Anda di halaman 1dari 2

PENANTIAN AKAN MUJIZAT

Kesaksian dari Ibu Maya Tampubolon - 44 tahun

Ketika beranjak dewasa, saya baru mengetahui bahwa sesak nafas yang selama ini sering
saya alami merupakan penyakit asma. Hal ini saya ketahui setelah saya melalui beberapa
pemeriksaan medis. Dari hasil pemeriksaan medis tersebut diketahui bahwa pemicunya
adalah partikel di udara seperti debu, polen (serbuk-serbuk bunga), asap dan lain sebagainya.
Tak heran jika saya berada di dalam ruangan yang penuh dengan debu, masuk ke dalam toko
yang terdapat banyak tumpukan baju atau pun berada di kebun atau taman yang terdapat
banyak bunga saya merasakan sesak nafas. Dengan penyakit asma saya ini, mengharuskan
saya untuk selalu membawa ventolin (obat semprot untuk melebarkan jalan napas saya).
Memasuki bulan Maret tahun 2014 yang lalu, saya harus pulang ke Pekanbaru. Dengan
penyakit asma yang saya derita, jujur saja hal ini cukup meresahkan pikiran saya, mengingat
sejak bulan Februari yang lalu, Riau sedang dilanda bencana asap berkepanjangan akibat
kebakaran lahan dan hutan. Saya ingat pada saat itu ketika tiba di Pekanbaru, hari sudah sore,
namun kondisi di sana seperti sudah malam karena tertutup dengan pekatnya asap di mana-
mana. Bahkan ketika saya keluar dari pintu pesawat saja, saya sudah sulit untuk bernapas.
Dada dan tenggorokan saya seperti terbakar, panas sekali.

Dan ketika sedang menunggu koper keluar, saya hanya duduk diam sambil menangis. Saat itu
saya tidak menceritakan apa pun juga tentang apa yang saya alami kepada suami saya. Saya
hanya bisa berkata kepada Tuhan, Tuhan, kalau Tuhan sudah tempatkan saya di Pekanbaru,
saya yakin dan percaya saya akan menerima mujizat kesembuhan dari penyakit asma saat
ini. Meskipun sudah menggunakan ventolin berulang-ulang kali namun dada ini terasa
sangat sesak sekali. Saya berusaha untuk tetap tidak mengeluh, dan saya pun memutuskan
untuk tidak kembali ke Jakarta. Saya benar-benar mau menunggu mujizat dari Tuhan. Dan
pada malam itu saya masuk menara doa di gereja. Saya menanggalkan segala beban dan
memiliki sikap hati bersyukur dan percaya sepenuhnya bahwa rancangan Tuhan dalam hidup
saya adalah rancangan yang terbaik. Dan saya berharap penuh kepada Tuhan Yesus. Saya
percaya jika Tuhan Yesus mau dan mampu menyembuhkan orang lain, pasti Tuhan Yesus
juga mau dan mampu menyembuhkan saya.

Tak terasa, ketika selesai berdoa dan keluar dari menara doa, saya merasa bahwa saya sudah
tidak lagi merasakan sesak napas sama sekali. Haleluya! Keesokan paginya Tuhan
menyadarkan saya bahwa saya sudah mengalami kesembuhan. Sepanjang musibah bencana
asap tersebut, bahkan sampai pada puncaknya, Puji Tuhan saya tetap sehat. Justru suami,
anak dan mertua saya sakit terkena radang tenggorokan dan infeksi akibat asap tersebut, dan
saya tidak mengalaminya sedikit pun. Bahkan batuk pun tidak saya alami, padahal jika ada
debu atau asap rokok sedikit saja, saya sudah mengalami sesak napas. Hingga saat ini
penyakit asma saya sudah tidak pernah lagi kambuh. Haleluya! Tuhan Yesus dahsyat! Saya
menyadari bahwa ketika kita berdoa untuk suatu mujizat, maka maka kita menantikan
mujizat itu dengan hanya berharap pada Dia. Tanpa mengeluh, dengan kata lain mengucap
syukur walaupun belum terjadi, bertindak sesuai yang kita doakan. Jangan melakukan yang
berlawanan yaitu mengeluh dan mengeluh. Yang kedua, jika Tuhan membawa kita
menghadapi situasi yang justru berlawanan dari keadaan kita, lewati prosesnya karena
semakin buruk keadaan maka semakin besar Tuhan dimuliakan. Haleluya! Terima kasih
Tuhan Yesus kasih-Mu sungguh tak

terbatas. Amin.

Anda mungkin juga menyukai