Anda di halaman 1dari 85

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Undang-undang Nomor 36 tahun 2009, Bab VI pasal 46 dan 47 bahwa untuk

mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat,

diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya

kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan

diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif,

kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan

berkesinambungan. Untuk keberhasilan upaya pembangunan kesehatan tersebut maka

masyarakat perlu diikuti sertakan agar berpartisipasi aktif dalam upaya kesehatan.

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga

serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di satu atap dalam keadaan saling

ketergantungan. Pada saat anak sakit, keluarga terutama orang tua merupakan orang

yang paling dekat dengan pasien dan merupakan perawat utama bagi pasien, karena

anak masih sangat bergantung pada kedua orang tuanya. Keluarga sangat berperan

dalam menentukan pemilihan rumah sakit (RS) untuk merawat anaknya. Oleh karena

itu pembentukan persepsi mutu pelayanan yang berkualitas pada keluarga pasien

sangat menentukan pelayananan pemanfaatan kembali pasien rawat inap anak,

apalagi saat ini keluarga pasien sudah lebih kritis dalam memilih RS sebagai fasilitas

berobat, antara lain dapat membandingkan pelayanan RS satu dengan yang lainnya

terutama dalam mutu pelayanan.

1
2

Rumah sakit menjadi ujung tombak pembangunan dan pelayanan kesehatan

masyarakat, namun tidak semua RS yang ada di Indonesia memiliki standar

pelayanan dan kualitas yang sama. Semakin banyaknya RS di Indonesia sertasemakin

tingginya tuntutan masyarakat akan fasilitas kesehatan yang berkualitas dan

terjangkau, RS harus berupaya survive di tengah persaingan yang semakin ketat

sekaligus memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut. Hal itu menjadi salah satu dasar RS

untuk memberikan pelayanan prima pada setiap jenis pelayanan yang diberikan baik

untuk pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap maupun pelayanan gawat darurat

(Rosita, 2010).

Berbicara tentang RS tidak hanya mengenai staf yang berhubungan langsung

dengan diagnosa dan mengobati pasien. Setiap keterlambatan pelayanan, bahasa

tubuh, nada suara bisa memberikan arti negatif. Komunikasi yang tidak lancar, proses

medis yang tidak dijelaskan, miskomunikasi, baik yang berhubungan dengan

transportasi RS, pelayanan makanan, petugas kebersihan kamar, perawat, dokter, dan

siapa saja yang berhubungan dengan pasien atau keluarga akan memberikan arti

seolah-olah masalah atau kebutuhan pasien tidak ditangani secara sungguh-sungguh

(Press,2006)

Sebagai gambaran tentang pengetahuan dan pemanfaatan sarana pelayanan

kesehatan di Sumatera Utara berdasarkan hasil Riskesdas (2010), persentase

pengetahuan keberadaaan RS oleh rumah tangga sebesar 75,6% . Persentase

pemanfaatan RS sebesar 29,4%. Persentase yang rendah terhadap pemanfaatan RS


3

pada wilayah perkotaan terkait dengan perkembangan atau pertambahan jumlah RS

swasta, khususnya di kota-kota besar (Riset Kesehatan Dasar, 2010).

Tuntutan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas bukan hanya

berkaitan dengan kesembuhan dari penyakit, tetapi juga menyangkut persepsi pasien

terhadap kualitas keseluruhan proses pelayanan yang termasuk ke dalamnya

ketersediaan sarana dan prasarana RS guna guna memenuhi kebutuhan dan harapan

masyarakat. Dengan demikian keberhasilan suatu RS tidak hanya ditentukan oleh

kemampuan medis tetapi juga ditentuka oleh fasilitas pelayanan RS dan non medis

(Andriani, 2005).

Penilaian pasien tentang mutu pelayanan RS (RS) merupakan hal penting

sebagai acuan dalam pembenahan pelayanan sehingga terciptanya suatu kepuasan

pasien dan menciptakan suatu loyalitas dari pasien. Kepuasan pasien telah menjadi

konsep sentral dalam wacana bisnis dan manajemen khususnya manajemen RS

(Tjiptono dan Chandra, 2005). Pasien umumnya mengharapkan produk berupa

barang atau jasa yang dikonsumsi dapat diterima dan dinikmatinya dengan pelayanan

yang baik atau memuaskan (Assauri, 2003). Mutu palayanan akan membentuk

persepsi dan selanjutnya dapat meningkatkan loyalitas pasien dalam hal ini

memanfaatkan kembali pelayanan RS bahkan akan mempromosikan RS tersebut

kepada orang lain.

Persepsi mutu pelayanan RS terutama pelayanan rawat inap akan terbentuk

pada diri pasien dan keluarga pasien setelah mengkonsumsi barang/ jasa yang

diberikan oleh RS. Persaingan yang semakin ketat akan menuntut RS untuk
4

memanjakan pasiennya dengan memberikan pelayanan terbaik. Bila pasien dan

keluarga pasien merasa puas dengan pelayanan yang diberikan, hal itu adalah langkah

awal untuk meningkatnya pemanfaatan kembali pelayanan RS.

Salah satu hal yang sering diabaikan dalam kegiatan di RS adalah pengalaman

keluarga. Pasangan, anak, orang tua biasanya lebih kritis terhadap apa yang terjadi

pada orang yang mereka cintai. Penilaian dari anggota keluarga terhadap segala

kejadian selama di RS berpengaruh besar terhadap persepsi pasien atau orang lain.

Seandainya penilaian yang muncul bernilai positif, maka dampak bagi RS juga akan

baik, dan sebaliknya. Ketika keluarga dan RS terhubung dengan komunikasi yang

baik, maka keduanya akan menjadi hubungan yang saling menguntungkan

(Press,2006).

Menurut Robbins (2006), terdapat tiga faktor yang memengaruhi persepsi,

yakni pelaku persepsi, target yang dipersepsikan dan situasi. Ketika individu

memandang kepada objek tertentu dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya,

penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi individu pelaku persepsi

itu. Diantara karakteristik pribadi yang memengaruhi persepsi adalah sikap,

kepribadian, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan harapan.

Persepsi pasien terhadap mutu pelayanan yang diberikan akan berlanjut pada

proses terbentuknya persepsi secara umum terhadap RS, oleh sebab itu di dalam

mencapai tujuan yang berorientasi pada pemanfaatan RS oleh pasien, disamping

aspek fasilitas RS peranan sumber daya seperti dokter dan perawat baik medis

maupun non medis menjadi sangat penting, karena kinerja mereka akan menentukan
5

persepsi pasien terhadap mutu pelayanan yang diberikan RS. Penelitian Endartini

(2004) tentang persepsi pasien umum terhadap pelayanan RS Kesdam I/BB Medan,

menyimpulkan bahwa terdapat kesenjangan persepsi yang bermakna, bahkan pada

masing-masing unit pelayanan RS masih terdapat berbagai kesenjangan persepsi

antara harapan dan kenyataan mengenai standar pelayanan RS.

Ada beberapa hal di RS yang berperan dalam pemanfaatan kembali pelayanan

RS oleh pasien rawat inap antara lain adalah pelayanan dokter dan perawat,

pelayanan administrasi, kualitas ruangan yang diberikan RS serta ketersediaan sarana

penunjang medis dan non medis. Kepuasan pasien adalah tingkat kepuasan pelayanan

pasien dan persepsi pasien/keluarga terdekat. Kepuasan pasien akan tercapai apabila

diperoleh hasil yang optimal bagi setiap pasien dan pelayanan kesehatan

memperhatikan kemampuan pasien/keluarganya, ada perhatian terhadap keluhan,

kondisi lingkungan fisik dan tanggap kepada kebutuhan pasien. sehingga tercapai

keseimbangan yang sebaik-baiknya antara tingkat puas atau hasil dan derita-derita

serta jerih payah yang harus dialami guna rnempeoleh hasil tersebut (Awinda, 2004).

Menurut Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2005), faktor-faktor yang

memengaruhi seseorang dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan secara individu

tidak terlepas dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu, yaitu

karakteristik (a) predisposisi (predisposing characteristic), pendukung (enabling

characteristic) dan kebutuhan (need characteristic). Mengacu kepada hal tersebut

dapat dijelaskan bahwa pada saat seseorang membutuhkan pelayanan kesehatan

karena mengalami suatu penyakit akan menggunakan pengalamannya tentang RS


6

yang pernah digunakannya untuk menentukan kembali berobat ke RS tersebut atau

memilih RS lain berdasarkan persepsinya dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan.

Rumah sakit dituntut selalu menjaga kepercayaan konsumen dengan

memperhatikan secara cermat kebutuhan konsumen sebagai upaya untuk memenuhi

keinginan dan harapan atas pelayanan yang diberikan. Konsumen RS dalam hal ini

pasien yang mengharapkan pelayanan di RS, bukan saja mengharapkan pelayanan

medik dan keperawatan tetapi juga mengharapkan kenyamanan, akomodasi yang baik

dan hubungan harmonis antara staf RS dengan pasien. Dengan demikian perlu adanya

peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di RS.

Penelitian yang dilakukan Hamsar (2005) menyimpulkan bahwa terdapat

hubungan mutu pelayanan rawat inap yang diterima dengan kepuasaan yang

dirasakan pasien peserta Askes Plus di RS Umum Permata Bunda Medan. Hasil

penelitian Putri (2008) menyatakan terdapat pengaruh persepsi pasien tentang mutu

pelayanan dokter terhadap loyalitas pasien di RS Panti Wilasa Semarang.

Mengembangkan pemanfaatan pelayanan kembali pasien Rawat Inap

membutuhkan tantangan yang tidak terbatas, apalagi saat ini pasien dan keluarga

pasien sudah lebih kritis dalam memilih RS sebagai fasilitas berobat, antara lain dapat

membandingkan pelayanan RS satu dengan yang lainnya terutama dalam mutu

pelayanan.

Rumah Sakit Umum Sundari Medan adalah salah satu RS swasta yang

berfungsi melayani kesehatan masyarakat. RS ini memiliki unit rawat inap dengan

154 buah tempat tidur, sedangkan unit rawat inap anak sebanyak 22 buah. Dari data
7

sekunder yang diperoleh dari rekam medik tahun 2014, didapat bahwa perhitungan

BOR bulanan periode januari sampai dengan Mei berkisar diantara 41-46 %. Pada

bulan Juni, BOR meningkat drastis menjadi 81%, dan terus meningkat sampai bulan

Agustus menjadi 95%. Pada bulan September dan Oktober, BOR menurun ke 94 %

dan 91%.

Dari data sekunder tersebut juga didapat jumlah pasien dengan kejadian

pulang paksa juga cenderung lebih tinggi dari 5%. Menurut Keputusan Menteri

Kesehatan (2008) mengenai standar pelayanan minimal RS, kejadian pulang paksa

yang ideal adalah kurang dari 5%. Hal ini tentu menjadi permasalahan tersendiri yang

harus di analisa, apakah nantinya terdapat hubungan dengan variabel-variabel yang

diteliti.

Berdasarkan survei kualitatif berupa wawancara yang telah dilakukan oleh

peneliti di RSU. Sundari Medan pada 10 keluarga pasien anak diketahui bahwa

persepsi 7 dari 10 keluarga tentang pelayanan kesehatan yang diberikan oleh RSU.

Sundari Medan kepada pasien masih kurang. Hal ini terungkap karena mendengar

keluhan dari beberapa pasien umum bahwa belum memuaskannya pelayanan yang

diberikan baik dari segi kualitas perlengkapan maupun kualitas pelayanan lainnya

seperti pelayanan medik, pelayanan obat-obatan, dan pelayanan administrasi.

Pelayanan dokter yang terkesan terburu-buru padahal keluarga ingin penjelasan yang

detail mengenai anaknya, dan juga masih ada yang datang melakukan visite pasien

dengan tidak tepat waktu, padahal keluarga pasien merasa khawatir tentang

perkembangan kesembuhan. Kemudian masih ada perawat yang kurang ramah


8

terutama memberi tanggapan atas pertanyaan dan permintaan keluarga pasien.

