Anda di halaman 1dari 7

Teori Kendala atau Theory Of Constraints (TOC) merupakan sebuah filosofi manajemen

yang mula-mula dikembangkan oleh Eliyahu M. Goldratt dan dikenalkan dalam bukunya,
The Goal. Dapat diartikan bahwa TOC adalah suatu pendekatan ke arah peningkatan proses
yang berfokus pada elemen-elemen yang dibatasi untuk meningkatkan output. Hal ini
berdasarkan fakta bahwa, seperti sebuah rantai dengan link yang paling lemah, dalam
beberapa system yang kompleks pada waktu tertentu, sering terdapat satu aspek dalam
system yang membatasi kemampuannya untuk mencapai lebih banyak tujuannya. Usaha yang
berfokus pada masalah dapat meningkatkan atau memaksimumkan kembali inisiatif yang
ada. agar system tersebut mencapai kemajuan yang signifikan, hambatannya perlu untuk
diidentifikasi dan keseluruhan system perlu diatur. Sesekali elemen proses yang dibatasi
diperbaiki, link paling lemah yang berikutnya dapat ditujukan dalam suatu pendekatan
iterative.

TOC adalah suatu filosofi manajemen yang membantu sebuah perusahaan dalam
meningkatkan keuntungan dengan memaksimalkan produksinya dan meminimalisasi semua
ongkos atau biaya yang relevan seperti biaya simpan, biaya langsung, biaya tidak langsung,
dan biaya modal.

Penerapan TOC lebih terfokus pada pengelolaan operasi yang berkendala sebagai kunci
dalam meningkatkan kinerja sistem produksi, nantinya dapat berpengaruh terhadap
profitabilitas secara keseluruhan.

Menurut Hansen dan Mowen, jenis kendala dapat dikelompokkan sebagai berikut:

Berdasarkan asalnya

Kendala internal (internal constraint) adalah faktor-faktor yang membatasi perusahaan yang
berasal dari dalam perusahaan, misalnya keterbatasan jam mesin. Kendala internal harus
dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan throughput semaksimal mungkin tanpa
meningkatkan persediaan dan biaya operasional.

Kendala eksternal (external constraint) adalah faktor-faktor yang membatasi perusahaan yang
berasal dari luar perusahaan, misalnya permintaan pasar atau kuantitas bahan baku yang
tersedia dari pemasok. Kendala eksternal yang berupa volume produk yang dapat dijual,
dapat diatasi dengan menemukan pasar, meningkatkan permintaan pasar ataupun dengan
mengembangkan produk baru.

Berdasar sifatnya

Kendala mengikat (binding constraint) adalah kendala yang terdapat pada sumber daya yang
telah dimanfaatkan sepenuhnya.

Kendala tidak mengikat atau kendur (loose constraint) adalah kendala yang terdapat pada
sumber daya yang terbatas yang tidak dimanfaatkan sepenuhnya.

Selain itu Kaplan dan Atkinson menambahkan pengelompokan kendala dalam tiga bagian
yaitu:

Kendala sumberdaya (resource constraint). Kendala ini dapat berupa kemampuan factor input
produksi seperti bahan baku, tenaga kerja dan jam mesin.

Kendala pasar (market resource). Kendala yang merupakan tingkat minimal dan maksimal
dari penjualan yang mungkin selama dalam periode perencanaan.

Kendala keseimbangan (balanced constraint). Diidentifikasi sebagai produksi dalam siklus


produksi.

Theory of Constraint(TOC) mengakui bahwa kinerja setiap perusahaan dibatasi oleh kendala-
kendalanya, yang kemudian mengembangkan pendekatan kendala untuk mendukung tujuan,
yaitu kemajuan terus-menerus suatu perusahaan (continious improvement). Teori ini
memfokuskan diri pada tiga ukuran yaitu:

Throughput, adalah suatu ukuran dimana suatu perusahaan menghasilkan uang melalui
penjualan.

Persediaan, adalah semua dana yang dikeluarkan perusahaan untuk mengubah bahan baku
mentah melalui throughput. Bahan persediaan dalam TOC merupakan semua aktiva yang
dimiliki dan terrsedia secara potensial untuk penjualan.

Biaya-biaya operasional, yang dikeluarkan perusahaan untuk mengubah persediaan menjadi


throughput. Biaya operasi ini terjadi untuk mendukung dan mengoptimalkan throughput
dalam kendala.
TOC memiliki argumen bahwa penurunan persediaan akan meningkatkan daya saing
perusahaan, karena dengan menurunkan persediaan, akan diperoleh produk yang lebih baik,
harga yang lebih rendah, dan tanggapan yang lebih cepat terhadap kebutuhan pelanggan
Penerapan TOC dapat membantu manajer dalam meningkatkan laba dan juga penjualan
produk atau jasa yang berkualitas serta pemenuhan permintaan yang tepat waktu sehingga
perusahaan mampu beroperasi secara efisien dan efektif.

