Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebudayaan dimaknai sebagai persebaran kebudayaan yang disebabkan
adanya migrasi manusia. Perpindahan dari satu tempat ke tempat lain, akan
menularkan budaya tertentu. Hal ini akan semakian tampak dan jelas kalau
perpindahan manusia itu secara kelompok dan atau besar-besaran, di
kemudian hari akan menimbulkan difusi budaya yang luar biasa. Setiap ada
persebaran kebudayaan, di situlah terjadi penggabungan dua kebudayaan atau
lebih. Akibat pengaruh kemajuan teknologi-komunikasi, juga akan
mempengaruhi terjadinya difusi budaya. Keadaan ini memungkinkan
kebudayaan semakin kompleks dan bersifat multikultural. Dengan adanya
penelitian difusi, maka akan terungkap segala bentuk kontak dan persebaran
budaya sampai ke wilayah yang kecil-kecil. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa kontribusi pengkajian difusi terhadap kebudayaan manusia
bukan pada aspek historis budaya tersebut, melainkan pada letak geografi
budaya dalam kewilayahan dunia.
Seperti telah disebutkan pada paparan mengenai lanjutan teori evolusi
sepeninggal Tylor dan Morgan bahwa teori evolusi mendapat dua jenis
kritikan yang salah satunya menentang keras pandangan teori tersebut. Ide
awal adanya teori difusi kebudayaan ini dilontarkan pertama kali oleh G.
Elliot Smith (1871-1937) dan WJ. Perry (1887-1949), dua orang ahli
antropologi asal Inggris. Setelah membaca dan mempelajari banyak catatan
sejarah serta benda-benda arkeologis mengenai kebudayaan-kebudayaan
besar yang pernah ada di muka bumi, kedua tokoh ini sampai pada suatu
tekad untuk mengajukan sebuah teori yang mereka namakan Heliolithic
Theory.[20] Menurut keduanya, berdasarkan teori yang mereka ajukan ini,
peradaban-peradaban besar yang pernah ada di masa lampau merupakan hasil
persebaran yang berasal dari Mesir. Hal ini karena berdasarkan kajian