Keadaan ini yang menyebabkan perlu diadakan penelitian tentang pengaruh persepsi

keluarga pasien tentang mutu pelayanan terhadap minat pemanfatan kembali ruang

rawat inap anak di RSU Sundari Medan Tahun 2015.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi rumusan masalah penelitian

ini adalah pengaruh persepsi keluarga pasien tentang mutu pelayanan (pelayanan

tenaga medis, pelayanan tenaga kesehatan, pelayanan administrasi dan keuangan,

pelayanan makanan, dan kondisi lingkungan pelayanan) terhadap minat pemanfaatan

kembali ruang rawat inap anak di RSU. Sundari Medan Tahun 2015

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk menganalisis pengaruh persepsi keluarga pasien tentang mutu

pelayanan terhadap minat pemanfaatan kembali ruang rawat inap anak di RSU.

Sundari Medan Tahun 2015.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui persepsi keluarga pasien tentang mutu pelayanan di RSU.

Sundari Medan Tahun 2015.

2. Untuk mengetahui minat pemanfaatan kembali ruang rawat inap anak di RSU.

Sundari Medan Tahun 2015.


9

3. Untuk mengetahui pengaruh persepsi keluarga pasien tentang mutu pelayanan

terhadap pemanfaatan kembali ruang rawat inap anak di RSU. Sundari Medan

Tahun 2015.

1.4. Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh persepsi keluarga pasien tentang mutu pelayanan (bukti fisik,

kehandalan, ketanggapan, jaminan, dan perhatian) terhadap pemanfaatan kembali

ruang rawat inap anak di RSU. Sundari Medan Tahun 2015.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini sebagai informasi dalam evaluasi di RSU. Sundari Medan

Tahun 2015 sehingga dapat dilakukan perbaikan untuk meningkatkan mutu

pelayanan di RSU. Sundari Medan Tahun 2015.

2. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai informasi dan masukan bagi

masyarakat tentang pengaruh persepsi keluarga pasien tentang mutu pelayanan

terhadap minat pemanfaatan kembali ruang rawat inap anak.

3. Sebagai bahan masukan bagi mahasiswa dalam mengembangkan penelitian-

penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan pengaruh persepsi keluarga pasien

tentang mutu pelayanan terhadap minat pemanfaatan kembali ruang rawat inap

anak.
10

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persepsi

2.1.1 Pengertian Persepsi

Persepsi adalah proses dimana sensasi yang datang dan diterima manusia

melalui panca indra (sistem sensorik) dipilah dan dipilih, kemudian diatur dan

akhirnya diintepretasikan. Persepsi merupakan proses dimana seseorang menyeleksi,

mengorganisasikan, dan menginterprestasi stimuli yang diterima pancaindra, ke

dalam suatu gambaran dunia yang berarti dan menyeluruh (Simamora, 2004).

Persepsi merupakan suatu proses seseorang mengorganisasikan,

mengidentifikasi, dan menafsirkan segala bentuk informasi sensorik yang terjadi di

lingkungannya (Schacter, 2011). Menurut Abizar (2008), persepsi adalah suatu proses

seseorang individu memilih, mengevaluasi dan mengorganisasi stimulus dari

lingkungannya. Persepsi juga menentukan cara kita berperilaku terhadap suatu obyek

atau permasalahan, bagaimana segala sesuatu itu memengaruhi persepsi seseorang

nantinya akan memengaruhi perilaku yang dipilihnya.

Menurut Kotler (2005), persepsi terhadap pelayanan harus dimulai dari

kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Citra kualitas yang baik

bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa pelayanan

kesehatan di rumah sakit, melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi

pelanggan rumah sakit itu sendiri. Penilaian tentang mutu pelayanan Rumah Sakit

sangatlah subjektif, hal ini tergantung dari persepsi para pelanggannya, yang
11

dipengaruhi oleh latar belakang sosial, pendidikan, ekonomi, budaya dan faktor-

faktor lainnya.

2.1.2 Proses Persepsi

Damayanti (2000) menggambarkan proses pembentukan persepsi pada skema

di bawah ini:
Proses
Rangsangan Seleksi Input Pengorganisasian

Lingkungan Persepsi Interpretasi

Pengalaman Proses Belajar

Gambar 2.1 Skema Pembentukan Persepsi

Proses pembentukan persepsi dimulai dengan penerimaan rangsangan dari

berbagai sumber melalui panca indra yang dimiliki, setelah itu diberikan respon

sesuai dengan penilaian dan pemberian arti terhadap rangsangan lain. Setelah

diterima rangsangan atau data yang ada diseleksi. Untuk menghemat perhatian yang

digunakan rangsangan-rangsangan yang telah diterima diseleksi lagi untuk diproses

pada tahapan lebih lanjut. Setelah diseleksi rangsang diorganisasikan berdasarkan

bentuk sesuai dengan rangsangan yang telah diterima. Setelah diterima dan diatur,

proses selanjutnya individu menafsirkan data yang diterima dengan berbagai cara.

Dikatakan telah terjadi persepsi setelah data atau rangsangan tersebut berhasil

ditafsirkan.
12

Luthans (2006) mengatakan bahwa ada tiga mekanisme pembentukan persepsi

yaitu selectivity, closure, dan interpretation. Dimana proses selectivity terjadi apabila

seseorang menerima pesan maka akan berlangsung proses penyeleksian pesan yang

dianggap penting dan tidak penting yang diperoleh dengan cara menyimpulkan dan

menafsirkan pesan. Proses closure akan menyeleksi hasil kesimpulan kemudian

disusun suatu kesatuan kumpulan pesan atau stimuli dan yang terakhir interpretation

terjadi bila pesan tersebut diinterpretasikan atau penafsiran pola stimulus secara

menyeluruh kedalam lingkungan individu.

Menurut Kotler dan Amstrong (2008), seseorang dapat membentuk persepsi

yang berbeda-beda mengenai rangsangan yang sama karena ada tiga macam proses

penerimaan indera, yaitu:

a. Perhatian selektif, yaitu kecenderungan seseorang untuk menyaring

sebagian besar informasi yang dihadapi, sehingga membuat para

marketer harus bekerja sangat keras untuk menarik perhatian konsumen.

Pesan marketer akan hilang bila diberikan pada orang-orang yang tidak

berada dalam pasaran produk.

b. Distorsi selektif, yaitu menguraikan kecenderungan orang untuk

menginterpretasi informasi dengan cara yang akan mendukung apa yang

telah diyakini.

c. Retensi selektif, yaitu kecenderungan untuk mempertahankan informasi

yang mendukung sikap dan kepercayaan individu. Karena perhatian,


13

distorsi dan retensi selektif, para marketer harus bekerja keras

menyampaikan pesan.

Dari proses pembentukan persepsi diatas dapat dipahami bahwa persepsi juga

dapat terjadi pada diri pasien rumah sakit, dimana pasien meninterpretasikan suatu

objek atau aktivitas yang dlaksanakan dalam pelayanan kesehatan yang mereka

terima selama mengalami perawatan di rumah sakit. Sehingga mutu pelayanan yang

baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa

pelayanan saja, melainkan juga berdasarkan sudut pandang atau persepsi

pelanggan.persepsi mutu pelayanan yang diterima pelanggan adalah perbandingan

antra harapan sebelum mendapatkan pengalaman dengan pengalaman selama dan

sesudah mendapatkan pealyanan. Apabila harapan terpenuhi maka mutu pe;ayanan

memuaskan dan jika harapan tidak terpenuhi maka pelayanan tidak memuaskan.

2.1.3 Faktor yang Memengaruhi Pembentukan Persepsi

Dalam melihat satu objek yang sama, orang dapat mempunyai persepsi yang

berbeda, dipengaruhi oleh berbagai faktor : faktor pada pihak pelaku persepsi, faktor

objek yang dipersepsikan dan faktor situasi dimana persepsi dilakukan, faktor pelaku

persepsi terdiri dari faktor psikologi seperti sikap, motivasi, kepentingan atau minat,

pengalaman dan pengharapan. Umur, tingkat pendidikan, latar belakang social

ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian dan pengalaman hidup

individu menentukan persepsi pasien terhadao mutu pelayanan kesehatan (Mohamad

K, Jacobalis S, Bertens K. 1995).


14

Menurut Robbins (2006) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi persepsi adalah:

a. Individu yang bersangkutan (perceiver) memandang suatu target dan mencoba

menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh

karakteristik-karakteristik pribadinya. Karakteristik pribadi yang lebih relevan

memengaruhi persepsi adalah sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman

masa lalu dan pengharapan.

b. Objek atau target yang dipersepsikan, yaitu: target/objek yang dipersepsikan juga

mempunyai karakteristik-karakteristik yang dapat memengaruhi persepsi yaitu

kedekatan, semakin besar kedekatan itu, maka semakin besar kemungkinan

individu akan cenderung mempersepsikan objek tersebut sebagai suatu kelompok

bersama.

c. Situasi yang membuat persepsi itu dilakukan, yaitu: unsur-unsur lingkungan

sekitar dan waktu memengaruhi persepsi individu.

Perilaku orang didasarkan pada persepsi mereka terhadap realitas dan bukan

realitas itu sendiri. Bila seseorang ingin membeli produk, maka ia merespon

persepsinya tentang produk dan bukan produk itu sendiri (Prasetijo, 2005).

Sedangkan menurut Parasuraman et al., (1988), persepsi pasien terhadap mutu

pelayanan dipengaruhi oleh harapan terhadap pelayanan yang diinginkan. Harapan ini

dibentuk oleh apa yang konsumen dengar dari konsumen lain dari mulut ke mulut,

kebutuhan pasien, pengalaman masa lalu dan pengaruh komunikasi eksternal.


15

Pelayanan yang diterima dari harapan yang ada mempengaruhi konsumen terhadap

mutu pelayanan.

Berikut ini adalah penjelasan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

terbentuknya persespsi:

a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan suatu

hal/objek (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). Poedjawijatna (1991)

menjelaskan orang yang tahu disebut mempunyai pengetahuan. Pengetahuan

adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan

terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia

yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang

(Notoatmodjo, 2002).

Menurut Bloom yang di jabarkan oleh Notoatmodjo (2002), pengetahuan

mencakup enam tingkatan :

1. Tahu (Know) yang diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

2. Memahami (comprehension) yang diartikan sebagai suatu kemampuan

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterprestasikan materi tersebut secara benar.


16

3. Aplikasi (application) yang diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi

sebenarnya.

4. Analisis (analysis) yakni kemampuan untuk menjabarkan materi yang ada

kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (syntesis) yakni menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru.

6. Evaluasi (evaluation) yakni yang berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

b. Pengalaman

Pengalaman adalah segala sesuatu yang dirasakan atau dialami seseorang pada

masa lalu terhadap suatu hal/objek (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). Masa

lalu membawa pengaruh yang besar sekali terhadap masa yang akan datang.

Menurut Assael (2001), orang yang menerima informasi akan menjadi suatu

pengalaman, meskipun bukan diri sendiri yang mengalaminya, melainkan hanya

melalui pengalaman orang lain yang disebarkan dari mulut ke mulut. Pengalaman

itu akan membentuk persepsi.

c. Kebutuhan

Menurut Maslow dalam Luthans (2006), apabila suatu kebutuhan terpenuhi, maka

kebutuhan itu tidak lagi merupakan motivator perilaku. Kebutuhan-kebutuhan

dengan kekuatan tinggi yang telah terpenuhi di nyatakan seseorang sebagai


17

kebutuhan satisfied yaitu kebutuhan yang terpenuhi dalam kadar tertentu

sehingga kebutuhan lain lebih potensial.

Kebutuhan adalah sesuatu yang diperlukan oleh manusia sehingga dapat

mencapai kesejahteraan, bila ada di antara kebutuhan tersebut tidak terpenuhi

maka manusia merasa tidak akan sejahtera atau kurang sejahtera. Kebutuhan juga

merupakan suatu aspek psikologis yang menggerakkan makhluk hidup dalam

aktivitas dan menjadi dasar atau alasan untuk berusaha (Caplin, 2006).

d. Harapan

Harapan adalah kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dalam tata

cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa tindakan

tersebut akan diikuti dengan hasil yang ada dan daya tarik dari hasil itu terhadap

individu tersebut (Robbin, 2006). Menurut Snyder (1994), harapan yaitu keadaan

motivasi positif yang didasarkan pada rasa keberhasilan (1) agensi (energi terarah

pada tujuan) (2) jalan (rencana mencapai tujuan).

2.2 Anak

Anak adalah manusia yang masih kecil (Kamus Besar Bahasa Indonesia).

