Anda di halaman 1dari 19

Keperawatan Jiwa

Asuhan Keperawatan Pada Anak Autisme

Di Susun Oleh :

Aidil Fitrisyah (04021481518007)

Mithy Putri Gusemi (04021481518013)

Donna Violensia (04021481518015)

Alih Program 2015

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2015 2016

KATA PENGANTAR

0
Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penyusun, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah tentang Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Anak Autisme
ini dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu
tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Keperawatan Jiwa.
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis
peroleh dari buku panduan dan hasil dari browsing internet yang berkaitan dengan
asuhan keperawatan pasien dengan katarak dan hal-hal yang berkaitan dengan hal
tersebut.
Penulis harap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi
kita,dalam hal ini dapat menambah wawasan bagi para praktisi medis yang
bersangkutan dengan hal-hal ini.
Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang
lebih baik.

Penyusun

DAFTAR ISI
Kata pengantar....................................................................................................1
Daftar isi.............................................................................................................2
BAB I Pendahuluan
A.Latar belakang..............................................................................................3
B.Rumusan masalah.........................................................................................5
C.Tujuan...........................................................................................................5
D.Manfaat.........................................................................................................5
BAB II Pembahasan
A.Konsep Autisme............................................................................................6
1.Definisi autisme.........................................................................................6
2.Etiologi autisme.........................................................................................6
3.Gejala klinis autisme.................................................................................8
4.Penatalaksanaan.........................................................................................11

1
5.Jenis terapi yang digunakan......................................................................12
B.Konsep asuhan keperawatan.........................................................................13
1.Pengkajian.................................................................................................13
2.Diagnosa keperawatan...............................................................................14
3.Intervensi...................................................................................................14
4.Implementasi.............................................................................................18
5.Evaluasi.....................................................................................................18
BAB III Penutup
A.Kesimpulan...................................................................................................19
B.Saran.............................................................................................................19
Daftar pustaka.....................................................................................................20

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak special needs atau anak dengan kebutuhan khusus merupakan
anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan perilakunya.
Perilaku tersebut antara lain wicara, okupasi, intelegensi, emosi dan
perilaku sosial yang tidak dapat berkembang dengan baik. Jenis dari anak
dengan kebutuhan khusus ini ada bermacam-macam di antaranya autisme.
Istilah autisme pertama kali diperkenalkan pada tahun 1943 oleh Leo
kanner (Handojo, 2008 dalam Suryadi, 2014).
Menurut pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ) di Indonesia yang dikeluarkan oleh departemen kesehatan tahun
1993, yang dimaksud autisme adalah gangguan perkembangan pervasif
yang ditandai oleh adanya abnormalitas dan atau gangguan perkembangan
yang muncul sebelum usia 3 tahun, dan anak mempunyai fungsi abnormal
dalam 3 bidang yaitu interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku yang
terbatas dan berulang (Soetjiningsih & Ranuh, 2014).
Angka kejadian Autisme di dunia setiap tahunnya cenderung
meningkat. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Center for
Disease Control and prevention (CDC) prevalensi penderita autisme di
Amerika Serikat pada tahun 2002 adalah 1 dari setiap 150 anak berusia

