ABSTRAK
Corak atau model dari penelitian sejarah tidak hanya memfokuskan pada
sejarah yang bersifat menceritakan suatu kejadian atau peristiwa namun lebih
kepada menerangkan suatu kejadian atau peristiwa tersebut, hal ini bisa juga
disebut sebagai analisis sejarah. Langkah yang sangat penting dalam membuat
suatu analisis sejarah adalah menyiapkan suatu kerangka pemikiran yang
mencakup berbagai konsep dan teori yang akan dipakai dalam membuat analisis
tersebut. (Kartodijrdo, 1993 : 2)
Kerangka pemikiran teoretis diperlukan dalam suatu penulisan sejarah
modern yang membutuhkan analisis untuk menjelaskan stuktur suatu masalah.
Penulis juga menyadari pentingnya hal tersebut oleh karena itu dalam sub bab
kerangka pemikiran teoritis ini, penulis menampilkan konsep mengenai
perusahaan.
Menurut Pandojo dalam Pengantar Ekonomi Perusahaan dijelaskan
bahwa perusahaan merupakan suatu lembaga yang diorganisir dan dijalankan
untuk menyediakan barang-barang dan jasa-jasa untuk masyarakat dengan motif
keuntungan (Pandojo, 1986: 3). Selain bertujuan agar mendapatkan keuntungan,
perusahaan juga mempunyai tujuan lain seperti perkembangan, pretise, servis, dan
juga diterimanya lembaga perusahaan tersebut dalam kehidupan. Oleh karena
itulah dalam pembuatan suatu perusahaan harus diterima dalam tatanan kehidupan
bermasyarakat.
Dalam pembentukan suatu perusahaan diperlukan suatu sumber-sumber
ekonomi diantaranya adalah : alam, manusia, modal, ilmu pengetahuan, sosial dan
budaya. Sumber ekonomi biasa juga disebut dengan faktor produksi yang secara
spesifik diantaranya meliputi : modal, sumber produksi dan manajemen.
Pengeboran tahap pertama dilakukan tahun 1925 sampai tahun 1928 oleh
The Netherland East Indies Vulcanologycal Survey dengan melakukan
pengeboran sumur sebanyak 5 sumur yang mana hanya sumur 3 saja
menghasilakan uap panas bumi.
Penelitian panas bumi di Indonesia kembali dilakukan pada tahun 1971
atas dasar kerjasama antara Indonesia dengan Selandia Baru salah satu tempat
yang diteliti adalah wilayah Kamojang. dalam hal ini pemerintah Indonesia yang
diwakili oleh Pertamina dengan Selandia Baru berhasil melakukan pengeboran 10
sumur dan 1 buah monoblok berkapasitas 0,25 MW yang diresmikan pada tahun
1978 dan mampu menyuplai listrik untuk keperluan PLTP, yang mana monoblok
ini merupakan titik awal dalam pengembangan PLTP di Kamojang.
Kerjasama antara pemerintah Indonesia dengan Selandia Baru selesai,
maka pengembangan PLTP di Kamojang dilakukan oleh Pertamina dalam hal ini
sesuai dengan Keputusan Presiden (Kepres) no. 6 tanggal 20 Maret 1974. Tahap
pertama yang dilakukan pertamina dengan melakukan melakukan pengeboran
sumur panas bumi untuk menyuplai pasokan panas bumi ke stasiun PLTP unit I
yang berkapsitas 30 MW. PLTP unit I pun diresmikan untuk beroprasi pada tahun
1983, yang mana pasokan listriknya dialirkan untuk memenuhi kebutuhan listrik
di Kabupaten Bandung terutama Majalaya, Cicalengka, rancaekek dan beberapa
daerah di Garut. Diresmikanmikannya PLTP Kamojang unit I itu menambah
motivasi bagi Permaina untuk melakukan pengembangan PLTP di Kamojang. Hal
itu dilakukan dengan membuat PLTP unit II dan Unit III masing-masing
berkapasitas 55 MW, yang mana peresmiannya dilakukan tahun 1988 oleh
presiden Soeharto.
Dampak positif dengan adanya pembangunan PLTP di Kamojang, seiring
dengan perkembangan PLTP maka perekrutan tenaga kerja diproritaskan dari
daerah sekitar, kegiatan ekonomi masyarakat sekitar yang meningkat karena
pasokan listrik yang tersedia, adanya timbal balik perusaan terhadap masyarakat.