Menurut Aristoteles anak adalah manusia yang berusia 0 14 tahun, usia 14 tahun ke

atas merupakan masa remaja atau pubertas. Anak merupakan individu yang berada

dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja.

Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi

(0-1 tahun) usia bermain/oddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5), usia sekolah (5-11

tahun) hingga remaja (11-18 tahun).


18

Anak adalah individu yang rentan karena perkembangan kompleks yang

terjadi di setiap tahap masa kanak- kanak dan masa remaja. anak juga secara

fisiologis lebih rentan dibandingkan orang dewasa. penyakit bagi mereka seringkali

mendadak, dan penurunan dapat berlangsung dengan cepat.

Merawat anak-anak merupakan hal yang kompleks dalam kegiatannya. Penyediaan

perawatan anak yang komprehensif dengan baik adalah salah satu landasan

perbedaan antara dokter keluarga dan dokter spesialis lainnya. Pemeriksaan berkala

anak-anak memungkinkan dokter keluarga untuk membangun fondasi yang kuat

untuk kontinuitas perawatan dengan seluruh keluarga dan masyarakat mereka.

Prinsip umum untuk pemeriksaan anak dengan baik adalah melakukan mulai

dari yang paling minimal dalam tindakan sampai dengan yang invasif. beberapa

bagian dari pemeriksaan yang paling baik dilakukan bila bayi yang tenang, sehingga

dapat dilakukan dengan maksimal. Dokter harus terlebih dahulu melakukan observasi

tentang interaksi anak-orang tua, mendapatkan riwayat penyakit terdahulu, dan

kemudian melakukan pemeriksaan secara langsung pada anak, dengan atau tanpa

penggunaan alat khusus . Meskipun sebagian besar komunikasi dan keputusan

tentang kesehatan anak biasanya antara dokter dan orang tua, dokter harus berusaha

untuk berkomunikasi secara langsung dengan pasien untuk mengukur apakah nya

pertumbuhan sesuai dengan tahapan perkembangan dan mengembangkan keakraban

dari waktu ke waktu secara langsung dengan pasien. Komunikasi pasien-dokter

sangat penting selama masa remaja untuk mendapatkan kepercayaan pasien dan

untuk menilai pemahaman dan kepatuhan (Behrman 2004).


19

2.3 Keluarga

Keluarga inti (nuclear family) adalah unit dasar yang terdiri atas ibu, ayah,

dan anak yang belum berdiri sendiri. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan

oleh Sarwono (2011), bahwa keluarga merupakan lingkungan primer hampir setiap

individu, sejak ia lahir sampai datang masanya meninggalkan rumah dan membentuk

keluarga sendiri. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas

kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di satu atap dalam

keadaan saling ketergantungan

Pada keadaan normal, lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak

adalah keluarga. Keluarga merupakan kelompok sosial terkecil yang terdiri atas

orangtua, dan anak yang tinggal serumah. Keluarga merupakan media sosialisasi

yang pertama dan utama atau yang sering dikenal dengan istilah media sosialisasi

primer.

Pada saat anak sakit keluargalah yang mengambil peran pertama kali dalam

merawat anak. Peran keluarga ini mencangkup membantu menyelesaikan masalah

kesehatan keluarga tersebut, salah satunya adalah wewenang dalam memilih rumah

sakit yang akan merawat anak mereka. Menurut Mubarak, dkk (2009) keluarga dapat

melaksanakan perawatan atau pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas

kesehatan keluarga, yaitu sebagai berikut :


20

1. Mengenal masalah kesehatan keluarga

Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan. Karena

tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti. Orang tua perlu mengenal

keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami oleh anggota

keluarganya. Perubahan sekecil apa pun yang dialami anggota keluarga, secara

tidak langsung akan menjadi perhatian keluarga atau orang tua. Apabila

menyadari adanya perubahan, keluarga perlu mencatat kapan terjadinya,

perubahan apa yang terjadi, dan seberapa besar perubahanya.

2. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat

Tugas ini merupakan upaya utama keluarga untuk mencari pertolongan yang

tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan di antara anggota

keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan sebuah tindakan. Tindakan

kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan

yang sedang terjadi dapat dikurangi atau teratasi. Jika keluarga mempunyai

keterbatasan dalam mengambil keputusan, maka keluarga dapat meminta bantuan

kepada orang lain di lingkungan tempat tinggalnya.

3. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit

Sering kali keluarga mengambil tindakan yang tepat, tetapi jika keluarga masih

merasa mengalami keterbatasan, maka anggota keluarga yang mengalami

gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar

masalah yang lebih parah tidak terjadi. Perawatan dapat dilakukan di institusi
21

pelayanan kesehatan atau di rumah apabila keluarga telah memiliki kemampuan

melakukan tindakan untuk pertolongan pertama.

4. Mempertahankan suasana rumah yang sehat

Rumah merupakan tempat berteduh, berlindung, dan bersosialisasi bagi anggota

keluarga. Sehingga anggota keluarga akan memiliki waktu yang lebih banyak

berhubungan dengan lingkungan tempat tinggal. Oleh karena itu, kondisi rumah

harus dapat menunjang derajat kesehatan bagi anggota keluarga.

5. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat

Apabila mengalami gangguan atau masalah yang berkaitan dengan kesehatan

keluarga atau anggota keluarga harus dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan

yang ada disekitarnya. Keluarga dapat berkonsultasi atau meminta bantuan

tenaga keperawatan untuk memecahkan masalah yang dialami anggota

keluarganya, sehingga keluarga dapat bebas dari segala macam penyakit.

2.4 Rumah Sakit

2.4.1 Pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit yang ideal adalah tempat orang sakit mencari dan menerima

perawatan, juga menjadi tempat pendidikan klinis bagi tenaga kesehatan. Rumah

sakit juga berperan dalam studi penyelidikan dan penelitian dalam ilmu pengetahuan

kedokteran maupun penelitian ilmu-ilmu dasar (Wolper, 2001).

Rumah sakit merupakan sebuah institusi penyedia jasa pelayanan kesehatan

yang kompleks dan perlu dikelola secara professional sehingga penyedia pelayanan

kesehatan ini akan berhadapan dengan masalah tentang bagaimana memberikan


22

pelayanan yang dapat memuaskan pasien. Disamping itu, rumah sakit adalah suatu

jenis pelayanan industri jasa kesehatan. Oleh karena itu rumah sakit harus mampu

menaati kaidah-kaidah bisnis dengan berbagai peran dan fungsinya (Aditama, 2004).

Azwar (2001) mengemukakan tiga ciri khas rumah sakit yang membedakan

dengan industri lainnya :

1. Kenyataan bahwa bahan baku dari industri jasa kesehatan adalah manusia, dimana

rumah sakit tujuan utamanya adalah melayani kebutuhan manusia bukan semata-

mata menghasilkan produk dengan proses dan biaya yang seefesien mungkin.

2. Kenyataan bahwa dalam industri rumah sakit yang disebut pelanggan rumah sakit

tidak selalu mereka yang menentukan tempat menerima pelayanan. Pasien adalah

mereka yang diobati di rumah sakit, akan tetapi kadang-kadang bukan mereka

sendiri yang menentukan di rumah sakit mana mereka harus dirawat.

3. Kenyataan menunjukkan bahwa pentingnya peran professional termasuk dokter,

perawat, ahli farmasi, fisioterapi dan lain-lain untuk mewujudkan misi kerja

organisasi.

Dalam menjalankan fungsinya melayani masyarakat, rumah sakit memberikan

pelayanan dalam bentuk pelayanan gawat darurat, pelayanan rawat jalan dan

pelayanan rawat inap. Pelayanan gawat darurat adalah bagian dari pelayanan

kedokteran yang dibutuhkan oleh penderita dalam waktu segera mungkin untuk

menyelamatkan kehidupannya. Di setiap rumah sakit lazim ditemukan unit gawat

darurat (Hospital based emergency unit) (Azwar, 2001).


23

Tugas rumah sakit sebenarnya adalah memberikan pelayanan kesehatan

secara paripurna dan dalam menjalankan tugas tersebur hendaknya rumah sakit

berfungsi sebagai: (1) penyelenggara pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan

sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit, (2) pemeliharaan dan peningkatan

kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan

ketiga sesuai kebutuhan medis, (3) penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber

daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan

kesehatan, dan (4) penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan

teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan (Kemenkes RI, 2008).

Komponen pelayanan di rumah sakit mencakup 20 pelayanan sebagai

berikut: (1) administrasi dan manajemen, (2) pelayanan medis, (3) pelayanan gawat

darurat, (4) kamar operasi, (5) pelayanan intensif, (6) pelayanan perinatal risiko

tinggi, (7) pelayanan keperawatan, (8) pelayanan anastesi, (9) pelayanan radiologi,

(10) pelayanan farmasi, (11) pelayanan laboratorium, (12) pelayanan rehabilitasi

medis, (13) pelayanan gizi, (14) rekam medis,(15) pengendalian infeksi di rumah

sakit, (16) pelayanan sterilisasi sentral, (17) keselamatan kerja, kebakaran dan

kewaspadaan bencana alam, (18) pemeliharaan sarana, (19) pelayanan lain, dan (20)

perpustakaan.

2.4.2 Pelayanan Rawat Inap

Departemen Kesehatan menyebutkan bahwa rumah sakit merupakan pusat

pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan medik


24

dasar, pelayanan medis spesialistik maupun pelayanan penunjang medik. Jasa

pelayanan medik disediakan dalam bentuk pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat

darurat dan pelayanan rawat inap.

Rawat inap merupakan salah satu jenis perawatan dimana pasien dirawat di

rumah sakit untuk jangka waktu tertentu dimana pasien tinggal di rumah sakit untuk

mendapat perawatan. Pasien datang ke rumah sakit dapat datang sendiri tanpa rujukan

atau datang dengan rujukan dari luar diterima oleh bagian penerimaan pasien. Bagian

penerimaan pasien meneruskan ke ruang perawatan untuk diperikasa dan didiagnosis

secara rinci dan spesifik.

Sejak pasien masuk ruang perawatan, hingga pasien dinyatakan boleh pulang,

pasien mendapatkan pelayanan-pelayanan antara lain pelayanan tenaga medis/ dokter,

pelayanan tenaga paramedik/ perawat, penyediaan sarana medis dan non medis,

pelayanan makanan/gizi, lingkungan perawatan dan pelayanan penerimaan/

administrasi.

1. Pelayanan Tenaga Medis/ Dokter

Tenaga medis merupakan unsur yang memberi pengaruh paling besar dan

menentukan kualitas dari pelayanan yang diberikan kepada pasien di rumah sakit. Ia

dapat dianggap sebagai jantung dari sebuah rumah sakit. Fungsi utama adalah

memberikan pelayanan medis kepada pasien dengan mutu sebaik-baiknya dengan

menggunakan tatacara dan teknik berdasarkan ilmu kedokteran.

Saat ini paradigma lama, dokter memiliki peran paling dominan di rumah

sakit, dokter cenderung otonom dan otokratik. Profesi lain di rumah sakit dianggap
25

hanya berfungsi membantu tugas para dokter. Tetapi, paradigma tersebut mulai

ditinggalkan saat ini pasien yang menentukan pelayanan yang mereka butuhkan yang

harus dipenuhi oleh rumah sakit dan dokternya. Selain itu, dalam menjalankan

tugasnya dokter harus memenuhi standar profesinya dan menghormati hak pasien.

2. Pelayanan Tenaga Para Medis/ Perawat

Tenaga perawat merupakan yang lebih erat hubungannya dengan pasien bila

dibanding dengan petugas kesehatan kesehatan lain dirumah sakit, karena perawat

berada selama 24 jam sehari disamping pasien. Dengan demikian kualitas perawat

sangat menentukan mutu pelayanan perawatan pasien di rumah sakit.

Aditama (2000) yang mengutip pendapat WHO menyatakan bahwa

keperawatan adalah ilmu dan seni sekaligus. Pelayanan keperawatan beryugas

membantu individu, keluarga, dan kelmpok untuk mencapai potensi optimalnya

dibidang fisik. Perawat harus mampu untuk melakukan upaya promosi dan

pemeliharaan kesehatan serta mencegah penyakit.

