Anda di halaman 1dari 4

Suku Peradaban Islam

Suku Hui (Pemeluk Agama Islam Di China)


Suku Hui adalah salah satu suku dari lima suku terbesar di Republik Rakyat Cina. Suku ini
memeluk agama Islam dan tersebar di hampir seluruh provinsi di Tiongkok. Dengan jumlah total sekitar
10 juta, Suku Hui merupakan salah satu yang dianggap penting oleh pemerintah China. Dapat dikenali
dari penampilan dan penampakan mereka yang khas Muslim, lelakinya berkopiah putih serta sebagian
berjenggot dan wanitanya kebanyakan berjilbab. Di kota-kota besar dapat dilihat kebanyakan dari mereka
berjualan makanan atau membuka usaha warung dan restoran. Dari ciri khas bertuliskan Arab di pintu
depan warung/resto mereka dan juga ada tulisan berdampingan dengan tulisan kanji (Pinyin:
qing zhen, baca: jing cen) yang artinya sama, yaitu halal.
Nama Suku Hui berasal dari kependekan Hui-Hui, istilah yang pertama kali tercatat di era
Nothern Song Dynasty (960-1127) yang me-refer sekelompok orang Uyghur. Orang Uyghur ini banyak
terkonsentrasi di daerah Anxi yang sekarang disebut Xinjiang. Sekarang kebanyakan mereka tinggal di
daerah Northwestern China (Ningxia, Gansu, Qinghai, Xinjiang), yang sekarang disebut dengan Ningxia
Hui Autonomous Region dan Xinjiang Uyghur Autonomous Region.

Kehidupan Beragama
Jelas dari penjabaran sejarah dan latar belakang di atas, Suku Hui mayoritas memeluk agama
Islam dan memiliki 3 perayaan terpenting sepanjang tahun, yaitu Idul Fitri, Idul Adha dan Maulid Nabi.
Mesjid banyak dibangun dan menjadi pusat tempat beribadah, berinteraksi dan bermasyarakat di kalangan
Suku Hui. Selain untuk tempat beribadah, mesjid-mesjid digunakan untuk tempat menyebarkan dan
mendalami agama Islam yang mereka anut. Tata kehidupan Suku Hui sungguh menjunjung tinggi nilai-
nilai Islam termasuk dalam hal makanannya yang mengharamkan daging babi, yang tentu bukan hal yang
mudah di negeri yang justru mayoritas penduduknya mengonsumsi daging babi.

Ramadhan & Idul Fitri


Suku Hui yang hidup di daerah Shanxi, Gansu, Qinghai dan Yunnan menyebut Ramadhan dengan
nama lain yaitu, Daerde. Seperti di Indonesia, di bulan Ramadhan, Suku Hui menjalaninya dengan lebih
bermakna dan berwarna. Makanan dan minuman yang berlimpah ada di setiap keluarga Suku Hui ketika
buka puasa dan sahur tiba. Sekali lagi mirip dengan Indonesia, di bulan Ramadhan, mendekati saat
berbuka, para umat Muslim akan berbondong-bondong berkumpul di mesjid di sekitar tempat tinggal
mereka sambil menunggu adzan maghrib. Ketika adzan berkumandang, mereka akan berbuka puasa
bersama. Yang sedikit membedakan dengan Indonesia adalah cara berbuka puasa. Jika bulan Ramadhan
jatuh di musim panas, mereka akan berbuka dengan buah segar dan segelas air atau teh tureen. Sementara
jika bulan Ramadhan jatuh di musim dingin, mereka akan berbuka dengan kurma.

Karakteristik dalam berpakaian


Para prianya lazim mengenakan tutup kepala khas Suku Hui yang berwarna putih atau hitam.
Warna putih banyak disukai dibandingkan yang berwarna hitam. Namun ada juga kelompok masyarakat
Hui yang lebih suka menutup kepalanya dengan bebat kain, sehingga kelompok ini sering disebut
dengan Head-Wimpled Hui People. Ada juga yang mengenakan semacam pecis/kopiah dengan berbagai
model dan bentuk

Kontribusi Terhadap China & Dunia


Sejak jaman dulu, Suku Hui sudah banyak berkontribusi kepada China. Agama Islam sendiri juga
berpengaruh besar untuk kejayaan China di masa lalu. Laksamana Cheng Ho adalah salah satu bukti
sejarah tak terbantahkan. Menurut penelitian terakhir dari Gavin Menzies, benua Amerika bukan
ditemukan oleh Columbus, tapi oleh Laksamana Cheng Ho.

