Dari beberapa data yang dapat disimpulkan tentang kejadian kecelakaan lalu lintas (KLL), terdapat 3 faktor utama penyebab terjadinya KLL. Pertama : faktor manusia atau human error sepeti : sopir lelah, mabuk dll. Kedua : faktor kendaran yang digunakan oleh pengendara. Dan ketiga : faktor infrastruktur yang menyangkut jalan itu sendiri seperti jalan berlubang, penerangan yang tidak maximal dll. Terlepas perbaikan dari ketiga faktor tersebut, tentunya yang tidak kalah pentingnya adalah penanganan korban KLL baik ditempat kejadian perkara (TKP) dan di Rumah Sakit. Prinsip dasar penanganan korban KLL sebenarnya cukup mudah tinggal mengingat huruf A sampai E. prioritas penanganan tersebut harus urut dan terpadu. Jadi penangan harus dimulai dari A, lalu B, C dan D serta E. apa itu A,B,C,D dan E?? A adalah Air Way (jalan nafas), B adalah breathing (pernafasan), C adalah Circulation (perdarahan atau sirkulasi), D adalah Disability (kesadaran) dan E adalah Exposure. Perlu diiingat sebelumnya anda harus meminta bantuan dan menganalisa keadaan anda serta keadaan di sekitar korban. Permintaan bantuan dapat dilakukan dengan memanggil orang lain untuk bersama-sama melakukan pertolongan, atau menghubungi unit-unit kegawatdaruratan di Indonesia, ambulance 118, polisi 110, pemadam kebakaran 114. Berikut kita akan bahas satu persatu langkah diatas. Apabila kita menemui korban KLL dijalan, anda tidak perlu takut dengan perdarahan yang begitu banyak. Karena itu bukan penyebab tercepat kematian. Sebagai orang awam seharusnya kita fokuskan pada A (Air Way/jalan nafas). Jika ada korban KLL dan ada sumbatan jalan nafas segera BEBASKAN!!!. Keluarkan benda asing dari mulut korban dengan jari anda. Serta lakukan Penanganan korban dengan sumbatan jalan napas antara lain : 1. Head Tilt (ekstensi kepala) Dengan menekan kepala (dahi) ke bawah maka jalan napas akan berada dalam posisi yang lurus dan terbuka. 2.Chin Lift (angkat dagu) 3. Jaw Thrust (mendorong rahang) Mendorong rahang korban ke arah depan. Apabila korban muntah MIRINGKAN!!!.Perlu diingat, sebisa mungkin hindari gerakan pada leher karena sedikit melakukan gerakan leher bisa mengakibatkan kematian mendadak bila terdapat patah tulang leher tentunya. Apabila korban memakai Helm maka lepaskan dahulu Helm korban sebelum melakukan tindakan diatas. Petugas Rumah Sakit akan menangani lebih lanjut dengan alat-alat yang memadai. Seperti oropharyngeal tube, Neck Collar dll. Selanjutnya kita beralih ke B (breathing/pernafasan) setelah A benar-benar clear dengan jalan napas telah bersih. Jika dengan jlan nafas yang bersihkorban tetap tidak ada napas, maka segera lakukan bantuan napas sebanyak 2 kali dan pijat jantung sebanyak 30x. Dengan bantuan napas tersebut dada korban akan mengembang jika tidak ada sumbatan pada jalan napasnya. Dan jika dengan bantuan napas ini korban tidak bernapas spontan segera periksa sirkulasi. Selain itu kita harus menghitung frekuensi pernafasan korban tersebut. Pernafasan orang normal berkisar 16-24x/menit. Apabila kita menemukan korban dengan jumlah pernafasan diatas 24x/menit segera bawa ke Rumah Sakit terdekat. Disini petugas RS akan dapat menangani korban secara maximal.Seperi pemberian oksigen melalui kanul, facemask dll. Perlu diingat Tension pneumothorax dapat membunuh korban dalam hitungan menit. Berikut kita beralih ke C (circulation). sistem sirkulasi dapat segera dinilai dengan cara memeriksa denyut nadi (di pergelangan tangan atau di leher), menilai warna kulit, meraba suhu tangan dan kapilari refil, periksa perdarahan. Apabila kita melihat korban dengan perdaran yang banyak, sebagai orang awam kita harus melakukan langkah diatas untuk menilai seberapa burukkah sirkulasi korban. Setelah itu kita bisa melalukan bebat tekan pada orang tersebut guna menghentikan perdarahan. JANGAN MENGHENTIKAN PERDARAHAN DENGAN MENGIKAT SEBELAH ATAS EXTREMITAS KORBAN YANG MENGALAMI PERDARAHAN!!!. Karena akan mengganggu peredaran darah pada extremitas dibawahnya sehingga mengakibatkan tidak berfungsinya extremitas tersebut. Petugas RS akan melakukan koreksi perdarahan dengan infus RL 3:1 dengan jumlah perdarahan. Selanjutnya menhentikan perdarahan dengan jahit atau kalau perlu dengan Operasi. D adalah langkah selanjutnya yang harus kita lakukan. Lihat dan nilai kesadaran korban. Penilaian tersebut dengan metode AVPU (alert, verbal, pain dan unresposive). Alert adalah korban dalam keadaan sadar. Verbal adalah terdapat respon apabila korban dopanggil oleh pemeriksa. Pain apabila korban memberi respon setelah pasien diberi rangsangan nyeri. Dan unresponsive merupakan tingkat kesadaran paling rendah karena tidak ada respon dengan berbagi rangsangan. Selain itu yang perlu diperhatikan pasa D adalah pembidaian korban apabila korban mengalami patah tulang. Berikut adalah cara melakuakan pembidaian dengan benar : 1.Lakukan Pembidaian pada bagian badan yang mengalam cidera.2. Lakukan pada bagian yang dicurigai patah tulang, tidak harus dipastikandulu ada atau tidaknya patah tulang.3.Melawati minimal 2. sendi yang berbatasan. Apabila kita melakukan pembidaian dengan benar, maka kita akan mendapatkan manfaat dari pembidaian tersebut. Berikut fungsi dari pembidaian :1. Untuk mencegah gerakan pada bagian tulang yang patah. 2. Untuk meminimalisasi / mencegah kerusakan pada jaringan lunak sekitar tulang yang patah. 3.Untuk mengurangi perdarahan & bengkak yang timbul. 4. Untuk mencegah terjadinya syok. 5. Untuk mengurangi nyeri. Langkah terakhir adalah E (exposure). E biasanya dilakukan petugas RS untuk mencari sebab lain dari perdarahan yang menyebabkan korban tidak sadarkan diri. Exposure dilakukan dengan menelanjangi korban guna mencari perdarahan yang berada dibagian terentu pada korban. Perlu diingat untuk menjaga suhu tubuh korban dengan cara menyelimuti tubuh korban. Jika kita melakukan semua langkah-langkah mulai dari Airway, Breathing, Circulation dan Disability serta Exposure dengan baik terutama ditempat kejadian perkara maka korban dapat kita hindarkan dari kecacatan dan kematian