2
dibawah umur 10 tahun atau terdapat sekitar 300.000 anak. Dan pada
tahun 2006, mengalami peningkatan penderita autisme terdapat 1 dari
setiap 110 anak menderita autisme atau sekitar 730.000 (CDC , 2006
dalam margaretha, 2012). Data dari UNESCO pada tahun 2011
menunjukkan angka kejadian autisme menjadi 35 juta anak, dengan
perbandingan 6 kasus per 1000 anak (Waringin, 2014). Dan Pada tahun
2012 hasil penelitian dari CDC di Amerika serikat menyebutkan bahwa
pada tahun 2012 jumlah anak penyandang autisme menjadi 1 dari setiap
88 anak. (Willingham, 2013 dalam Utami, 2013).
Di Indonesia belum ada angka kejadian autisme yang pasti, belum ada
penelitian khusus untuk mencari angka kejadian autisme tersebut, hanya
dari pengamatan beberapa ahli, didapatkan kecenderungan peningkatan
kasus yang ditangani (Soetjiningsih & Ranuh, 2014). Pada tahun 2009
data terakhir dari Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia
menyebutkan siswa penyandang autisme yang terdaftar di Sekolah Luar
Biasa Autisme adalah 638 orang (Kementrian Kesehatan RI, 2010 dalam
Suryadi, 2014). Menurut data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat
Statistik jumlah penderita gangguan autisme di Indonesia pada tahun 2010
diperkirakan mencapai 2,4 juta jiwa ( BPS, 2010 dalam Rahayu 2014 ).
Dan berdasarkan data dari KEMENKES pada tahun 2013 bahwa jumlah
anak penyandang autisme sampai saat ini berjumlah kurang lebih 112.000
anak, kecenderungan yang ada jumlahnya setiap tahun meningkat
(Waringin, 2014).
Autisme lebih sering terjadi pada anak laki-laki dari pada anak
perempuan, dengan perbandingan 4:1 sekitar 70% anak autisme menderita
retardasi mental. Autisme dapat terjadi pada setiap anak tidak tergantung
pada ras, etnik, atau sosial ekonomi (Soetjiningsih & Ranuh,2014).
Autisme membawa dampak pada anak berupa anak dapat berupa
prestasi sekolah yang buruk, gangguan sosisalisasi, status pekerjaan yang
rendah, dan resiko kecelakaan meningkat. Oleh karena gangguan autisme
ini bersifat kronik, yang memerlukan tenaga dan biaya yang tidak ringan
dalam usaha penaggulangannya, dan tidak dapat memberikan garansi akan
tercapainya hasil pengobatan yang diharapkan. Hal ini akan menimbulkan

3
ketakutan dan pukulan yang luar biasa bagi ortang tua yang mempunyai
anak autisme tersebut (Autsm Society of America, 2005 dalam Griadhi
dkk, 2006 ).

B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan ddibahas pada makalah ini adalah :
1. Bagaimana Konsep Autisme secara teoritis
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan jiwa pada anak autisme secara
teoritis

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan laporan tugas akhir ini adalah :
a. Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa mampu mengetahui dan melaksanakan proses
asuhan keperawatan jiwa pada anak Autisme.
b. Tujuan Khusus
1. Mampu menjelaskan konsep autisme berupa definisi, etiologi,
gejala klinis, penatalaksanaan dan jenis terapi yang digunakan pada
anak autisme
2. Mampu menjelaskan proses pengkajian asuhan keperawatan jiwa
pada anak autisme.

D. Manfaat
Adapun manfaat dari penyusunan laporan tugas akhir ini adalah :
1. Untuk Penulis
Untuk menambah wawasan ilmu keperawatan dalam memberikan
asuhan keperawatan jiwa pada anak Autisme.
2. Untuk Institusi Pendidikan Jurusan Keperawatan Palembang
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi
perpustakaan untuk menambah wawasan dan pengetahuan serta
meningkatkan kualitas bagi mahasiswa Jurusan Ilmu Keperawatan
Universitas Sriwijaya

BAB II
PEMBAHASAN

4
A. Konsep Autisme
a. Definisi Autisme
Menurut pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
di Indonesia yang dikeluarkan oleh departemen kesehatan 1993 dan
merupakan terjemah dari international classification of Dissease-X
(ICD-IV) yang diterbitkan WHO 1992, yang dimaksud autisme adalah
gangguan perkembangan perpasif yang ditandai oleh adanya
abnormalitas yang muncul sebelum usia 3 tahun, dan anak mempunyai
fungsi abnormal dalam 3 bidang yaitu interaksi sosial, komunikasi, dan
perilaku yang terbatas dan berulang. (Soetjiningsih & Ranuh, 2014)
Autisme adalah kumpulan kondisi kelainan perkembangan yang
di tandai dengan kesulitan berinteraksi sosial, masalah komunikasi
verbal, dan nonverbal, disertai dengan penggulangan tingkah laku dan
ketertarikan yang dangkal dan obesif. (Autsm Society of America, 2005
dalam Griadhi dkk, 2006 )

