Anda di halaman 1dari 17

RENCANA PERAWATAN ODONTEKTOMI GIGI MOLAR TIGA

BAWAH KANAN IMPAKSI SEBAGIAN DENGAN ANGULASI


VERTIKAL, KELAS II, LEVEL A

Operator:
Nanik Rahmawati
141611101006

Instruktur:
drg. Zainul C., Sp.BM

BAGIAN BEDAH MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
2019

1
I. Identitas Penderita
Nama penderita : Mala Hayati
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 22 tahun
Pekerjaan : Mahasiswa FKG UNEJ
Alamat : Jl. Sukomulyo No.21, Catakgayam, Jombang

II. Anamnesa
Pasien mengeluhkan gigi belakang bawah kanan tidak nyaman dan terasa
sakit sejak ± 1 tahun yang lalu. Keluhan tersebut muncul ketika terselip sisa-sisa
makanan dan akan hilang setelah beberapa menit dan terkadang timbul kembali.
Jika sakit pasien hanya membiarkan saja dan tidak pernah diobati. Pasien tidak
pernah mengeluhkan bengkak. Namun pasien merasa tidak nyaman dengan
kondisi tersebut sehingga pasien ingin mencabutkan gigi belakang bawah kanan
yang tumbuh sebagian tersebut. Kondisi sekarang gigi tida ksakit.

III. Kajian Rontgenologis


Gambar:

Klasifikasi:
a. Relasi gigi terhadap ramus mandibula dengan distal M2
bawah
Kelas II: ruang antara bagian anterior ramus dan permukaan distal M2
bawah lebih kecil daripada lebar mesiodistal mahkota gigi M3.

2
b. Kedalaman relatif di dalam tulang rahang
Level A: bagian tertinggi dari M3 berada diatasgaris oklusal gigi M2.
c. Posisi sumbu panjang gigi impaksi terhadap sumbu panjang gigi M2
adalah posisi vertikal.
d. Jumlah/bentuk akar gigi impaksi adalah 2 akar dengan bentuk akar sejajar
dan apeks sudah terbentuk sempurna.
e. Tingkat kesulitan
Keterangan Nilai
Posisi terhadap sumbu gigi: vertikal 3
Kedalaman ruang: Level A 1
Relasi ramus terhadap distal M2: Kelas II 2
Tingkat kesulitan 6 (Sedang)

IV. Diagnosa
Perikoronitis kronis pada gigi 48 oleh karena impaksi sebagian dengan
angulasi vertikal, kedalaman level A dan relasi ramus terhadap distal molar dua
Kelas II.

V. Metode Pengambilan Gigi Impaksi


a. Odontektomi
Merupakan pengambilan gigi impaksi yang didahului dengan
pengambilan jaringan penghambat (jaringan lunak: gingiva, jaringan
keras: tulang alveolar) di sekitar gigi tersebut secukupnya, kemudian
dikeluarkan secara utuh.
b. Odontomi
Merupakan metode pengambilan gigi impaksi dengan cara pemotongan
atau pemecahan gigi terlebih dahulu kemudian dikeluarkan satu persatu.
Metode ini dilakukan apabila metode odontektomi tidak berhasil
dilakukan.
c. Kombinasi

3
Yaitu penghilangan jaringan yang menghambat kemudian dilanjutkan
pemotongan gigi yang impaksi.

VI. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan:


1. Alat dasar: kaca mulut, sonde, ekskavator, pinset kedokteran gigi
2. Alat anastesi: dispossible syringe 2,5 ml
3. Alat untuk membuat flap: handle dan scalpel, rasparatorium, pinset chirugis
4. Alat untuk membuang jaringan keras penghambat: contra high speed, bur
tulang, mata bur long shank, chisel dan hammer.
5. Alat pengungkit : bein bengkok, bein lurus (besar dan kecil) dan cryer
6. Alat pencabutan : tang mahkota gigi molar rahang bawah, tang sisa akar
rahang bawah dan tang trismus.
7. Alat untuk menjahit : needle holder, cutting edge, gunting dan pinset
chirurgis.
8. Alat lain: neirbecken, petridish, deppen glass, tempat tampon, lap dada, kain
penutup wajah, tempat alkohol, cotton roll, water syringe, saliva ejector, duck
clamp, cheek retractor, knable tang, bone file, arteri clamp, dan alat kuret.

