Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang dipeluk oleh banyak orang di dunia. Pertumbuhan
jumlah umat Islam ini akan terus meningkat. Berkenanan dengan hal itu, studi
Islam bagi umat Islam adalah hal yang sangat penting dilakukan, baik untuk
kebaikannya di dunia, maupun di akhirat nanti. Untuk kebaikan umat Islam di
dunia, ia bermanfaat bukan hanya untuk menjalani kehidupan sehari-hari dengan
sebaik mungkin peradaban, tetapi juga untuk menapaki peradaban di masa depan.
Sedangkan untuk kebaikannya di akhirat, ia bermanfaat sebagai
pembelajaran yang sangat berharga agar tidak terjerumus ke dalam jurang neraka.
Secara umum ada dua pendekatan yang dapat dilakukan dalam melakukan studi
Islam, yaitu pendekatan doktriner dan pendekatan ilmiah. Pendekatan doktriner
dalam studi Islam adalah pendekatan dengan melihat Islam sebagai sebuah
doktrin agama yang harus dipraktikkan secara ideal. Pendekatan ini dikenal pula
dengan pendekatan normatif. Sedangkan pendekatan ilmiah adalah pendekatan
dengan melihat Islam sebagai sebuah ilmu.
Budaya baratlah yang merajalela di era globalisasi ini. Meskipun Indonesia
terletak di Asia Tenggara agaknya kini lebih akrab dengan dunia Barat ketimbang
dengan sesama Muslim Asia Tenggara. Kita melihat ada kecenderungan kultural,
ekonomi, politik, dan pendidikan yang mengarah pada ketergantungan dan
pengkiblatan diri pada dunia Barat, khususnya Amerika. Kabah tetap menjadi
kiblat Muslimin sedunia, tapi budaya seremonial dan simbolisme dunia Islam
yang telah lama berkembang, kini mampu mereduksi substansi keberagaman
hingga menjadikan Amerika sebagai kiblat lain yang menjanjikan
Ketergantungan global dunia ketiga dewasa adalah satu kenyataan yang
merisaukan. Arus informasi global yang ada ternyata tidak seimbang dengan

1
dominasi informasi dari budaya Barat. Keadaan ini menimbulkan dominasi
kultural atau imperalisme budaya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana islam sebagai produk doktrin?
2. Bagaimana islam sebagai produk sejarah?
3. Bagaimana islam sebagi produk budaya?
4. Bagaimana islam sebagai produk interaksi sosial?

C. Tujuan
1. Menjelaskan islam sebagai produk doktrin.
2. Menjelaskan islam sebagai produk sejarah.
3. Menjelaskan islam sebagi produk budaya.
4. Menjelaskan islam sebagai produk interaksi sosial.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Islam Sebagai Produk Doktrin


1. Pengertian Doktrin
Kata doktrin yang kita kenal saat ini adalah kata yang pada dasarnya
merupakan kata yang diadopsi dari bahasa inggris yaitu doctrine yang berarti
ajaran . Oleh karena itu doktrin lebih dikenal dengan dengan ajaran-ajaran
yang bersifat absolute yang tidak boleh diganggu-gugat. Dalam Kamus Ilmiah
Populer (Windi Novia, 2008), kata doktrin berarti dalil-dalil dari suatu ajaran.
Kesesuaian pengertian ini dapat kita temukan di lapangan bahwa suatu
ajaran dalam agama maupun yang lainya pasti mempunyai dasar atau dalil-
dalil. Pengertian yang sama juga dapat ditemukan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, yaitu doktrin adalah ajaran atau asas suatu aliran politik,
keagamaan; pendirian segolongan ahli ilmu pengetahuan, keagamaan,
ketatanegaraan secara bersistem, khususnya dlm penyusunan kebijakan
negara.
Dari penjelasan yang telah diuraikan di atas dapat kami simpulkan
bahwa doktrin adalah ajaran-ajaran atau pendirian suatu agama atau aliran
atau segolongan ahli yang tersusun dalam sebuah sistem yang tidak bisa
terpisahkan antara yanga satu dengan yang lainnya.
2. Islam Sebagai Doktrin
Islam merupakan agama yang sangat multidimensi yang dapat dikaji
dari berbagai aspek baik dari tinjauan budaya-sosial maupun dari aspek
doktrin sebagaimana yang kami akan jelaskan berikut ini. Agama Islam
apabila ditelaah dari aspek doktrin maka yang akan muncul adalah ajaran-
ajaran yang ada dalam agama Islam itu sendiri yang bisa saja ajaran tersebut
tidak dapat diganggu gugat keberadaannya.

