Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Karsinoma recti merupakan tumor ganas terbanyak di antara tumor ganas


saluran cerna, lebih 60% tumor kolorektal berasal dari rektum. Salah satu pemicu
karsinoma recti adalah masalah nutrisi.1 Karsinoma recti merupakan salah satu
jenis kanker yang tercatat sebagai penyakit yang paling mematikan di dunia. Jika
penderita telah terdeteksi secara dini, maka kemungkinan untuk sembuh bisa
mencapai 50 persen.1,2
Insiden dan mortalitas karsinoma recti bervariasi untuk tiap negara di dunia.
Mortalitas tertinggi di dunia terjadi di Republik Ceko (52 per 100.000) sedangkan
untuk mortalitas terendah terdapat pada negara Albania (4 per 100.000), di
Amerika Serikat 35 per 100.000 orang.3 Insiden karsinoma recti di Indonesia
cukup tinggi, demikian juga angka kematianya. Resiko terkena kanker ini akan
terus meningkat seiring dengan penambahan usia. Data dari Amerika Serikat dan
Inggris memperlihatkan, orang yang berusia antara 60 sampai 80 tahun beresiko
tiga kali lipat dari kelompok usia lainnya. Mereka yang memiliki riwayat
peradangan saluran cerna seperti kolitis usus kronis, tergolong beresiko tinggi
untuk berkembang menjadi kanker kolorektal. Demikian juga dengan mereka
yang memiliki riwayat penyakit kanker tersebut, resiko terkena penyakit ini bisa
menyerang pada kelompok usia mana pun di bawah 60 tahun.2,3
Pada umumnya penderita datang dalam stadium lanjut, seperti kebanyakan
tumor ganas lainnya : 40% diagnosis karsinoma recti dapat ditegakkan dengan
colok dubur. Sampai saat ini, pembedahan adalah terapi pilihan untuk karsinoma
recti.4
Prognosis penderita sangat bergantung kepada stadium dari kanker rektum.
Angka kemungkinan untuk bertahan hidup dalam 5 tahun pada pasien dengan
karsinoma rekti stadium dini adalah 58,9 sampai 78,8%, dan angka ini akan
berkurang seiring dengan meningkatnya stadium yaitu hanya sebesar 7% saja
pada karsinoma rekti stadium akhir.5

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Rektum


Secara anatomi rektum terbentang dari vertebrae sakrum ke-3 sampai garis
anorektal. Secara fungsional dan endoskopik, rektum dibagi menjadi bagian
ampula dan sfingter. Bagian sfingter disebut juga annulus hemoroidalis,
dikelilingi oleh muskulus levator ani dan fasia coli dari fasia supra-ani. Bagian
ampula terbentang dari sakrum ke-3 ke diafragma pelvis pada insersi muskulus
levator ani. Panjang rektum berkisar 10-15 cm, dengan keliling 15 cm pada
rectosigmoid junction dan 35 cm pada bagian ampula yang terluas. Pada orang
dewasa dinding rektum mempunyai 4 lapisan : mukosa, submukosa, muskularis
(sirkuler dan longitudinal), dan lapisan serosa.5,6

Gambar 2.1 : Anatomi Rektum

Vaskularisasi daerah anorektum berasal dari arteri rektalis superior, media,


dan inferior. Arteri rektalis superior yang merupakan kelanjutan dari a.
mesenterika inferior, arteri ini bercabang 2 kiri dan kanan. Arteri rektalis media
merupakan cabang a. iliaka interna, arteri rektalis inferior cabang dari a. pudenda
interna.

2
Vena rektalis superior berasal dari plexus rektalis internus dan berjalan ke
arah kranial ke dalam v. Mesenterika inferior dan seterusnya melalui v. lienalis
menuju v. porta. Vena ini tidak berkatup sehingga tekanan alam rongga perut
menentukan tekanan di dalamnya. Hal inilah yang dapat menjelaskan terjadinya
hemoroid interna pada pasien-pasien hemoroid interna. Karsinoma rektum dapat
menyebar sebagai embolus vena ke dalam hati. Vena rektalis inferior
mengalirkan darah ke v. pudenda interna, v. iliaka interna dan sistem vena kava.6

