Anda di halaman 1dari 9

Analisis Retrospektif pada Profil Klinis dan Presentasi Pasien Herpes Zooster di

Tripura, India

INDIAN JOURNAL OF APPLIED RESEARCH

Volume : 6 | Issue : 2 | FEBRUARY 2016 | ISSN - 2249-555X

Abstrak

Herpes zoster (HZ) infeksi virus akut ditandai dengan lesi kulit vesikular yang
disebabkan oleh reaktivasi Infeksi laten dengan virus varicella zoster (VZV) setelah infeksi
varicella primer mengenai dermatom. Studi ini secara retrospektif menganalisis kasus herpes
zoster, bertujuan untuk mengetahui distribusi umur dan jenis kelamin, variasi dan
karakteristik morfologi, tingkat keparahan dan adanya faktor predisposisi dari herpes zoster
di bagian negara ini. Dari 149 kasus, 98 adalah laki-laki dan 51 adalah perempuan dengan
rasio laki-laki terhadap perempuan 1,92: 1 dan usia rata-rata kejadian ini adalah 55 tahun.
Hampir 98% kasus ini yang mengalami neuralgia segmental selama infeksi herpes zoster dari
intensitas ringan hingga berat. Dermatitis torak biasanya (64; 42,95%) terkena diikuti oleh
tengkorak, serviks, lumbal, dan sakral. Dua belas (8.05%) pasien memiliki lebih dari satu
keterlibatan dermatom dan semuanya memiliki faktor pemicu dalam bentuk penyakit yang
sudah ada sebelumnya dengan atau tanpa terapi imunosupresif. Namun, kaitan HIV dengan
Herpes zoster sangat minim di bagian negara ini dibandingkan dengan penelitian lainnya

Pendahuluan

Herpes zoster (HZ) disebabkan oleh reaktivasi laten infeksi virus varicella zoster
(VZV) setelah infeksi varicella primer. Ini adalah infeksi virus akut yang ditandai oleh lesi
kulit vesikular, yang biasanya disebarkan beberapa dermatom sensorik unilateral. Hal ini
menyebabkan cacar air dan kemudian tetap laten selama puluhan tahun di saraf kranial,
radiks dorsalis, dan ganglia sistem saraf otonom sepanjang seluruh sumbu saraf. Pengaktifan
kembali virus dari penurunan kekebalan spesifik, yang pada gilirannya dapat dipicu oleh
faktor predisposisi yaitu, usia, genetik, trauma, sengatan matahari, kelelahan, stres
psikologis, imunosupresi atau radiasi.
Gambaran klinis penyakit mulai dari ringan hingga diseminata berkaitan dengan
respon imun yang bervariasi pada orang yang berbeda meskipun dalam kebanyakan kasus
memiliki gejala klinis klasik, namun terkadang, menjadi tantangan pengetahuan bahkan bagi
dokter yang berpengalaman. Komplikasi lain yang penting dan paling sulit adalah post
herpetic neuralgia (PHN) yang sangat sulit bagi pasien maupun dokter dan untuk
memperbaikinya, dan tidak ada satu pun obat yang efektif untuk menyembuhkan masalah
komplikasi ini.
Herpes zoster adalah salah satu infeksi oportunistik yang terjadi pada pasien HIV
seropositif. Kejadian herpes zoster sangat meningkat pada orang yang terinfeksi HIV. Pada
pasien HIV, HZV hadir dalam beragam cara seperti melibatkan multi-dermatomal, krusta,
nodular atau vesiculo-pustular, ulseratif, dan lesi ektimatous yang mungkin dapat diseminata
atau terlokalisir.
Penelitian ini untuk mengetahui distribusi usia dan jenis kelamin,variasi dan
karakteristik morfologi, tingkat keparahan dan adanya faktor predisposisi terjadinya herpes
zoster pada tubuh kita yang berada di negara ini.