1
keduanya, pernah terjadi suatu peristiwa difusi yang sangat besar di masa
lampau yang berpusat di Mesir. Persebaran dari titik utama di Mesir ini
kemudian bergerak ke arah timur yang meliputi daerah-daerah terjauh seperti
India, Indonesia dan Polinesia hingga mencapai Amerika. Orang-orang Mesir
yang disebut dengan putra-putra dewa matahari ini melakukan perpindahan
dengan cara menyebar ke berbagai tempat tersebut dalam usaha mereka untuk
mencari logam mulia dan batu mulia seperti emas, perak dan permata.
Sebagai pendekatan yang datang setelah teori evolusi dikemukakan oleh
para penganjurnya, pada awalnya teori difusi tidak dipertentangkan dengan
teori yang munculnya sebelumnya tersebut. Hal ini karena tokoh-tokoh teori
evolusi, Tylor dan Morgan, pada dasarnya tidak menafikan adanya kenyataan
bahwa kebudayaan manusia tersebut dapat menyebar dan dapat menyebabkan
beragam perubahan akibat penyebaran tersebut. Akan tetapi, keberadaan teori
difusi kebudayaan sebagai penentangan terhadap teori evolusi yang muncul
sebelumnya baru mengemuka dan mencuat ke permukaan setelah kedatangan
Franz Boas bersama para muridnya. Setelah masuknya tokoh antropolog asal
Amerika ini barulah terjadi perselisihan dan mencuatnya beragam kritikan
yang dialamatkan oleh para pengusung teori difusi terhadap teori evolusi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Teori Heliolithic?
2. Bagaimana Teori Cultural Revolution ?
3. Bagaimana Teori Cultural Change?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Bagaimana Teori Heliolithic.
2. Untuk Mengetahui Bagaimana Teori Cultural Revolution.
3. Untuk Mengetahui Bagaimana Teori Cultural Change.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Heliolithic
Elliot Smith (1871-1937) dan W.J. Perry (1887-1949) yang
mengemukakan teori-teori aneh. Teori aneh mereka misalnya tentang
sejarah kebudayaan dunia bahwa pada zaman purbakala pernah terjadi suatu
peristiwa difusiyang besar yang berpangkal di Mesir, yang bergerak ke arah
timur, daerah sekitar Laut Tengah, Afrika, kemudian bergerak ke India,
Indonesia, Polinesia, dan ke Amerika. Teor ini kemudian disebut dengan
Heliolithic Theory.
Heolithic Theory Oleh : G.E.Smith dan W.J.Ferry
1. Berpendapat bahwa dalam sejarah kebudayaan dunia pada zaman
purbakala, pernah terjadi suatu peristiwa difusi besar yang berpangkal di
mesir, kemudian bergerak ke arah timur dan sampai ke daerah yang
sangat jauh.
2. Gerak kebudayaan mesir kuno itu mulai dari daerah sekitar laut tengah,
afrika, india, indonesia, polinesia dan amerika.
3. Jenis kebudayaannya adalah kebudayaan batu besar/ megalitikum, yang
pusatnya di mesir.
Heliolithic Theory bagi Elliot dan Perry didasarkan pada unsur-unsur
penting kebudayaan Mesir Kuno yang tersebar ke daerah luas, tampak pada
bangunan-bangunan batu besar (megalith), unsur religiusitas yang berpusat
pada penyembahan matahari, atau helios. Pendapat ini menyimpulkan
bahwa kebudayaan Mesir menjadi induk dan kemudian tersebar secara acak
dan berkembang ke seluruh daerah di dunia di sepanjang waktu
perjalanannya.
Mereka mengungkapkan bahwa dalam sejarah kebudayaan dunia pada
zaman purbakala pernah terjadi suatu peristiwa difusi yang besar yang
berpangakal dari Mesir, yang bergerak ke Timur dan yang meliputi jarak

3
yang sangat jauth, yaitu ke daerah-daerah di sekitar Lautan tengah, ke
Afrika, ke India, ke Indonesia, ke Polinesia, dan ke Amerika. Teori itu
kemudian sering disebut Heliolithic Theory, karena menurut Elliot Smith
dan Perry unsur-unsur penting dari kebudayaan Mesir kuno yang bersebar
ke daerah luas tersebut diatas itu tampak pada bangunan-bangunan batu
besar, atau megalith, dan juga pada suatu komplex unsur-unsur keagamaan
yang berpusat pada penyembahan matahari, atau helios.
Teori Heliolithik tersebut kemudian dipergunakan dalam suatu
penelitian besar oleh Perry yang mencoba menelusuri peta penyebaran
unsur-unsur kebudayaan serta sebab-sebab dari difusi tersebut. Dalam
persebarannya dari Mesir ke arah Timur Tengah sampai ke Amerika tengah
dan Selatan, yang tentu saja melewati Indonesia, karena keberadaan pulau-
pulaunya yang terletak di tenagh. Hasil penelitian Perry tersebut
dipublikasikan ke dalam buku yang menadi sangat populer The Children of
the Sun (1923).
Heliolithic Theory secara konseptual dapat dipahami sebagai sebuah
gagasan tentang kekuatan determinan sebuah budaya. Kekuatan determinasi
tersebut tumbuh melalui kemampuannya untuk beradaptasi. Argumen
sesungguhnya masih menjadi preposisi, bahwa kelestarian budaya tertentu
menegaskan kemampuan beradaptasiyang lebih baik. Kaplan dan Manners
juga mengemukakan, bahwa semakin tinggi taraf adaptasi suatu budaya,
akan makin banyak struktur yang dikandungnya dan struktur-struktur.
Namun kemudian, teori Heliostik mendapat banyak kecaman. Salah
satu kecaman tersebut datang dari seorang yang bernama R.H. Lowie
(antropologi Amerika) yang menyatakan bahwa bahwa teori Heliostik itu
merupakan teori difusi yang ekstrim, yang tidak sesuai dengan kenyataan,
baik dipandang dari sudut hasil-hasil penggalian-penggalian ilmu prehistori,
maupun dari sudut konsep-konsep tentang proses difusi dan pertukara
unsur-unsur kebudayaan antara bangsa-bangsa yang telah diterima dalam
kalngan ilmu antropologi waktu itu.