Bahan yang digunakan:


Betadine antiseptik, Pehacain, alkohol 70%, larutan PZ, aquadest steril, benang
non absorbable, cotton pellet, tampon, adrenalin, dan vaselin.

4
VII. Tahap Pelaksanaan
A. Persiapan penderita meliputi :
1. Persiapan fisik (istirahat dan makan yang cukup), persiapan psikis (cemas)
dan mental, memotivasi pasien.
2. Informed consent, persetujuan pasien terhadap tindakan operasi setelah
diberi penjelasan tentang kemungkinan terjadinya komplikasi setelah
operasi, seperti :
 Terjadinya trismus yaitu keterbatasan membuka mulut sementara oleh
karena kelelahan otot pembuka-penutup mulut
 Terjadinya bengkak ekstra oral sementara
 Terjadinya parastesi
 Terjadinya fraktur mandibula
3. Pemeriksaan tanda vital pre-operasi, meliputi pemeriksaan tekanan darah,
nadi, dan respirasi.
4. Pemeriksaan fisik (tidur berapa jam) dan psikis (cemas)
5. Mengukur lebar buka mulut pre operasi

B. Persiapan alat dan bahan


C. Persiapan operator dan asisten operasi
1. Operator :
 Memahami teknik pelaksanaan odontektomi
 Menjalankan operasi sesuai prosedur tetap
 Mempersiapkan fisik dan metal
2. Ass. Op 1 :
 Mempersiapkan informed consent
 Mempersiapkan kondisi fisik pasien : memeriksa vital sign dan lebar
buka mulut pasien
 Mengantarkan pasien ke ruang operasi
 Membantu operator saat operasi berlangsung
 Memegang suction dan cheek retractor

5
3. Ass. Op 2 :
 Mempersiapkan alat-alat operasi
 Membantu mengambilkan alat pada saat operasi berlangsung
 Membereskan dan mencuci alat operasi
4. Ass. Op 3 :
 Membantu operator, ass. Op 1, dan ass. Op 2 apabila diperlukan.
 Mendudukkan pasien ke ruang operasi dan membuat pasien relaks
 Menghidupkan lampu dan memasang foto rontgen
 Melaporkan semua tahapan dan kegiatan operasi kepada instruktur
 Mencatat tindakan apa saja yang dilakukan saat operasi dan waktu
tahapan-tahapan operasi
 Membantu fiksasi pasien
 Membawa pasien keluar ruang operasi sampai ke dental chair
 Menuliskan resep
D. Asepsis daerah kerja dengan betadine antiseptik
E. Anastesi lokal dengan pehacain
1) Blok N. Alveolaris inferior. 1 cc
2) Blok N. Lingualis 0,5 cc
3) Infiltrasi N. Buccalis longus 0,5 cc
F. Intraoral : pasien diinstruksikan berkumur dengan larutan betadine.
Ekstraoral : mengulasi dengan betadine pada daerah bibir dari bagian tengah
dengan gerakan memutar kearah luar (sudut mulut) searah jarum jam (tidak
searah boleh asalkan konsisten) kemudian ulasi dengan vaselin (agar bibir
tidak kering dan terluka) kemudian menutup penderita dengan kain penutup
steril dan dijepit dengan duck clamp.
G. Pembuatan mukoperiosteal flap
a) Tipe : Mucoperiostealfull thickness
b) Bentuk : Trapezoid
c) Syarat insisi :
- Harus di jaringan sehat.

