Anda di halaman 1dari 18

ANTEPARTUM BLEEDING

(Perdarahan Antepartum)

Oleh:

ERNAWATI

201020401011161

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

2011
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Kematian ibu hamil dapat terjadi dengan tiga peristiwa dalam satu rangkaian,
yaitu seorang wanita hamil, menderita komplikasi obstetrik, dan komplikasi tersebut
menyebabkan kematian.1
Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003,
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah 307 per 100.000 kelahiran hidup,
artinya lebih dari 18.000 ibu tiap tahun atau 2 ibu tiap jam meninggal oleh sebab yang
berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas. Dibandingkan dengan negara-
negara di ASEAN, AKI di Indonesia adalah tertinggi.1
Tingginya angka kematian ibu disebabkan oleh trias klasik, yaitu perdarahan,
preeklampsia atau eklampsia, dan infeksi, dimana penyebab paling banyak adalah
perdarahan. Menurut Studi Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001, proporsi
penyebab obstetrik langsung 90%, sebagian besar disebabkan oleh perdarahan dengan
proporsi 28%, eklampsia 24%, dan infeksi 11%.1
Kasus perdarahan sebagai sebab utama kematian maternal dapat terjadi pada
masa kehamilan, persalinan, dan pada masa nifas. Perdarahan pada kehamilan, harus
dianggap sebagai suatu kelainan yang berbahaya. Perdarahan pada kehamilan usia
muda disebut keguguran atau abortus, sedangkan pada kehamilan tua disebut
perdarahan antepartum. Batas teori mengenai kehamilan muda dan kehamilan tua
adalah usia kehamilan 28 minggu, mengingat kemungkinan janin hidup di luar uterus.
Penyebab perdarahan antepartum antara lain plasenta previa, solusio plasenta, atau
perdarahan lain yang belum jelas sumbernya. Pada sebuah laporan oleh Chichaki dan
kawan-kawan (1999) disebutkan perdarahan obstetrik yang sampai menyebabkan
kematian maternal terdiri atas solusio plasenta (19%), dan koagulopati (14%),
robekan jalan lahir termasuk ruptura uteri (16%), plasenta previa (7%) dan plasenta
akreta/inkreta dan perkreta (6%), dan atonia uteri (15%).1,2

2
Perdarahan obstetrik yang tidak dengan cepat diatasi dengan transfusi darah,
atau cairan infus dan fasilitas penanggulangan lainnya (semisal upaya pencegahan
dan/ atau mengatasi syok, seksio sesarea atau histerektomi dan terapi antibiotik yang
sesuai), prognosisnya akan fatal bagi penderitanya.1

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Perdarahan antepartum adalah perdarahan dari jalan lahir setelah kehamilan
28 minggu. Karena perdarahan antepartum terjadi pada kehamilan diatas usia 28
minggu, maka sering disebut atau digolongkan perdarahan pada trimester ke tiga.1,3
Walaupun perdarahannya sering dikatakan sering terjadi pada trimester ke
tiga, akan tetapi tidak jarang juga terjadi sebelum usia kehamilan 28 minggu, karena
sejak saat itu segmn bawah rahim telah terbentuk, dan mulai melebar serta menipis.
Dengan bertambahnya usia kehamilan, segmen bawah uterus akan lebih melebar
lagi, dan serviks akan membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah
uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti
oleh plasenta yang melekat di situ tanpa terlepasnya sebagian plsenta dari dinding
uterus. Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan.1
Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan
plasenta. Hal ini disebabkan perdarahan yang bersumber pada kelainan plasenta
biasanya lebih banyak, sehingga dapat mengganggu sirkulasi O 2, dan CO2 serta
nutrisi dari ibu kepada janin. Sedangkan perdarahan yang tidak bersumber dari
kelainan plasenta, seperti kelainan pada serviks, biasanya relatif tidak berbahaya.
Oleh karena itu, setiap terjadi perdarahan antepartum, yang dipikirkan pertama kali
adalah perdarahan itu bersumber dari plasenta.1

4
2.2 Klasifikasi
Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta, yang secara
klinis biasanya tidak terlalu sukar untuk menentukannya adalah plasenta previa dan
solusio plasenta. Oleh karena itu, klasifikasi klinis perdarahann antepartum dibagi
sebagai berikut:1
2.2.1 Plasenta Previa
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat
yang abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim demikian rupa sehingga menutupi
seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum.1,2

Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah


rahim ke arah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen
bawa rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta
tersebut bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam
persalinan kala satu bisa mengubah luas pembukaan serviks yang tertutup oleh
plasenta. Fenomena ini berpengaruh pada derajat atau klasifikasi dari plasenta previa
ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam masa antenatal amupun dalam masa
intranatal, baik dengan ultrasonografi maupun pemeriksaan digital. Oleh karena iu,
pemeriksaan ultrasonografi perlu diulang secara berkala dalam asuhan antenatal
ataupun intranatal.2

5
Klasifikasi plasenta previa dibuat atas dasar hubungannya dengan ostium uteri
internum pada waktu diadakan pemeriksaan. Dalam hal ini dikenal 4 macam plasenta
previa, yaitu:
1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh
ostium uteri internum.
2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
internum.
3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir
ostium uteri internum.
4. Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim demikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang
2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dar 2 cm diangggap plasenta
letak normal.1,2,4

6
2.2.1.1 Insiden
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada
usia di atas 30 tahun. Juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda daripada
kehamilan tunggal. Uterus bercacat ikut mempertinggi angka kejadiannya. Di
beberapa RSUD dilaporkan insidennya berkisar 1,7% sampai dengan 2,9%.
2.2.1.2 Etiologi
Penyebab blatokista berimplasntasi pada segmen bawah rahim (SBR) belum
diketahui pasti. Mungkin secara kebetulan saja blatoista menimpa desidua di daerah
SBR tanpa latar belakang lain yang mungkin. Teori lain mengemukakan sebagai salah
satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai, mungkin sebagai
akibat proses radang atau atrofi. Paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim (bekas seksio,
miomektomi, dll) sebagai faktor risiko terjadinya plasenta previa. Plasenta yang
terlalu besar seperti kehamilan ganda bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta
melebar ke segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium
uteri internum.
2.2.1.3 Patofisiologi
Pada plasenta yang menutupi seluruhostium uteri internum, perdarahan terjadi
lebih awal dalam kehamilan oleh karena SBR terbentuk lebih dulu pada bagian bawah
ostium uteri internum. Sebaliknya, pada plasenta previa parsialis atau letak rendah,
perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan

7
pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya.
Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan <30 minggu, tetapi lebih
separuh kejadiannya pada umur kehamiln >34 minggu. Berhubung tempat perdarahan
terletak dekat ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir ke luar
rahim dan tidak membentu hematom retroplasenta yang mampu merusak jaringan
lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan
demikian, sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding SBR yang tipis mudah
diinvasi oleh pertumbuhan vili trofoblas, akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada
dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkret, bahkan
plasenta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus ke buli-buli dan ke
rektum.
2.2.1.3 Gejala klinik
Ciri yang menonjol adalah perdarahan uterus keluar melalui vagina tanpa rasa
nyeri. Pada plsenta letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mulai persalinan,
perdarahan bisa sedikit sampai banyak mirip pada solusio plasenta. perdarahan
diperhebat berhubung SBR tidak mampu berkontraksi sekuat segmen atas rahim.
Dengan demikian, perdarahan bisa berlangsung sampai pascapersalinan.
Berhubung plasenta terletak pada bagian bawah, maka pada palpasi abdomen
sering ditemui bagian terbawah janin masih tinggi di atas simpisis dengan letak janin
tidak dalam letak memanjang (malpresentasi).
2.2.1.4 Diagnosis
Dari anamnesis didapatkan gejala klinik perdarahan tanpa rasa sakit atau nyeri
dan cenderung berulang-ulang. Ketika persalinan dimulai dan serviks membuka lebar,
perdarahan hebat dapat terjadi, meskipun kadang-kadang dalam plasenta previa
lateralis, bagian presentasi dapat menekan sisi plasenta dan perdarahan dapat
dikontrol.
Melaui pemeriksaan abdomen ditemukan adanya perpindahan dari bagian
presentasi janin. Bagian plasenta pada SBR cenderung menggantikan presentasi janin
dan ketika plasenta di bawah, kepala didorong ke atas pinggir panggul dan mudah

8
teraba. Tetapi, saat plasenta berada di atas, bagian presentasi janin sulit diraba.
Penempatan plasenta di lateral menakibatkan pergeseran bagian presentasi janin ke
arah kontralateral. Bila pada keadaan plasenta previa sentral atau totalis, kepala janin
berada jauh dari pinggir panggul dan memberi memungkinkan letak janin
melintang.sedangkan bila kepala tidak berapa pada pinggir panggul ketika plasenta di
anterior, bagian presentasi janin sulit diraba. Tonus uterus biasanya lemah, dan bagian
janin mudah untuk dipalpasi.
Pada pertengahan trimester II, plasent menutup ostium interna pada 30%
kasus. Dengan perkembangan SBR, sebagian besar implantasi yang rendah tersebut
terbawa ke lokasi yang lebih atas. USG transvaginal secara akurat dapat menentukan
adanya plasnta letak rendah pada SBR.