4
Pada masa sekarang teori Heliostik itu hanya bisa kita pandang
sebagai suatu contoh saja dari salah suatu cara yang pernah digunakan oleh
para ahli persamaan-persamaan unsur-unsur kebudayaan di berbagai tempat
di dunia.

B. Teori Cultural Revolution


Gordon Childe (1892-1957) adalah ahli arkeologi dan sejarah
kebudayaan Eropa dan Asia Barat yang beraliran Marxisme. Konsepnya
mengenai peristiwa-peristiwa besar dalam evolusi kebudayaan sebenarnya
merupakan suatu kerangka untuk memandang sejarah umat manusia secara
universal. Uraian mengenai berbagai bagian serta detil kerangkanya itu
tercantum dalam sejumlah karangannya. Tiga buah diantaranya, yang
ditulisnya dengan suatu gaya bahasa yang sangat menarik dan yang karena
itu telah membuat konsepnya menjadi terkenal, tidak hanya diantara
kalangan ahli arkeologi, sejarah kebudayaan, dan antropologi, tetapi juga
diantara kalangan para cendekiawan pada umumnya.
Menurut konsep Childe, pada kala-kala awal eksistensi manusia
dimuka bumi, evolusi kebudayaan manusia didasarkan pada mata
pencaharian berburu dan meramu berjalan sangat lambat, dan berlangsung
beratus-ratus ribu tahun. Namun kemudian ada beberapa peristiwa besar
yang terjadi dengan interval waktu yang makin singkat, yang menyebabkan
makin cepat berlangsungnya evolusi kebudayaan lain disekitarnya itu oleh
Childe disebut cultural revolutions. Istilah revolution tidak dimaksudnya
sebagai suatu proses perubahan yang cepat dan mendadak, tetapi sebagai
suatu peristiwa besar yang telah memberi suatu arah perkembangan yang
lain dan suatu perubahan sosial yang sangat mendasar kepada proses
perkembangan kebudayaan manusia.
Dengan demikian, cultural revolution menurut Childe pertama-tama
dialami oleh manusia ditujuh tempat di muka bumi, adalah Neolithic
Revolution. Dalam rangka peristiwa itu, yang di tujuh tempat di dunia itu
terjadi dalam waktu yang tidak banyak berbeda, manusia di tempat-tempat

