Anda di halaman 1dari 5

LO NOMER 3

Kode Etik Kedokteran Gigi

Sejak tumbuhnya Ilmu Kedokteran, umat manusia telah mengakui keluhuran budi dokter
sebagai manusia yang selalu memelihara martabat dan tradisi luhurnya. Para ahli kedokteran sejak
jaman kuno, seperti Hippocrates, Imhotep, Galenos, Ibnu Sina dan Pierre Vouchard telah memelopori
terbentuknya tradisi luhur tersebut dalam bentuk Kode Etik Kedokteran dengan tujuan untuk
mengutamakan kepentingan pasien dan menjaga keluhuran profesi Kedokteran. Bahwa profesi
Kedokteran Gigi Indonesia mempunyai tujuan mulia yang sama perlu memiliki kode etik yang dijiwai
oleh nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, didasarkan pada asas etika yang meliputi penghargaan atas
hak otonomi pasien, mengutamakan kepentingan pasien, melindungi pasien dari kerugian, bertindak
adil, dan jujur. Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa dan didorong oleh keinginan luhur untuk
mewujudkan martabat, wibawa, dan kehormatan profesi kedokteran gigi, maka dokter gigi yang
tergabung dalam wadah Persatuan Dokter Gigi Indonesia dengan penuh kesadaran dan tanggung
jawab menetapkan Kode Etik Kedokteran Gigi Indonesia (Kodekgi) yang wajib dihayati, ditaati, dan
diamalkan oleh setiap dokter gigi yang menjalankan profesinya di wilayah hukum Indonesia. Lima
bab dan 23 pasal Kode Etik Kedokteran Gigi dengan surat keputusan nomor SKEP/ 034/PB
PDGI/V/2008 tentang Kode Etik Kedokteran Gigi Indonesia Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi
Indonesia, wajib dibaca, dihayati dan dilaksanakan oleh setiap dokter gigi yang akan mulai
melaksanakan praktek kedokteran gigi. Jika dilanggar, dokter gigi harus siap menerima sanksi sesuai
dengan aturan yang ada.

Kodeki ini mengatur hubungan antara manusia yang mencakup kewajiban umum seorang
dokter, hubungan dokter dengan pasiennya, kewajiban dokter terhadap sejawatnya, dan kewajiban
dokter terhadap dirinya sendiri. Dalam Kodeki tersebut dirumuskan dalam pasal-pasal sebagai
berikut yaitu :

Kewajiban umum

Pasal 1 Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah
dokter.

Pasal 2 Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan
standar profesi yang tertinggi.

Pasal 3 Dalam melakukan pekerjaan kedokteran, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi
oleh sesuatu yang rnengakibatkan hilangnya ke- bebasan dan kemandirian profesi.
Pasal 4 Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.

Pasal 5 Setiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis
maupun fisik hanya diberikan untuk Tcepentingan dan kebaikan pasien, setelah
memperoleh persetujuan pasien.

Pasal 6 Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan
setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan
hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

Pasal 7 Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa
sendiri kebenarannya.

Pasal 7a Seorang dokter harus, dalam setiap praktek medisnya, memberikan pelayanan medis
yang kompeten dengan kebebasan teknik dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih
sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.

Pasal 7b Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan
sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki
kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau
penggelapan, dalam menangani pasien.

Pasal 7c Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya dan tenaga
kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.

Pasal 7d Seorang dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup
makhlui insani.

Pasal 8 Dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter harus memperhatikan


kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan
yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun
psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang
sebenar- benarnya.

Pasal 9 Setiap dokter dalam berkerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan
bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.

Kewajiban Dokter Terhadap Pasien

Pasal 10 Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
keteram pilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ia tidak mampu melakukan
suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib
merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

Pasal 11 Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat
behubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadah dan atau dalam
masalah lainnya.

Pasal 12 Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

Pasal 13 Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu
memberikannya.

Kewajiban Dokter Terhadap Teman Sejawat

Pasal 14 Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin


diperlakukan.

Pasal 15 Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan
persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.

Kewajiban Dokter Terhadap Diri Sendiri

Pasal 16 Setiap dokter harus memelihara kesehatannya supaya dapat bekerja dengan baik.

Pasal 17 Setiap dokter harus senantiasa mengikuti per-kembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran/kesehatan.

Menurut Safitri Hariyani bahwa pelanggaran terhadap butir-butir Kodeki ada yang merupakan
pelanggaran etik semata-mata, dan ada pula yang merupakan pelanggaran etik dan sekaligus
pelanggaran hukum yang dikenal dengan istilah pelanggaran etikolegal.

Beberapa contoh berikut ini:

1. Pelanggaran etik murni:

Menarik imbalan yang tidak wajar atau menarik imbalan jasa dari keluarga sejawat dokter
dan dokter
Mengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya.
Memuji diri sendiri dihadapan pasien.
Dokter mengabaikan kesehatannya sendiri.