3
Dalam makalah kali ini kami akan membahas tentang trilogi doktrin
(ajaran) Islam yang biasa dikenal dengan trilogi ajaran Ilahi, yakni: Iman,
Islam dan Ihsan.
a. Iman
Kata iman, dari segi etimologi (bahasa) merupakan bentuk masdar
dari kata mana, Yuminu, manan yang berarti kepercayaan. Kata iman
juga menurut Imam Al-Ghazali berartikan At-Tashdiqu (pembenaran).
Sedangkan menurut Fazlurrahman, kata iman yang terdapat dalam Al-
Quran mempunyai dua makna, yaitu:
Yakin, percaya dan beriman,
Aman, mengamankan dan memberikan keamanan.
Dari segi terminologi, iman oleh para ahli didefenisikan berbeda-
beda akan tetapi perbedaan tersebut tidak terlepas dari pengertian iman
sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah ketika Malaikat Jibril datang
bertanya kepada-Nya, yakni Iman adalah pembenaran dan keyakinan
terhadap adanya Allah dengan Ke-Esa-an-Nya, Malaikat, pertemuan
dengan-Nya, para utusan-utusan-Nya dan percaya pada hari kebangkitan
atau hari akhir.
Menurut aliran ahlus sunnah wal jamaah iman yang sempurna
adalah diucapkan dengan lidah, dibenarkan dengan hati dan dikerjakan
dengan anggota tubuh. Selain itu juga menurut aliran Ahlus Sunah Wal
Jamaah bahwa iman tersebut dapat bertambah dan juga dapat berkurang
seiring dengan ketaatan seseorang. Terkait dengan iman seperti yang
dipaparkan dalam pengertian di atas yang termasuk di dalamnya adalah
iman kepada Allah SWT.
Iman kepada Allah SWT berimplikasi terhadap pengakuan-
pengakuan lain yang berhubungan dengan-Nya, seperti zat Allah, sifat-
sifat Allah, perbuatan (afal) Allah, malaikat Allah, para Nabi dan utusan

4
Allah, hari kiamat, serta surga dan neraka. Hal tersebut merupakan refleksi
dari ke-tauhid-an kepada Allah SWT.
b. Islam
Secara harfiah kata Islam berasal dari Bahasa Arab, yakni Aslama,
Yuslimu Islman yang berarti keselamatan. Sedangkan secara terminologi
Islam mengandung pengertian Ketundukan, kepasrahan dan ketaatan
dalam menyembah (ibadah) kepada Allah, tidak musyrik kepada-Nya,
kemudian melaksanakan segala perintah-Nya, seperti melaksanakan
shalat, zakat, berpuasa, haji, serta meninggalkan segala yang dilarang-
Nya.
c. Ihsan
Dalam literatur Arab kata Ihsan berarti berbuat baik atau perbuatan
baik. Sedangkan secara terminologi ihsan bermakna sesuai dengan
penjelasan Rasulullah yakni Engkau menyembah Allah seolah-olah
Iman, Islam dan Ihsan merupakan tiga serangkai atau trilogi doktrin
(ajaran) ilahi yang tidak dapat dipisahkan.
Jadi, seorang dikatakan sebagai muslim sejati apabila ia mempu
menyatukan tiga dimensi tersebut. Pada perkembangan selanjutnya trilogi
tersebut menjadi tiga kerangka dasar Islam yang digunakan dalam tiga
bidang pemikiran Islam, yaitu Aqidah, Syariah dan Akhlak.

B. Islam Sebagai Produk Sejarah


1. Pengertian Sejarah
Istilah sejarah dalam bahasa arab disebut tarikh yang secara harfiah
berarti ketentuan waktu, dan secara istilah berarti keterangan yang telah
terjadi pada masa lampau. Dalam bahasa Inggris, kata sejarah merupakan
terjemahan dari kata history yang secara harfiah diartikan the past experience
of mankind, yakni pengalaman umat manusia di masa lampau. Dalam bahasa
yunani di sebut istoria yang berarti ilmu.