b. Etiologi Autisme
Berbagai teori yang di perkirakan menjadi penyebab terjadinya
autisme adalah sebagai berikut :
1. Faktor psikososial
Yaitu pengasuhan yang kaku dan obesif dalam suasana emosional
yang dingin. Pendapat lain adalah sikap ibu yang kurang
memperhatikan anak atau yang tidak menghendaki/menolak
kehadiran anak tersebut, sehingga mengakibatkan penarikan diri
dari anak tersebut.
2. Faktor prenatal, perinatal , dan pascanatal
Yaitu komplikasi prenatal, perinatal, dan pascanatal, sering
ditemukan pada anak yang menderita autisme , seperti perdarahan
setelah kehamilan trimester pertama serta mekoneum pada cairan
amnion sebagai tanda adanya fetal distress dan preeklamsia.
3. Teori imunologi
Yaitu ditemukan antibody ibu terhadap antigen tertentu yang
menyebabkan penyumbatan sementara aliran darah otak janin.
sehingga antibody ibu dapat merusak jaringan otak janin.
4. Teori infeksi
Yaitu peningkatan angka kejadian autisme terjadi pada anak-anak
yang lahir dengan rubela kongenital, esnsefalitis herpes simpleks,

5
dan infeksi sitomegalovirus, sebagai akibat dari kerusakan otak
anak.
5. Faktor genetik
Yaitu terdapat bukti yang kuat bahwa faktor genetik berperan
pada autisme. Pada pasangan anak kembar satu telor (monozygot),
ditemukan kejadian auitsme sebesar 36-95%, sedangkan pada
anak kembar 2 telor (dizygot) kejadiannya 0-23%. Pada penelitian
keluarga dari anak yang autisme, ditemukan autisme pada saudara
kandungnya 2,5-3%. Dikatakan pula bahwa autisme adalah salah
satu dari kemungkinan yang timbul pada anak yang secara
genetik pada keluarganya terdapat masalah belajar dan
komunikasi.
6. Faktor neuroanatomi
Yaitu telah ditemukan adanya kerusakan yang khas didalam
system limbik (pusat emosi) , yaitu pada bagian otak yang disebut
hipokampus dan amigdala. Mereka menemukan bahwa pada anak
autisme, neuron didalam hipokampus dan amigdala sangat padat
dan kecil-kecil.
7. Faktor neurokimiawi/neurotransmiter
Yaitu teori ini mengacu pada ditemukannya peningkatan kadar
serotonin pada sepertiga anak autisme. Sejak itu, peranan
neunotransmiter pada autisme mendapat banyak perhatian.
Diduga gangguan fungsi neurotransmitter inilah yang mendasari
terjadinya gangguan fungsi perilaku dan kognitif pada autisme.
Neurotransmiter yang diduga menimbulkan gangguan autisme
adalah :
a. Serotonin
Hiperserotoninemia didapatkan pada anak austisme, separuh
anak austisme dengan retardasi mental, serta pada keluarga
anak austisme.
b. Dopamin
Adanya hiperdopaminergik pada susunan saraf pusat diduga
sebagai penyebab hiperaktivitas dan stereotipi pada autisme.
c. Opiat endogen
dikatakan bahwa penderita autisme memproduksi ensefalin dan
beta-endorfin dalam jumlah banyak.
(Soetjiningsih & Ranuh, 2014)