5
itu secara terpisah menemukan kepandaian bercocok tanam. Dengan
demikian bangsa-bangsa di tempat-tempat penemuan itu, dan kemudian juga
bangsa-bangsa di daerah-daerah lain yang terkena pengaruh mereka, mulai
berubah dari kehidupan dalam masyarakat yang didasarkan pada sistem
mata pencaharian food gathering ke food producing. Dalam keadaan itu
manusia mulai hidup menetap, dan dengan demikian mereka juga memiliki
waktu senggang, sehingga dapat mengembangkan berbagai jenis kerajinan,
pertukangan dan kesenian. Sementara itu jumlah manusia juga makin
meningkat, seang dari bekas alat-alat prehistori zaman itu, yang tergali oleh
para arkeolog masa kini, tampak bahwa ada suatu kemajuan dalam
teknologi pembuatan alat-alat batu yang berukuran besar.
Menurut Childe, peristiwa revolusi kebudayaan yang terjadi kemudian
adalah suatu perubahan kebudayaan yang sangat besar, yang mula-mula
disebabkan karena makin mantapnya system pembagian kerja dalam
masyarakat. System pembagian kerja yang makin terperinci itu
menyebabkan berkembangnya konsepsi tentang pekerjaan terpandang dan
pekerjaan tidak terpandang, dan dengan itu juga timbul system
pelampiasan sosial. Ada golongan-golongan sosial yang dapat melepaskan
diri dari pekerjaan bertani dan menjadi undagi (tukang), pengrajin, seniman,
pedagang, tentara, pegawai, atau pendeta. Golongan-golongan sosial yang
terdiri dari orang-orang seperti itu mengelompok di tempat-tempat tertentu;
sehingga lambat laun terjadi pengelompokan-pengelompokan manusia yang
dapat kita sebut kota. Penduduk kota kemudian mengkonsumsi atau
mendistribusikan hasil pertanian yang diproduksi para petani di desa,
sedang kehidupan kebudayaan di kota-kota menjadi sangat berbeda dengan
kehidupan kebudayaan di desa-desa. Perubahan yang menyebabkan
terjadinya masyarakat kota itu oleh Childe disebut urban revolution.
Peristiwa revolusi kebudayaan yang berikutnya adalah yang oleh
Childe disebut revolution in human knowledge. Dengan adanya tulisan,
maka pengetahuan manusia makin maju pesat karena hasil pemikiran para
ahli pikir dapat dicatat dan dipergunakan sebagai landasan para ahli pikir

6
generasi-generasi berikutnya untuk melanjutkan pemikiran itu. Dengan
demikian, pengetahuan manusia makin lama bertimbun makin banyak, dan
dapat dipergunakan untuk perbaikan dan kesejahteraan hidupnya, sehingga
kebudayaannya juga makin lama makin maju dengan pesat.

Sebagai seorang penganut aliran Marxisme, Childe tentu menyebutkan


bahwa revolusi kaum buruh akhirnya akan mengakibatkan munculnya
masyarakat tanpa kelas, dalam hal mana ia tidak berbeda pendapat dengan,
misalnya, F. Engels. Namun sebagai seorang ahli arkeologi yang
berpandangan sejarah, ia berbeda dengan para ahli aliran evolusi unilinear
karena ia tidak hanya mengakui adanya kekuatan evolusi saja, tetapi juga
jalannya sejarah, yang menyebabkan adanya kebudayaan-kebudayaan yang
mendapat pengaruh difusi dari kebudayaan-kebudayaan dimana terjadi
peristiwa-peristiwa revolusi tadi, dan ada yan tidak mendapat pengaruh itu.
Cultural Revolution di alami oleh tujuh manusia dimuka bumi, adalah
Neolithic Revolution yang pada saat itu manusianya secara terpisah telah
pandai bercocok tanam sehingga berubah dalam kehidupa masyarakat yang
didasarkan pada sistem mata pencaharian food gathering ke food
producting, hidupnya mulai menetap, waktu senggang digunakan untuk
mengembangkan kerajinan, pertukangan dan kesenian.
Perubahan kebudayaan yang sangat besar dengan adanya system
pembagian kerja yang lebih terperinci. Kemudian terdapat konsepsi tentang
pekerjaan terpandang dan pekerjaan tidak terpandang, maka timbullah
golongan-golongan sosial (pelapisan sosial).
Golongan-golongan sosial ada yang melepaskan diri dari pekerjaan
petani dan menjadi undagi (tukang), pengrajin, seniman, pedagang, tentara,
pendeta . mereka mulai hidup mengelompok di tempat tertentu yang disebut
kota. Sehingga kebudayaan mereka mulai berubah dan disebut urban
revolution. Kemudian disusul revolution in human knowledge yang ditandai
telah adanya tulisan, pesatnya pengetahuan manusia yang digunakan untuk
perbaikan dan kesejahteraan hidupnya. Namun Childe juga berpendapat