5
Definisi sejarah secara umum adalah ilmu yang membahas berbagai
masalah yang terjadi di masa lampau, baik yang berkaitan dengan masalah
sosial, politik ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan, kebudayaan, agama dan
gejala alam. Definisi ini memberikan pengertian bahwa sejarah tidak lebih
dari sebuah rekaman peristiwa masa lampau manusia dengan segala isinya.
Sejarah merupakan fakta yang benar-benar terjadi bukan yang seharusnya
terjadi, sejarah adalah realitas bukan idealitas. Oleh karena itu, pendekatan
sejarah amat dibutuhkan dalam upaya kita melakukan studi Islam.
Menurut Ibnu Khaldun sejarah tidak hanya di pahami sebagai suatu
rakaman peristiwa masa lampau, tetapi juga penelaran kritis untuk
menemukan kebenaran suatu peristiwa pada masa lampau. Dengan demikian
unsur penting dalam sejarah adalah adanya peristiwa, adanya batasan waktu
yaitu masa lampau, adanya pelaku yaitu manusia, dan daya kritis dari peneliti
sejarah. Pendekatan historis merupakan salah satu upaya melakukan studi
Islam dengan menumbuhkan perenungan untuk memperoleh hikmah dengan
cara mempelajari sejarah nilai-nilai Islam yang berisikan kisah dan
perumpamaan.
2. Islam sebagai produk sejarah dan sarana penelitian
Perlu ditegaskan, ternyata ada produk islam yang merupakan produk
sejarah. Konsep khulafa al-rasyidin adalah produk sejarah,karena nama ini
muncul belakangan. Seluruh bangunan islam klasik, tengah, dan modern
adalah produk sejarah. Sejarah politik, ekonomi, dan sosial islam, sejarah
regional islam di Pakistan, di Asia Tenggara, di Indonesia, di Brunai
darussalam dan dimanapun juga adalah bagian dari islam sebagai produk
sejarah.
Tasawuf, akhlak sebagai ilmu adalah produk sejarah. Akhlak sebagai
nilai sumber dari wahyu, tetapi sebagai ilmu yang di sistematiasi(akhlak
terpuji dan akhlak tercela) akhlak adalah produk sejarah. Produk itu sendiri
merupakan hasil dari sebuah proses. Demikian juga seni merupakan produk

6
sejarah. Banyak pengtahuan kita tentang islam yang sebenarnya merupakan
produk sejarah. Karena itu semuanya dapat dan perlu di jadikan sarana
penelitian.
3. Fase-Fase Dan Periode Dalam Sejarah Islam
Di kalangan sejarawan terdapat perbedaan tentang saat di mulainya
sejarah islam. Secara umum, perbedaan pendapat itu dapat di bedakan
menjadi dua. Fase yang pertama sebagian sejarawan berpendapat bahwa
sejarah islam di mulai sejak nabi Muhammad Saw diangkat menjadi rasul.
Oleh karena itu, menurut pendapat pertama ini, selama 13 tahun nabi
Muhammad tinggal di mekah telah lahir masyarakat muslim meskipun belum
berdaulat. Fase kedua sebagian sejarawan berpendapat bahwa sejarah umat
islam di mulai sejak nabi Muhammad Saw hijrah ke Madinah. Muhammad
Saw tinggal di madinah tidak hanya sebagai rasul, tetapi juga sebagai
pimpinan atau kepala negara berdasarkan konstitusi yang di sebut piagam
madinah.
Di samping perbedaan mengenai awal sejarah umat islam, sejarawan
juga berbeda pendapat dalam menentukan fase-fase atau periodesasi sejarah
islam. Paling tidak, ada dua periodesasi sejarah islam yang dibuat oleh ulama
Indonesia, yang dibuat oleh ulama Indonesia, yaitu A. Hasymy dan Harun
Nasution.
Menurut A. Hasymy (1978: 58)), periodesasi sejarah islam adalah
sebagai berikut.
1. Permulaan Islam (610-661 M)
2. Daulah Ammawiyah (661-750 M)
3. Daulah Abassiyah I (750-847 M)
4. Daulah Abassiyah II (847-946 M)
5. Daulah Abassiyah III (946-1075 M)
6. Daulah Mughal (1261-1520 M)
7. Daulah Utsmaniah (1520-1801 M)