5 (Lima) Langkah dalam TOC

Dalam mengimplementasikan ide-ide sebagai solusi dari suatu permasalahan, Goldratt


mengembangkan 5 (lima) langkah yang berurutan supaya proses perbaikan lebih fokus dan
berakibat lebih baik bagi sistem. Langkah-langkah tersebut adalah:

Identifikasi konstrain sistem (identifying the constraint). Mengidentifikasi bagian system


manakah yang paling lemah kemudian melihat kelemahanya apakah kelemahan fisik atau
kebijakan.

Eksploitasi konstrain (exploiting the constraint). Menentukan cara menghilangkan atau


mengelola constraint dengan biaya yang paling rendah.

Subordinasi sumber lainnya (subordinating the remaining resources). Setelah menemukan


konstrain dan telah diputuskan bagaimana mengelola konstrain tersebut maka harus
mengevaluasi apakah kostrain tersebut masih menjadi kostrain pada performansi system atau
tidak. Jika tidak maka akan menuju ke langkah kelima, tetapi jika yam aka akan menuju ke
langkah keempat.

Evaluasi konstrain (Elevating the constraint). Jika langkah ini dilakukan, maka langkah kedua
dan ketiga tidak berhasil menangani konstrain. Maka harus ada perubahan besar dalam
sistem, seperti reorganisasi, perbaikan modal, atau modifikasi substansi system.

Mengulangi proses keseluruhan (repeating the process). Jika langkah ketiga dan keempat
telah berhasil dilakukan maka akan mengulangi lagi dari langkah pertama. Proses ini akan
berputar sebagai siklus. Tetap waspada bahwa suatu solusi dapat menimbulkan konstrain baru
perlu dilakukan.
Selain memperhatikan lima tahap penerapan TOC diatas, perlu diperhatikan pula sepuluh
prinsip dasar TOC. Kesepuluh prisnsip dasar tersebut adalah:

Seimbangkan aliran produksi, bukan kapasitas produksi. Diasumsikan perusahaan memiliki


kapasitas tidak seimbang dengan jumlah permintaan pasar (demand) karena keseimbangan
kapasitas menghambat pencapaian tujuan (goal) perusahaan.

Tingkat utilitas non bottleneck tidak ditentukan oleh potensi stasiun kerja tersebut tetapi oleh
stasiun kerja bottleneck atau sumber kritis lainnya. Hanya stasiun kerja yang mengalami
bottleneck yang perlu dijalankan dengan utilitas 100 %.

Aktivitas tidak selalu sama dengan utilitas. Menjalankan non bottleneck dapat mengakibatkan
bertumpuknya work in process (buffer) dalam jumlah yang berlebihan.

Satu jam kehilangan pada bottleneck merupakan satu jam kehilangan sistem keseluruhan.

Satu jam penghematan pada non bottleneck merupakan suatu fatamorgana.

Bottleneck mempengaruhi throughput dan inventory.

Batch transfer tidak selalu sama jumlahnya dengan batch proses.

Batch proses sebaiknya tidak tetap (variabel).

Penjadwalan (kapasitas & prioritas) dilakukan dengan memperhatikan semua kendala


(constraint) yang ada secara simultan.

Jumlah optimum lokal tidak sama dengan optimum keseluruhan (total). Pengukuran
performansi dilihat sebagai satu kesatuan berdasarkan pemasukan bahan baku dan hasil
produk jadi.

Hubungan TOC dan JIT (Just In Time)

Tujuan utama seorang manajer menggunakan JIT dalam perusahaan yaitu untuk mengurangi
waktu yang digunakan produk dalam pabrik. Jika total produksi turun, maka akan terjadi
penurunan pula pada biaya, hal ini dikarenakan lebih sedikitnya persediaan yang harus
dibiayai, disimpan, dikelola, dan diamankan. Dengan JIT, waktu dapat diminimalisasi
terhadap throughput produk yaitu total produksi sampai pada saat barang dikirim. Oleh
karena itu, waktu throughput (throughput time) merupakan jumlah dari waktu proses, waktu
tunggu, waktu pemindahan, waktu inspeksi. Yang merupakan waktu throughput yang
mencakup penurunan persediaan dalam proses, akan mengarahkan pada hal-hal berikut ini:

Menurunkan biaya modal dalam persediaan.