Keistimewaan Masjid Agung Tongxin Hui

Jauh sebelum Islam menyebar di nusantara, kekaisaran Cina telah menerima Islam menjadi salah satu
kepercayaan penduduknya. Islam pun telah diakui menjadi keyakinan masyarakat Cina pada era Dinasti
Ming (1368-1644 Masehi). Salah satu bukti bahwa peninggalan Islam tersebut, Masjid Agung Tongxin
yang berada di Daerah Otonomi Suku Hui di Ningxia.

Masjid Agung Tongxin ini merupakan satu di antara banyak masjid peninggalan Islam di tanah Cina.
Masjid yang dibangun pada 1573 pada masa pemerintahan Kaisar Wanli Ming (1563-1620) dan dibangun
kembali sekitar 50 tahun kemudian di bawah Dinasti Qing.
Masjid ini menjadi kebanggaan etnis Muslim Hui hingga sekarang. Saat ini, Masjid Tongxin pun menjadi
salah satu masjid terbesar di wilayah yang saat ini disebut Otonomi Hui Ningxia. Masjid Agung Tongxin
dinilai istimewa karena menyimpan perjalanan panjang perbauran Islam di dataran Cina.
Profesor Ibrahim Wenjiong Yang dari Lanzhou University mengatakan, masjid ini merupakan
bagian penting dari identitas Muslim Hui di Ningxia. Masjid ini juga menorehkan sejarah perjuangan
Muslim Hui semasa Revolusi Kebudayaan. Dari sisi arsitektur, masjid ini menggabungkan unsur
tradisional etnis Han-etnis mayoritas Tiongkok ke dalam arsitektur Hui Islam.
Gaya masjid ini serupa dengan model bangunan-bangunan awal di Tiongkok wilayah pesisir,
lengkap dengan gaya struktur kayu tradisional yang dipadukan dengan penggunaan bata bata lengkap
dengan ukiran seni Arab. Kompleks Masjid Agung Tongxin dibagi menjadi halaman dalam dan luar.
Secara keseluruhan, bangunan masjid terbagi menjadi lima ruangan yang cukup luas, beberapa ruangan
dibangun dengan gaya konstruksi paviliun dengan ruang pelayanan di bagian depan.
Bangunan utama masjid adalah ruang shalat dan dapat menampung sekitar 800 hingga 1.000
jamaah secara keseluruhan. Masjid ini berdiri di atas tanah seluas 3.432 meter persegi dengan ketinggian
fondasi 23 meter. Struktur bangunan mengarah ke sepanjang sumbu dari timur ke barat yang mengarah ke
pintu gerbang. Di bagian depan, terdapat gerbang utama yang berukuran lebar 10 meter dan tinggi 20
meter.

Pintu Gerbang Utama Masjid Agung Tongxin Hui

Atap gerbang utama ini seperti layaknya bangunan atap khas Tiongkok. Selain itu, gerbang ini
memiliki tampilan ubin berukir bertuliskan Arab dan aksara Cina bertuliskan Masjid Jami Tongxin. Di
samping kanan ubin bertuliskan Arab La Ilaha Illa Allah dan sebelah kiri bertuliskan Arab Muhammad
Rasulullah. Memasuki halaman masjid, terdapat sebuah tembok prasasti dengan tulisan yang sama,
namun terdapat motif kaligrafi bundar khas etnis Hui.
Masjid Agung Tongxin memiliki halaman yang cukup luas. Halaman masjid yang cukup luas ini
ternyata memiliki sejarah panjang perjuangan etnis Hui dan gerakan komunis Tiongkok pada 1936.
Selama Revolusi Kebudayaan, bangunan masjid dilindungi oleh Muslim Hui atas kesepakatan bersama
kelompok Komunis sebagai situs sejarah perjalanan revolusioner. Dengan demikian, Masjid Agung
Tongxin beserta arsitektur dan dekorasi uniknya ini menjadi satu-satunya bangunan besar Islam di
Ningxia yang selamat dari kehancuran selama Revolusi Kebudayaan.

Anda mungkin juga menyukai