Gambar 2.2 : Vaskularisa Anorektum


Pembuluh limfe daerah anorektum membentuk pleksus halus yang
mengalirkan isinya menuju kelenjar limfe inguinal yang selanjutnya mengalir ke
kelenjar limfe iliaka. Infeksi dan tumor ganas pada daerah anorektal dapat
mengakibatkan limfadenopati inguinal. Pembuluh rekrum di atas garis anorektum
berjalan seiring dengan v.rektalis superior dan melanjut ke kelenjar limfe
mesenterika inferior dan aorta.6

3
Gambar 2.3 : Vaskularisasi Vena Daerah Anorektum
Persarafan rektum terdiri atas sistem simpatik dan parasimpatik. Serabut
simpatik berasal dari pleksus mesenterikus inferior yang berasal dari lumbal 2, 3,
dan 4, serabut ini mengatur fungsi emisi air mani dan ejakulasi. Serabut
parasimpatis berasal dari sakral 2, 3, dan 4, serabut ini mengatur fungsi ereksi
penis, klitoris dengan mengatur aliran darah ke dalam jaringan. Hal ini
menjelaskan terjadinya efek samping dari pembedahan pasien-pasien dengan
karsinoma rekti, yaitu berupa disfungsi ereksi dan tidak bisa mengontrol buang air
kecil atau miksi.6
Rektum (bahasa latin :regere, meluruskan, mengatur) adalah ruangan
yang berasal dari ujung usus besar (estela kolon sigmoid) dan berakhir di anus.
Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya
rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada
kolon desenden. Jika kolon desenden penuh dan tinja masuk ke dalam rektum,
maka timbul keinginan untuk buang air besar. Mengembangnya dinding rektum
karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang
menimbulkan keinginan untuk defekasi.6

4
Jika defekasi tidak terjadi, seringkali material akan dikembalikan ke usus
besar, dimana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jira defekasi tidak terjadi
untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.6
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan itu, tetapi
bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot
yang penting untuk menunda buang air besar. Proses defekasi diawali oleh terjadi
reflek defekasi akibat ujung-ujung serabut saraf rektum terangsang ketika dinding
rectum teregang oleh massa feses. Sensasi rektum ini berperan penting pada
mekanisme kontiens dan juga sensasi pengisian rectum yang merupakan bagian
integral penting pada defekasi normal. Distensi dari rektum akan menstimulasi
reseptor regang pada dinding rectum, lantai pelvis dan kanalis anales. Bila feses
memasuki rektum, distensi dinding rectum mengirim signal afferent yang
menyebar melalui pleksus mienterikus yang merangsang terjadinya gelombang
peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum sehingga feses
terdorong ke anus. Setelah gelombang peristaltik mencapai anus, sfingter ani
interna mengalami relaksasi oleh adanya sinyal yang menghambat pleksus
mienterikus; dan sfingter ani externa pada saat tersebut mengalami relaksasi
secara volunter, terjadilah defekasi.6
Pada permulaan defekasi, terjadi peningkatan tekanan intraabdominal oleh
kontraksi otot-otot kuadratus lumborum, muskulus rectus abdominis, m. oblique
interna dan externa, m. transversus abdominis dan diafragma. M. puboerektalis
yang mengelilingi anorectal junction kemudian akan relaksasi sehingga sudut
anorektal akan menjadi lurus dan feses akan dievakuasi. M. sfingter ani externa
kemudian akan berkontraksi dan memanjang ke kanalis anales. Defekasi dapat
dihambat oleh kontraksi sfingter ani eksterna yang berada di bawah pengaruh
kesadaran (voulenter). Bila defekasi ditahan, sfingter ani akan tertutup, rectum
akan mengadakan relaksasi untuk mengakomodasi feses. Setelah proses evakuasi
selesai akan terjadi closing reflex.6

5
B. Definisi Karsinoma Recti
Karsinoma recti adalah kanker yang terjadi pada rektum. Rektum terletak di
anterior sakrum and coccyx panjangnya kira kira 15 cm. Rectosigmoid junction
terletak pada bagian akhir mesocolon sigmoid. Bagian sepertiga atasnya hampir
seluruhnya dibungkus oleh peritoneum. Di setengah bagian bawah rektum
keseluruhannya adalah ekstraperitoneal. Vaskularisasi rektum berasal dari cabang
arteri mesenterika inferior dan cabang dari arteri iliaka interna. Vena hemoroidalis
superior berasal dari pleksus hemorriodalis internus dan berjalan ke kranial ke
vena mesenterika inferior dan seterusnya melalui vena lienalis ke vena porta.5,6
Ca Recti dapat menyebar sebagai embulus vena kedalam hati. Pembuluh
limfe dari rektum diatas garis anorektum berjalan seiring vena hemorriodalos
superior dan melanjut ke kelenjar limfe mesenterika inferior dan aorta. Operasi
radikal untuk eradikasi karsinoma recti dan anus didasarkan pada anatomi saluran
limfe ini. Dinding rektum terdiri dari 5 lapisan, yaitu mukosa yang tersusun oleh
epitel kolumner, mukosa muskularis, submukosa, muscularis propria dan serosa.2,5

C. Epidemiologi Karsinoma Recti


Di USA Ca kolorektal merupakan kanker gastrointestinal yang paling sering
terjadi dan nomor dua sebagai penyebab kematian di negara berkembang. Tahun
2005, diperkirakan ada 145,290 kasus baru kanker kolorektal di USA, 104,950
kasus terjadi di kolon dan 40,340 kasus di rektal. Pada 56,300 kasus dilaporkan
berhubungan dengan kematian, 47.700 kasus Ca kolon dan 8,600 kasus Ca rectal.
Ca kolorektal merupakan 11 % dari kejadian kematian dari semua jenis kanker.2,3
Diseluruh dunia dilaporkan lebih dari 940,000 kasus baru dan terjadi
kematian pada hampir 500,000 kasus tiap tahunnya. (World Health Organization,
2003). Menurut data di RS Kanker Dharmais pada tahun 1995-2002, kanker rektal
menempati urutan keenam dari 10 jenis kanker dari pasien yang dirawat di sana.
Kanker rektal tercatat sebagai penyakit yang paling mematikan di dunia selain
jenis kanker lainnya. Namun, perkembangan teknologi dan juga adanya
pendeteksian dini memungkinkan untuk disembuhkan sebesar 50 persen, bahkan
bisa dicegah.3,4. Distribusi lokasi kanker kolorektal menurut lokasinya dapat
dilihat pada gambar dibawah ini :

6
Dari seluruh pasien kanker rektal, 90% berumur lebih dari 50 tahun. Hanya
5% pasien berusia kurang dari 40 tahun. Di negara barat, laki laki memiliki
insidensi terbanyak mengidap kanker rektal dibanding wanita dengan rasio
bervariasi dari 8:7 - 9:5. Insiden karsinoma kolon dan rekti di Indonesia cukup
tinggi demikian juga angka kematiannya. Insiden pada pria sebanding dengan
wanita, dan lebih banyak pada orang muda. Sekitar 75 % ditemukan di
rektosigmoid.3,4

D. Etiologi dan Patogenesis Karsinoma Recti


Secara umum dinyatakan bahwa untuk perkembangan kanker rektum sama
seperti kanker yang lain yang masih belum diketahui penyebabnya, namun diduga
hal tersebut terjadi akibat interaksi berbagai faktor yakni faktor lingkungan dan
faktor genetik. Faktor lingkungan yang multipel berinteraksi dengan predisposisi
genetik atau defek yang didapat dan berkembang menjadi kanker kolon dan
rektum.2
Mukosa rektum yang normal sel-sel epitelnya beregenerasi setiap 6 hari.
Pada adenoma terjadi perubahan genetik yang mengganggu proses diferensiasi
dan maturasi sel-sel tersebut, yang dimulai dengan inaktivasi gen adenomatous
polyposis coli (APC) yang menyebabkan replikasi yang tidak terkontrol. Dengan
peningkatan jumlah sel tersebut menyebabkan terjadi mutasi yang mengaktivasi
K-ras onkogen dan mutasi gen p53, hal ini akan mencegah apoptosis dan
memperpanjang hidup sel.2,3

7
Diet rendah serat dan tinggi karbohidrat akan mengakibatkan perubahan
pada flora feses dan perubahan degradasi garam-garam empedu atau hasil
pemecahan protein dan lemak, dimana sebagian besar zat-zat ini bersifat
karsinogenik. Diet rendah serat akan menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi
karsinogenik dalam feses yang bervolume kecil, selain itu masa transisi feses akan
meningkat. Akibatnya kontak zat yang berpotensi karsinogenik dengan mukosa
usus bertambah lama.6
Karsinoma rekti terutama adenokarsinoma (muncul dari epitel usus) dimulai
sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak
jaringan normal serta meluas ke dalam struktur sekitarnya. Sel kanker ini dapat
terlepas dari tumor primer dan menyebar ke dalam tubuh yang lain (paling sering
metastase ke hati).5,6

E. Penegakan Diagnosis Karsinoma Recti


1. Anamnesis
Gejala yang dapat ditemukan antara lain : 2,3
a. Perdarahan perektal merupakan gejala yang paling sering terjadi (60%)
pasien.
b. Perubahan pola defekasi seperti perubahan bentuk feses, tenesnus, rasa
tidak puas setelah BAB.
c. Occult bleeding (tes darah samar) positif pada 26% kasus.
d. Nyeri abdomen, didapatkan sekitar 20% kasus.
e. Malaise (9% kasus).

2. Pemeriksaan Fisik
Ada 2 gambaran khas dari pemeriksaan colok dubur, yaitu indurasi dan
adanya suatu penonjolan tepi, dapat berupa :
a. Suatu pertumbuhan awal yang teraba sebagai indurasi seperti cakram
dengan permukaan yang licin dan berbatas tegas.
b. Suatu pertumbuhan tonjolan yang rapuh, biasanya lebih lunak, tetapi
umumnya mempunyai beberapa daerah indurasi dan ulserasi

8
c. Suatu bentuk khas dari ulkus maligna dengan tepi noduler yang
menonjol dengan suatu kubah yang dalam (bentuk ini paling sering)
d. Suatu bentuk karsinoma anular yang teraba sebagai pertumbuhan
bentuk cincin

Pada pemeriksaan colok dubur ini yang harus dinilai adalah :


a. Keadaan tumor : ekstensi lesi pada dinding rektum serta letak bagian
terendah terhadap cincin anorektal, cervix uteri, bagian atas kelenjar
prostat atau ujung os coccygis. Pada penderita perempuan sebaiknya juga
dilakukan palpasi melalui vagina untuk mengetahui apakah mukosa
vagina di atas tumor tersebut licin dan dapat digerakkan atau apakah ada
perlekatan dan ulserasi, juga untuk menilai batas atas dari lesi anular.
Penilaian batas atas ini tidak dapat dilakukan dengan pemeriksaan colok
dubur.
b. Mobilitas tumor : hal ini sangat penting untuk mengetahui prospek terapi
pembedahan. Lesi yang sangat dini biasanya masih dapat digerakkan
pada lapisan otot dinding rektum. Pada lesi yang sudah mengalami
ulserasi lebih dalam umumnya terjadi perlekatan dan fiksasi karena
penetrasi atau perlekatan ke struktur ekstrarektal seperti kelenjar prostat,
buli-buli, dinding posterior vagina atau dinding anterior uterus.
c. Ekstensi penjalaran yang diukur dari besar ukuran tumor dan
karakteristik pertumbuhan primer dan sebagian lagi dari mobilitas atau
fiksasi lesi.

9
Gambar 2.4 : Pemeriksaan Colok Dubur

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan colok dubur merupakan keharusan dan dapat disusul dengan
pemeriksaan rektosigmoidoskopi. Foto kolon dengan barium merupakan
kelengkapan dalam menegakkan diagnosis. Biopsi dilakukan melalui
endoskopi. Pemeriksaan penunjang yang lain yaitu pemeriksaan CEA
(Carcinoembrionic Antigen), yang penting guna kepentingan monitor
pascaterapi.5,6

Tabel 1 : Diagnosis pasti karsinoma kolorektal


Cara Pemeriksaan Persentase
Colok dubur 40%
Rektosigmoidoskopi 75%
Foto kolon dengan barium / kontras 90%
ganda
Kolonoskopi 100%

10
Tabel 2 : Ringkasan Diagnosis Karsinoma Recti
Rektum
- Perdarahan rektum
- Darah di feses
- Perubahan pola defekasi
- Pascadefekasi perasaan tidak puas atau rasa penuh
- Penemuan tumor pada colok dubur
- Penemuan tumor rektosigmoidoskopi

The American Joint Committee on Cancer (AJCC) memperkenalkan TNM


staging system, yang menempatkan kanker menjadi satu dalam 4 stadium
(Stadium I-IV).
1. Stadium 0
Pada stadium 0, kanker ditemukan hanya tpada bagian paling dalam
rektum.yaitu pada mukosa/submukosa saja. Disebut juga karsinoma in situ.

2. Stadium I
Pada stadium I, kanker telah menyebar menembus mukosa sampai lapisan
muskularis dan melibatkan bagian dalam dinding rektum tapi tidak menyebar
kebagian terluar dinding rektum ataupun keluar dari rektum. Disebut juga Dukes
A rectal cancer.

3. Stadium II
Pada stadium II, kanker telah menyebar keluar rektum kejaringan terdekat
namun tidak menyebar ke limfonodi. Disebut juga Dukes B rectal cancer.

4. Stadium III
Pada stadium III, kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tapi tidak
menyebar kebagian tubuh lainnya. Disebut juga Dukes C rectal cancer.

11
5. Stadium IV
Pada stadium IV, kanker telah menyebar kebagian lain tubuh seperti hati,
paru, atau ovarium. Disebut juga Dukes D rectal cancer

Gambar 2.5 : Stadium Ca Recti I-IV


Tabel 3 : CT Staging System for Rectal Cancer

STADIUM DESKRIPSI

Massa polypoid Intraluminal; tidak ada penebalan pada


T1
dinding rectum

Penebalan dinding rectum > 6 mm; tidak ada perluasan ke


T2
perirectal

Penebalan dinding rectum dan invasi ke otot dan organ yang


T3a
berdekatan.

Penebalan dinding rectum dan invasi ke pelvic atau dinding


T3b
abdominal

12
T4 Metastasis jauh, biasanya ke liver atau adrenal

Klasifikasi Modifikasi Dukes :


TNM Stadium Stadium Deskripsi
T1 N0 M0 A Tumor terbatas pada submucosa
T2 N0 M0 B1 Tumor terbatas pada muscularis propria
T3 N0 M0 B2 Penyebaran transmural
T2 N1 M0 C1 T2, pembesaran kelenjar mesenteric
T3 N1 M0 C2 T3, pembesaran kelenjar mesenteric
T4 C2 Penyebaran ke organ yang berdekatan
Any T, M1 D Metastasis jauh

F. Penatalaksanaan Karsinoma Recti


Berbagai jenis terapi tersedia untuk pasien kanker rektal. Beberapa adalah
terapi standar dan beberapa lagi masih diuji dalam penelitian klinis. Tiga terapi
standar untuk kanker rektal yang digunakan antara lain ialah : 4,5,6

1. PEMBEDAHAN
Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama untuk
stadium I dan II kanker rektal, bahkan pada pasien suspek dalam stadium III juga
dilakukan pembedahan. Meskipun begitu, karena kemajuan ilmu dalam metode
penentuan stadium kanker, banyak pasien kanker rektal dilakukan pre-surgical
treatment dengan radiasi dan kemoterapi. Penggunaan kemoterapi sebelum
pembedahan dikenal sebagai neoadjuvant chemotherapy, dan pada kanker rektal,
neoadjuvant chemotherapy digunakan terutama pada stadium II dan III. Pada
pasien lainnya yang hanya dilakukan pembedahan, meskipun sebagian besar
jaringan kanker sudah diangkat saat operasi, beberapa pasien masih membutuhkan
kemoterapi atau radiasi setelah pembedahan untuk membunuh sel kanker yang
tertinggal. Tipe pembedahan yang dipakai antara lain :

13
a. Eksisi Lokal : Jika kanker ditemukan pada stadium paling dini, tumor
dapat dihilangkan tanpa melakukan pembedahan lewat abdomen. Jika
kanker ditemukan dalam bentuk polip, operasinya dinamakan
polypectomy.

b. Reseksi : Jika kanker lebih besar, dilakukan reseksi rektum lalu dilakukan
anastomosis. Jiga dilakukan pengambilan limfonodi disekitar rektum lalu
diidentifikasi apakah limfonodi tersebut juga mengandung sel kanker.

Gambar 2.6 : Reseksi dan Anastomosis

14
Gambar 2.7 : Reseksi dan Kolostomi

Pengangkatan kanker rektum biasanya dilakukan dengan reseksi


abdominoperianal, termasuk pengangkatan seluruh rectum, mesorektum dan
bagian dari otot levator ani dan dubur. Prosedur ini merupakan pengobatan yang
efektif namun mengharuskan pembuatan kolostomi permanen.
Rektum terbagi atas 3 bagian yaitu 1/3 atas, tengah dan bawah. Kanker yang
berada di lokasi 1/3 atas dan tengah ( 5 s/d 15 cm dari garis dentate ) dapat
dilakukan restorative anterior resection kanker 1/3 distal rectum merupakan
masalah sulit. Jarak antara pinggir bawah tumor dan garis dentate merupakan
faktor yang sangat penting untuk menentukan jenis operasi.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa kegagalan operasi Low anterior
resection akan terjadi pada kanker rectum dengan jarak bawah rectum normal 2
cm. Angka 5 cm telah diterima sebagai jarak keberhasilan terapi. Hasil penelitian
yang dilakukan oleh venara dkk pada 243 kasus menyimpulkan bahwa jarak lebih

15
dari 3 cm dari garis dentate aman untuk dilakukan operasi Restorative resection.
Colonal anastomosis didapatkan oleh hasil operasi Ravitch dan Sabiston yang
dilakukan pada kasus kolitis ulseratif. Operasi ini dapat diterapkan pada kanker
rectum letak bawah, dimana teknik stapler tidak dapat dipergunakan. Local
excision dapat diterapkan untuk mengobati kanker rectum dini yang terbukti
belum memperlihatkan tanda-tanda metastasis ke kelenjar getah bening. Operasi
ini dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan yaitu transanal, transpinchteric
atau transsacral.
Pendekatan transpinshter dan transacral memungkinkan untuk dapat
mengamati kelenjar mesorectal untuk mendeteksi kemungkinan telah terjadi
metastasis. Sedang pendekatan transanal memiliki kekurangan untuk mengamati
keterlibatan kelenjar pararektal.
Pada tumor rektum sepertiga tengah dilakukan reseksi dengan
mempertahankan sfingter anus, sedangkan pada tumor sepertiga distal dilakukan
amputasi rektum melalui reseksi abdominoperineal Quenu-Miles. Pada operasi ini
anus turut dikeluarkan. Pada pembedahan abdominoperineal menurut Quenu-
Miles, rektum dan sigmoid dengan mesosigmoid dilepaskan, termasuk kelenjar
limfe pararektum dan retroperitoneal sampai kelenjar limfe retroperitoneal.
Kemudian melalui insisi perineal anus dieksisi dan dikeluarkan seluruhnya
dengan rektum melalui abdomen. Reseksi anterior rendah pada rektum dilakukan
melalui laparotomi dengan menggunakan alat stapler untuk membuat anastomosis
kolorektal atau koloanal rendah.
Eksisi lokal melalui rektoskop dapat dilakukan pada karsinoma terbatas.
Seleksi penderita harus dilakukan dengan teliti, antara lain dengan menggunakan
endoskopi ultrasonografik untuk menentukan tingkat penyebaran di dalam dinding
rektum clan adanya kelenjar ganas pararektal.
Indikasi dan kontra indikasi eksisi lokal kanker rectum :
1. Indikasi :
a. Tumor bebas, berada 8 cm dari garis dentate
b. T1 atau T2 yang dipastikan dengan pemeriksaan ultrasound
c. Termasuk well-diffrentiated atau moderately well diffrentiated secara
histologi

16
d. Ukuran kurang dari 3-4 cm
2. Kontraindikasi :
a. Tumor tidak jelas
b. Termasuk T3 yang dipastikan dengan ultrasound
c. Termasuk Poorly diffrentiated secara histologi

Penderita pasca operasi Miles perlu dievaluasi :


1) Klinis
2) Pemeriksaan CEA setiap 3 bulan selama 2 tahun,setiap 6 bulan selama 2-5
tahun(cancer)
3) Colonoscopy setelah 1 tahun setelah reseksi,dan direkomendasikan untuk
pemeriksaan ulang setiap 2-3 tahun(cancer)
4) CT scan thorax, abdomen dan pelvis setiap tahun selama 3 tahun untuk pasien
dengan resiko tinggi untuk rekurens(cancer)

2. RADIASI
Sebagai mana telah disebutkan, untuk banyak kasus stadium II dan III
lanjut, radiasi dapat mengecilkan ukuran tumor sebelum dilakukan pembedahan.
Peran lain radioterapi adalah sebagai sebagai terapi tambahan untuk pembedahan
pada kasus tumor lokal yang sudah diangkat melaui pembedahan, dan untuk
penanganan kasus metastasis jauh tertentu. Terutama ketika digunakan dalam
kombinasi dengan kemoterapi, radiasi yang digunakan setelah pembedahan
menunjukkan telah menurunkan resiko kekambuhan lokal di pelvis sebesar 46%
dan angka kematian sebesar 29%. Pada penanganan metastasis jauh, radiasi telah
berguna mengurangi efek lokal dari metastasis tersebut, misalnya pada otak.
Radioterapi umumnya digunakan sebagai terapi paliatif pada pasien yang
memiliki tumor lokal yang unresectable.

17
3. KEMOTERAPI
Adjuvant chemotherapy, (menangani pasien yang tidak terbukti memiliki
penyakit residual tapi beresiko tinggi mengalami kekambuhan), dipertimbangkan
pada pasien dimana tumornya menembus sangat dalam atau tumor lokal yang
bergerombol (Stadium II lanjut dan Stadium III). Terapi standarnya ialah dengan
fluorouracil, (5-FU) dikombinasikan dengan leucovorin dalam jangka waktu enam
sampai dua belas bulan. 5-FU merupakan anti metabolit dan leucovorin
memperbaiki respon. Agen lainnya, levamisole, (meningkatkan sistem imun,
dapat menjadi substitusi bagi leucovorin. Protopkol ini menurunkan angka
kekambuhan kira kira 15% dan menurunkan angka kematian kira kira sebesar
10%.

G. Prognosis Karsinoma Recti


Angka 5 tahun keberhasilan hidup untuk pasien kanker kolorektal adalah
sebagai berikut : 5,6
1. Stage I - 72%
2. Stage II - 54%
3. Stage III - 39%
4. Stage IV - 7%
Lima puluh persen pasien biasanya terjadi rekurensi, baik lokal maupun
ditempat yang lain, atau keduanya. Rekurensi lokal lebih sering terjadi pada
kanker rektum daripada kanker kolon. Angka rekurensi berkisar 5-30%, terjadi 2
tahun setelah pembedahan. Faktor yang mempengaruhi rekurensi antara lain
stadium tumor primer, dan lokasi tumor primer.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Varia, Haren. 2013. Rectal Karsinoma Imaging. Medscape Journal.


http://emedicine.medscape.com/article/373324-overview.
2. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2003. Usus halus, appendiks, kolon, dan
anorektum. Dalam Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hal 646-53.
3. Wibawa, Tjakra. 2010. Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid. PERABOI
Denpasar: Sagung Seto. Hal. 221-246.
4. Cagir, Burt. 2014. Rectal Cancer. Medscape Journal.
http://emedicine.medscape.com/article/281237-overview.
5. Fiedberg, B. dan Antillon, M. 2014. Small-Bowel Obstruction. Editor: Vargas,
J., Windle, W.L., Li, B.U.K., Schwarz, S., and Altschuler, S.
http://www.emedicine.com.
6. Zinner, Schwartz, Ellis. 2014. Rectal Cancer. In Maingotss Abdominal

operation. 10th edition. Singapore: McGraw-Hill. P1455-99.

19

Anda mungkin juga menyukai