F fetus, P plasenta

USG yang menunjukkan adanya plasenta previa totalis


P = plasenta ; F = janin ; AF = cairan amnion ; B = Kandung kemih ;Cx = Cervix

9
2.2.1.5 Penanganan
Pada kehamilan antara 24 34 minggu diberikan steroid dalam perawatan
antenatal untuk mematangkan paru janin. Rawat inap dilakukan bila keadaan menjadi
lebih serius. Selama rawat inap mungkin perlu diberikan transfuse darah dan terhadap
pasien dilakukan pemantauan kesehatan janin dan observasi kesehatan maternal yang
ketat terkait risiko terjadinya perdarahan berulang.
Dalam keadaan janin masih premature dipertimbangkan memberikan sulfas
magnesikus untuk menekan his untuk sementara waktu sembari member steroid untuk
mempercepat pematangan paru janin. Tokolitik lain seperti beta-minetic, calcium
channel blocker, tidak dipilih berhubung pengaruh sampingan bradikardia dan
hipotensi.
Perdarahan dalam trimester ke tigaperlu pengawasan lebih ketat dengan
istirahat baring lebih lama dalam rumah sakit. Jika pada waktu masuk rumah sakit
perdarahan banyak perlu segera dilakukan terminasi bila keadaan janin sudah viabel.
Pasien dengan semua klasifikasi plasenta previa dalam trimester ketiga yang dideteksi
dengan USG transvaginal belum ada pembukaan pada serviks persalinannya
dilakukan melalui seksio sesarea. Seksio sesarea juga dilakukan apabila ada
perdarahan banyak yang mengkhawatirkan.
2.2.2 Solusio Plasenta
Solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya daripada plasenta previa bagi ibu
hamil dan janinnya. Pada perdarahan tersembunyi (concealed haemorrhage) yang
luas dimana perdarahan retroplasenta yang banyak dapat mengurangi sirkulasi
uteroplasenta dan menyebabkan hipoksia janin. Di samping itu, pembentukan
hematom retroplasenta yang luas bisa menyebabkan koagulopati konsumsi yang fatal
bagi ibu.
2.2.2.1 Definisi
Soluiso plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal
lasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua endometrium
sebelum waktunya yakni sebelum anak lahir.

10
2.2.2.2 Klasifikasi
Plasenta dapat lepas hanya pada pinggirnya saja (rupture sinus marginalis), dapat
pula terlepas lebih luas (solusio plasenta parsialis), atau bisa seluruh permukaan
maternal plasenta terlepas (solusio plasenta totalis). Perdarahan banyak bisa keluar
melalui vagina (revealed haemorrhage), akan tetapi ada kalanya perdarahan tidak
keluar melalui vagina (concealed haemorrhage) jika:
Bagian plasenta sekitar perdarahan masih melekat pada dinding rahim
Selaput ketuban masih melekat pada dinding rahim
Perdarhaan masuk ke dalam kantong ketuban setelah selaput ketuban pecah
karenanya
Bagian terbawah janin, umumnya kepala, menempel ketat pada SBR
Dalam klinis, solusio plasenta dibagi ke dalam berat ringannya gambaran klinik
sesuai dengan luasnya permukaan plasenta yang terlepas, yaitu:
Solusio plasenta ringan
Luas plasenta yang terlepas <25%, atau ada yang menyebutkan < 1/6 bagian.
Jumlah darah yang keluar biasanya < 250 ml. komplikasi terhadap ibu dan
janin belum ada.
Solusio plasenta sedang
Luas plasenta yang terlepas > 25% tetapi belum mencapai separuhnya (50%).
Jumlah darah yang keluar > 250 ml tetapi belum mencapai 1.000 ml. Gejala
dan tanda sudah jelas seperti rasa nyeri pada perut terus - menerus, denyut
jantung janin cepat, hipotensi, dan takikardi.
Solusio plasenta berat
Luas plasenta yang terlepas > 50% dan jumlah darah yang keluar mencapai
1.000 ml atau lebih. Gejala dan tanda jelas keadaan umum penderita buruk
disertai syok, dan hampir semua janinnya meninggal. Komplikasi koagulopati
dan gagal ginjal yang ditandai oligouri biasanya ada.