6
c. Gejala Klinis Autisme
Gejala autisme dibagi berdasarkan umur anak, yaitu :
1. Pada masa bayi
Gejala utama yang khas adalah selalu membelakangi/ tidak berani
menatap mata pengasuhnya untuk menghindari kontak
fisik/kontak mata. Agar tidak diangkat, bayi memperlihatkan sikap
yang diam atau asyik bermain sendiri berjam-jam diranjangnya
tanpa menangis atau menbutuhkan pengasuhnya, sehingga pada
awalnya orang tua mengira sebagai bayi yang manis dan mudah
diatur . Sebaliknya sebagian bayi lainnya sering tampak agresif,
pada bayi yang agresif ini, bayi sering menangis berjam-jam
tanpa sebab yang jelas pada waktu mereka sedang terjaga, pada
beberapa kasus, bayi mulai membentur-benturkan kepalanya pada
ranjang, tetapi keadaan ini tidak selalu terjadi.
2. Pada masa anak
Sekitar setengah anak-anak autisme mengalami perkembangan
yang normal sampai umur satu setengah sampai tiga tahun. Setelah
itu barulah tampak gejala autisme. Anak-anak ini disebut sebagai
regressive autisme.
Selama masa ini, perkembangan anak autisme anak dibawah
rata-rata anak sebayanya dalam bidang komunikasi, interaksi
sosial, kongnitif, dan gangguan perilaku mulai tampak.
a. Gangguan perilaku
Gangguan perilaku tersebut antara lain dalah stimulasi diri
(gerakan aneh yang diulang-ulang atau perilaku yang tanpa
tujuan, seperti menggoyangkan-goyangkan tubuhnya ke depan
dan kebelakang, tepuk-tepuk tangan, dll.), Mencederai diri
sendiri (mengigit tangannya, melukai diri, membentur-
benturkan kepalanya, timbul masalah tidur dan makan, tidak
sensitive terhadap rasa nyeri, hiper/hipoaktivitas, gangguan
pemusatan perhatian, terutama pada masa anak dini, kadang-
kadang terdapat kelekatan yang aneh terhadap benda yang
tidak lembut.
b. Gangguan interaksi sosial

7
Gangguan interaksi sosial antara lain adalah tidak ada reaksi
bila anak di panggil sehingga orang tua mengira anaknya tuli.
Anak senang menyendiri, tidak tertarik bergaul/bermain
dengan anak lain, tidak mampu memahami aturan-aturan yang
berlaku dan menghindari kontak mata.
c. Gangguan komunikasi
Sekitar 40-50% anak autisme tidak memiliki kemampuan
bekomunikasi, baik verbal maupun nonverbal. Gangguan ini
nampak pada kurangnya pengguunaan bahasa untuk kegiatan
sosial, seperti kendala dalam permainan imaginative dan
imitasi, buruknya keserasian dan kurangnya interaksi timbal
balik dalam percakapan, buruknya fleksibilitas dalam bahasa
ekspresif dan relative kurangnya kreativitas dan fantasi pada
proses berfikir, kurangnya respon emosional terhadap
ungkapan verbal dan non verbal orang lain, kendala dalam
menggunakan irama dan tekanan modulasi komunikasi dan
kurangnya isyarat tubuh untuk menekankan dan mengartikan
komunikasi lisan.
d. Gangguan kongnitif
Semua tingkatan IQ dapat di perlihatkan pada anak autisme,
tetapi sekitar 70% anak autisme mengalami retardasi mental,
derajat retardasi mental sejalan dengan beratnya gejala
autisme. Kemampuan memahami apa yang dipikirkan orang
lain sangat rendah, dan kondisi ini menetap sepanjang
hidupnya. Kreativitasnya sangat terbatas. Gangguan kongnitif
pada anak autisme tidak terjadi pada semua sektor
perkembangan kongnitif, karena ada sebagian kecil anak
autisme mempunyai kemampuan yang luar biasa, misalnya
dalam bidang musik, matematik, di samping kekurangannya
yang berat dibidang lain. Anak ini disebut sebagai autistic
savant .
e. Respon abnormal terhadap perangsangan indera

8
pada anak autisme, mungkin terjadi respons yang hipo/
hipersensitif terhadap perangsangan penglihatan,
pendengaran, perabaan, penciuman, dan pengecapan.
f. Gangguan masa pubertas
Manifestasi autisme berubah sejalan dengan tumbuh kembang
anak, tetapi defisit tetap berlanjut sampai /melewati usia
dewasa dengan pola yang sama dalam hal sosialisasi,
komunikasi, dan pola minat, kadang-kadang anak autisme
mengalami kesulitan pada masa transisi ke pubertas, sekitar
sepertiga mendapatkan kejang untuk pertama kalinya pada
masa pubertas, yang mungkin disebabkan oleh adanya
pengaruh hormonal. Disamping itu, banyak masalah perilaku
yang menjadi lebih sering dan lebih berat pada masa ini.
Namun, sebagian anak autisme yang ringan dapat melewati
masa pubetas dengan relatif mudah.
(Soetjiningsih & Ranuh,2014)