6
- Harus berlandaskan tulang supaya gerakan insisi terkontrol dan saat
penjahitan flap tidak mudah putus.
- Gerakan satu arah hingga menggores tulang
- Basis flap harus lebar untuk supply vaskularisasi
- Aksesbilitas (lapang pandang yang lebar)
d) Cara insisi :
Insisi dimulai dari arah vertikal sebelah lingual dari linea oblique eksterna
dari ramus ascenden yaitu sepanjang 0,5 cm sebelah distal gigi impaksi
pada fossa retromolar, diarahkan pada pertengahan distal gigi tersebut.
Kemudian menyusuri tepi gingival sebelah bukal mengelilingi gigi
impaksi tersebut dan berhenti pada sepertiga mesiodistal gigi molar kedua,
kemudian membentuk diagonal distomesial dan insisi berakhir pada batas
mukosa bergerak dan tidak bergerak, kemudian dipisahkan dengan
rasparatorium hingga tulang alveolar tampak. Insisi dilakukan tanpa
mengenai pembuluh darah dan saraf yang vital.
Gambar:

H. Menghilangkan jaringan penghambat dengan memotong tulang alveolar


dengan menggunakan bur pada sisi distal, oklusal dan bukal gigi impaksi
untuk menghilangkan hambatan hingga kelengkungan terbesar gigi
terbebaskan. Selain itu juga untuk membuat ruangan antara gigi dan fulkrum
yang dapat dimasuki ujung elevator. Tujuannya adalah untuk menghilangkan
jaringan penghambat, memberikan lapang pandang, dan sebagai tempat
tumpuan hingga gigi mudah diungkit.

7
Gambar :

I. Apabila seluruh mahkota terbuka, maka gigi impaksi dikeluarkan seluruhnya


secara utuh dengan elevator, kemudian dengan menggunakan tang.
Gambar :

J. Menghaluskan tulang yang tajam dengan bone file.


K. Debridement yaitu dengan :
 membersihkan serpihan tulang atau gigi dari soket dengan alat kuret
 irigasi dengan aquadest steril dan larutan PZ untuk menghilangkan
serbuk gigi dan tulang sisa pengeburan.
L. Kontrol perdarahan
Saat operasi
 Perdarahan normal, druk dengan tampon
 Perdarahan abnormal, druk dengan tampon adrenalin
Post operasi
 Perdarahan normal, langsung dilakukan penjahitan

8
 Perdarahan tidak normal, druk dengan tampon dan adrenalin, pemberian
vitamin K, bila terjadi perdarahan cukup besar, dilakukan cauterisasi
pembuluh darah
M. Menutup luka operasi
Dengan melakukan penjahitan 3 simpul yaitu :
 2 simpul di oklusal gigi impaksi
 1 simpul di daerah bukal.
Gambar :

VIII. Instruksi Pasca Odontektomi:


a. Penderita dianjurkan menggigit tampon selama 30-60 menit
b. Penderita diberitahu kadang-kadang setelah tampon dilepas darah masih
merembes, maka sebaiknya dikompres.
c. Daerah luka tidak boleh dimainkan dengan lidah dan dihisap-hisap
d. Tidak boleh kumur keras-keras setelah operasi
e. Selama 24 jam setelah operasi tidak boleh makan dan minum yang
panas
f. Jika ada pembengkakan setelah 24 jam disarankan kumur-kumur air
garam hangat
g. Disarankan untuk banyak istirahat
h. Disarankan untuk meningkatkan kebersihan mulut
i. Disarankan untuk minum obat secara teratur sesuai resep yang
diberikan

9
IX. Pemberian Resep
R/ Amoxicillin tab. 500 mg No. XV
 3 dd 1

R/ Asam mefenamat tab. 500 mg No. XV


 3 dd 1

X. Kontrol
a. 24 jam post odontektomi
Tujuannya adalah untuk kontrol perdarahan, keradangan, kebersihan daerah
operasi dan kontrol jahitan.
b. 4 hari post odontektomi
Tujuannya adalah untuk mengetahui proses radang reda atau belum, kontrol
kebersihan daerah operasi.
c. 7 hari post odontektomi
Tujuannya adalah untuk mengetahui penyembuhan tulang dan membuka
jahitan.