3. Pelayanan Makanan dan Gizi

Pelayanan gizi rumah sakit, khususnya di ruang rawat inap mempunyai

kegiatan, antara lain menyajikan makanan kepada pasien yang bertujuan untuk

penyembuhan dan pemulihan kesehatan pasien. Pasien yang dirawat di rumah sakit

berarti memisahkan diri dari kebiasaan hidup sehari-hari terutama dalam hal makan,

bukan saja jenis makanan yang disajikan, tetapi juga cara makanan dihidangkan,

tempat, waktu, rasa, dan besar porsi makanan, tetapi juga cara makanan dihidangkan,

tempat, waktu, rasa, dan besar porsi makanan ( Gobel, 2011).


26

4. Pelayanan Adminstrasi/Keuangan

Sistem pendaftaran/ penerimaan, seperti halnya pada hotel, universitas atau

perusahaan umum dalam prosedur pendaftaran dan pemasukannya adalah suatu sitem

yang digunakan untuk memasukkan informasi dengan cara yang teratur guna

mencegah kelebihan beban pada organisasi dan sumber dayanya.

Salah satu tujauan pelayana penerimaan pasien adalah menciptakan suasana

transisi yang lancer dan menyenangkan bagi pasien. Kesan pertama terhadap

pelayanan rawat inap terbentuk sewaktu pasien berbicara dengan bagian penerimaan.

Kesan ini sering menetap dalam diri pasien dan mempengaruhi sikap mereka terhadap

lembaga, staf, dan perawatan atau pelayanan yang mereka terima.

5. Lingkungan perawatan

Lingkungan perawatan merupakan daerah pasien tinggal atau menghabiskan

waktunya dalam menjalani perawatan. Sedapat mungkin kepuasan pasien terhadap

lingkungan perawatannya harus diperhatikan oleh pihak rumah sakit, karena

pemeliharaan lingkungan yang bersih, aman. nyaman dan menyenangkan secara

estetika adalah suatu aspek penting dalam memberikan perawatan kesehatan

berkualitas (Andriani. 2005).

Dilihat dari segi kebutuhan pasien maka ruangan ini haruslah dapat

memberikan kenyamanan dan keamanan bagi pasien, masuknya udara yang sejuk,

suasana yang tenang, pekarangan yang baik, tata ruangan yang teratur dalam kamar,

keadaan tempat tidur, selimut dan seprai yang bersih, ruang kamar mandi/WC yang

bersih dan penyediaan air yang cukup (Deira, 2003).


27

2.4.3 Mutu Pelayanan Rumah Sakit

Perngertian tentang mutu mencakup dua hal penting yaitu keistimewaan

produk dan bebas defisiensi. Mutu produk atau jasa adalah seluruh gabungan sifat-

sifat produk atau jasa pelayanan dan pemasaran, engineering, manufaktur dan

pemeliharaan dimana produk atau jasa pelayanan dalam penggunaannya akan

bertemu dengan harapan pelanggan (Wiyono, 2003). Karakteristik dalam suatu

pelayanan, termasuk pelayanan kesehatan adalah tidak berwujud, heterogen, tidak

dapat dipisahkan dan tak dapat disimpan. Mutu pelayanan kesehatan bagi pasien dan

masyarakat berarti suatu empati, respek dan tanggap terhadap kebutuhan pasien,

dimana pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan mereka, diberikan dengan cara

yang ramah pada waktu mereka berkunjung (Wiyono, 2003).

Mutu pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien walaupun

merupakan nilai subjektif, tetapi tetap ada dasar objektif yang dilandasi oleh

pengalaman masa lalu, pendidikan, situasi psikis waktu pelayanan dan pengaruh

lingkungan. Dalam penilaian performance pemberi jasa layanan kesehatan terdapat

dua elemen yang perlu diperhatikan yaitu tekhnis medis dan hubungan interpribadi.

Hal ini meliputi penjelasan dan pemberi informasi kepada pasien tentang penyakitnya

serta memutuskan bersama pasien dan tindakan yang akan dilakukan atas dirinya.

Hubungan interpribadi ini berhubungan dengan pemberian informasi, empati,

kejujuran, ketulusan hati, kepekaan dan kepercayaan dengan memperhatikan privacy

pasien (Wiyono, 2003).


28

Mutu pelayanan kesehatan dapat dilihat dari sudut pandang yang berbeda dari

pihak yang terlibat dalam pelayanan (Azwar, 2001) :

1. Pemakai jasa pelayanan kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi keprihatinan serta keramah-

tamahan petugas dalam melayani pasien, dan atau kesembuhan penyakit yang

sedang dideritanya.

2. Penyelenggara pelayanan kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi kesesuaian pelayanan yang

diselenggarakan dengan perkembangan ilmu dan tekhnologi muthakir dan atau

otonomi profesi dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan

kebutuhan pasien.

3. Penyandang dana pelayanan kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi efesiensi pemakaian sumber

dana, kewajaran pembiayaan kesehatan, dan atau kemampuan pelayanan

kesehatan, mengurangi kerugian penyandang dana pelayanan kesehatan.

Menurut Donabedian, mutu pelayanan kesehatan adalah keputusan yang

berhubungan dengan pelayanan yang berdasarkan tingkat dimana pelayanan

memberikan kontribusi terhadap nilai outcomes. Proses pelayanan ini terbagi dua

komponen utama, yaitu pelayanan teknis (medis) dan hubungan interpersonal antara

praktisioner dan klien. Mutu pelayanan kesehatan menunjukkan pada tingkat

kesempurnaan pelayanan kesehatan yang di satu pihak dapat menimbulkan kepuasan

pada setiap sesuai tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta di pihak lain tata cara
29

penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang

telah ditetapkan. Dari perspektif pasien, penilaian terhadap mutu pelayanan kesehatan

berdasarkan persepsi masing-masing individu (Wolper, 2001).

Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas

memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi petugas dengan pasien,

Terdapat beberapa pendapat untuk menentukan dimensi mutu. Parasuraman et al.

(1988) mengukur mutu jasa pelayanan dalam lima dimensi yang sering disebut

SERVQUAL yaitu :

1. Tangibles (bukti langsung), berupa fisik, pegawai dan perlengkapan serta

penampilan personil.

2. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang sesuai

dengan yang diharapkan dengan akurat dan segera.

3. Responsiveness (daya tanggap), yaitu keinginan petugas untuk membantu para

pelanggan dengan cepat dan tanggap.

4. Assurance (jaminan), mencakup pengetahuan, kemampuan, keramahan, dan sifat

dapat dipercaya yang dimiliki para petugas, untuk menumbuhkan kepercayaan

dan keyakinan (bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan).

5. Emphaty (empati), perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada

pelanggan, seperti kemudahan melakukan hubungan, berkomunikasi yang baik

dengan pelanggan, perhatian pribadi dan memahami keinginan dan kebutuhan

pelanggan.
30

Dimensi mutu pelayanan kesehatan menurut Lori Di Pete Brown et al. dalam

Wiyono (2003).

a. Kompetensi teknis : terkait dengan ketrampilan, kemampuan dan penampilan

petugas.

b. Akses terhadap pelayanan : pelayanan kesehatan tak terhalang oleh keadaan

geografis, sosial, ekonomi, budaya, organisasi atau hambatan bahasa.

c. Efektivitas : menyangkut norma pelayanan kesehatan dan petunjuk klinis sesuai

standar yang ada.

d. Efesiensi : terkait dengan pemilihan intervensi yang cost effective karena

terbatasnya sumber daya pelayanan kesehatan.

e. Kontinuitas : pelayanan yang diberikan lengkap sesuai yang dibutuhkan tanpa

interupsi, berhenti atau mengulangi produser diagnosis dan terapi yang tak perlu.

f. Keamanan : berarti mengurangi resiko cedera, infeksi efek samping dan bahaya

lain yang berkaitan pelayanan.

g. Hubungan antar manusia : berkaitan dengan interaksi antara petugas kesehatan dan

pasien, manajer dan petugas dan antara tim kesehatan dengan masyarakat.

h. Kenyamanan : berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang tak berhubungan

langsung dengan efektivitas klinis, tapi dapat mempengaruhi kepuasan pasien dan

bersedia untuk kembali ke fasilitas kesehatan untuk memperoleh pelayanan

berikutnya.

Setiap organisasi pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit, terlibat dengan

pasien dan masyarakat umumnya, dan harus mengelola hubungan yang responsive
31

dengan mereka semua. Pemuasan kebutuhan pasien akan pelayanan yang baik,

mempunyai makna pemenuhan kebutuhan pasien ditetapkan berdasarkan indikasi

medis bukan atas dasar meningkatkan pemasukan keuangan rumah sakit. Bertahan

dan berkembang merupakan azas pokok sebuah lembaga menuju masa depan. Tanpa

pengembangan pada mutu pelayanan, sebuah rumah sakit akan terus menerus

mengalami penurunan kinerja dan pada gilirannya dapat terpuruk (Trisnantoro, 2000).

2.5 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Tuntutan kesehatan ada kaitannya dengan tersedia tidaknya pelayanan

kesehatan. Perkembangan tekhnologi harus selalu diperhatikan untuk kemajuan

pelayanan kesehatan, karena kemajuan tekhnologi dapat merupakan salah satu factor

yang mempengaruhi tuntutan kesehatan (Azwar, 2001).

Donabedian (1973) dalam Dever (2000), pemanfaatan pelayanan kesehatan

adalah interaksi antara konsumen dengan provider (penyedia pelayanan).

Pemanfaatan pelayanan kesehatan erat hubungannya dengan kapan seseorang

memerlukan pelayanan kesehatan dan seberapa jauh efektifitas pelayanan tersebut.

Hubungan antara keinginan sehat dan pernyataan akan pelayanan kesehatan hanya

kelihatannya saja sederhana, tetapi sebenarnya sangat kompleks.

Donabedian (1973) dalam Dever (2000), ada beberapa faktor- faktor yang

dapat memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan, yaitu:


32

1. Faktor Sosiokultural

a. Teknologi

Kemajuan teknologi dapat memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan,

dimana kemajuan dibidang teknologi disatu sisi dapat meningkatkan pemanfaatan

pelayanan kesehatan seperti transplantasi organ, penemuan organ-organ artifisial,

serta kemajuan dibidang radiologi. Sedangkan disisi lain kemajuan teknologi dapat

menurunkan pemanfaatan pelayanan kesehatan, sebagai contoh dengan

ditemukannya berbagai vaksin untuk pencegahan penyakit menular akan

mengurangi pemanfaatan pelayanan kesehatan.

b. Norma dan nilai yang ada di masyarakat.

Norma, nilai sosial dan keyakinan yang ada di masyarakat akan memengaruhi

seseorang dalam bertindak, termasuk dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan.

2. Faktor Organisasional

a. Ketersediaan Sumber Daya

Suatu sumber daya tersedia apabila sumber daya itu ada atau bisa didapat, tanpa

mempertimbangkan sulit ataupun mudahnya penggunaannya. Suatu pelayanan

hanya bisa digunakan apabila jasa tersebut tersedia.

b. Akses Geografis

Akses geografis dimaksudkan pada faktor-faktor yang berhubungan dengan tempat

yang memfasilitasinya atau menghambat pemanfaatan, ini ada hubungan antara

lokasi suplai dan lokasi klien, yang dapat diukur dengan jarak waktu tempuh, atau

biaya tempuh. Hubungan antara akses geografis dan volume dari pelayanan
33

tergantung dari jenis pelayanan dan jenis sumber daya yang ada. Peningkatan

akses yang dipengaruhi oleh berkurangnya jarak, waktu tempuh ataupun biaya

tempuh mungkin mengakibatkan peningkatan pelayanan yang berhubungan

dengan keluhan-keluhan ringan. Dengan kata lain, pemakaian pelayanan preventif

lebih banyak dihubungkan dengan akses geografis dari pada pemakaian pelayanan

kuratif sebagai mana pemanfaatan pelayanan umum bila dibandingkan dengan

pelayanan spesialis. Semakin hebat suatu penyakit atau keluhan, dan semakin

canggih atau semakin khusus sumber daya dari pelayanan, semakin berkurang

pentingnya atau berkurang kuatnya hubungan antara akses geografis dan volume

pemanfaatan pelayanan.

c. Akses Sosial

Akses sosial terdiri atas dua dimensi, yaitu dapat diterima dan terjangkau. Dapat

diterima mengarah kepada faktor psikologis, sosial, dan faktor budaya, sedangkan

terjangkau mengarah kepada faktor ekonomi. Konsumen memperhitungkan sikap

dan karakteristik yang ada pada provider seperti etnis, jenis kelamin, umur, ras,

dan hubungan keagamaan.

d. Karakteristik dari stuktur perawatan dan proses

Praktek pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, praktek dokter tunggal, praktek

dokter bersama, grup praktek dokter spesialis atau yang lainnya membuat pola

pemanfaatan yang berbeda.