7
8. Kebangkitan (1801-Sekarang)

Berbeda dengan A. Hasymy, Harun Nasution (1975: 13-4) dan


Nourouzaman Shidiqi (1986: 12) membagi sejarah islam menjadi tiga periode,
yaitu sebagai berikut.
1. Islam periode klasik
Perkembangan Islam klasik ditandai dengan perluasan wilayah. Pada
tahun 620 M, Nabi Muhammad Saw membuat persetujuan dengan
sejumlah penduduk Yastrib yang terkemuka yang membuat ia dan
pengikutnya diterima di kalangan mereka. Didahului dengan kelompok
kecil yang bisa dipercaya, kemudian Nabi Muhammad berhijrah ke
Yastrib, setelah itu Yastrib disebut Madinah.
Di madinah, umat Islam dikelompokkan menjadi dua: Muhajirin dan
Anshar. Setelah kkedudukan Islam menentukan langkah berikutnya,
yaitumenaklukan Mekah setelah sebelumnya melakukan perundingan
yang hampir tanpa kekerasan.
2. Islam periode pertengahan (1250-1800 M)
Islam zaman pertengahan dibagi menjadi dua: zaman kemunduran dan
zaman tiga kerajaan besar. Zaman kemunduran berlangsung sekitar 250
tahun (1250-1500 M), dan zaman tiga kerajaan besar berlangsung selam
300 tahun (1500-1800 M).
Kemunduran umat Islam pada zaman pertengahan diawali dengan
kehancuran Baghdad oleh Hulagu Khan (cucu Jengis Khan). Dari
Baghdad, ia meneruskan serangan ke Suriah dan Mesir. Tetapi di Mesir ia
berhasil dipukul mundur oleh Baybars, jenderal Mamluk di Ain Jalut.
Baghdad selanjutnya diperintah oleh Dinasti Ilkhan.
Fase tiga kerajaan besar berlangsung selama 300 tahun (1500-1800
M). tiga kerajaan ini yang dimaksud adalah kerajaan Utsmani di Turki

8
(1290-1924), kerajaan Safawi di Persia (1501-1738), dan kerajaaan
Mughal (1526-1858).
3. Islam periode modern (sejak 1800 M)
Periode modern disebut pula oleh Harun Nasutin sebagai zaman
kebangkitan Islam. Ekspedisi Napoeleon yang berakhir tahun 1801
membuka mata umat Islam, terutama Turki dan Mesir, akan kemunduran
dan kelemahan umat Islam disamping kekuatan dan kemajuan barat.
Ekspedisi Napoloen di Mesir memperkenalkan ilmu pengetahuan
dengan membawa 167 ahli dalam bidang berbagai cabang ilmu. Dia pun
membawa dua set alat percetakan huruf latin, Arab dan Yunani. Ekspedisi
itu dating bukan untuk kepentingan militer, tetapi juga untuk kepentingan
Ilmiah. Ide-ide baru yang diperkenalkan Napoleon di Mesir adalah (a)
sistem Negara republic yang kepala negaranya dipilih untuk jangka waktu
tertentu. (b) persaman, dan (c) kebangsaan.

C. Islam Sebagai Produk Budaya


1. Pengertian Budaya
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia hal. 149, disebutkan bahwa:
budaya adalah pikiran, akal budi, adat istiadat. Sedang kebudayaan
adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin ( akal budi ) manusia, seperti
kepercayaan, kesenian dan adat istiadat.
Menurut S. Takdir Alisyahbana, kebudayaan mempunyai beberapa
pengertian yaitu :
a. Kebudayaan adalah suatu keseluruhan yang kompleks yang terjadi dari
unsur-unsur yang berbeda-beda seperti pengetahuan, kepercayaan, seni,
hukum, moral, adat istiadat dan segala kecakapan yang diperoleh manusia
sebagai anggota masyarakat.
b. Kebudayaan adalah warisan sosial atau tradisi.
c. Kebudayaan adalah cara, aturan, dan jalan hidup manusia.