XI. Komplikasi Pencabutan Gigi


1. Perdarahan
Perdarahan mungkin merupakan komplikasi yang paling ditakutkan oleh
dokter dan pasien karena dapat mengancam kehidupan. Bila perdarahan
terjadi pada saat dilakukan pembedahan maka harus dilakukan pemeriksaan
dengan teliti mengenai sumber perdarahan. Suction dan penerangan yang
yang baik merupakan syarat utama. Bila lokasi perdarahan sudah ditemukan,
lakukan anestesi lokal supaya perawatan tidak menyakitkan. Bagian darah
dibersihkan dan daerah tersebut dikeringkan.
Penanganan apabila terjadi perdarahan arteri adalah dengan penekanan.
Penekanan diperoleh dari penekanan langsung dengan jari atau kasa. Sering
hanya dengan melakukan penekanan sudah bisa berhasil mengatasi
perdarahan. Jika kerluarnya darah sangan deras misalnya terpotongnya arteri

10
maka di klem dengan hemostat. Klem atau pengikatan digunakan untuk
mengontrol perdarahan dari pembuluh darah. Bahan-bahan hemostatik yaitu
gelfoam yang menyerap darah dengan aksi kapiler dan menimbulkan bekuan
darah, surgicel yang secara fisik mempercepat pembentukan bekuan darah,
hemostat kolagen mikrofibrilar yang memicu agregasi platelet, trombinar dan
trombostat yang membekukan fibrinogen dengan segera. Apabila tersedia
dapat digunakan elektrokoagulasi dari pembuluh yang di klem sehingga tidak
perlu diikat. Alternatif lain yang bisa digunakan hanya pada pembedahan
adalah menggunakan klip hemostatik pada pembuluh darah. Apabila
pembuluh darah sulit atau tidak mungin diikat karena tidak diperoleh jalan
masuk, pemakaian klip vaskuler dengan menggunakan tang khusus
merupakan indikasi.
Sesudah mengontrol perdarahan, maka dapat diputuskan untuk
meneruskan atau menghentikan prosedur. Faktor yang mempengaruhi
keputusan ini adalah kondisi fisik dan mental dari pasien (tanda-tanda vital),
perkiraan jumlah darah yang dikeluarkan dan waktu yang digunakan untuk
mengontrol perdarahan.

2. Fraktur
Fraktur bisa mengenai akar gigi, gigi tetangga atau gigi antagonis,
restorasi, prosesus alveolaris dan mandibula. Semua fraktur yang dapat
dihindari mempunyai etiologi yang sama, yaitu tekanan yang berlebihan atau
tidak terkontrol atau keduanya. Cara terbaik untuk menghindari fraktur
disamping tekanan yang terkontrol adalah dengan menggunakan bantuan
sinar-X sebelum melakukan pembedahan.
- Ujung akar dan frakmen.
Ujung akar dan frakmen adalah sisa-sisa dari struktur yang normalnya
berada di dalam prosesus alveolaris. Pendekatan yang biasa dilakukan
untuk mengeluarkan patahan ujung akar atau frakmen adalah dengan
pembedahan. Pertama-tama bisa diusahakan terlebih dahulu secara
konservatif melalui alveolus bisa dilakukan dengan menggunakan file