3. Faktor yang berhubungan dengan konsumen


34

Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah interaksi antara konsumen dengan

provider (penyedia pelayanan). Tingkat kesakitan atau kebutuhan yang dirasakan oleh

konsumen berhubungan langsung dengan pengunaan atau permintaan terhadap

pelayanan kesehatan.

Kebutuhan, terdiri atas kebutuhan yang dirasakan (perceived need) dan

diagnosa klinis (evaluated need). Kebutuhan yang dirasakan (perceived need) ini

dipengaruhi oleh:

a. Faktor sosiodemografis yang terdiri dari umur, jenis kelamin, ras, suku bangsa,

status perkawinan, jumlah keluarga, dan status sosial ekonomi (pendidikan,

pekerjaan, penghasilan).

b.Faktor sosiopsikologis terdiri dari persepsi, dan kepercayaan terhadap pelayanan

medis atau dokter.

4. Faktor yang berhubungan dengan produsen.

Faktor yang berhubungan dengan produsen, yaitu faktor ekonomi konsumen

tidak sepenuhnya memiliki referensi yang cukup akan pelayanan yang diterima,

sehingga mereka menyerahkan hal ini sepenuhnya ketangan provider. Karakteristik

provider, yaitu tipe pelayanan kesehatan, sikap petugas, serta fasilitas yang dimiliki

oleh pelayanan kesehatan yang bersangkutan.

Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat

memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan

rata-rata penduduk, serta penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar

pelayanan profesi yang telah ditetapkan (Azwar, 1996). Ukuran-ukuran pelayanan


35

kesehatan yang bermutu lebih bersifat luas, karenanya didalamnya tercakup

penilaianterhadap kepuasan pasien mengenai banyak hal diantaranya :

a. Ketersediaan Pelayanan Kesehatan (Available)

Untuk dapat menimbulkan kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan, maka

syarat yang harus dipenuhi adalah ketersediaan pelayanan kesehatan tersebut,

sehingga sering disebutkan, suatu pelayanan kesehatan adalah pelayanan yang

bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut tersedia di masyarakat.

b. Kewajaran Pelayanan Kesehatan (Appropriate)

Pelayanan kesehatan sebagai pelayanan bermutu apabila pelayanan tersebut

bersifat wajar, dalam arti dapat mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi.

c. Kesinambungan Pelayanan Kesehatan (Continue)

Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah apabila pelayanan kesehatan tersebut

bersifat berkesinambungan, dalam arti tersedianya setiap saat baik menurut

waktu ataupun kebutuhan pemakai jasa pelayanan kesehatan.

d. Penerimaan Pelayanan Kesehatan (Acceptable)

Penerimaan pelayanan tersebut harus dapat di upayakan diterima oleh pemakai

jasa.

e. Ketercapaian Pelayanan Kesehatan (Accessible)

Pelayanan kesehatan yang lokasinya tidak terlalu jauh dari daerah tempat tinggal

sehingga dapat dicapai oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan.

f. Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan (Affordable)


36

Pelayanan kesehatan yang terlalu mahal tidak akan dapat dijangkau oleh semua

pemakai jasa pelayanan kesehatan dan karena tidak akan memuaskan pasien.

Sebagai jalan keluarnya, disarankan perlunya mengupayakan pelayanan

kesehatan yang biayanya sesuai dengan kemampuan pemakai jasa pelayanan

kesehatan. Karena keterjangkauan pelayanan kesehatan erat hubungannya

dengan kepuasan pasien, dan kepuasan pasien berhubungan dengan mutu

pelayanan, maka suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan yang

bermutu apabila pelayanan dapat di jangkau oleh pemakai jasa pelayanan

kesehatan.

g. Efisiensi Pelayanan Kesehatan (Efficient)

Pelayanan kesehatan dapat diselenggarakan secara efisien.

h. Kewajaran Pelayanan Kesehatan (Appropriate)

Pelayanan kesehatan sebagai pelayanan bermutu apabila pelayanan tersebut

bersifat wajar, dalam arti dapat mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi.

i. Kesinambungan Pelayanan Kesehatan (Continue)

Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah apabila pelayanan kesehatan tersebut

bersifat berkesinambungan, dalam arti tersedianya setiap saat baik menurut

waktu ataupun kebutuhan pemakai jasa pelayanan kesehatan.

2.6 Loyalitas (Pemanfaatan Kembali)

Kesediaan pembelian ulang suatu produk atau jasa dipengaruhi kepuasan

konsumen. Kepuasan konsumen dirasakan sebagai suatu persepsi setelah pasien

merasakan pelayanan yang diterima. Persepsi ini, berhubungan dengan sikap


37

konsumen terhadap produk tersebut. Persepsi positif seseorang terhadap suatu produk

akan menimbulkan realitas terhadap produk tersebut. Konsumen yang loyal akan

bersedia memanfaatkan produk atau jasa tersebut bila suatu saat membutuhkan

(Simamora, 2004).

Loyalitas konsumen dapat berarti keadaan dimana terjadi pembelian ulang

yang menetap oleh konsumen pada merk spesifik, yang lebih disukai dari beberapa

alternative yang ada, atau penggunaan regular suatu tempat layanan / toko untuk tipe

pembelian yang spesifik. Loyalitas dari pasien rumah sakit adalah suatu sasaran

pemasaran yang penting. Rumah sakit harus mempunyai program untuk membangun

loyalitas pasien kepada rumah sakit (Simamora, 2004).

Perusahaan harus berusaha memuaskan konsumen pada semua tingkatan

hubungan dan membuat konsumen terkesan dengan pelayanan yang lebih dari yang

mereka harapakan. Tujuannya agar konsumen tetap loyal dan tidak berpaling pada

produk atau jasa lain yang sejenis. Eksistensi konsumen yang loyal, termasuk pasien

sebagai konsumen di rumah sakit tak hanya bersedia membeli ulang produk atau jasa

ketika mereka membutuhkan tetapi juga kesediaannya untuk merekomendasikan

produk atau jasa tersebut kepada teman, anggota keluarga dan kolega mereka.

Mempertahankan konsumen lebih lama lebih penting dari pada menarik pelanggan

baru. Konsumen yang puas akan memperlihatkan kesediaan dan kemungkinan

membeli lagi produk tersebut (Simamora, 2004).

Selama ini pelanggan loyal dimaknai sebagai pelanggan yang melakukan

pembelian berulang (repeat customer). Padahal, bisa saja ia melakukan pembelian


38

berulang itu karena tidak ada pilihan lain, bukan karena loyal. Karena itulah, definisi

baru pelanggan loyal adalah pelanggan yang dengan antusias dan sukarela

merekomendasikan produk kita kepada orang lain, walaupun belum tentu ia masih

menjadi pelanggan produk atau perusahaan tersebut (Supranto, 2001).

Dengan banyaknya pilihan rencana kesehatan dan penyedia layanan

kesehatan, konsumen lebih berani dibanding dulu dalam mengekspresikan

ketidakpuasan mereka terhadap pelayanan konsumen, dengan berpindah ke penyedia

jasa atau rencana kesehatan yang lain (Wolper, 2001).

Menurut Azwar (1996) suatu pelayanan harus mempunyai persyaratan

pokok, hal ini dimaksudkan adalah persyaratan pokok itu dapat memberi pengaruh

kepada pasien dalam menentukan keputusannya terhadap penggunaan ulang

pelayanan kesehatan. Persyaratan tersebut adalah:

1. Tersedia dan berkesinambungan

Syarat pokok pertama pelayanan yang baik adalah pelayanan kesehatan tersebut

harus tersedia di masyarakat (acceptable) serta bersifat berkesinambungan

(sustainable). Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan

masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya dalam masyarakat adalah

pada setiap saat dibutuhkan.

2. Dapat diterima dan wajar

Syarat pokok kedua pelayanan yang baik adalah yang dapat diterima oleh

masyarakat serta bersifat wajar artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak

bertentangan dengan kenyakinan dan kepercayaan masyarakat.


39

3. Mudah dicapai

Syarat pokok ke tiga adalah mudah dicapai (accessible) oleh masyarakat.

Pengertian ketercapaian yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi. Bila

fasilitas ini mudah dijangkau dengan menggunakan alat transportasi yang tersedia

maka fasilitas ini akan banyak dipergunakan.

4. Terjangkau

Syarat pokok keempat pelayanan yang baik adalah terjangkau (affordable) oleh

masyarakat. Pengertian keterjangkauan yang dimaksud disini terutama dari sudut

biaya untuk dapat mewujudkan harus dapat diupayakan biaya pelayanan

kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.

5. Bermutu

Syarat pokok kelima pelayanan yang baik adalah bermutu (Quality) yaitu yang

menunjukan pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang

diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa

pelayanan dan dipihak lain tata cara penyelenggaraan sesuai kode etik serta

standar yang telah ditetapkan.

2.7 Landasan Teori

Persepsi pasien tentang kualitas rumah sakit yang menjadi elemen penting

dalam menentukan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Dalam konsep model kualitas

pelayanan jasa yang dikemukakan oleh Parasuraman et al. (1988) ada empat faktor

yang mempengaruhi persepsi dan harapan pasien terhadap jasa pelayanan, yaitu: a.

pengalaman dari teman (word of mouth), b. kebutuhan atau keinginan (personal


40

need), c. pengalaman masa lalu saat menerima jasa pelayanan (past experience) dan

d. komunikasi melalui iklan/pemasaran (external communications to customer).

Perbedaan persepsi dan harapan pasien, merupakan faktor yang

mempengaruhi keputusan pelanggan rumah sakit dalam memanfaatkan pelayanan

rumah sakit. Mengacu kepada teori Anderson dalam Notoatmodjo (2005),

sebagaimana diuraikan pada skema berikut ini:

a. Karakteristik predisposisi

Karakteristik predisposisi menggambarkan kecenderungan bahwa setiap individu

berbeda secara karakteristik dalam menggunakan pelayanan kesehatan. Hal yang

termasuk dalam karakteristik predisposisi adalah: ciri ciri demografi (jenis

kelamin, umur, dan status), struktur sosial (tingkat pendidikan, pekerjaan,

kesukuan) serta keyakinan bahwa pelayanan dapat menolong proses kesembuhan

penyakit.

b. Karakteristik Kebutuhan

Teori pemanfaatan pelayanan kesehatan berkaitan erat dengan permintaan akan

pelayanan kesehatan oleh konsumen. Permintaan akan pelayanan kesehatan justru

selama ini yang terus meningkat. Hal ini dikarenakan penduduk sudah benar

benar mengeluh sakit serta mencari pengobatan. Faktor faktor yang

mempengaruhi permintaan pelayanan kesehatan diantaranya adalah pengetahuan

tentang kesehatan, sikap terhadap fasilitas kesehatan dan pengalaman terhadap

kemampuan fasilitas kesehatan tersebut.


41

c. Karakteristik pendukung penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada sangat

tergantung pada kemampuan konsumen untuk membayar.

Berdasarkan ketiga faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan

kesehatan sebagaimana disebutkan Anderson dalam Notoatmodjo (2002), salah satu

faktor adalah pengalaman terhadap kemampuan fasilitas kesehatan pada karakteristik

kebutuhan. Mengacu kepada hal tersebut dapat dijelaskan bahwa pada saat seseorang

membutuhkan pelayanan kesehatan karena mengalami suatu penyakit akan

menggunakan pengalamannya tentang rumah sakit yang pernah digunakannya untuk

menentukan kembali berobat ke rumah sakit tersebut atau memilih rumah sakit lain.

Mutu pelayanan harus dimulai dari kebutuhan pasien dan berakhir pada

persepsi pasien. Tingkat kualitas pelayanan tidak dapat dinilai berdasarkan sudut

pandang perusahaan/rumah sakit tetapi harus dipandang dari udut pandang pasien.

Kualitas memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pasien, karena kualitas

memberikan dorongan kepada pasien menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan

rumah sakit yang akhirnya kepuasan pasien dapat menciptakan kesetiaan atau

loyalitas pasien kepada rumah sakit yang memberikan kualitas memuaskan tersebut

Menurut Parasuraman (1988) yang telah diikuti oleh Tjiptono (2005), kualitas

pelayanan kesehatan didalam sistem kesehatan nasional diartikan sebagai upaya

pelayanan kesehatan yang bersifat terpadu, meyeluruh, merata dan terjangkau oleh

seluruh lapisan masyarakat. Menurut Parasuraman (1988) atau biasa dikenal dengan

teori Servqual terdapat lima dimensi yang digunakan konsumen dalam menilai
42

kualitas pelayanan kesehatan, yaitu dapat diraba (tangibles), kehandalan (reliability),

ketanggapan (responsiveness), jaminan (assurance) dan empati (empathy).

1. Bukti fisik (Tangibles) yaitu kemampuan suatu instansi pelayanan dalam

menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan

sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah

bukti nyata dari pelayanan yang diberkan oleh pember jasa. Yang meliputi

fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan

yang dipergunakan (teknologi) serta penampilan pegawainya.

2. Kehandalan (Reliability) yaitu kemampuan instansi pelayanan untuk memberikan

pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja

harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan

yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan

dengan akurasi yang tinggi.

3. Ketanggapan (Responsiveness) yaitu suatu kemauan untuk membantu dan

memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan dengan

penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa

adanya alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas

pelayanan.

4. Jaminan (Assurance) yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para

pegawai perusahaan untuk menimbulkan rasa percaya para pelanggan kepada

perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain komunikasi


43

(communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi

(competence) dan sopan santun (courtesy).

5. Empati (Emphaty) yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual

atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami

keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian

dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara

spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.

5.8 Kerangka Konsep Penelitian

Konsep pokok dalam penelitian ini adalah pengaruh persepsi keluarga pasien

tentang mutu pelayanan rumah sakit terhadap minat pemanfaatan kembali ruang

rawat inap anak di RSU Sundari Medan

Persepsi Keluarga Pasien tentang


Mutu Pelayanan Rumah Sakit
1. Bukti FisikPelayanan
Mutu (Tangibles)
RS Minat Pemanfaatan
2. Kehandalan (Reliability)
Kembali Ruang
3. Ketanggapan (Responsivness)
4. Jaminan (Assurance) Rawat Inap Anak di
5. Empati (Emphaty) RSU Sundari Medan

Gambar 2.2: Kerangka Konsep Penelitian


44

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini menggunakan rancangan Cross Sectional. Rancangan

penelitian Cross sectional adalah merupakan penelitian dimana peneliti mencari

pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat yang terjadi pada obyek

penelitian diukur atau dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSU. Sundari Medan Tahun 2015. Alasan

dipilihnya lokasi tersebut yaitu karena masih banyak keluarga pasien beranggapan

bahwa mutu pelayanan kesehatan masih kurang dan belum pernah dilakukan

penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Mei Tahun 2015.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga pasien rawat inap anak

yang memanfaatkan pelayanan kesehatan di RSU. Sundari Medan yaitu sebanyak 90

pasien diambil dari rata-rata pasien perbulan selama tahun 2014.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi.

Penentuan jumlah sampel dengan menggunakan rumus sebagai berikut

(Notoadmodjo, 2005) :
45

N
n=
1 N (d 2 )

90
n=
1 900(0,1) 2

n = 47,36
n = 47
Keterangan :

N = Besar rerata populasi per bulan pada tahun 2014 sebanyak 90

n = Besar sampel

d = Tingkat ketepatan yang diinginkan peneliti adalah 10%

Dari rumus diatas diperoleh sampel dalam penelitian ini sebanyak 47 orang.

Kriteria inklusi sampel sebagai berikut:

a. Keluarga dari Pasien yang telah mendapat perawatan lebih dari dua hari di ruang

rawat inap anak.

b. Keluarga pasien yang dipilih menjadi responden adalah keluarga pasien yang

bertanggung jawab selama pemulihan pasien anak yang rawat inap.

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Data Primer

Data primer yang digunakan merupakan data yang diperoleh dari penyebaran

kuesioner terhadap responden secara langsung untuk mengukur pengaruh persepsi

keluarga pasien tentang mutu pelayanan terhadap minat pemanfaatan kembali ruang

rawat inap anak di RSU. Sundari Medan Tahun 2015.


46

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder di peroleh dari catatan rekam medik RSU. Sundari Medan dan

manajemen Rumah Sakit.

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Uji validitas bertujuan untuk mengukur sejauh mana ketepatan dan

kecermatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data. Instrumen dikatakan valid

apabila instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya

diukur. Demikian juga kuesioner sebagai alat ukur, harus mengukur apa yang akan

diukur. Uji validitas instrumen (kuesioner) dilakukan dengan membandingkan nilai

Corrected Item-Total Correlation dengan nilai tabel r sebesar 0,361. Uji validitas

menggunakan Pearson Product Moment, setelah itu diuji dengan menggunakan

SPSS, dilihat penafsiran dan indeks korelasinya, dengan ketentuan jika nilai r hitung

> r tabel, maka dinyatakan valid dan sebaliknya (Hidayat, 2010).

Setelah mengukur validitas maka perlu mengukur reliabilitas data, apakah alat

ukur dapat dipergunakan atau tidak. Dalam mengukur reliabilitas ini dengan

menggunakan rumus Cronbachs Alpha. Pertanyaan dikatakan reliabel, jika jawaban

responden terhadap pertanyaan (kuesioner) adalah konsisten atau stabil dari waktu ke

waktu. Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup

dapat dipercaya, untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen

tersebut sudah baik. Instrumen yang sudah dapat dipercaya atau reliabel akan

menghasilkan data yang dapat dipercayai juga. Apabila datanya memang benar dan
47

sesuai dengan kenyataan, maka berapa kali diambil tetap akan sama (Riwidikdo,

2009)

Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercayai dengan menggunakan

metode Cronbachs Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali

pengukuran, dengan ketentuan, jika nilai r Alpha > r tabel, maka dinyatakan reliabel

(Riyanto 2009). Berdasarkan hasil uji reliabilitas variabel bebas terlihat nilai

Cronbachs Alpha > konstanta (0,6), maka kuesioner tersebut dikatakan reliabel.

Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Bukti Fisik

Pertanyaan n Corrected item-Total Correlation Keterangan


Bukti Fisik 1 20 0,730 Valid
Bukti Fisik 2 20 0,499 Valid
Bukti Fisik 3 20 0,783 Valid
Bukti Fisik 4 20 0,528 Valid
Bukti Fisik 5 20 0,654 Valid
Bukti Fisik 6 20 0,458 Valid
Cronbachs Alpha = 0,834

Tabel 3.1 di atas dapat menunjukkan nilai Corrected item-Total correlation

lebih besar dari nilai rtabel yang besarnya 0,440, artinya enam pertanyaan yang

digunakan untuk mengukur variabel bukti fisik semuanya valid.. Memerhatikan nilai

Cronbachs Alpha sebesar 0,834 dan lebih besar dari nilai 0,60. Hal ini menunjukkan

bahwa semua pertanyaan bukti fisik ini sudah reliabel sebagai alat ukur.
48

Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kehandalan

Pertanyaan n Corrected item-Total Correlation Keterangan


Kehandalan 1 20 0,732 Valid
Kehandalan 2 20 0,743 Valid
Kehandalan 3 20 0,514 Valid
Kehandalan 4 20 0,603 Valid
Kehandalan 5 20 0,796 Valid
Kehandalan 6 20 0,759 Valid
Kehandalan 7 20 0,510 Valid
Kehandalan 8 20 0,644 Valid
Kehandalan 9 20 0,732 Valid
Cronbachs Alpha = 0,887

Tabel 3.2 di atas dapat menunjukkan nilai Corrected item-Total correlation

lebih besar dari nilai rtabel yang besarnya 0,440, artinya enam pertanyaan yang

digunakan untuk mengukur variabel kehandalan semuanya valid.. Memerhatikan nilai

Cronbachs Alpha sebesar 0,887 dan lebih besar dari nilai 0,60. Hal ini menunjukkan

bahwa semua pertanyaan kehandalan ini sudah reliabel sebagai alat ukur.

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Ketanggapan

Pertanyaan n Corrected item-Total Correlation Keterangan


Ketanggapan 1 20 0,536 Valid
Ketanggapan 2 20 0,596 Valid
Ketanggapan 3 20 0,804 Valid
Ketanggapan 4 20 0,789 Valid
Ketanggapan 5 20 0,573 Valid
Cronbachs Alpha = 0,847

Tabel 3.3 di atas dapat menunjukkan nilai Corrected item-Total correlation lebih

besar dari nilai rtabel yang besarnya 0,440, artinya enam pertanyaan yang digunakan

untuk mengukur variabel ketanggapan semuanya valid.. Memerhatikan nilai


49

Cronbachs Alpha sebesar 0,847 dan lebih besar dari nilai 0,60. Hal ini menunjukkan

bahwa semua pertanyaan ketanggpan ini sudah reliabel sebagai alat ukur.

Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Jaminan

Pertanyaan N Corrected item-Total Correlation Keterangan


Jaminan 1 20 0,444 Valid
Jaminan 2 20 0,718 Valid
Jaminan 3 20 0,482 Valid
Jaminan 4 20 0,637 Valid
Jaminan 5 20 0,606 Valid
Cronbachs Alpha = 0,795

Tabel 3.4 di atas dapat menunjukkan nilai Corrected item-Total correlation lebih

besar dari nilai rtabel yang besarnya 0,440, artinya enam pertanyaan yang digunakan

untuk mengukur variabel jaminan semuanya valid.. Memerhatikan nilai Cronbachs

Alpha sebesar 0,795 dan lebih besar dari nilai 0,60. Hal ini menunjukkan bahwa

semua pertanyaan jaminan ini sudah reliabel sebagai alat ukur.

Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Empati

Pertanyaan n Corrected item-Total Correlation Keterangan


Empati 1 20 0,580 Valid
Empati 2 20 0,550 Valid
Empati 3 20 0,670 Valid
Empati 4 20 0,687 Valid
Empati 5 20 0,651 Valid
Cronbachs Alpha = 0,827

Tabel 3.4 di atas dapat menunjukkan nilai Corrected item-Total correlation lebih

besar dari nilai rtabel yang besarnya 0,440, artinya enam pertanyaan yang digunakan

untuk mengukur variabel empati semuanya valid.. Memerhatikan nilai Cronbachs


50

Alpha sebesar 0,827 dan lebih besar dari nilai 0,60. Hal ini menunjukkan bahwa

semua pertanyaan mengenai empati ini sudah reliabel sebagai alat ukur.

3.5 Variabel Penelitian

1. Variabel bebas (independent variabel), yaitu persepsi pasien tentang mutu

pelayanan rumah sakit yang terdiri dari bukti fisik, kehandalan, ketanggapan,

jaminan, dan empati .

2. Variabel terikat (dependent variabel), yaitu minat memanfaatkan kembali

pelayanan rawat inap anak.

3.6 Definisi Operasional dan Metode Pengukuran

1. Persepsi keluarga pasien rawat inap anak tentang mutu pelayanan rumah sakit

adalah penilaian keluarga pasien tentang mutu pelayanan di rumah sakit setelah

mempertimbangkan informasi terkait bukti fisik, kehandalan, ketanggapan,

jaminan, dan empati dari rumah sakit tersebut.

a. Persepsi Bukti fisik adalah penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana

fisik rumah sakit dan keadaan lingkungan sekitarnya. Untuk mengukur persepsi

pasien tentang bukti fisik disusun 6 pertanyaan dengan jawaban Setuju bobot

nilai 3, Kurang Setuju bobot nilai 2, dan Tidak setuju bobot nilai 1.

Dikategorikan:
51

0 = Kurang baik apabila responden menjawab pertanyaan

dengan benar/skor 55% (skor 6-10)

1 = Baik apabila responden menjawab pertanyaan dengan

benar/skor > 55% (Skor 11-18)

b. Kehandalan adalah kemampuan rumah sakit untuk memberikan pelayanan secara

maksimal sesuai dengan yang dijanjikan. Untuk mengukur persepsi keluarga

pasien tentang kehandalan disusun 8 pertanyaan dengan jawaban Setuju bobot

nilai 3, Kurang Setuju bobot nilai 2, dan Tidak setuju bobot nilai 1.