d. Penatalaksanaan Autisme
Penatalaksanaan anak autisme harus melibatkan berbagai ahli,
seperti dokter anak, psikiater, ahli rehabilitas medis, psikolog, ahli
terapi wicara dan pendidik. Penatalaksanaan anak autisme
memerlukan waktu yang lama, bersifat paliatif , dan tidak
menyembuhkan ,karena autisme itu not curable . Peran aktif orang
tua dan dukungan dari lingkungan sangat di perlukan.
Adapun Tujuan utama penatalaksanaan autisme adalah :

1. Memaksimalkan kualitas hidup, kemandirian dan tanggung jawab


2. Meminimalkan gejala-gejala autisme, mengurangi masalah
komunikasi, interaksi sosial, perilaku maladaptif dan stereotipi
3. Memfasilitasi perkembangan anak dan belajar
4. Memberi pengertian, dukungan dan mentoring kepada keluarga
untuk intervensi tambahan dirumah.
Ada 3 cara pendekatan utama pada anak autisme yang dapat
memerlukan waktu bertahun-tahun yaitu , terapi psikodinamik,
terapi medis/biologis dan terapi perilaku :
1. Terapi psikodinamik dilakukan ketika autisme diduga sebagai
kelainan emosi akibat dari pola asuh yang salah.

9
2. Terapi medis /biologis termasuk obat-obatan dan vitamin-
vitamin. Obat-obatan diberikan pada anak autisme dengan
kondisi tertentu, misalnya autisme yang disertai hiperaktivitas,
agresivitas, dan mencederai diri sendiri.
3. Terapi perilaku mengikuti prinsip teori belajar , yang terdiri
dari operant learning, cognitive dan social learning yaitu
bagaimana mengajarkan perilaku yang layak dalam melakukan
aktivitas sehari-hari dan mengurangi hal-hal yang tidak
berkenan pada anak autisme, serta memberikan pendidikan
khusus yang difokuskan pada keterampialan berkaitan dengan
perkembangan akademik dan sekolah.
(Soetjiningsih & Ranuh, 2014)

e. Jenis Terapi Pada Anak Autisme

1. ABA ( Applied behavior analysis) Terapi ini merupakan intervensi


pendidikan untuk mengubah perilaku anak secara sistematis dan
digunakan untuk perbaikan perilaku.
2. TEACCH ( Treatment and Education of Autisticand related
communication handicapped children ) Terapi ini dirancang untuk
meningkatkan kemampuan anak autisme, dan memodifikasi
lingkungan sesuai dengan kelainan pada anak, terapi ini disebut
sebagai pendidikan yang berstruktur.
3. Developmental, individual-difference,relationship-based (DIR)
floortime model . Terapi ini membantu professional, guru,
orang tua untuk membuat penilaian yang potensi dan kelainan
setiap anak.
4. Terapi wicara komunikasi alternative seperti bahasa tubuh, tanda-
tanda (sign), dan gambaran lebih efktif untuk anak autisme dalam
pembelajaran bahasa non vervbal.
5. social skill instruction tujuann terapi ini adalah anak memberikan
respon terhadap perilaku sosial dari anak lain, diharapkan anak
akan mulai mempunyai perilaku sosial, dan perilaku repetisi
menjadi minimal.
6. Terapi okupasi dan sensori integrasi
1. Terapi okupasi

10
Diguanakan untuk meningkatkan regulasi diri, seperti memakai
baju, mengguanakan sendok, menulis.
2. Terapi sensori integrasi
Terapi sensori integasi dilakukan berdiri sendiri atau menjadi
bagian dari terapi okupasi
Tujuannya:
Memperbaiki kelainan diotak dan itegrasi informasi sensori
untuk membantu anak menjadi lebih adaftif terhadap
lingkungannya. Membuat anak lebih tenang, memperbaiki
perilaku, dan membantu perubahan aktivitas.
7. Terapi lain
sekitar 70% anak autisme mengalami gangguan kongnitif, 40%
diantaranya adalah gangguan kongnitif berat, untuk anak yang
dicurigai mengalami retardasi mental, perlu diberikan dukungan
untuk pemecahan masalah, regulasi diri, sesuai umurnya dan perlu
dilakukan tes IQ.
(Soetjiningsih & Ranuh,2014)