11
2.2.2.3 Penanganan
Semua pasien yang menderita solusio plasenta harus dirawat inap di rumah
sakit yang berfasilitas cukup. Penanganan ekspektatif pada kehamilan belum genap
bulan berfaedah bagi janin, tetapi umumnya persalinan preterm tidak terhindarkan
baik spontan sebagi komplikasi solusio plasenta maupun atas indikasi obstetric yang
timbul setelah beberapa hari dalam rawatan.
Pada kasus dimana telah terjadi kematian janin, dipilih persalinan pervaginam
kecuali ada perdarahan berat yang tidak teratasi dengan transfuse darah yang banyak
atau ada indikasi obstetric lain yang menghendaki persalinan dilakukan
perabdominan.

12
Differential diagnosis and management of
antepartum haemorrhage

13
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kasus perdarahan sebagai sebab utama kematian maternal dapat terjadi pada
masa kehamilan, persalinan, dan pada masa nifas. Perdarahan pada kehamilan, harus
dianggap sebagai suatu kelainan yang berbahaya. Penyebab perdarahan antepartum
antara lain plasenta previa, solusio plasenta, atau perdarahan lain yang belum jelas
sumbernya.
Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta, yang secara
klinis biasanya tidak terlalu sukar untuk menentukannya adalah plasenta previa dan
solusio plasenta.
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat
yang abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim demikian rupa sehingga menutupi
seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum. Ciri yang menonjol adalah
perdarahan uterus keluar melalui vagina tanpa rasa nyeri. Berhubung plasenta terletak
pada bagian bawah, maka pada palpasi abdomen sering ditemui bagian terbawah
janin masih tinggi di atas simpisis dengan letak janin tidak dalam letak memanjang
(malpresentasi).

14
Soluiso plasenta adalah
terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan
maternal lasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua
endometrium sebelum waktunya yakni sebelum anak lahir.
Dalam klinis, solusio plasenta dibagi ke dalam berat ringannya gambaran klinik
sesuai dengan luasnya permukaan plasenta yang terlepas, yaitu:
Solusio plasenta ringan
Luas plasenta yang terlepas <25%, atau ada yang menyebutkan < 1/6 bagian.
Jumlah darah yang keluar biasanya < 250 ml. komplikasi terhadap ibu dan
janin belum ada.
Solusio plasenta sedang
Luas plasenta yang terlepas > 25% tetapi belum mencapai separuhnya (50%).
Jumlah darah yang keluar > 250 ml tetapi belum mencapai 1.000 ml. Gejala
dan tanda sudah jelas seperti rasa nyeri pada perut terus - menerus, denyut
jantung janin cepat, hipotensi, dan takikardi.
Solusio plasenta berat
Luas plasenta yang terlepas > 50% dan jumlah darah yang keluar mencapai
1.000 ml atau lebih. Gejala dan tanda jelas keadaan umum penderita buruk
disertai syok, dan hampir semua janinnya meninggal. Komplikasi koagulopati
dan gagal ginjal yang ditandai oligouri biasanya ada.

15
16
DAFTAR PUSTAKA

Gultom, Ernawati, 2009, Karakteristik Penderita Perdarahan Antepartum yang


Dirawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2008
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14695/1/09E02639.pdf,
diakses tanggal 6 Oktober 2011)

Karunatilaka, Percy, et al, 2010, Management of Antepartum Haemorrhage


(http://www.gfmer.ch/SRH-Course-2010/national-
guidelines/pdf/Management-Ante-Partum-Haemorrhage-SLCOG.pdf, diakses
tanggal 6 oktober 2010)

Prawirohardjo, Sarwono, 2010, Ilmu Kebidanan Edisi Keempat Cetakan ketiga, PT


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta

Admin, 2008, Synopsis Antepartum Haemorrhage,


(http://www.us.elsevierhealth.com/media/us/samplechapters/9780443071478/
9780443071478.pdf, diakses tanggal 6 Oktober 2011)

Cunningham, Gant, Leveno, et al, 2005, Obstetri Williams Edisi 21 Volume 1, EGC,
Jakarta

Pandjaitan, Freddie, 2011, Plasenta Previa


(http://freddypanjaitan.wordpress.com/2011/08/12/plasenta-previa/, diakses
tanggal 6 Oktober 2011)

17
Van Hook, James W, 2010, Obstetric Haemorrhage Department of Obstetrics and
Gynecology The University of Texas Medical Branch
(http://www.physicianeducation.org/downloads/PDF%20Downloads%20for
%20website/OB%20Hemorrhage.pdf diakses tanggal 6 Oktober 2011)

Widjanarko, Bambang, 2009, Plasenta Previa


(http://reproduksiumj.blogspot.com/2009/09/plasenta-praevia.html,diakses
tanggal 6 Oktober 2011)

18

Anda mungkin juga menyukai