0 = Kurang baik apabila responden menjawab pertanyaan

dengan benar/skor 55% (skor 8-13)

1 = Baik apabila responden menjawab pertanyaan dengan

benar/skor > 55% (Skor 14-24)

c. Ketanggapan adalah kemauan rumah sakit untuk membantu dan memberikan

pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pasien dengan penyampaian

informasi yang jelas. Untuk mengukur persepsi keluarga pasien tentang

ketanggapan disusun 5 pertanyaan dengan jawaban Setuju bobot nilai 3,

Kurang Setuju bobot nilai 2, dan Tidak setuju bobot nilai 1.

0 = Kurang baik apabila responden menjawab pertanyaan

dengan benar/skor 55% (skor 5-8)

1 = Baik apabila responden menjawab pertanyaan dengan

benar/skor > 55% (Skor 9-15)


52

d. Jaminan adalah pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para tenaga

medis rumah sakit untuk menimbulkan rasa percaya para keluarga pasien kepada

rumah sakit. Untuk mengukur persepsi keluarga pasien tentang jaminan disusun

6 pertanyaan dengan jawaban Setuju bobot nilai 3, Kurang Setuju bobot

nilai 2, dan Tidak setuju bobot nilai 1.

0 = Kurang baik apabila responden menjawab pertanyaan dengan

benar/skor 55% (skor 6-10)

1 = Baik apabila responden menjawab pertanyaan dengan

benar/skor > 55% (Skor 11-18)

e. Empati adalah kualitas pelayanan yang berupa pemberian perhatian yang

sungguh- sungguh dari pemberi pelayanan kepada pasien. Untuk mengukur

persepsi keluarga pasien tentang empati disusun 6 pertanyaan dengan jawaban

Setuju bobot nilai 3, Kurang Setuju bobot nilai 2, dan Tidak setuju nilai 1.

0 = Kurang baik apabila responden menjawab pertanyaan dengan

benar/skor 55% (skor 6-10)

1 = Baik apabila responden menjawab pertanyaan dengan

benar/skor > 55% (Skor 11-18)

2. Minat pemanfaatan kembali adalah keinginan keputusan pasien untuk datang

kembali menggunakan pelayanan rawat inap anak ke rumah sakit atau tidak sama

sekali.

0 = Tidak minat memanfaatkan kembali

1 = Minat memanfaatkan kembali


53

Tabel 3.1 Variabel Penelitian, Jumlah Indikator, Hasil Ukur, Skala Ukur

Peralatan/
Alternatif Jumlah Skala
No Variabel Hasil
jawaban Indikator Ukur
Ukur
Variabel bebas
Mutu Pelayanan
1 Bukti Fisik a. Setuju 0 = Kurang Kuesioner Ordinal
b.Kurang setuju baik (skor 6-
c. Tidak setuju 10)
1 = Baik
(Skor 11-18)
2 Kehandalan a. Setuju 0 = Kurang Kuesioner Ordinal
b.Kurang setuju baik (skor 8-
c. Tidak setuju 13)
1 = Baik
(Skor 14-24)
3 Ketanggapan a. Setuju 0 = Kurang Kuesioner Ordinal
b.Kurang setuju baik (skor 5-
c. Tidak setuju 8)
1 = Baik
(Skor 9-15)
4 Jaminan a. Setuju 0 = Kurang Kuesioner Ordinal
b.Kurang setuju baik (skor 6-
c. Tidak setuju 10)
1 = Baik
(Skor 11-18)
5 empati a. Setuju 0 = Kurang Kuesioner Ordinal
b.Kurang setuju baik (skor 6-
c. Tidak setuju 10)
1 = Baik
(Skor 11-18)
Variabel terikat
1 Minat a. Bersedia 0 = tidak Kuesioner Ordinal
pemanfaatan b. Tidak bersedia minat
kembali 1 = minat
54

3.7 Metode Analisa Data

1. Analisis univariat, yaitu Analisis yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran

tentang distribusi frekuensi responden. Analisa ini digunakan untuk memperoleh

gambaran pada masing-masing variabel independen yang meliputi persepsi mutu

pelayanan (bukti fisik, kehandalan, ketanggapan, jaminan, dan empati) dan

pemanfaatan kembali ruang rawat inap anak.

2. Analisis bivariat, yaitu Analisis data yang dilakukan terhadap hasil perolehan

jawaban kuesioner dari semua responden. Instrument statistik yang dipakai adalah

uji perbedaan dengan Chi Square (data kategorik) untuk melihat pengaruh persepsi

keluarga pasien tentang mutu pelayanan terhadap minat pemanfaatan kembali

ruang rawat inap anak. Hasil analisis di katakan bermakna apabila nilai p< atau

pada derajat kemaknaan 95% (=0,05).

3. Analisis multivariat, yaitu Analisis yang dilakukan untuk mengetahui analisis

pengaruh lebih dari satu variabel bebas persepsi mutu pelayanan (bukti fisik,

kehandalan, ketanggapan, jaminan, dan empati) dengan satu variabel terikat yaitu

minat pemanfaatan kembali ruang rawat inap anak, secara bersamaan serta untuk

mengetahui variabel dominan yang berpengaruh. Pada penelitian ini uji statistik

yang digunakan adalah uji regresi logistik ganda dengan tingkat kemaknaan <

0,05.
55

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah Singkat Rumah Sakit Umum Sundari Medan

Rumah Sakit Umum Sundari Medan yang terletak di Jalan T.B. Simatupang No. 31,

berdiri pada tahun 1987 yang didirikan oleh Bapak H. Usman. Rumah Sakit Umum

Sundari pada awal mulanya hanyalah tempat praktek bidan yang dibuat dirumah.

Tempat praktek ini berada di lingkungan Desa Lalang Kecamatan Medan Sunggal

yang mana penduduknya saat itu belum terlalu banyak, namun pertumbuhan

penduduk yang cukup signifikan membuat Desa Lalang Kecamatan Medan Sunggal

banyak pasien yang ingin berobat, terutama pasien yang mau melahirkan.

Dikarenakan banyaknya pasien di sekitar rumah yang datang ke bidan Hj.Sundari

untuk melahirkan sehingga tempat praktek yang awalnya hanyalah rumah tidak lagi

mencukupi untuk memberikan pelayanan kesehatan bersalin. Setelah mendapat izin,

maka didirikan Klinik Bersalin.

Maka pada tahun 1995 Klinik Bersalin Sundari meningkat statusnya menjadi Rumah

Sakit Umum Sundari yang diperkuat dengan surat keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No.YN.02.04.4.5963.

Dengan surat keputusan itu maka sampai dengan saat ini RSU.Sundari Medan telah

melakukan pelayanan medis sebagai rumah sakit yang memiliki fungsi lebih bukan
56

hanya tempat persalinan, tetapi juga telah menjadi sarana dan prasarana untuk

pengobatan medis lainnya

4.1.2 Visi, Misi, dan Motto Rumah Sakit Umum Sundari Medan

Rumah Sakit Umum Sundari Medan dalam operasional selalu berpedoman

dalam visi, misi dan motto yang telah digariskan oleh pimpinan. Visi rumah sakit ini

adalah memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik,bermutu, terjangkau dan

profesional.

Rumah Sakit Umum Sundari Medan mempunyai misi :

1. Memberikan pelayanan dengan mutu yang terbaik.

2. Mengedepankan layanan kesehatan dengan biaya yang terjangkau oleh seluruh

lapisan masyarakat umumnya .

3. Membantu program pemerintah dalam upaya meningkatkan taraf kesehatan

masyarakat sehingga tercapai keluarga sehat sejahtera.

Tujuan dari rumah sakit ini adalah :

1. Memberikan pelayanan kesehatan secara paripurna kepada segenap lapisan

masyarakat tanpa membedakan suku,ras dan agama/kepercayaan.

2. Berperan serta secara aktif mensukseskan Program Pemerintah dalam

meningkatkan taraf kesehatan masyarakat,khususnya masyarakat ekonomi

menengah ke bawah.

3. Mengembangkan kerjasama pelayanan kesehatan dengan berbagai instansi dan

perusahaan, yaitu bagi pekerja dan pegawai beserta keluarganya.


57

4. Secara terus menerus dan konsekuensi meningkatkan mutu pelayanan kesehatan

yang diberikan kepada masyarakat sesuai standar kesehatan, sehingga mampu

memberikan keuntungan bagi pengguna jasa RSU Sundari Medan.

5. Meningkatkan serta mengembangkan kualitas sumber daya manusia di RSU

Sundari, sehingga mampu melayani setiap pengguna jasa Rumah sakit dengan

komitmen dan manusiawi.

Moto dari RSU Sundari adalah memberikan pelayanan yaitu hari ini lebih

baik dari hari kemarin.

4.1.3 Sarana dan Prasarana

Rumah Sakit Umum Sundari Medan berdiri di atas areal tanah seluas 4.500 m2

dengan luas keseluruhan bangunan adalah 2.600m2 dengan 3 lantai. Untuk keperluan

transportasi dilengkapi dengan dua buah ambulan, tiga buah mobil untuk keperluan

operasional, serta disediakan tempat parkir yang luas di sepanjang halaman rumah

sakit. Bangunan RSU Sundari Medan memiliki beberapa bagian ruangan, untuk

Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Rawat Inap, Instalasi Kamar

Operasi, Instalasi Kamar Bersalin, Instalasi Farmasi, Instalasi Radiologi dan Instalasi

Laboratorium serta gedung pelayanan administrasi, dan pelayanan penunjang lainnya.

Berbagai macam sarana dan fasilitas yang terdapat dalam pelayanan kesehatan di

RSU Sundari Medan antara lain:

A. Fasilitas rawat jalan/ Poliklinik terdiri dari :

1. Poliklinik umum

2. Poliklinik spesialis kebidanan dan kandungan


58

3. Poliklinik spesialis bedah

4. Poliklinik spesialis anak

5. Poliklinik spesialis syaraf

6. Poliklinik spesialis mata

7. Poliklinik spesialis kulit dan kelamin

8. Poliklinik spesialis telinga, hidung dan tenggorokan

9. Poliklinik spesialis penyakit dalam

10. Poliklinik spesialis paru

11. Poliklinik gigi

12. Endoskopi

13. Rehabilitasi medik

14. Poliklinik gigi

B. Fasilitas Rawat inap.

Jumlah seluruh tempat tidur yang dipergunakan untuk pasien rawat inap adalah

sebanyak 189 buah, 22 adalah tempat tidur untuk anak.

C. Fasilitas Penunjang

Dalam memberikan pelayanan pasien RSU Sundari Medan ditunjang oleh beberapa

fasilitas lain seperti :

1. Instalasi farmasi

2. Instalasi laboratorium

3. Instalasi radiologi

4. Kamar Operasi
59

5. Instalasi Gizi

6. Fisioterapi

Disamping itu dalam pelayanan kesehatan rumah sakit juga mempunyai 2 unit

ambulan untuk menjemput pasien darurat yang memerlukan pelayanan secepat

mungkin.

4.1.4 Ketenagaan

Tenaga medis dan non medis di RSU Sundari Medan dengan perincian sebagai

berikut.

Tabel 4.1 Jumlah Tenaga RSU Sundari Medan

No Jenis ketenagaan Jumlah


MEDIS
1 Dokter umum 5 orang
2 Dokter gigi 1 orang
3 Dokter Spesialis 23 orang
PARAMEDIS PERAWATAN
5 Perawat 66 orang
6 Bidan 7 orang
PARAMEDIS NON PERAWATAN
7 Apoteker 5 orang
8 Penata Rontgen 2 orang
9 Analis Laboratorium 5 orang
10 Fisioterapis 2 orang

4.2 Karakteristik Responden


60

Responden dalam penelitian ini berjumlah 47 orang. Identitas responden dalam

penelitian ini meliputi umur dan jenis kelamin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

umur responden < 35 tahun merupakan yang terbanyak yaitu sebanyak 34 orang

(72,3,6%), jenis kelamin paling banyak yaitu perempuan sebanyak 32 orang (68,1%).