Mengurangi biaya overhead untuk pemindahan bahan.

Mengurangi resiko keusangan.

Meningkatkan daya tanggap bagi pelanggan dan mengurangi waktu pengiriman.

Theory of Constraints (TOC) dan Activity Based Costing (ABC)

Pendekatan TOC beranggapan bahwa biaya operasional sulit untuk diubah dalam jangka
pendek, sehingga TOC tidak mengidentifikasikan aktivitas-aktivitas individual dan penggerak
biaya. Oleh karena itu, TOC kurang berguna untuk mengelola biaya dalam jangka panjang.
Di lain sisi, activity-based costing (ABC) mempunyai perspektif jangka panjang yang
memfokuskan pada peningkatan proses dengan mengeliminasi aktivitas-aktivitas yang tidak
bernilai tambah dan mengurangi biaya-biaya yang dikeluarkan oleh aktivitas yang bernilai
tambah. Oleh karena itu, ABC lebih berguna untuk perencanaan profit, pengendalian biaya
dan penetapan harga jangka panjang

ABC dan TOC sama-sama digunakan untuk menetapkan profitabilitas produk. Namun
keduanya juga memiliki perbedaan yaitu ABC mengembangkan suatu analisis jangka panjang
yang meliputi semua biaya produk. Sedangkan TOC mengambil pendekatan jangka pendek
untuk analisis profitabilitas karena teori ini hanya berdasarkan pada biaya-biaya yag
berkaitan pada bahan. ABC menyediakan suatu analisis komprehensif dari penggerak biaya
(cost driver) dan biaya unit yang akurat, sebagai suatu dasar untuk pengambilan keputusan
strategis mengenai harga dan bauran produk dalam jangka panjang. Sebaliknya TOC
menyediakan suatu metode yang berguna untuk meningkatkan profitabilitas jangka pendek
melalui penyesuaian bauran produk untuk jangka pendek dan melalui perhatian pada
hambatan-hambatan produksi. Keunggulan ABC adalah memusatkan perhatian pada kegiatan
(aktivitas), yaitu apa yang dilakukan oleh tenaga kerja dan peralatan untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan. ABC umumnya digunakan oleh perusahaan dengan menggunakan
metode manajemen biaya seperti biaya target (target costing) dan TOC.
Theory Of Constraint (TOC) atau teori kendala mulanya berkembang dalam akuntansi manajemen
sektor swasta. Konsep dari teori tersebut adalah setiap perusahaan menghadapi sumber daya yang
terbatas dan permintaaan yang terbatas atas setiap produk. Keterbatasan-keterbatasan ini disebut
kendala (constraint). Teori ini menawarkan suatu cara untuk mengatasi kendala dalam produksi dan
lebih memusatkan perhatian pada peningkatan produktivitas secara berkesinambungan serta
pengukuran secara global atas throughput, inventory dan total biaya.
Beberapa definisi tentang TOC antara lain: The theory of constraints recognizes that the
performance of any organization is limited by its constraints. The theory of contraints
than develops a specific approach to manage constraints to support the objective of
continous improvement ( Hansen and Mowen, 2000:826). Teori Of Constraint adalah suatu
teori yang memfokuskan perhatian manajer pada kendala atau pemborosan yang memperlambat
proses produksi (Blocher et al,2001:175). Sedangkan menurut Garrison and Noreen
(2003:2I ): Theory of Constraints maintains that effectively managing the constraints is a
key to success.
Dari definisi tersebut, TOC merupakan filosofi manajemen yang memfokuskan untuk mengidentifikasi
kendala-kendala yang mempengaruhi proses produksi suatu perusahaan, kemudian mengoptimalkan
pengunaan sumber daya yang memiliki kendala tersebut untuk memaksimumkan throughput dan
meningkatkan keuntungan.
Teori Kendala mengakui bahwa kinerja setiap perusahaan dibatasi oleh kendala-kendalanya. Jika
hendak memperbaiki kinerjanya, suatu perusahaan harus mengidentifikasi kendala-kendalanya,
mengeksploitasi kendalanya dalam jangka pendek dan jangka panjang, kemudian menemukan cara
untuk mengatasinya.