11
saluran akar, elevator lurus yang kecil (Cryer #30 dan #31) atau alat yang
lain (misalnya root pick). Tetapi menghabiskan terlalu banyak waktu dan
usaha untuk mengeluarkan patahan akar atau frakmen dengan cara
konservatif, sering meningkatkan morbiditas dibandingkan apabila
melakukan pembedahan dari awal.
Pembedahan dengan pembuatan flap, tulang diambil secara konservatif
untuk mendapatkan jalan masuk untuk menggunakan titik kaitan dan
elevator. Tulang bisa dipotong dengan elevator kecil, elevator periosteal
atau instrument plastik. Elevator gigi yang lurus dan kecil atau elevator
periosteal yang kecil digunakan untuk memisahkan akar dari alveolus.
Seperti prosedur flap, operasi diikuti dengan irigasi saline steril dan
pemeriksaan bagian yang dioperasi sebelum melakukan penghalusan
tulang dan penjahitan.
- Prosesus Alveolaris
Fraktur prosesus alveolaris minor adalah terikutnya bagian tulang
bukal/fasial maksila bersama akar pada waktu dilakukan pencabutan
dengan tang. Hal tersebut disebabkan karena tekanan yang besar pada
prosesus alveolaris yang getas dan tipis. Cara penanganannya dengan
menggunakan rongeur untuk mengambil tulang-tulang yang tajam
didekatnya dan menggunakan kikir tulang untuk menghaluskan tepi-tepi
tulang. Periosteum di atasnya perlu dijahit bila sangat terpisah dengan
tulangnya.
Fraktur prosesus alveolaris mayor dapat diketahui melalui radiografi.
Apabila sinus hiperareasi dan prosesus alveolaris ekstrusi, jembatan
tulang yang tertinggal antara lantai sinus dengan puncak lingir
kebanyakan setipis kertas. Kondisi seperti ini memerlukan pembedahan
tanpa lebih dahulu mencabut menggunakan tang. Pada kasus alveolaris
molar atas fraktur total, kadang-kadang melibatkan seluruh tuberositas.
Dasar pemikiran dari penanganan fraktur prosesus alveolaris yang luas
adalah pengertian bahwa tulang yang terpisah dari periosteum atau suplai
darahnya mudah menjadi nekrosis. Karena itu, suatu pendekatan

12
konservatif yang dapat melindungi periosteum kalau memungkinkan
dipilih. Prosedur pencabutan ditunda dan gigi-gigi yang terlibat di
splinting dan kalau bisa dibebaskan dari oklusi. Karena sinus maxilaris
cedera sampai batas waktu tertentu, maka perlu diberikan antibiotik
spektrum luas dan dekongestan sistemik. Jika prosesus alveolaris atau
tuberositas terangkat pada waktu pencabutan, maka gigi dikeluarkan
dengan pembedahan dan tulang dikembalikan pada daerah yang fraktur
sebagai graft bebas. Jika ini dilakukan, maka penjahitan mukoperiosteum
harus dilakukan, karena sebagian besar dasar sinus maxillaries harus
diganti.
- Mandibula
Fraktur pada mandibula paling sering terjadi pada pencabutan molar
ketiga. Fraktur mandibula karena pencabutan gigi bisa menimbukan
masalah yaitu karena pergeseran frakmen biasanya minimal dan hanya
sedikit gangguan oklusi. Untuk menentukan adanya fraktur diperlukan
gambar sinar-X ekstra oral (panoramik atau oblik lateral). Apabila
terdiagnosa adanya fraktur, pasien sebaiknya segera diberitahu dan
dirujuk. Perawatan biasanya terdiri atas imobilisasi mandibula dengan
menggunakan fiksasi maksilomandibular selama kurang lebih 5-6
minggu.
3. Cedera Jaringan Lunak
- Lecet dan luka bakar
Cedera pada jaringan lunak yang paling umum adalah lecet (luka sobek)
dan luka bakar/abrasi. Lecet sering diakibatkan oleh retraksi yang
berlebihan dari flap yang kurang besar. Sobeknya mukosa sering terjadi
pada tempat yang tidak diharapkan yaitu pada tepi tulang atau pada
tempat penyambungan tepi-tepi flap. Komplikasi ini bisa dihindari dengan
membuat flap yang lebih besar dan menggunakan retraksi yang ringan
saja.
Luka bakar/abrasi sering merupakan akibat dari tertekannya bibir yang
dalam keadaan teranestesi oleh pegangan henpis lurus. Lesi ini bisa sangat