Bahan dan metode:


Penelitian ini adalah studi analitik retrospektif. Materi studi terdiri dari 149 pasien
Herpes Zoster yang datang ke Bagian Dermatologi dan Bagian Rawat Jalan Ophthalmologi
Tripura Medical College & Dr.B.R. Ambedkar Memorial Teaching Hospital selama periode 4
tahun (yaitu. 2012 sampai 2015). Rincian dicatat yaitu usia, jenis kelamin, onset, gejala
prodromal, riwayat varicella, situs awal, morfologi lesi awal seperti yang dicatat oleh pasien,
deskripsi nyeri dan evolusi dari rekam medik. Juga bertanya tentang faktor pencetus yang
diketahui baik dari penyakit masa lalu atau sekarang, stres fisik atau emosional, berbagai
macam prosedur operasi atau radiasi dan riwayat asupan obat. Pencatatan juga dilakukan
pada data kependudukan, status sosial ekonomi juga riwayat penyakit keluarga dan penyakit
terdahulu. Juga mencatat adanya pemeriksaan khusus yang dilakukan secara khusus dalam
kasus yang dirawat di bangsal.
Dari 149 kasus, 98 adalah pria dan 51 adalah wanita dengan rasio pria terhadap
wanita 1,92: 1. Usia berkisar antara 10-100 tahun dengan usia rata-rata 55 tahun. Kasus
termuda adalah 10 tahun dan tertua 100 tahun. Seratus dua belas kasus di bawah 50 tahun dan
hanya 37 yang di atas 50 tahun. Jumlah kasus maksimal berada di kelompok umur 41-50
tahun (38,25%), yang diikuti oleh 31-40 tahun (19,46%), dan 51-60 tahun (14,76%).
Minimum jumlah kasus diamati pada kelompok umur 1-10 tahun dan 71-80 tahun (1,34%
dan 0,67% masing-masing). (Tabel-1) dari 149 kasus, 80 (53,69%) memiliki riwayat chicken
fox dan setengahnya berumur 40 tahun dan pada 69 kasus (46,30%) tidak ada riwayat yang
dipakai pada penelitian ini.
Lima puluh (33,55%) kasus memiliki satu atau lebih yang dicurigai sebagai faktor
predisposisi. Lima belas pasien sedang menggunakan kortikosteroid sistemik untuk berbagai
penyakit seperti pemfigus vulgaris, dermatitis eksfoliatif, rheumatoid arthritis, lupus
eritematosa sistemik, kostokondritis.
Tiga pasien memiliki penyakit keganasan (dua kasus keganasan lymhoreticular, satu
karsinoma bronkogenik) dan sedang menjalani kemoterapi / radioterapi atau keduanya, dua
puluh dua pasien menderita diabetes, satu pasien memiliki infeksi HIV dan dua pasien
tuberkulosis paru dan sembilan kasus penyakit hati alkoholik.
Hanya 21 (14,09%) pasien yang memiliki gejala konstitusional yang signifikan seperti
sakit kepala, malaise, nyeri, artralgia, dan demam 2-3 hari sebelum atau bersamaan dengan
onset erupsi.
Hampir 98% kasus kami mengalami neuralgia segmental selama infeksi herpes zoster
dengan intensitas yang bervariasi dari ringan hingga berat. Pada 82 (55,03%) kasus, nyeri
mendahului erupsi vesikula zoster. 52 orang bersamaan dengan hadirnya vesikula dan diikuti
2-3 hari pada 4 pasien. Dan satu pasien punya gejala gatal pra-herpetik dimulai 2-3 hari
sebelumnya. Dermatitis toraks biasanya (64; 42,95%) terjadi diikuti oleh sensitasi pada saraf
Trigeminal. (30; 20,13%) dua kasus terjadi dengan keterlibatan saraf wajah (1,34%) dengan
diikuti sindrom Ramsay-Hunt. Lima belas pasien memiliki keterlibatan pada saraf servikalis,
13 lumbalis, dan 3 memiliki keterlibatan saraf sakralis. (Tabel-2)
Dua belas (8.05%) pasien memiliki lebih dari satu keterlibatan dermatom dan lima
(3,35%) kasus memiliki vesikel yang tumbuh melebihi isuatu dermatom.
Diskusi:
Studi ini mengungkapkan bahwa sebagian besar kasus (38,25%) terjadi di kelompok
usia 41-50 tahun dan secara keseluruhan 75,16% kasus di bawah 50 tahun hal ini serupa
seperti yang diamati oleh Goh dkk dimana usia rata-rata herpes zoster adalah 48,8 tahun.
Namun, tiga penelitian India lainnya melaporkan bahwa rentang usia berada di dekade ke-4.
Dalam studi kami, rasio pria terhadap wanita adalah 1,92: 1 yang sesuai dengan studi
