Referat Saraf Multipel Sklerosis
Referat Saraf Multipel Sklerosis
PENDAHULUAN
Multiple Sklerosis
Definisi
Etiologi
Klasifikasi
Patofisiologi
Manifestasi Klinis
Gambaran klinis yang muncul sesuai dengan daerah lesi yang terkena.
Terdapat beberapa gejala dan tanda yang timbul pada MS:
1. Kehilangan fungsi sensorik (paresthesia): gejala awal
2. Neuritis optik: gejala awal
3. Gejala pada corda spinalis (motorik): cramping akibat spastisitas
4. Gejala pada corda spinalis (otonom): gangguan BAB dan BAK, disfungsi
seksual
5. Cerebellar symptom: triad charcot (disartia, tremor, ataksia)
6. Trigeminal neuralgia
7. Facial myokymia
8. Diplopia akibat ophtalmoplegia internuklear dan nistagmus
9. Heat intolerance
10. Mudah lelah (70% kasus)
11. Nyeri
12. Menurunnya fungsi kognitif
13. Depresi
14. Bipolar, dementia
Diagnosis
Tidak ada satu tes pun yang dapat memastikan diagnosis MS.
Multiple sclerosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Penegakan
diagnosis mempergunakan kriteria diagnostik seperti Kriteria McDonald.
Saat ini yang dipergunakan adalah kriteria McDonald revisi 2010.
Diagnosis MS perlu dipikirkan apabiladidapatkan gejala-gejala neurologis
dengan episode remisi dan eksaserbasi ataupun progresif dan tidak
ditemukan sebab lain yang dapat menjelaskan gejala tersebut.1
Diagnosis Banding
Terapi simptomatik
Selain primary care, terapi simptomatik juga harus dipertimbangkan
diantaranya adalah :1,5,6
1. Spasticity, spastisitas ringan dapat dikurangi dengan peregangan dan program
exercise seperti yoga, terapi fisik, atau terapi lainnya. Medikasi diberikan
ketika ada kekakuan, spasme, atau klonus saat beraktivitas atau kondisi tidur.
Baclofen, tizanidine, gabapentin, dan benzodiazepine efektif sebagai agen
antispastik.
2. Paroxysmal disorder. Pada berbagai kasus, penggunaan carbamazepin
memberikan respon yang baik pada spasme distonik. Nyeri paroxysmal dapat
diberikan antikonvulsan atau amitriptilin.
3. Bladder dysfunction. Urinalisis dan kultur harus dipertimbangkan dan
pemberian terapi infeksi jika dibutuhkan. Langkah pertama yang dilakukan
ada mendeteksi problem apakah kegagalan dalam mengosongkan bladder
atau menyimpan urin. Obat antikolinergik Oxybutinin dan Tolterodine efektif
untuk kegagalan dalam menyimpan urin diluar adanya infeksi.
4. Bowel symptom. Konstipasi merupakan masalah umum pada pasien MS dan
harus diterapi sesegera mungkin untuk menghindari komplikasi.
Inkontinensia fekal cukup jarang. Namun bila ada, penambahan serat dapat
memperkeras tinja sehingga dapat membantu spingter yang inkompeten
dalam menahan pergerakan usus. Penggunaan antikolinergik atau antidiare
cukup efektif pada inkontinensia dan diare yang terjadi bersamaan.
5. Sexual symptom. Masalah seksual yang muncul antara lain penurunan libido,
gangguan disfungsi ereksi, penurunan lubrikan, peningkatan spastisitas, rasa
sensasi panas dapat terjadi. Pada beberapa pasien MS, gangguan disfungsi
ereksi dapat diatasi dengan sildenafil.
6. Neurobehavior manifestation. Depresi terjadi lebih dari separuh dari pasien
dengan MS. Pasien dengan depresi ringan dan transien dapat dilakukan terapi
suportif. Pasien dengan depresi berat sebaiknya diberikan Selective Serotonin
Reuptake Inhibitors (SSRIs) yang memiliki efek sedative yang lebih kecil
Terapi relaps
Pengobatan relaps dilakukan dengan pemberian metilprednisolon
500-1000 mg IV selama 3-5 hari. Metilprednisolon diberikan sekali pada
pagi hari dalam saline normal selama 60 menit. Pemberian metilprednisolon
lebih dari 5 hari tidak memberikan hasil yang lebih baik.1
Pada pasien dengan MS, fisoterapi harus selalu dilakukan untuk
meningkatkan fungsi dan kualitas hidup dari ketergantungan terapi obat.
Perawatan pendukung berupa konseling, terapi okupasi, saran dari sosial,
masukan dari perawat,dan partisipasi dalam patient support group merupakan
bagian dari perawatan kesehatan dengan pendekatan tim dalam pengelolaan MS.1
Disease-Modifying Therapies
Interferon beta
Berdasarkan guideline NICE, pasien RRMS direkomendasikan untuk
mendapatkan terapi Interferon Beta, baik jenis Interferon Beta 1a maupun
1b. Beta interferon dapat mengurangi jumlah lesi inflamasi 50-80% yang
terlihat pada MRI. Tipe SPMS juga direkomendasikan untuk mendapatkan
terapi Interferon Beta.1
Glatiramer asetat
Obat ini didesain untuk berkompetisi dengan myelin basic protein.
Pemberian Glatiramer Asetat 20mg/hari subkutan dapat menurunkan
Fingolimod
Obat ini merupakan satu-satunya obat MS dalam sediaan oral.Fingolimod
diindikasikan untuk tipe aktif RRMS. Atau dapat menjadi pilihan berikutnya
apabila pengobatan RRMS dengan Interferon beta tidak memberikan hasil
yang memuaskan.1
Natalizumab
Merupakan suatu antibodi monoklonal yang diberikan pada kasus-kasus MS
yang agresif. Pada kasus RRMS yang tidak memberikan hasil
optimal dengan Interferon Beta, GA maupun Fingolimod maka terapi dapat
dialihkan ke Natalizumab, atau pada kasus-kasus yang intoleran terhadap
obat-obat sebelumya. Natalizumab tergolong dalam obat lini kedua dalam
terapi MS.1
Mitoxantrone
Obat antikanker ini dapat menurunkan frekuensi relaps dan menahan
progresifitas MS. Mitoxantrone direkomendasikan pada RRMS yang sangat
aktif atau SPMS yang sangat progresif. Mitoxantrone tergolong
dalam obat lini ke 3 dalam terapi MS.1
Untuk tipe PPMS hingga saat ini tidak ada terapi yang direkomedasikan.
Terapi hanya bersifat simptomatis.1
Fenitoin
Fenitoin yang merupakan obat antiepilepsi. Dalam uji cobanya fenitoin bersifat
neuroprotective terhadap degenerasi serabut saraf retina pada pasien neuritis
optik. Fenitoin yang bekerja sebagai sodium channel blocker. Pada daerah
inflamasi, akson akan dipenuhi oleh sodium dan menyebabkan masuknya calcium
ke dalam sel yang menyebabkan kematian sel. Dengan pemberian fenitoin sebagai
sodium channel blocker maka dapat mencegah kematian sel. Dosis yang
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
RSUD KMRT Wongsonegoro
Fakultas Kedokteran Tarumanagara 14
dipergunakan dalam penelitian 15 mg/kgbb selama 3 hari dan dilanjutkan 4
mg/kgbb dalam 13 minggu. Hasil penelitian menunjukkan pasien neuritis optic
yang diberikan fenitoin dalam 3 bulan dapat mencegah 30% lebih baik dibanding
dengan pemberian placebo.8
Komplikasi
1. Depresi
2. Kesulitan dalam menelan
3. Kesulitan berppikir dan berkonsentrasi
4. Hilang dan menurunnya kemampuan merawat diri sendiri
5. Membutuhkan kateter
6. Osteoporosis
7. Infeksi saluran kemih7
Prognosis
Jika tidak diobati, lebih dari 30% pasien dengan MS akan memiliki
cacat fisik yang signifikan dalam waktu 20-25 tahun setelah onset. Kurang dari
5-10% dari pasien memiliki fenotipe MS klinis ringan, di mana tidak ada cacat
fisik yang signifikan terakumulasi meskipun berlalu beberapa dekade setelah
onset (kadang-kadang terlepas dari lesi baru yang terlihat pada MRI).
Pemeriksaan rinci dalam banyak kasus, mengungkapkan beberapa tingkat
kerusakan kognitif.2,7
Pasien laki-laki dengan MS progresif primer memiliki prognosis
terburuk, dengan respon yang kurang menguntungkan untuk pengobatan dan
cepat menimbulkan kecacatan. Insiden yang lebih tinggi dari lesi sumsum
tulang belakang di MS progresif primer juga merupakan faktor dalam
perkembangan pesat dari kecacatan.2,7
Harapan hidup dipersingkat hanya sedikit pada orang dengan MS,
dan tingkat kelangsungan hidup terkait dengan kecacatan. Kematian
biasanya terjadi akibat komplikasi sekunder (50-66%), seperti penyebab
paru atau ginjal, tetapi juga dapat disebabkan oleh komplikasi utama, bunuh
KESIMPULAN