7
bahwa revolusi kaum buruh menyebabkan munculnya masyarakat tanpa
kelas karena telah adanya pengaruh difusi dari kebudayaan dan ada yang
tidak mendapat pengaruh itu.
Teori Cultural Revolution Oleh: V. Gordon Childe
1. Bahwa didalam refolusi kebudayaan terjadi melalui tahapan-tahapan
neolithik revolution, urban revolutin, revolution in human knowledge
dan industrial revolution.
2. Hal ini dimanifestasikan melalui penghidupan food gathering menjadi
production.
Perkembangan kebudayaan manusia awalnya berlangsung lambat
kemudian maju dengan pesat karena manusia dapat menguasai berbagai
macam sumber energi yang semakin banyak dan intensif. Kemudian
penemuan-penemuan sumber energy yang mencolok itu disebut cultural
mutation. Yang pada awalnya manusia hidup dalam kesederhanaan dimana
ia hanya mampu mempergunakan tenaga yang keluar dari organismenya
sendiri (energy of human organism) dan dalam perkembangannya manusia
telah mengenal api , tenaga angin dan air. Ketika manusia menemukan
cara-cara untuk menggunakan hewan maka semakin maju dalam
tekhnologinya dan mulai mengenal bercocok tanam.
Proses evolusi kebudayaan tampak sewaktu menggunakan tenaga
hewan. Akhirnya mutasi-mutasi kebudayaan yang terbaru, seperti penemuan
cara-cara untuk menguasai energy angin, air, uap, listrik, dan atom, telah
dan akan menyebabkan kemajuan sangat pesat dalam proses evolusi
kebudayaan. Sehingga kemajuan kebudayaan di ukur secara relatif, mutlak
dan eksak dengan merumuskan beberapa energi lain disamping energi
manusia secara berasas-guna per kapita per tahun oleh sutau masyarakat
atau kebudayaan.
Menurut Steward, metode Leslie White untuk mengukur penggunaan
energy untuk keperluan hidup manusia tetapi hanya dapat menerangkan
mengapa suatu kebudayaan maju dan belum dapat memberi jawaban.
Gordon Childe tidak banyak memberi keterangan mengenai perubahan

8
kebudayaan-kebudayaan lain yang berada di luar tempat-tempat terjadinya
peristiwa revolusi kebudayaan.
Dapat disimpulkan menurut Childe, bahwa semua kebudayaan
berkembang dari bentuk-bentuk yang sederhana menjadi bentuk-bentuk
yang kompleks.

C. Teori Cultural Change


Cultural Change atau perubahan sosial adalah proses di mana terjadi
perubahan struktur dan fungsi suatu sistem sosial. Perubahan tersebut terjadi
sebagai akibat masuknya ide-ide pembaruan yang diadopsi oleh para
anggota sistem sosial yang bersangkutan. Proses perubahan sosial biasa
tediri dari tiga tahap:
1. Invensi, yakni proses di mana ide-ide baru diciptakan dan
dikembangkan
2. Difusi, yakni proses di mana ide-ide baru itu dikomunikasikan ke dalam
sistem sosial.
3. Konsekuensi, yakni perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem
sosial sebagai akibat pengadopsian atau penolakan inovasi. Perubahan
terjadi jika penggunaan atau penolakan ide baru itu mempunyai akibat.
Teori Cultural Change Oleh: H.Steward
1. Kebudayaan merupakan sistem penguasaan kekuatan/energi, artinya
kebudayaan senantiasa mengalami perubahan. Steward menekankan
bahwa kebudayaan itu berkembang multilinear dan evolusi kausal.
2. Evolusi/perubahan kebudayaan multilinear menekankan, bahwa
kebudayaan berkembang tidak dari tahap yang sama tetapi dari multi
variabel (teknologi, struktur ekologi manusia,pola-pola dalam situasi
lingkungan dsb.
William Ogburn, menjelaskan pengertian Cultural Change dengan
membuat batasan ruang lingkup perubahan sosial itu. Dia menjelaskan
bahwa perubahan sosial itu mencakup unsur unsur kebudayaan (baca
pengertian kebudayaan) baik yang bersifat materiil dan yang tidak bersifat

9
material (immaterial) dengan menekankan pengaruh yang besar dari unsur
unsur kebudayaan yang materiil terhadap unsur unsur kebudayaan
immateriil.
Selanjutnya dijelaskan oleh Kingsley Davis tentang pengertian
perubahan sosial. Dia menjelaskan bahwa perubahan sosial merupakan
perubahan perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.
Contoh perubahan sosial yang dia maksud seperti: Terjadinya
pengorganisasian buruh dalam masyarakat industri atau kapitalistis. Hal ini
menyebabkan perubahan perubahan hubungan antara majikan dan para
buruh yang kemudian terjadi perubahan juga dalam organisasi politik yang
ada dalam perusahaan tersebut dan masyarakat.
Kemudian, Gillin dan Gillin memberikan tanggapan dalam salah satu
karangannya bahwa pengertian perubahan sosial sebagai suatu variasi cara
cara hidup yang telah diterima, yang disebabkan baik karena perubahan
kondisi geografis, kebudayaan materiil, komposisi penduduk, ideologi (baca
pengertian ideologi) maupun disebabkan karena adanya difusi maupun
penemuan penemuan baru dalam masyarakat (baca pengertian masyarakat )
tersebut.
Selo Soermadjan juga memberikan tanggapan tentang apa pengertian
perubahan sosial itu. Dia mengatakan bahwa perubahan sosial adalah segala
perubahan yang terjadi pada lembaga lembaga kemasyarakatan di dalam
masyarakat yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai
nilai, sikap sikap, dan pola pola peri kelakuan di antara kelompok kelompok
dalam masyarakat tersebut.
Hans Garth dan C. Wright Mills juga memberikan definisi perubahan
sosial. Mereka berdua mengatakan bahwa pengertian perubahan sosial
adalah apapun yang terjadi baik itu kemunculan, perkembangan, dan bahkan
kemunduruan dalam kurun waktu tertentu terhadap peran, lembaga, ataupun
tatanan yang meliputi struktur sosial.

10
Terakhir oleh Samel Koenig. Secara ringkas dia memberikan
tanggapan tentang pengertian perubahan sosial sebagai modifikasi
modifikasi yang terjadi dalam pola pola kehidupan manusia.
Perubahan sosial dalam masyarakat bukan merupakan sebuah hasil
atau produk tetapi merupakan sebuah proses. Perubahan sosial merupakan
sebuah keputusan bersama yang diambil oleh anggota masyarakat. Konsep
dinamika kelompok menjadi sebuah bahasan yang menarik untuk
memahami perubahan sosial. Kurt Lewin dikenal sebagai bapak manajemen
perubahan, karena ia dianggap sebagai orang pertama dalam ilmu sosial
yang secara khusus melakukan studi tentang perubahan secara ilmiah.
Konsepnya dikenal dengan model force-field yang diklasifikasi sebagai
model power-based karena menekankan kekuatan-kekuatan penekanan.
Menurutnya, perubahan terjadi karena munculnya tekanan-tekanan terhadap
kelompok, individu, atau organisasi. Ia berkesimpulan bahwa kekuatan
tekanan (driving forces) akan berhadapan dengan penolakan (resistences)
untuk berubah. Perubahan dapat terjadi dengan memperkuat driving forces
dan melemahkan resistences to change.
Langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengelola perubahan,
yaitu: (1) Unfreezing, merupakan suatu proses penyadaran tentang perlunya,
atau adanya kebutuhan untuk berubah, (2) Changing, merupakan langkah
tindakan, baik memperkuat driving forces maupun memperlemah
resistences, dan (3) Refreesing, membawa kembali kelompok kepada
keseimbangan yang baru (a new dynamic equilibrium). Pada dasarnya
perilaku manusia lebih banyak dapat dipahami dengan melihat struktur
tempat perilaku tersebut terjadi daripada melihat kepribadian individu yang
melakukannya. Sifat struktural seperti sentralisasi, formalisasi dan
stratifikasi jauh lebih erat hubungannya dengan perubahan dibandingkan
kombinasi kepribadian tertentu di dalam organisasi.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Beberapa pakar peneliti sejarah persebaran unsur-unsur kebudayaan telah
mengemukakan teori mereka. Teori mereka banyak dipengaruhi oleh aliran
filsafat atau cara berpikir filosofis-historis yang disebut difusionisme. Teori-
teori itu antara lain:
1. Heolithic Theory Oleh : G.E.Smith dan W.J.Ferry
a. Berpendapat bahwa dalam sejarah kebudayaan dunia pada zaman
purbakala, pernah terjadi suatu peristiwa difusi besar yang berpangkal
di mesir, kemudian bergerak ke arah timur dan sampai ke daerah yang
sangat jauh.
b. Gerak kebudayaan mesir kuno itu mulai dari daerah sekitar laut
tengah, afrika, india, indonesia, polinesia dan amerika.
c. Jenis kebudayaannya adalah kebudayaan batu besar/ megalitikum,
yang pusatnya di mesir.
2. Teori Cultural Revolution Oleh: V. Gordon Childe
a. Bahwa didalam refolusi kebudayaan terjadi melalui tahapan-tahapan
neolithik revolution, urban revolutin, revolution in human knowledge
dan industrial revolution.
b. Hal ini dimanifestasikan melalui penghidupan food gathering menjadi
production.
3. Teori Cultural Change Oleh: H.Steward
a. Kebudayaan merupakan sistem penguasaan kekuatan/energi, artinya
kebudayaan senantiasa mengalami perubahan. Steward menekankan
bahwa kebudayaan itu berkembang multilinear dan evolusi kausal.
b. Evolusi/perubahan kebudayaan multilinear menekankan, bahwa
kebudayaan berkembang tidak dari tahap yang sama tetapi dari multi
variabel (teknologi, struktur ekologi manusia,pola-pola dalam situasi
lingkungan dsb.

12
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis sadar masih jauh dari
kesempurnaan dan masih terdapat banyak kekurangan, baik dalam materinya,
bahasa yang tidak baku maupun penyampaian isi makalah. Oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan dan menghargai kritik dan saran dari pembaca.

13
DAFTAR PUSTAKA

Elly M. Setiadi dan Usman Kolip. Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan

Gejala Permasalahan Sosial : Teori, Aplikasi dan Pemecahannya. Kencana:

Jakarta, 2011

Ali, R. Moh. Drs ; Pengantar Ilmu Sejarah, Bhratara, Jakarta, 1965

M.A. Tamburaka, E. Rustam. H.Drs.Prof. Pengantar Ilmu Sejarah, Teori Filsafat

Sejarah, Sejarah Filsafat & IPTEK, Rineka Cipta, Jakarta, 2002

http://blog.unnes.ac.id/warungilmu/2015/11/15/kerangka-gordon-childe/

iii
14
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 2
C. Tujuan ................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Teori Heliolithic .................................................................................. 3
B. Teori Cultural Revolution .................................................................. 5
C. Teori Cultural Change ......................................................................... 9

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ......................................................................................... 12
B. Saran .................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA

ii
15
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas rahmat yang diberikan Allah SWT
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
membantu penulis dalam membuat makalah ini dan teman-teman yang telah
memberi motivasi dan dorongan serta semua pihak yang berkaitan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak demi perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang.

Bengkulu,

Penulis

16i
MAKALAH
TEORI-TEORI SEJARAH
TEORI SEJARAH PERSEBARAN KEBUDAYAAN

Disusun Oleh
Deta Upia Agustina
1611430016

Dosen Pembimbing :
MUHAMMAD ABBAS MUSTOFA

PRODI SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU
2017

17

Anda mungkin juga menyukai