9
d. Kebudayaan adalah penyesuaian manusia terhadap alam sekitarnya dan
cara-cara menyelesaikan persoalan.
e. Kebudayaan adalah hasil perbuatan atau kecerdasan manusia.
f. Kebudayaan adalah hasil pergaulan atau perkumpulan manusia.
Sehingga bisa ditarik kesimpulan bahwa budaya adalah suatu akal pikiran
manusia yang menjadikan suatu hukum adat istiadat tertentu yang harus di
patuhi.
Sedangkan kebudayaan adalah segala sesuatu yang menjadikan manusia
bisa bergaul dengan masyarakat dengan aturan atau cara yang bisa
diterima oleh masyarakat tertentu.
2. Islam Sebagai Budaya
Islam yang dihubungkan dengan kebudayaan berarti cara hidup
atau way of life yang juga sangat luas cakupannya. Tentu disini Islam juga
dilihat sebagai realitas sosial. Yakni Islam yang telah menyejarah meruang
dan mewaktu, Islam yang dipandang sebagai fenomena sosial:bisa dilihat dan
dicermati. Dengan demikian yang dimaksudkan kebudayaan Islam adalah cara
pandang komunitas Muslim yang telah berjalan, terlembaga dan tersosialisasi
dari kurun waktu ke waktu, satu generasi ke generasi yang lain dalam
berbagai aspek kehidupan yang cukup luas tapi tetap menampilkan satu
bentuk budaya, tradisi, seni, yang khas Islam. Biasanya ruang lingkup studi
budaya tidak bisa lepas dari beberapa faktor yang mencangkup manusia,
pengaruh lingkungan, perkembangan masyarakat, serta lintas budaya
atau cross-culture.
Keunikan budaya dan peradapan Islam terletak pada kokohnya
landasan budaya dan peradapan ini berdiri dan bersandar. Paling tidak ada
lima poin utama yang membedakan budaya islam dengan budaya lain.
a. Pertama adalah konsep tauhid atau oneness of god. Di mana saja kapan
saja Islam selalu menampilkan ajakan satu Tuhan. Semua yang ada di atas
bumi tunduk pada hanya satu Tuhan. Dengan unity of god atau tauhid,

10
posisi individu dan kelompoknya terangkat dan tidak bisa diganggu gugat
oleh siapapun. Kemerdekaan, kebebasan yang tauhidi adalah citra budaya
masyarakat ini. Penjajahan, imperialisme, penindasan, atau kewenang-
wenangan.penguasa atas penderitaan rakyat tidak ada tempat.
b. Kedua adalah universalitas pesan dan misi peradaban ini. Quran
menekankan persaudaraan manusia dengan tetap memberi ruang pada
perbedaan ras, keluarga, negara, dan sebagainya. Al-Quran memberi
ajaran yang jelas bahwa persatuan umat manusia adalah satu keharusan
dengan tetap bersandar pada kebenaran, kebaikan, serta taqwa pada Allah.
c. Ketiga adalah prinsiap moral yang selalu ditegakkan dalam budaya ini.
Selain ajaran Al-Quran, sunnah yang penuh dengan nuansa-nuansa moral,
peradaban dan kebudayaan Islam juga tidak pernah sepi dari ajaran ini.
Ajaran moral wali songo misalnya nama bisa dibaca dalam buku the
Admonition of She Bari, atau pesan-pesan seh Bari yang oleh para
sejarawan diduga ditulis oleh sunan bonang. Ajaran moral walisongo juga
disajikan melalui media wayang yang memasyarakat dijawa.
d. Keempat adalah budaya toleransi yang cukup tinggi. Bisa dikatakan
bahwa dimana sebuah negara penduduknya mayoritas muslim, seperti
Madinah zaman Nabi misalnya, pastilah non muslim terjamin hidup aman,
damai, berdampingan bersam-sama. Sementara jika minoritas muslim
tinggal disebuah negara dengan penduduk mayoritas non muslim seperi
yang terjadi di India, agaknya keadaan akan lain.
e. Kelima adalah prinsip keutamaan belajar memperoleh ilmu. Budaya ngaji
membaca dan mengkaji kandungan Al-Quran, mempelajar hadits adalah
budaya Islam yang telah lama eksis sejak kurun pertama sampai kini. Al-
Quran dan sunah itu sendiri menekankan mulianya pendidikan dan
pencari ilmu. Budaya baca, iqra, dengan demikian telah terbukti
membawa peradaban islam pada puncak peradaban dunia dalam waktu
yang sangat lama. Budaya yang mengesankan ini sering disebut sebagai