13
tidak nyaman dan lama sembuhnya. Luka pada bibir bisa dihindari dengan
melakukan kerja sama yang baik dengan asisten pada waktu operasi. Luka
bakar labial bisa diatasi dengan aplikasi salep antibiotik atau steroid.
- Emfisema subkutan
Emfisema subkutan lebih sering terjadi pada regio maksila dan
disebabkan oleh adanya udara yang masuk. Di bawah tekanan, udara
dikeluarkan dari henpis yang terletak didekat bur. Emfisema subkutan
bisa didiagnosis dengan adanya pembengkakan yang mendadak, perabaan
berbenjol-benjol dari kulit setempat, penampakan secara radiografis yang
menunjukkan adanya udara pada jaringan lunak. Emfisema subkutan yang
luas memerlukan tindakan darurat. Perawatan rumah sakit untuk observasi
jalan keluarnya udara dan terapi antibiotik intravenous merupakan
indikasi.
4. Rasa Sakit
Pengontrolan rasa sakit sangat tergantung pada dosis dan cara pemberian
obat/kerja sama pasien. Rasa sakit pada awal pencabutan gigi, terutama
sesudah pembedahan dapat sangat mengganggu. Orang dewasa sebaiknya
mulai meminum obat pengontrol rasa sakit sesudah makan tetapi sebelum
timbulnya rasa sakit. Rasa sakit setelah pembedahan umumnya terjadi 6
sampai 12 jam. Manajemen post surgical pain meliputi kombinasi analgesik
(metamizol), parasetamol dan NSAID.
5. Edema
Edema merupakan kelanjutan normal dari setiap pencabutan dan
pembedahan gigi, serta merupakan reaksi normal dari jaringan terhadap
cedera. Usaha-usaha untuk mengontrol edema mencakup termal (dingin),
fisik (penekanan) dan obat-obatan. Aplikasi dingin selama 24 jam pertama
sesudah pembedahan. Penekanan dilakukan dengan sebungkus es pada region
fasial maupun servikal. Obat yang sering digunakan adalah jenis steroid yang
diberikan secara parenteral, oral atau topikal.
6. Alveolitis

14
Komplikasi yang paling sering dan paling sakit sesudah pencabutan gigi
adalah dry socket atau alveolitis (osteitis alveolar). Biasanya dimulai pada
hari ke 3-5 sesudah operasi. Keluhan utamanya adalah rasa sakit yang sangat
hebat. Pada pemeriksaan terlihat alveolus yang terbuka, terselimuti kotoran
dan dikelilingi berbagai tingkatan peradangan dari gingival. Penyebab
alveolitis adalah hilangnya bekuan darah akibat lisis, mengelupas atau
keduanya.
Penatalaksanaannya bagian yang mengalami alveolitis diirigasi dengan
larutas saline yang hangat dan diperiksa. Palpasi yang hati-hati dengan
menggunakan aplikator kapas membantu dalam menentukan sensitivitas.
Apabila pasien tidak tahan terhadap hal tersebut, maka dilakukan anastesi
topical sebelum dilakukan tindakan tersebut.
7. Sinkop
Sinkop merupakan suatu keadaan menurunnya kesadaran akibat
ketidakseimbangan dalam sirkulasi/distribusi darah ke perifer. Adanya
kekurangan darah di dalam otak dalam waktu tertentu disebabkan oleh
peningkatan aliran darah ke dalam pembuluh darah yang lebih besar sehingga
otak akan berefek lebih dahulu akibat kekurangan volume darah dalam
sirkulasi. Gejala-gejala sinkop adalah weakness, dizziness, pucat, rasa dingin,
nadi lemah (mula-mula cepat kemudian lambat) dan akhirnya pasien mulai
kehilangan kesadaran secara penuh. Sedangkan faktor kontributor terjadinya
sinkop adalah rasa nyeri, rasa takut, mual, dehidrasi, dental office smell,
melihat instrumen/darah, keadaan pasien tegang, keadaan hamil atau
menjelang menstruasi.
Menghadapi pasien dengan sinkop, maka tindakan yang harus diambil adalah:
a. Posisikan pasien dengan posisi trendelenburg atau baringkan pasien di
lantai dengan posisi kaki lebih tinggi daripada kepala.
b. Beri oksigen pada pasien.
c. Periksa tanda-tanda vital pada pasien.
d. Setelah pasien sadar, pasien di anjurkan untuk minum minuman yang
hangat.