India lainnya yaitu oleh Abdul et al & Aggarwal SK et al. Sebaliknya, studi barat mencatat
tidak ada kecenderungan perbedaan jumlah berdasarkan jenis kelamin. Perbedaan ini
mungkin terjadi karena paparan di luar ruangan dan pekerjaan yang lebih sering terjadi pada
laki-laki di India dibandingkan dengan perempuan pada negara dengan jumlah penduduk tiga
terbesar seperti India.
Delapan puluh pasien (53,69%) memiliki riwayat chicken pox, sebagian besar berusia
di bawah 40 tahun dan 69 kasus (46,30%) tidak ada riwayat yang dipakai. Ini menunjukkan
bahwa reaktifasi infeksi aktif lebih relevan di kelompok usia muda.
Lima puluh (33,55%) kasus memiliki satu atau lebih yang dicurigai sebagai faktor
predisposisi. Faktor predisposisi yang paling umum adalah penggunaan kortikosteroid
sistemik untuk berbagai penyakit seperti pemfigus vulgaris, dermatitis eksfoliatif, rheumatoid
arthritis, sistemik lupus erythematous, kostochondritis diikuti diabetes, penyakit hati
alkoholik, keganasan yang mendasarinya kemoterapi/ radioterapi atau keduanya, paru
tuberkulosis dan HIV. Penurunan imunitas yang terkait dengan semua kondisi yang
disebutkan di atas bisa menjadi penjelasan untuk berkembangnya herpes zoster.
Dalam penelitian ini, hanya 21 (14,09%) pasien yang memiliki gejala konstitusional
yag signifikan seperti sakit kepala, malaise, nyeri, artralgia, dan demam 2-3 hari sebelum atau
bersamaan dengan onset erupsi sesuai dengan studi oleh Abdul et al (10,7%). Namun,
prevalensi gejala prodromal yang dilaporkan oleh Dubey Anand Kumar Et al dan
Grandhiusha dkk lebih tinggi (30% dan 34% masing-masing). Dua belas (8.05%) pasien
memiliki lebih dari satu keterlibatan dermatom dan lima (3,35%) kasus memiliki vesikel
yang menyimpang di daerah jauh selain dermatom.
Hampir 98% kasus kami mengalami neuralgia segmental selama infeksi herpes zoster
dengan intensitas yang bervariasi dari ringan hingga berat.
Pada 82 (55,03%) kasus, nyeri mendahului erupsi zoster vesikula bersamaan dengan
vesikula pada 52 pasien dan diikuti 2-3 hari pada 4 pasien. Dan satu pasien punya gejala gatal
pra-herpetik yang dimulai 2-3 hari sebelumnya. Pengamatan yang hampir serupa dengan
penelitian di India sebelumnya oleh Abdul et al. Namun, nyeri terkait zoster ternyata lebih
sedikit dalam studi oleh Aggarwal SK dkk dimana kejadian zoster lebih banyak terjadi di usia
muda.
Sesuai dengan penelitian Abdul et al, dalam penelitian ini dermatom toraks paling
sering terkena dan diikuti oleh saraf kranial, lumbalis dan sakral. Namun, menurut penelitian
Nigam P et al dan Grandhiusha dkk telah mengamati bahwa dermatom toraks paling sering
dilibatkan dan diikuti oleh dermatom servikalis, lumbosakral dan kranial. Di antara saraf
kranial, saraf trigeminal adalah saraf yang paling banyak terkena dan cabang ophthalmikus
adalah daerah yang paling sering dikenai dalam penelitian kami.
Dalam penelitian ini ada dua kasus (1,34%) memperlihatkan keterlibatan saraf wajah
dengan sindrom Ramsay Hunt. Pengamatan serupa juga sebelumnya dicatat oleh Abdul et al
& SK Aggarwal et al (1,46% & 1,1% masing-masing). Dua belas (8.05%) pasien memiliki
lebih dari satu keterlibatan dermatom dan lima (3,35%) kasus memiliki vesikel yang
menyimpang di daerah yang melebihi satu dermatom dan semuanya ada faktor pemicu dalam
bentuk penyakit yang sudah ada sebelumnya dengan atau tanpa terapi imunosupresif. Meski
herpes zoster dianggap sebagai penanda imunosupresi, kasus HIV tunggal tidak menunjukkan
presentasi atipikal dalam penelitian ini. Secara keseluruhsn prevalensi HIV sangat rendah di
negara ini yang kemungkinan penyebabnya adalah jumlah kasusnya kurang atau hampir
minimal, baik dalam multi-dermatomal atau kasus herpes zoster atipikal yang tercatat.