11
budaya pendidikan seumur hidup, atau life long educatin yang terukir
dalam sejarah sekaligus dalam sabda Nabi : Carilah ilmu dari sejak bayi
sampai keliang lahat .
3. Akulturasi Islam Dan Budaya
Salah satu jalur penyebaran Islam di Indonesia adalah melalui
perangkat budaya. Ajaran Islam yang ditanamkan melalui perangkat budaya
ini, mau tak mau, menyisakan warisan agama lama dan kepercayaan yang ada,
yang tumbuh subur di masyarakat pada waktu itu, untuk dilestarikan
kemudian dibersihkan dari anasir syirik. Pembersihan anasir syirik ini
merupakan satu upaya untuk meneguhkan konsep monoteisme (tauhid) dalam
ajaran Islam. Contoh akulturasi islam dan budaya di Indonesia :
a. Budaya wayang. Wayang adalah bagian dari ritual agama politeisme,
namun kemudian diubah menjadi sarana dakwah dan pengenalan ajaran
monoteisme. Ini suatu kreativitas yang luar biasa, sehingga masyarakat
diislamkan melalui jalur ini. Mereka merasa aman dengan Islam, karena
hadir tanpa mengancam tradisi, budaya, dan posisi mereka.
b. Tahlilan dan ziarah kubur. Hal ini merupakan penghormatan terhadap
leluhur sebagaimana yang biasa dilakukan oleh masyarakat Jawa.
c. Pelaksanaan zakat fitrah. Salah satu mazhab yang berkembang di
Indonesia adalah mazhab yang saat mengambil konklusi fikihnya
disesuaikan dengan konteks lokal. Salah satu contohnya, perihal
pelaksanaan perintah zakat fitrah. Secara tekstual, zakat fitrah haruslah
diberikan dalam bentuk gandum-sesuai dengan bahan makanan pokok di
Arab Saudi. Namun ulama kita berijtihad untuk mengganti gandum
dengan beras dalam pelaksanaan zakat fitrah, karena disesuaikan dengan
bahan makanan pokok di Indonesia.
d. Pesantren. Pesantren adalah suatu wadah yang menciptakan sub kultur
islami yang unik dan merupakam satu kesatuan universal.

12
e. Menara Kudus. Menara Kudus merupakan akulturasi unik persentuhan
dua kebudayaan. Jika Ricklefs ahli sejarah islam Jawa menyimpulkan
bahwa kehadiran islam di Jawa sangat di warnai dengan proses harmonis
dan tidak mengusik elemen elemen Hindu Budha.

D. Islam Sebagai Produk Interaksi Sosial


Islam sebagai sasaran studi sosial ini dimaksudkan sebagai studi tentang
Islam sebagai gejala sosial. Hal ini menyangkut keadaan masyarakat penganut
agama lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang
saling berkaitan.
Dengan demikian yang menjadi obyek dalam kaitan dengan Islam sebagai
sasaran studi social adalah Islam yang telah menggejala atau yang sudah menjadi
fenomena Islam. Yang menjadi fenomena adalah Islam yang sudah menjadi dasar
dari sebuah perilaku dari para pemeluknya.
M. Atho Mudzhar, menulis dalam bukunya, pendekatan Studi Islam dalam
Teori dan Praktek, bahwa ada beberapa bentuk gejala agama yang perlu
diperhatikan dalam mempelajari atau menstudi suatu agama. Pertama, scripture
atau naskah-naskah atau sumber ajaran dan simbol-simbol agama. Kedua, para
penganut atau pemimpin atau pemuka agama, yaitu yang berkenaan dengan
perilaku dan penghayatan para penganutnya. Ketiga, ritus-ritus, lembaga-lembaga
dan ibadat-ibadat, seperti salat, haji, puasa, perkawinan dan waris. Keempat, alat-
alat, organisasi-organisasi keagamaan tempat penganut agama berkumpul, seperti
NU dan lain-lain.
Masih menurut M. Atho Mudzhar, agama sebagai gejala sosial, pada
dasarnya bertumpu pada konsep sosiologi agama. Sosiologi agama mempelajari
hubungan timbal balik antara agama dan masyarakat. Masyarakat mempengaruhi
agama, dan agama mempengaruhi masyarakat. Tetapi menurutnya, sosiologi
sekarang ini mempelajari bukan masalah timbal balik itu, melainkan lebih kepada