TOC memfokuskan pada tiga ukuran kinerja organisasi yaitu: throughput, persediaan dan beban
operasi. Tujuan manajemen dinyatakan dengan meningkatkan throughput, meminimalkan
persediaan, dan menurunkan biaya operasi. TOC adalah metode untuk memaksimalkan laba operasi
ketika dihadapkan dengan beberapa operasi bottleneck dan nonbottleneck. TOC mendefinisikan
tiga ukuran sebagai berikut:
1. Throughput Margin, yaitu pendapatan dikurangi direct material dari barang yang
terjual (komponen direct material dalam cost of good sold). Tingkat di mana suatu
organisasi menghasilkan uang melalui penjualan.
2. Biaya Persediaan, yaitu jumlah biaya bahan baku dalam direct material, work in
process, dan persediaan barang jadi, biaya research and development, dan biaya
peralatan dan gedung. Seluruh uang yang dikeluarkan organisasi dalam
mengubah bahan baku menjadi throughput.
3. Operating cost, yaitu semua biaya operasi (selain direct material) yang terjadi
untuk memperoleh throughput margin. Operating cost meliputi gaji dan upah,
sewa, penyusunan dan semacamnya. Seluruh uang yang dikeluarkan organisasi
untuk mengubah persedian menjadi throughput.
TOC pada Instansi Sektor Publik: Studi Kasus di Kantor Pelayanan Pajak
Dalam Standar Operating Procedure (SOP) sudah disebutkan batasan waktu penyelesaian dari
semua aktifitas yang terkait. Batasan waktu ini yang menentukan seberapa cepat sebuah kegiatan
pelayanan kepada masyarakat harus diselesaikan. Secara teori, bila sebuah SOP sudah ditetapkan,
maka SOP tersebut harus dilaksanakan secara nasional.
Namun pada prakteknya, tidak semua kantor dapat melaksanakan apa yang tercantum dalam SOP.
Berbeda dari bottleneck dalam anggaran, dimana bottleneck yang terjadi banyak dalam
penyerapan anggaran, bottleneck yang terjadi dalam kinerja aparat salah satunya berupa
keterbatasan kapasitas aparat dalam melaksanakan tugasnya. Keterbatasan tersebut yang
mengakibatkan terjadinya bottleneck dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat. Kendala
lain terkait SOP adalah terkait indeks kinerja utama, dimana dalam IKU tersebut, ditentukan standar
jumlah pelayanan minimum yang sudah ditargetkan untuk dilaksanakan dalam setahun. Standar
tersebut berlaku sama bagi setiap kantor, dalam hal ini sebuah Kantor Pelayanan Pajak.
Bagi kantor dengan jumlah pegawai yang memadai dan jumlah Wajib Pajak yang sudah sesuai
dengan standar kinerja yang seharusnya, mencapai standar yang sudah ditetapkan dalam IKU
tersebut seharusnya bukanlah sebuah masalah. Akan tetapi bagi kantor-kantor dipelosok Indonesia,
dengan jumlah Wajib Pajak jauh lebih banyak, maka mencapai standar pelayanan yang sudah
ditetapkan tersebut bisa menjadi masalah.

Berikut adalah beberapa contoh di DJP khususnya pada sebuah KPP:


Misalkan di dalam sebuah seksi pelayanan disebuah Kantor Pelayanan Pajak
hanya memiliki 2 orang petugas pelaksana. Pada tanggal 20 setiap bulan, KPP
tersebut harus melayani Wajib Pajak yang ingin melaporkan SPT. Semaksimal
apapun kinerja dari kedua petugas tersebut, tidak akan sanggup melayani seluruh
wajib pajak (atau paling tidak akan keteteran) yang saat itu ingin melaporkan SPT-
nya.
Seorang Account Representative (AR) dalam sebuah seksi Pengawasan dan
Konsultasi, ditarget untuk mengunjungi Wajib Pajak dalam rangka pengawasan
dan konsultasi minimal dua kali dalam seminggu. Bagi AR dengan wilayah kerja
yang meliputi pulau-pulau terpencil, namun memiliki jumlah wajib pajak cukup
signifikan, maka kewajiban visit tersebut akan menjadi cukup sulit dilakukan. Bila
dipaksakan untuk melakukan visit, maka tugas-tugas lain di kantor, yang
jumlahnya tidak sedikit, akan menjadi terabaikan, terlebih bila tidak ada petugas
yang dapat menggantikan selama AR tersebut melaksanakan dinas di luar kantor.
Sebuah KPP hanya memiliki 2 Tim Fungsional, asumsi bahwa satu tim fungsional
yang terdiri dari 1 supervisor, 1 ketua tim dan 2 anggota tim, secara kapasitas
normal mampu mengerjakan 50 pemeriksaan dalam setahun. Sedangkan usulan
pemeriksaan yang masuk baik dari dalam KPP maupun dari Luar KPP sebanyak
150 usulan pemeriksaan yang harus dikerjakan. Jumlah tersebut berada diatas
kapasitas maksimal KPP yaitu 100 pemeriksaan dalam setahun.

Anda mungkin juga menyukai