Kesimpulan:
Studi ini menunjukkan kejadian herpes zoster yang lebih tinggi di negara ini dengan
laki-laki yang dominan. Zoster yang berkaitan dengan rasa nyeri dan keterlibatan segmental
telah sebanding dengan hasil penelitian India lainnya. Insiden presentasi atipikal dan herpes
terkait HIV sangat rendah dibandingkan dengan bagian lain negara ini.
Daftar Pustaka :

1. Cebrin-Cuenca AM, Dez-Domingo J, Rodrguez MS, Puig-Barber J, Navarro-Prez J;


'Herpes Zoster Research Group of the Valencian Community'. Epidemiology of
Herpes Zoster Infection among Patients Treated in Primary Care Centres in the
Valencian Community (Spain). BMC FamPract 2010;11:1-7.
2. Thomas SL, Hall AJ. What does epidemiology tell us about risk factors for herpes zoster?
Lancet Infect Dis 2004; 4: 2633
3. . Thiers BH, Sahn EE. Varicella zoster virus infections. In: Samuel L, Moschella, Harry J,
Hurley, editors. 3rd ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company; 1992. pp. 797
806.
4. Schacker T, Corey L. Herpes virus infections in HIV infected person. In: Devita VT,
Hailman Samuel, Lisenberg SA, editors. Textbook of AIDS. 4th ed. Philadelphia:
Lippincott Raven; 1997. pp. 267804
5. Smith KJ, Skelton HG, Yeager J. Cutaneous findings in HIV - 1 positive patients: A 42 -
months prospective study. J Am AcadDermatol. 1994;3:74654. [PubMed]
6. Reusser P. Herpesvirus resistance to antiviral drugs: A review of the mechanisms, clinical
importance and therapeutic options. J Hosp Infect. 1996;33:23548. [PubMed]
7. Bernhard P, Obel N. Chronic ulcerating acyclovir resistant varicella zoster lesions in an
AIDS patient.Scand J Infect Dis. 1996;27:6235. [PubMed]
8. Buchbinder SP, Katz MI, Hessol NA, Liu JY, OMalley PM, Underwood R, et al. Herpes
zoster and human immunodeficiency virus infection. J Infect Dis.
1992;166:11536. [PubMed]
9. Goh CL, Khoo L. A retrospective study of the clinical presentation and outcome of the
herpes zoster in a tertiary dermatology outpatient referral clinic. Int J
Dermatol.1997;36:667-672.
10. Pavithran K. A clinical study of five hundred cases of herpes zoster. Antiseptic.
1986;83:6825.
11. . Sehgal VN, Rege VL, Kharangate VN. The natural history of Herpes Zoster. Indian J
DermatolVenereolLeprol. 1976;42:8689.
12. Abdul Latheef EN, Pavithran K. Herpes zoster: a clinical study in 205 patients Indian J
Dermatol. 2011 Sep-Oct; 56(5): 529532.
13. Aggarwal SK, Radhakrishnan S, A clinicoepidemiological study of herpes zoster,
Medical Journal Armed Forces India (2015),
http://dx.doi.org/10.1016/j.mjafi.2015.05.003
14. Liesegang TJ, Rochester MN. The varicella zoster virus: Systemic and ocular features. J
Am AcadDermatol. 1984;11:16591. [PubMed]
15. Fueyo MA, Lookingbill DP. Herpes zoster and occult malignancy. J Am AcadDermatol.
1984;11:4802. [PubMed]Kien FA, Lafleur FL, Gendler E. Herpes zoster: A
possible early clinical sign for development of acquired immunodeficiency
syndrome in high-risk individuals. J Am AcadDermatol. 1986;14:1023
8.[PubMed]
16. Rajashekar TS, Singh G, Shivakumar V, Okade R. Recurrent herpes zoster duplex
symmetricus in HIV infection. Indian J Dermatol. 2008;53:334. [PMC free
article] [PubMed]
17. Jain C. Recurrent herpes zoster in a child with systemic lupus erythemtous. Indian J
DermatolVenereolLeprol. 1995;61:389. [PubMed]
18. DubeyAnand Kumar et al; Clinical and Morphological characteristics of herpes zoster in
South India, Indian Journal of Dermatology, 2005, Vol. 50, Issue 4.
19. Dr.Grandhi Usha1, Dr.Penugonda Srinivasulu2, Dr.Gonu Bharathi3 Clinico
Epidemiological Study of Herpes Zoster in HIV Era in a Tertiary Care Hospital
in South India.Journal of Dental and Medical Sciences.Volume 14, Issue 2 Ver.
VII (Feb. 2015), PP 32-35.
20. Nigam P et al; Herpes zoster A clinical study, IJDVL, 1972; 38; 152 155.
ANALISIS JURNAL