13
pengaruh agama terhadap tingkah laku masyarakat. Bagaimana agama sebagai
sistem nilai mempengaruhi masyarakat.
Meskipun kecenderungan sosiologi agama beliau memberi contoh teologi
yang dibangun oleh orang-orang Syi`ah, orang-orang Khawarij, orang-orang
Sunni dan lain-lain. Teologi-teologi yang dibangun oleh para penganut masing-
masing itu tidak lepas dari pengaruh pergeseran perkembangan masyarakat
terhadap agama.
Persoalan berikutnya adalah bagaimana kita melihat masalah Islam sebagai
sasaran studi sosial. Dalam menjawab persoalan ini tentu kita berangkat dari
penggunaan ilmu yang dekat dengan ilmu kealaman, karena sesungguhnya
peristiwa-peristiwa yang terjadi mengalami keterulangan yang hampir sama atau
dekat dengan ilmu kealaman, oleh karena itu dapat diuji.
Jadi dengan demikian menstudi Islam dengan mengadakan penelitian
sosial. Penelitian social berada diantara ilmu budaya mencoba memahami gejala-
gejala yang tidak berulang tetapi dengan cara memahami keterulangan.
Sedangkan ilmu kealaman itu sendiri paradigmanya positivisme.
Paradigma positivisme dalam ilmu ini adalah sesuatu itu baru dianggap sebagai
ilmu kalau dapat diamati (observable), dapat diukur (measurable), dan dapat
dibuktikan (verifiable). Sedangkan ilmu budaya hanya dapat diamati. Kadang-
kadang tidak dapat diukur atau diverifikasi. Sedangkan ilmu sosial yang dianggap
dekat dengan ilmu kealaman berarti juga dapat diamati, diukur, dan diverifikasi.
Melihat uraian di atas, maka jika Islam dijadikan sebagai sasaran studi
sosial, maka harus mengikuti paradigma positivisme itu, yaitu dapat diamati
gejalanya, dapat diukur, dan dapat diverifikasi.
Hanya saja sekarang ini juga berkembang penelitian kualitatif yang tidak
menggunakan paradigma positivisme. Ini berarti ilmu sosial itu dianggap tidak
dekat kepada ilmu kealaman.
Beberapa hal sebagai gejala agama yang telah disebut di atas kemudian
dapat dijadikan obyek dari kajian Islam dengan menggunakan pendekatan ilmu

14
sosial sebagaimana juga telah diungkap diatas. Masalahnya tokoh agama Islam,
penganut agama Islam, interaksi antar umat beragama, dan lain-lain dapat
diangkat menjadi sasaran studi Islam.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Definisi sejarah secara umum adalah ilmu yang membahas berbagai masalah
yang terjadi di masa lampau, baik yang berkaitan dengan masalah sosial, politik
ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan, kebudayaan, agama dan gejala alam. Sejarah
merupakan fakta yang benar-benar terjadi bukan yang seharusnya terjadi, sejarah
adalah realitas bukan idealitas. Unsur penting dalam sejarah adalah adanya
peristiwa, adanya batasan waktu yaitu masa lampau, adanya pelaku yaitu
manusia, dan daya kritis dari peneliti sejarah.
Islam sebagai wahyu yaitu islam adalah wahyu yang diturunkan kepada nabi
Muhammad saw sebagai pedoman untuk kebahagiaan hidup di dunia dan di
akhirat. Islam sebagai produk sejarah yaitu semua aspek kehidupan. Baik
bangunan, sejarah politik, ekonomi, dan sosial islam, sejarah regional islam serta
ilmu-ilmu tentang islam merupakan produk sejarah.

B. Saran
Dalam pnulisan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan-
kekurangan penulis, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca guna kesempurnaan penulis di masa yang akan datang.

16
DAFTAR PUSTAKA

17

Anda mungkin juga menyukai