B. Konsep Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
a. Riwayat gangguan psikiatri/jiwa pada keluarga.
b. Riwayat keluarga yang terkena autisme.
c. Riwayat kesehatan ketika anak dalam kandungan.
Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.
Cedera otak
d. Status perkembangan anak.
Anak kurang merespon orang lain.
Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian
tubuh.
Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
Keterbatasan Kongnitif.
e. Pemeriksaan fisik
Tidak ada kontak mata pada anak.
Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/disentuh).
Terdapat Ekolalia.
Tidak ada ekspresi non verbal.
Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek
lain.
Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda
tersebut.
Peka terhadap bau.

11
b. Diagnosa Keperawatan
Kemungkinan diagnosa yang muncul
1. Hambatan komunikasi berhubungan dengan kebingungan terhadap
stimulus
2. Resiko membahayakan diri sendiri atau orang lain yang berhubungan
dengan rawat inap di rumah sakit
3. Resiko perubahan peran orang tua berhubungan dengan gangguan

c. Intervensi
Diagnosa I
Hambatan komunikasi yang berhubungan dengan kebingungan terhadap
stimulus
Hasil yang diharapkan : Anak mengomunikasikan kebutuhannya
dengan menggunakan kata-kata atau gerakan tubuh yang sederhana
dan konkret.

Intervensi Rasional
1. Ketika berkomunikasi dengan anak,
1. Kalimat yang sederhana dan diulang-
bicaralah dengan kalimat singkat ulang mungkin merupakan satu-satunya
yang terdiri atas satu hingga tiga kata, cara berkomunikasi karena anak yang
dan ulangi perintah sesuai yang autistik mungkin tidak mampu
diperlukan. Minta anak untuk melihat mengembangkan tahap pikiran
kepada anda ketika anda berbicara operasional yang konkret. Kontak mata
dan pantau bahasa tubuhnya dengan langsung mendorong anak
cermat. berkonsentrasi pada pembicaraan serta
menghubungkan pembicaraan dengan
bahasa dan komunikasi. Karena
artikulasi anak yang tidak jelas, bahasa
tubuh dapat menjadi satu-satunya cara
baginya untuk mengomunikasikan
pengenalan atau pemahamannya
terhadap isi pembicaraan
2. Gunakan irama, musik, dan gerakan
2. Gerakan fisik dan suara membantu
tubuh untuk membantu anak mengenali integritas tubuh serta
perkembangan komunikasi sampai batasan-batasannya sehingga
anak dapat memahami bahasa mendoronnya terpisah dari objek dan

12
orang lain
3. Bantu anak mengenali hubungan
3. Memahami konsep penyebab dan efek
antara sebab dan akibat dengan cara membantu anak membangun
menyebutkan perasaannya yang kemampuan untuk terpisah dari objek
khusus dan mengidentifikasi serta orang lain dan mendorongnya
penyebab stimulus bagi mereka mengekpresikan kebutuhan serta
perasaannya melalui kata-kata
4. Ketika berkomunikasi dengan anak,
4. Biasanya anak austik tidak mampu
bedakan kenyataan dengan fantasi, membedakan antara realitas dan fantasi,
dalam pernyataan yang singkat dan dan gagal untuk mengenali nyeri atau
jelas sensasi lain serta peristiwa hidup
dengan cara yang bermakna.
Menekankan perbedaan antara realitas
dan fantasi membantu anak
mengekpresikan kebutuhan serta
perasaannya.

