan
mempertimbangkan sebagai salah satu perantara yang signifikan untuk menentukan karakter
lingkungan itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai