Tinjauan Pustaka Ca Rekti Liena
Tinjauan Pustaka Ca Rekti Liena
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Vena rektalis superior berasal dari plexus rektalis internus dan berjalan ke
arah kranial ke dalam v. Mesenterika inferior dan seterusnya melalui v. lienalis
menuju v. porta. Vena ini tidak berkatup sehingga tekanan alam rongga perut
menentukan tekanan di dalamnya. Hal inilah yang dapat menjelaskan terjadinya
hemoroid interna pada pasien-pasien hemoroid interna. Karsinoma rektum dapat
menyebar sebagai embolus vena ke dalam hati. Vena rektalis inferior
mengalirkan darah ke v. pudenda interna, v. iliaka interna dan sistem vena kava.6
3
Gambar 2.3 : Vaskularisasi Vena Daerah Anorektum
Persarafan rektum terdiri atas sistem simpatik dan parasimpatik. Serabut
simpatik berasal dari pleksus mesenterikus inferior yang berasal dari lumbal 2, 3,
dan 4, serabut ini mengatur fungsi emisi air mani dan ejakulasi. Serabut
parasimpatis berasal dari sakral 2, 3, dan 4, serabut ini mengatur fungsi ereksi
penis, klitoris dengan mengatur aliran darah ke dalam jaringan. Hal ini
menjelaskan terjadinya efek samping dari pembedahan pasien-pasien dengan
karsinoma rekti, yaitu berupa disfungsi ereksi dan tidak bisa mengontrol buang air
kecil atau miksi.6
Rektum (bahasa latin :regere, meluruskan, mengatur) adalah ruangan
yang berasal dari ujung usus besar (estela kolon sigmoid) dan berakhir di anus.
Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya
rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada
kolon desenden. Jika kolon desenden penuh dan tinja masuk ke dalam rektum,
maka timbul keinginan untuk buang air besar. Mengembangnya dinding rektum
karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang
menimbulkan keinginan untuk defekasi.6
4
Jika defekasi tidak terjadi, seringkali material akan dikembalikan ke usus
besar, dimana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jira defekasi tidak terjadi
untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.6
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan itu, tetapi
bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot
yang penting untuk menunda buang air besar. Proses defekasi diawali oleh terjadi
reflek defekasi akibat ujung-ujung serabut saraf rektum terangsang ketika dinding
rectum teregang oleh massa feses. Sensasi rektum ini berperan penting pada
mekanisme kontiens dan juga sensasi pengisian rectum yang merupakan bagian
integral penting pada defekasi normal. Distensi dari rektum akan menstimulasi
reseptor regang pada dinding rectum, lantai pelvis dan kanalis anales. Bila feses
memasuki rektum, distensi dinding rectum mengirim signal afferent yang
menyebar melalui pleksus mienterikus yang merangsang terjadinya gelombang
peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum sehingga feses
terdorong ke anus. Setelah gelombang peristaltik mencapai anus, sfingter ani
interna mengalami relaksasi oleh adanya sinyal yang menghambat pleksus
mienterikus; dan sfingter ani externa pada saat tersebut mengalami relaksasi
secara volunter, terjadilah defekasi.6
Pada permulaan defekasi, terjadi peningkatan tekanan intraabdominal oleh
kontraksi otot-otot kuadratus lumborum, muskulus rectus abdominis, m. oblique
interna dan externa, m. transversus abdominis dan diafragma. M. puboerektalis
yang mengelilingi anorectal junction kemudian akan relaksasi sehingga sudut
anorektal akan menjadi lurus dan feses akan dievakuasi. M. sfingter ani externa
kemudian akan berkontraksi dan memanjang ke kanalis anales. Defekasi dapat
dihambat oleh kontraksi sfingter ani eksterna yang berada di bawah pengaruh
kesadaran (voulenter). Bila defekasi ditahan, sfingter ani akan tertutup, rectum
akan mengadakan relaksasi untuk mengakomodasi feses. Setelah proses evakuasi
selesai akan terjadi closing reflex.6
5
B. Definisi Karsinoma Recti
Karsinoma recti adalah kanker yang terjadi pada rektum. Rektum terletak di
anterior sakrum and coccyx panjangnya kira kira 15 cm. Rectosigmoid junction
terletak pada bagian akhir mesocolon sigmoid. Bagian sepertiga atasnya hampir
seluruhnya dibungkus oleh peritoneum. Di setengah bagian bawah rektum
keseluruhannya adalah ekstraperitoneal. Vaskularisasi rektum berasal dari cabang
arteri mesenterika inferior dan cabang dari arteri iliaka interna. Vena hemoroidalis
superior berasal dari pleksus hemorriodalis internus dan berjalan ke kranial ke
vena mesenterika inferior dan seterusnya melalui vena lienalis ke vena porta.5,6
Ca Recti dapat menyebar sebagai embulus vena kedalam hati. Pembuluh
limfe dari rektum diatas garis anorektum berjalan seiring vena hemorriodalos
superior dan melanjut ke kelenjar limfe mesenterika inferior dan aorta. Operasi
radikal untuk eradikasi karsinoma recti dan anus didasarkan pada anatomi saluran
limfe ini. Dinding rektum terdiri dari 5 lapisan, yaitu mukosa yang tersusun oleh
epitel kolumner, mukosa muskularis, submukosa, muscularis propria dan serosa.2,5
6
Dari seluruh pasien kanker rektal, 90% berumur lebih dari 50 tahun. Hanya
5% pasien berusia kurang dari 40 tahun. Di negara barat, laki laki memiliki
insidensi terbanyak mengidap kanker rektal dibanding wanita dengan rasio
bervariasi dari 8:7 - 9:5. Insiden karsinoma kolon dan rekti di Indonesia cukup
tinggi demikian juga angka kematiannya. Insiden pada pria sebanding dengan
wanita, dan lebih banyak pada orang muda. Sekitar 75 % ditemukan di
rektosigmoid.3,4
7
Diet rendah serat dan tinggi karbohidrat akan mengakibatkan perubahan
pada flora feses dan perubahan degradasi garam-garam empedu atau hasil
pemecahan protein dan lemak, dimana sebagian besar zat-zat ini bersifat
karsinogenik. Diet rendah serat akan menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi
karsinogenik dalam feses yang bervolume kecil, selain itu masa transisi feses akan
meningkat. Akibatnya kontak zat yang berpotensi karsinogenik dengan mukosa
usus bertambah lama.6
Karsinoma rekti terutama adenokarsinoma (muncul dari epitel usus) dimulai
sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak
jaringan normal serta meluas ke dalam struktur sekitarnya. Sel kanker ini dapat
terlepas dari tumor primer dan menyebar ke dalam tubuh yang lain (paling sering
metastase ke hati).5,6
2. Pemeriksaan Fisik
Ada 2 gambaran khas dari pemeriksaan colok dubur, yaitu indurasi dan
adanya suatu penonjolan tepi, dapat berupa :
a. Suatu pertumbuhan awal yang teraba sebagai indurasi seperti cakram
dengan permukaan yang licin dan berbatas tegas.
b. Suatu pertumbuhan tonjolan yang rapuh, biasanya lebih lunak, tetapi
umumnya mempunyai beberapa daerah indurasi dan ulserasi
8
c. Suatu bentuk khas dari ulkus maligna dengan tepi noduler yang
menonjol dengan suatu kubah yang dalam (bentuk ini paling sering)
d. Suatu bentuk karsinoma anular yang teraba sebagai pertumbuhan
bentuk cincin
9
Gambar 2.4 : Pemeriksaan Colok Dubur
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan colok dubur merupakan keharusan dan dapat disusul dengan
pemeriksaan rektosigmoidoskopi. Foto kolon dengan barium merupakan
kelengkapan dalam menegakkan diagnosis. Biopsi dilakukan melalui
endoskopi. Pemeriksaan penunjang yang lain yaitu pemeriksaan CEA
(Carcinoembrionic Antigen), yang penting guna kepentingan monitor
pascaterapi.5,6
10
Tabel 2 : Ringkasan Diagnosis Karsinoma Recti
Rektum
- Perdarahan rektum
- Darah di feses
- Perubahan pola defekasi
- Pascadefekasi perasaan tidak puas atau rasa penuh
- Penemuan tumor pada colok dubur
- Penemuan tumor rektosigmoidoskopi
2. Stadium I
Pada stadium I, kanker telah menyebar menembus mukosa sampai lapisan
muskularis dan melibatkan bagian dalam dinding rektum tapi tidak menyebar
kebagian terluar dinding rektum ataupun keluar dari rektum. Disebut juga Dukes
A rectal cancer.
3. Stadium II
Pada stadium II, kanker telah menyebar keluar rektum kejaringan terdekat
namun tidak menyebar ke limfonodi. Disebut juga Dukes B rectal cancer.
4. Stadium III
Pada stadium III, kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tapi tidak
menyebar kebagian tubuh lainnya. Disebut juga Dukes C rectal cancer.
11
5. Stadium IV
Pada stadium IV, kanker telah menyebar kebagian lain tubuh seperti hati,
paru, atau ovarium. Disebut juga Dukes D rectal cancer
STADIUM DESKRIPSI
12
T4 Metastasis jauh, biasanya ke liver atau adrenal
1. PEMBEDAHAN
Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama untuk
stadium I dan II kanker rektal, bahkan pada pasien suspek dalam stadium III juga
dilakukan pembedahan. Meskipun begitu, karena kemajuan ilmu dalam metode
penentuan stadium kanker, banyak pasien kanker rektal dilakukan pre-surgical
treatment dengan radiasi dan kemoterapi. Penggunaan kemoterapi sebelum
pembedahan dikenal sebagai neoadjuvant chemotherapy, dan pada kanker rektal,
neoadjuvant chemotherapy digunakan terutama pada stadium II dan III. Pada
pasien lainnya yang hanya dilakukan pembedahan, meskipun sebagian besar
jaringan kanker sudah diangkat saat operasi, beberapa pasien masih membutuhkan
kemoterapi atau radiasi setelah pembedahan untuk membunuh sel kanker yang
tertinggal. Tipe pembedahan yang dipakai antara lain :
13
a. Eksisi Lokal : Jika kanker ditemukan pada stadium paling dini, tumor
dapat dihilangkan tanpa melakukan pembedahan lewat abdomen. Jika
kanker ditemukan dalam bentuk polip, operasinya dinamakan
polypectomy.
b. Reseksi : Jika kanker lebih besar, dilakukan reseksi rektum lalu dilakukan
anastomosis. Jiga dilakukan pengambilan limfonodi disekitar rektum lalu
diidentifikasi apakah limfonodi tersebut juga mengandung sel kanker.
14
Gambar 2.7 : Reseksi dan Kolostomi
15
dari 3 cm dari garis dentate aman untuk dilakukan operasi Restorative resection.
Colonal anastomosis didapatkan oleh hasil operasi Ravitch dan Sabiston yang
dilakukan pada kasus kolitis ulseratif. Operasi ini dapat diterapkan pada kanker
rectum letak bawah, dimana teknik stapler tidak dapat dipergunakan. Local
excision dapat diterapkan untuk mengobati kanker rectum dini yang terbukti
belum memperlihatkan tanda-tanda metastasis ke kelenjar getah bening. Operasi
ini dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan yaitu transanal, transpinchteric
atau transsacral.
Pendekatan transpinshter dan transacral memungkinkan untuk dapat
mengamati kelenjar mesorectal untuk mendeteksi kemungkinan telah terjadi
metastasis. Sedang pendekatan transanal memiliki kekurangan untuk mengamati
keterlibatan kelenjar pararektal.
Pada tumor rektum sepertiga tengah dilakukan reseksi dengan
mempertahankan sfingter anus, sedangkan pada tumor sepertiga distal dilakukan
amputasi rektum melalui reseksi abdominoperineal Quenu-Miles. Pada operasi ini
anus turut dikeluarkan. Pada pembedahan abdominoperineal menurut Quenu-
Miles, rektum dan sigmoid dengan mesosigmoid dilepaskan, termasuk kelenjar
limfe pararektum dan retroperitoneal sampai kelenjar limfe retroperitoneal.
Kemudian melalui insisi perineal anus dieksisi dan dikeluarkan seluruhnya
dengan rektum melalui abdomen. Reseksi anterior rendah pada rektum dilakukan
melalui laparotomi dengan menggunakan alat stapler untuk membuat anastomosis
kolorektal atau koloanal rendah.
Eksisi lokal melalui rektoskop dapat dilakukan pada karsinoma terbatas.
Seleksi penderita harus dilakukan dengan teliti, antara lain dengan menggunakan
endoskopi ultrasonografik untuk menentukan tingkat penyebaran di dalam dinding
rektum clan adanya kelenjar ganas pararektal.
Indikasi dan kontra indikasi eksisi lokal kanker rectum :
1. Indikasi :
a. Tumor bebas, berada 8 cm dari garis dentate
b. T1 atau T2 yang dipastikan dengan pemeriksaan ultrasound
c. Termasuk well-diffrentiated atau moderately well diffrentiated secara
histologi
16
d. Ukuran kurang dari 3-4 cm
2. Kontraindikasi :
a. Tumor tidak jelas
b. Termasuk T3 yang dipastikan dengan ultrasound
c. Termasuk Poorly diffrentiated secara histologi
2. RADIASI
Sebagai mana telah disebutkan, untuk banyak kasus stadium II dan III
lanjut, radiasi dapat mengecilkan ukuran tumor sebelum dilakukan pembedahan.
Peran lain radioterapi adalah sebagai sebagai terapi tambahan untuk pembedahan
pada kasus tumor lokal yang sudah diangkat melaui pembedahan, dan untuk
penanganan kasus metastasis jauh tertentu. Terutama ketika digunakan dalam
kombinasi dengan kemoterapi, radiasi yang digunakan setelah pembedahan
menunjukkan telah menurunkan resiko kekambuhan lokal di pelvis sebesar 46%
dan angka kematian sebesar 29%. Pada penanganan metastasis jauh, radiasi telah
berguna mengurangi efek lokal dari metastasis tersebut, misalnya pada otak.
Radioterapi umumnya digunakan sebagai terapi paliatif pada pasien yang
memiliki tumor lokal yang unresectable.
17
3. KEMOTERAPI
Adjuvant chemotherapy, (menangani pasien yang tidak terbukti memiliki
penyakit residual tapi beresiko tinggi mengalami kekambuhan), dipertimbangkan
pada pasien dimana tumornya menembus sangat dalam atau tumor lokal yang
bergerombol (Stadium II lanjut dan Stadium III). Terapi standarnya ialah dengan
fluorouracil, (5-FU) dikombinasikan dengan leucovorin dalam jangka waktu enam
sampai dua belas bulan. 5-FU merupakan anti metabolit dan leucovorin
memperbaiki respon. Agen lainnya, levamisole, (meningkatkan sistem imun,
dapat menjadi substitusi bagi leucovorin. Protopkol ini menurunkan angka
kekambuhan kira kira 15% dan menurunkan angka kematian kira kira sebesar
10%.
18
DAFTAR PUSTAKA
19