1. Judul
Analisis Retrospektif Pada Profil Klinis Dan Presentasi Pada Pasien Herpes Zooster Di
Trikura, India

2. Penulis
- dr . Gautam Mazumder
- dr. Amar Knti Chakma
- dr. Rajat Datta

3. Departemen Penulis
Department of Dermatology Tripura Medical Collage and Dr. B.R. Ambedker Memorial
Teaching Hospital, Hapania, Agartala, Tripura, India

4. Penerbit
Indian Journal of Applied Reasearch

5. Jenis Penelitian
Penelitian Analisis Retrospektif

6. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui distribusi usia dan jenis kelamin, variasi dan
karakteristik morfologi, keparahan dan terdapatnya faktor predisposisi pada herpes
zooster di Tripura, India

7. Metodologi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain analisis retrospektif, dengan 149
pasien sebagai sampel penelitian yang diambil dari data 4 tahun terakhir (2012-2015).

8. Hasil
- Perbandingan pria dan wanita adalah 1,92:1
- Usia rata-rata adalah 55 tahun
- Hampir 98% kasus memiliki gejala neuralgia segmental yang terjadi selama infeksi
herpes zoster
- Dermatom yang sering terkena adalah dermatom thorakalis yaitu sebanyak 64 kasus
(42,95%)
- Dua belas pasien mengenai lebih dari satu dermatom dan semuanya memiliki faktor
predisposisi yaitu penyakit sebelumnya dengan atau tanpa imunosupresif
- Kejadian HIV associated Herpes zooster minimal pada penelitian ini

9. Kelebihan Penelitian
- Penelitian ini menampilkan profil pasien yang diteliti secara lengkap, sehingga
tergambarkan herpes zooster ini secara menyeluruh, baik dari segi faktor resiko
hingga manifestasi klinisnya
10. Kekurangan Penelitian
Pada material dan metode tidak dijelaskan perumusan sampel penelitian, sehingga dapat
memberikan keraguan terhadap pembaca bahwa sampel ini sudah mewakili populasi atau
belum.

11. Implikasi untuk Ilmu Kedokteran


Jurnal penelitian ini dapat menjadi salah satu referensi bacaan terkait herpes zooster
mulai dari faktor resiko yang dipaparkan hingga gejala yang ditampilkannya. Dengan ini
herpes zooster dapat didiagnosis dan diberikan terapi lebih awal pada pelayanan
kesehatan tingkat pertama.

Anda mungkin juga menyukai