Diagnosa II
Resiko membahayakan diri sendiri atau orang lain yang berhubungan
dengan rawat inap di RS.
Hasil yang diharapkan
Anak memperlihatkan penurunan kecenderungan melakukan kekerasan
atau perilaku merusak diri sendiri, yang ditandai oleh frekuensi tantrum
dan sikap agresi atau destruktif bekurang, serta peningkatan kemampuan
mengatasi frustasi

Intervensi Rasional
1. Sediakan lingkungan kondusif dan
1. Anak yang austik dapat berkembang
sebanyak mungkin rutinitas melalui lingkungan yang kondusif dan
sepanjang periode perawatan di RS rutinitas, dan biasanya tidak dapat
beradaptasi terhadap perubahan dalam
hidup mereka. Mempertahankan

13
program yang teratur dapat mencegah
perasaan frustasi, yang dapat menuntun
pada ledakan kekerasan
2. Lakukan intervensi keperawatan
2. Sesi yang singkat dan sering
dalam sesingkat dan sering. Dekati memungkinkan anak mudah mengenal
anak dengan sikap lembut, bersahabat perawat serta lingkungan rumah sakit.
dan jelaskan apa yang anda akan Mempertahankan sikap tenang, ramah
lakukan dengan kalimat yang jelas, dan mendemontrasikan prosedur pada
dan sederhana. Apabila dibutuhkan, orang tua, dapat membantu anak
demontrasikan prosedur kepada orang menerima intervensi sebagai tindakan
tua. yang tidak mengancam, dapat
mencegah perilaku destruktif
3. Gunakan restrain fisik selama
3. Restrain fisik dapat mencegah anak
prosedur ketika membutuhkannya, dari tindakan mencederai diri sendiri.
untuk memastikan keamanan anak Biarkan anak terlibat dalam perilaku
dan untuk mengalihkan amarah dan yang tidak terlalu membahayakan,
frustasinya, misalnya untuk misalnya membanding bantal, perilaku
mencagah anak dari membenturkan semacam ini memungkinkan
kepalanya ke dinding berulang-ulang, menyalurkan amarahnya, serta
restrain badan anak pada bagian mengekpresikan frustasinya dengan
atasnya, tetapi memperbolehkan anak cara yang aman
untuk memukul bantal
4. Gunakan teknik modifikasi perilaku
4. Pemberian imbalan dan hukuman dapat
yang tepat untuk menghargai perilaku membantu mengubah perilaku anak dan
positif dan menghukum perilaku yang mencegah episode kekerasan
negatif. Misalnya, hargai perilaku
yang positif dengan cara memberi
anak makanan atau mainan
kesukaannya, beri hukuman untuk
perilaku yang negatif dengan cara
mencabut hak istimewanya
5. Ketika anak berperilaku destruktif,
5. Setiap peningkatan perilaku agresif
tanyakan apakah ia mencoba menunjukkan perasaan stres meningkat,

14
menyampaikan sesuatu, misalnya kemungkinan muncul dari kebutuhan
apakah ia ingin sesuatu untuk untuk mengomunikasikan sesuatu.
dimakan atau diminum atau apakah ia
perlu pergi ke kamar mandi

Diagnosa III
Resiko perubahan peran orang tua yang berhubungan dengan gangguan
Hasil yang diharapkan
Orang tua mendemontrasikan keterampilan peran menjadi orang tua yang
tepat yang ditandai oleh ungkapan kekhawatiran mereka tentang kondisi
anak dan mencari nasihat serta bantuan

Intervensi Rasional
1. Anjurkan orang tua untuk
1. Membiarkan orang tua mengekpresikan
mengekpresikan perasaan dan perasaan dan kekhawatiran mereka
kekhawatiran mereka tentang kondisi kronis anak membantu
mereka beradaptasi terhadap frustasi
dengan lebih baik, suatu kondisi yang
tampaknya cenderung meningkat
2. Rujuk orang tua ke kelompok
2. Kelompok pendukung
pendukung autisme setempat dan memperbolehkan orang tua menemui
kesekolah khusus jika diperlukan orang tua dari anak yang menderita
autisme untuk berbagi informasi dan
memberikan dukungan emosioanl
3. Anjurkan orang tua untuk mengikuti
3. Kontak dengan kelompok swabantu
konseling (bila ada) membantu orang tua memperoleh
informasi tentang masa terkini, dan
perkembangan yang berhubungan
dengan autisme

d. Implementasi
Setelah rencana disusun , selanjutnya diterapkan dalam tindakan
yang nyata untuk mencapai hasil yang diharapkan. Tindakan harus bersifat
khusus agar semua perawat dapat menjalankan dengan baik, dalam waktu