2. Pelanggaran etikolegal:
Pelayanan dokter di bawah standar.
Menerbitkan surat keterangan palsu.
Membuka rahasia jabatan atau pekerjaan dokter.
Tidak pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan dalam perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Abortus provokatus.
Pelecehan seksual

KESALAHAN YANG MELANGGAR KODE ETIK

Malpraktek Medik Dokter Gigi

Adalah praktek kedokteran gigi yang menyalahi undang undang/kode etik dan tidak memenuhi
standar profesi, jika tindakan perawatan gigi yang salah dan menimbulkan luka, cacat, kerugian dan
meninggal oleh karena ketidaktahuan, ketidakmampuan, ketidakhati-hatian, kelalaian atau tindakan
jahat. Tindakan malpraktek/kelalaian dokter gigi seringkali dibeberkan pers secara berlebihan. Hal itu
membuat masyarakat umum curiga bahwa profesi dokter gigi telah mengalami degradasi moral,
sukar dipercaya, hanya mencari uang sehingga tidak teliti dalam menjalankan profesinya. Jika
seorang dokter gigi yang dituduh malpraktek meskipun belum tentu bersalah sudah masuk koran dan
media massa lain, bagaimanapun nama dokter gigi itu sudah tercemar.

Macam tuntutan malpraktek dokter gigi adalah :

1. kegagalan mendiagnosis penyakit-penyakit lain pasien, misalnya penyakit jantung, hipertensi,


ginjal, DM, leukemia akibat kurang tajam anamnesis sehingga menimbulkan komplikasi.
2. gagal/tidak mau melakukan konsultasi ke dokter gigi lain yang lebih trampil/berpengalaman,
3. parestesia/ anestesia berkaitan dengan operasi impaksi gigi molar ketiga3, kemungkinan
trauma yang besar melukai saraf.
4. jarum ekstirpasi tertelan, mencabut gigi yang salah, perforasi sinus maksilaris, bahkan
kematian akibat reaksi anafilaktik,
5. pembuatan gigitiruan yang jelek dan tidak memuaskan pasien,
6. tidak memberikan informasi awal yang akurat, misalnya ada akar gigi yang tertinggal,
perdarahan yang berlebihan atau akar masuk ke dalam sinus.
7. Tidak memberikan informasi yang jelas dan benar mengenai biaya yang harus dibayar oleh
pasien sejak awal perawatan.

Dental Fraud

Adalah kebohongan/ketidakjujuran bahkan menjurus ke arah penipuan yang dilakukan seorang


dokter gigi dalam praktek kedokteran gigi. Tindakan ini kadang bisa disadari, bisa tidak disadari
karena kepintaran pasien untuk membohongi dokter giginya, namun dampaknya menimbulkan
kerugian finansial bagi perusahaan yang menanggung biaya perawatan pasien tersebut.

Hal-hal yang termasuk dalam ini adalah :

1. membuat kuitansi yang tidak benar/fiktif untuk pekerjaan yang tidak dilakukan atau bahan
yang tidak sesuai.
2. membuat tagihan untuk biaya gigitiruan kerangka logam sedangkan yang dibuat dari bahan
akrilik.
3. menagih biaya porselen untuk jaket akrilik.
4. menagih biaya perawatan orthodonti untuk 1 anak, minta dokter gigi untuk menaikkan harga
dua kali lipat untuk merawat 2 anak, sehingga instansi yang membayar atau dirugikan.
5. membuat surat sakit sedangkan pasien tidak sakit. Tindakan dental fraud ini jika dilakukan
sudah merupakan pelanggaran kodek etik, bahkan melanggar undang- undang dan bisa
dipidana dengan KUHP pasal 381 tentang penipuan asuransi.

Sumber :

1. KUHAP Kitab Undang Undang Acara Pidana. Surabaya: Penerbit Karya Anda; 2004.

2. Moeljatno. KUHP Kitab Undang Undang Hukum Pidana. Jakarta: PT Bumi Aksara; 2008.

3. Nuansa Aulia. Himpunan Peraturan UU Praktik Kedokteran No 29 tahun 2004 beserta


penjelasannya; 2005.

4. PB PDGI. Kode Etik Kedokteran Gigi, SKEP No.034/PB PDGI/V/2008.

5. Yunanto A, Helmi. Hukum pidana malpraktek medik. Jogjakarta: Penerbit CV Andi Offset; 2010.

6. Mertz C, Schwartz S, Standish S, Woolridge E. Dental jurisprudence. In: Outline of forensic


dentistry.

Philadelphia: Year Book Medical Publishers Inc; 1982. p. 148-51.

Safitri Haryani, 1998, Sengketa Medik : Alternatif Penyelesaian Perselisihan Antara Dokter
Dengan Pasien, Rafika Aditama, Jakarta

Deddy Rasyid, Perbuatan Malpraktek Dokter Dalam Perspektif Hukum Pidana Di Indonesia, Tesis,
UI

Anda mungkin juga menyukai