15
8. Syok Anafilaktik
Syok anafilaktik adalah suatu reaksi yang berasal dari efek vasodilator
dari histamin yang mengurangi volume heart stroke dan tekanan darah akibat
aliran balik vena ke jantung berkurang yang dapat menyebabkan kematian
dalam beberapa menit. Syok anafilaktik disebabkan oleh reintroduction
protein asing ke dalam tubuh pasien yang tersensitisasi melalui kontak
sebelumnya. Obat-obat yang sering menyebabkan reaksi ini terutama
penisilin atau derivat PABA, sefalosporin, sulfonamid, vankomisin, NSAID,
bahan kontras radiologi, immunoglobulin, vaksin, procaine, tetracaine,
bahkan berbagai makanan dan gigitan serangga.
Gejala yang ditimbulkan akibat pelepasan sejumlah besar histamine like
substance akan menyebabkan keluhan-keluhan pasien berupa dispnea,
dizziness,headache, urtikaria, rasa metal, dan rasa panas dalam mulut/lidah,
nadi lemah. Bila terlihat gejala-gejala awal terjadi syok anafilaktik maka
harus bertindak segera. Adapun langkah-langkah penanganan yang harus
dilakukan adalah sebagai berikut :
 Segera hentikan pemberian anestesi (obat-obatan lain).
 Baringkan pasien di lantai dengan kepala miring pada salah satu sisi
(untuk menghindari muntah).
 Angkat kepala dan leher pasien, kemudian ekstensikan dagu/kepala dan
jaga aliran udara agar bebas dari obstruksi baik anatomis maupun
mekanis.
 Beri oksigen.
 Jika arteri karotis tidak teraba maka segera lakukan resusitasi jantung
paru.
 Segera cari bantuan/telepon ambulans dan dokter spesialis THT (jika
diperlukan suatu intubasi/tracheostomy).
 Berikan obat-obat sesuai urutan:
1. Adrenalin 1:1000 sebanyak 0,5 ml secara subkutan (ulangi setiap
10 menit) sampai gejala menghilang dengan adrenalin sebanyak 0,5

16
mg. Tujuannya untuk menghilangkan bronkospasme dan
menstabilkan tekanan darah.
2. Chlor-Trimeton (vial 10 mg), histamin, benadryl (50mg IV/IM)
yang tujuannya untuk mengeblok respetor histamin.
3. Solu-cortef (hydrocortisone) 1 vial 100 mgx2 atau lebih secara
intra vena atau 50 mg methylprenidson dan suntikkan secara
perlahan.
4. Aminophylline 1 atau 2 vial 10 ml secara intra vena (jika bronkial
spasme masih ada).
5. Bawa pasien sesegera mungkin ke rumah sakit.
9. Trismus
Pasien yang mengalami trismus diberikan terapi steroid. Pasien dengan
edema yang diberikan terapi steroid juga cenderung lebih sedikit mengalami
trismus. Obat yang diberikan adalah dexamethasone.

No Tindakan Waktu
Mulai Selesai

1 Anastesi lokal
2 Membuat flap
3 Menghilangkan
jaringan
penghambat
4 Mengeluarkan/
mengungkit gigi
5 Menghaluskan
tulang yang tajam,
debridement dan
irigasi
6 Suturing/
penjahitan

17

Anda mungkin juga menyukai