15
yang telah ditentukan. Dalam implementasi keperawatan perawat langsung
melaksanakan atau dapat mendelegasikan kepada perawat lain yang
dipercaya

e. Evaluasi
Merupakan tahap akhir dimana perawat mencari kepastian
keberhasilan yang dibuat dan menilai perencanaan yang telah dilakukan
dan untuk mengetahui sejauh mana masalah klien teratasi. Disamping itu
perawat juga melakukan umpan balik atau pengkajian ulang jika yang
ditetapkan belum tercapai dalam proses keperawatan

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Autisme adalah kumpulan kondisi kelainan perkembangan yang di
tandai dengan kesulitan berinteraksi sosial, masalah komunikasi verbal,
dan nonverbal, disertai dengan penggulangan tingkah laku dan
ketertarikan yang dangkal dan obesif. (Autsm Society of America, 2005
dalam Griadhi dkk, 2006 )

16
Ada 3 cara pendekatan utama pada anak autisme yang dapat
memerlukan waktu bertahun-tahun yaitu , terapi psikodinamik, terapi
medis/biologis dan terapi perilaku
Kemungkinan diagnosa yang muncul
1. Hambatan komunikasi berhubungan dengan kebingungan terhadap
stimulus
2. Resiko membahayakan diri sendiri atau orang lain yang
berhubungan dengan rawat inap di rumah sakit
3. Resiko perubahan peran orang tua berhubungan dengan gangguan

B. Saran
Besar harapan kelompok agar makalah ini dapat dijadikan salah
satu panduan memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan autisme

DAFTAR PUSTAKA

Danuatmaja, Bony. 2003. Terapi Anak Autis di Rumah. Jakarta: Puspa Swara.

Griadhi, Riandewi Ovy & Ratep, Nyoman. 2014. Diagnosis Penatalaksanaan


Autisme.
https://www.google.co.id/search?q=jurnal.

Pada tanggal 18-03-2015

Haryana. 2012. Pengembangan Interaksi Sosial Dan Komunikasi pada Anak


autis.
http:// digilib.uin-suka.ac.id/3359/1/BAB%252015252CIv%25
Pada Tanggal 19-06-2015

Herdman, Heater .2014. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi


2012-2014. Jakarta: EGC

17
Khotima, Siti Nur. 2009. Upaya penangganan Interaksi sosial Pada Anak Autis
Di Yayasan Autistik Fajar Nugraha Yogyakarta.
http://googleweblight.com/lite-url
Pada tanggal 19-06-2015

Lubis, Namora Lumongga & Pieter, Herri Zan. 2010. Pengantar Psikologi
dalam Keperawatan. Jakarta : Kencana

Nasir, Abdul & Munit , Abdul. 2011. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Selemba Medika

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta : EGC

Nurarif, Amin Huda & Kusuma,Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa & Medis. Yogyakarta : Media Action

Rahayu, Aldela Putri. 2013. Study Kasus Pada Tiga Ayah Dari Anak Autis di
Taman Latihan dan Pendidikan Anak Autistikdan Anak dengan
Kesulitan Belajar, Pelita Hati Jakarta.
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/09/
Pada tanggal 18-03-2015

Soetjiningsih & Ranuh. 2014. Tumbuh Kembang Anak Edisi 2. Denpasar: EGC

Suryadi, Indah Fitriastarina. 2014. Gambaran sttres Pada Saudara Kandung


Dengan Anak Autisme Di Kota Tangerang Selatan.
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/255.
Pada tanggal 19-03-2015

Utami, Yuliza. 2013. Hubungan Fungsi Keluarga Dengan Perilaku Adaptif


pada Anak Autis Di SD Bhakti Wiyata Surabaya.
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source

Pada tanggal 20-03-2015

Waringin, Tung Desem. 2014. Autism is curable. Jakarta: PT Gramedia

Yatim, Faisal. 2003. Autisme Suatu Gangguan Jiwa Pada Anak-Anak. Jakarta:
Pustaka Populer Obor

18

Anda mungkin juga menyukai