Distribusi responden berdasarkan karakteristik disajikan pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Distribusi Karakteristik Keluarga Pasien

Identitas responden n %
Umur (tahun)
<35 tahun 34 72,3
35 tahun 13 27,7
Jenis Kelamin
Laki-laki 15 31,9
Perempuan 32 68,1

4.3 Mutu Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Umum Sundari

Mutu pelayanan kesehatan dalam penelitian ini diukur melalui dimensi: bukti

fisik, kehandalan, ketanggapan, jaminan dan empati. Hasil penelitian secara rinci

diuraikan sebagai berikut.

4.3.1 Bukti Fisik

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 33 orang (70,2%) responden

menyatakan ruang tunggu keluarga pasien bersih dan nyaman, sebanyak 25 orang

(53,2%) responden menyatakan rumah sakit mudah dijangkau, sebanyak 21 orang

(44,7%) responden menyatakan tempat tidur pasien bersih dan nyaman, sebanyak 31

orang (66 %) responden menyatakan kamar mandi atau toilet bersih.


61

Sebanyak 33 orang (70,2%) responden menyatakan penampilan perawat bersih dan

rapi, sebanyak 33 orang (70,2%) responden menyatakan dokter berpenampilan bersih

dan rapi.

Distribusi responden berdasarkan dimensi bukti fisik disajikan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Karakteristik Bukti Fisik Menurut Responden di RSU Sundari


Medan Tahun 2015

No Pernyataan Setuju Kurang seuju Tidak setuju


n % n % n %
1 Ruang tunggu keluarga
33 70,2 12 25,5 2 4,3
pasien bersih dan nyaman
2 Rumah sakit mudah
25 53,2 18 38,3 4 8,5
dijangkau
3 Tempat tidur pasien bersih
21 44,7 20 42,6 6 12,8
dan nyaman
4 Kamar mandi/ toilet bersih 31 66,0 12 25,5 4 8,5
5 Penampilan perawat bersih
33 70,2 11 23,4 3 6,4
dan rapi
6 Dokter berpenampilan
33 70,2 12 25,5 2 4,3
bersih dan rapi

Hasil pengukuran dimensi bukti fisik kemudian dikategorikan, dimensi bukti fisik

pada kategori tidak baik sebanyak 15 orang (31,9%) dan kategori baik sebanyak 32

orang (68,1%) seperti yang disajikan pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Distribusi Berdasarkan Kategori Bukti Fisik Menurut Responden Di


RSU Sundari Medan Tahun 2015

Jumlah Persentase
Bukti Fisik
(orang) (%)
Kurang Baik 15 31,9
Baik 32 68,1
Jumlah 47 100,0
62

4.3.2 Kehandalan

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 20 orang (42,6%) responden menyatakan

pendaftaran pasien dapat dilakukan dengan cepat dan tepat, sebanyak 22 orang

(46,8%) responden menyatakan prosedur pelayanan pasien di bagian administrasi

tidak berbelit-belit, sebanyak 26 orang (55,3%) responden menyatakan dokter ramah

dalam berkomunikasi. Sebanyak 23 orang (48,9%) responden kurang setuju bahwa

dokter selalu datan sesuai dengan jadwal yang ada, sebanyak 32 orang (68,1%)

responden menyatakan dokter teliti dalam memeriksa pasien, sebanyak 27 orang

(57,4%) responden setuju menyatakan perawat berkomunikasi dengan ramah dan

sopan terhadap pasien.

Sebanyak 30 orang (63,8%) responden setuju bahwa perawat menanggapi keluhan

pasien. Sebanyak 34 orang (72,3%) responden setuju menyatakan bahwa perawat

memberikan obat sesuai tepat waktu. Distribusi responden berdasarkan dimensi

keandalan disajikan pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Karakteristik Kehandalan Menurut Responden di RSU Sundari


Medan Tahun 2015
Jawaban
No Pernyataan Setuju Kurang setuju Tidak setuju
n % n % n %
1 Pendaftran pasien dapat
dilakukan dengan cepat dan 20 42,6 19 40,4 8 17,0
tepat
2 Prosedur pelayanan pasien di
bagian administrasi tidak 22 46,8 18 38,3 7 14,9
berbelit-belit
3 Dokter ramah berkomunikasi 26 55,3 21 44,7 0 0,0
4 Dokter selalu datang sesuai
13 27,7 23 48,9 11 23,4
dengan jadwal yang ada
63

5 Dokter teliti dalam


32 68,1 15 31,9 0 0,0
memeriksa pasien
6 Perawat berkomunikasi
ramah dan sopan dengan 27 57,4 16 34,0 4 8,5
pasien
7 Perawat menaggapi keluhan
30 63,8 16 34,0 1 2,1
pasien
8 Perawat selalu memberi obat
34 72,3 13 27,7 0 0,0
tepat waktu

Hasil pengukuran dimensi kehandalan kemudian dikategorikan. Dimensi kehandalan

pada kategori kurang baik sebanyak 18 orang (38,3%) dan kategori baik sebanyak 29

orang (61,7%). Distribusi kategori keandalan disajikan pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Distribusi Berdasarkan Kategori Kehandalan Menurut Responden di


RSU Sundari Medan Tahun 2015

Jumlah Persentase
Kehandalan
(orang) (%)
Kurang baik 18 38,3
Baik 29 61,7
Jumlah 47 100,0
4.3.3 Ketanggapan

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 24 orang (51,1%) responden

menyatakan setuju dokter memberikan pertolongan dengan cepat, sebanyak 23 orang

(48,9%) responden menyatakan kurang setuju bahwa dokter memberikan informasi

yang jelas kepada keluarga tentang tindakan yang akan diberikan kepada pasien,

sebanyak 28 orang (59,6%) responden menyatakan merasa nyaman dengan tindakan

yang diberkan dokter kepada pasien, sebanyak 24 orang (51,1%) responden

menyatakan kurang setuju bahwa perawat merespon setiap keluhan dari pasien,

sebanyak 29 orang (61,7%) responden menyatakan setuju tindakan pertolongan cepat


64

dan tepat. Distribusi responden berdasarkan dimensi ketanggapan disajikan pada

Tabel 4.7 berikut ini

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Dimensi Ketanggapan Di RSU


Sundari Medan Tahun 2015

Jawaban
No Pernyataan Setuju Kurang setuju Tidak setuju
n % n % n %
1 Dokter memberikan
pertolongan cepat kepada 24 51,1 20 42,6 3 6,4
pasien
2 Dokter memberikan
informasi yang jelas
kepada keluarga tentang 15 31,9 23 48.9 9 19,1
tindakan yang diberikan
kepada pasien
3 Keluarga pasien merasa
nyaman dengan tindakan
28 59,6 19 40,4 0 0,0
yang diberikan dokter
kepada pasien
4 Perawat merespon setiap
19 40,4 24 51,1 4 8,5
keluhan dari pasien
5 Tindakan pertolongan
29 61,7 18 38,3 0 0,0
cepat dan tepat

Hasil pengukuran dimensi ketanggapan kemudian dikategorikan. Dimensi

ketanggapan pada kategori kurang baik sebanyak 23 orang (48,9%). Distribusi

kategori ketanggapan disajikan pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8. Distribusi Berdasarkan Kategori Ketanggapan Menurut Responden


di RSU Sundari Medan Tahun 2015
Jumlah Persentase
Ketanggapan
(orang) (%)
Kurang baik 23 48,9
Baik 24 51,1
Jumlah 47 100,0
65

4.3.4 Jaminan

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 26 orang (55,3%) responden

menyatakan setuju bahwa dokter memiliki pengetahuan yang memadai mengenai

pelayanan kesehatan yang diberikan, sebanyak 22 orang (48,6%) responden tidak

setuju perawat memiliki pengetahuan yang memadai dalam memberikan pelayanan

kesehatan, sebanyak 25 orang (53,2%) responden menyatakan setuju dokter selalu

bersikap ramah dan sopan dalam melayani pasien, sebanyak 25 orang (53,2%)

responden menyatakan setuju perawat selalu bersikap sopan dalam melayani pasien,

sebanyak 24 orang (51,1%) responden menyatakan setuju dokter memiliki

kemampuan untuk mendiagnosa penyakit,. Distribusi responden berdasarkan dimensi

empati disajikan pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Dimensi Jaminan Di RSU Sundari


Medan Tahun 2015

No Jawaban
Pernyataan Setuju Kurag setuju Tidak setuju
n % n % n %
1 Dokter rumah sakit memiliki 26 55,3 21 44,7 0 0,0
pengetahuan yang memadai
mengenai pelayanan
kesehatan diberikan
2 Perawat rumah sakit memiliki 20 42,6 22 46,8 5 10,6
pengetahuan yang memadai
dalam memberikan pelayanan
kesehatan
3 Dokter rumah sakit selalu 25 53,2 21 44,7 1 2,1
bersikap sopan dan ramah
dalam melayani pasien
4 Perawat rumah sakit selalu 25 53,2 19 40,4 3 6,4
bersikap sopan dalam
melayani pasien
66

5 Dokter rumah sakit memiliki 24 51,1 23 48,9 0 0,0


kemampuan untuk
menegakkan diagnosa
penyakit

Distribusi jaminan menurut responden pada RSU Sundari Medan didapatkan jaminan

kurang baik sebanyak 21 orang (44,7%) dan jaminan kurang baik sebanyak 26 orang

(55,3%) seperti pada tabel berikut:

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Jaminan Menurut Responden di RSU Sundari


Medan Tahun 2015

Jumlah Persentase
Jaminan
(orang) (%)
Kurang baik 21 44,7
Baik 26 55,3
Jumlah 47 100,0

4.3.5 Empati

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 29 orang (61,7%) responden setuju

bahwa pelayanan terhadap pasien tidak memandang status sosial, sebanyak 34 orang

(72,3%) responden menyatakan kurang setuju bahwa perawat melayani kebutuhan

pasien dengan sabar, sebanyak 28 orang (59,6%) responden menyatakan setuju dokter

mendengar keluhan pasien dengan baik, sebanyak 26 orang (55,3%) responden setuju

bahwa perawat mendengarkan keluhan pasien dengan baik, sebanyak 25 orang

(53,2%) responden menyatakan setuju perawat memahami kondisi pasien dalam

memberikan pelayanan. Distribusi responden berdasarkan dimensi empati disajikan

pada Tabel 4.11.


67

Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Empati Menurut Responden di RSU Sundari


Medan Tahun 2015

Jawaban
No Pernyataan Setuju Kurang setuju Tidak setuju
n % n % n %
1 Pelayanan kepada 29 61,7 18 38,3 0 0,0
pasien tidak
memandang status
sosial
2 Perawat dengan sabar 9 19,1 34 72,3 4 8,5
melayani kebutuhan
pasien
3 Dokter mendengar 28 59,6 19 40,4 0 0,0
dengan baik keluhan
baik
4 Perawat mendengar 26 55,3 18 38,3 3 6,4
dengan baik keluhan
pasien
5 Perawat memahami 25 53,2 21 44,7 1 2,1
kondisi pasien ketika
memberikan pelayanan
kesehatan

Distribusi empati menurut responden pada RSU Sundari Medan didapatkan empati

kurang baik sebanyak 19 orang (40,4%) dan empati baik sebanyak 28 orang (59,6%)

seperti pada tabel berikut:

Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Empati Menurut Responden di RSU Sundari


Medan Tahun 2015

Jumlah Persentase
Empati
(orang) (%)
Kurang baik 19 40,4
Baik 28 59,6
Jumlah 47 100,0
68

4.3.6 Pemanfaatkan Kembali Ruang Rawat Inap Anak

Berdasarkan hasil penelitian, 20 orang (42,6%) responden menyatakan tidak berminat

memanfaatkan kembali pelayanan rawat inap anak di RSU Sundari dan sebanyak 27

orang (57,4%) menyatakan berminat,seperti pada tabel berikut:

Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Minat Pemanfaatan Kembali Menurut


Responden di RSU Sundari Medan Tahun 2015

Minat Memanfaatkan Kembali n %


Tidak minat 20 42,6
Berminat 27 57,4
Jumlah 47 100,0

4.4 Bivariat

Untuk mengidentifikasi hubungan variabel bukti fisik, kehandalan, ketanggapan,

jaminan, dan empati dengan minat memanfaatkan kembali pelayanan rawat inap anak

dapat dilihat sebagai berikut:

4.4.1 Hubungan Bukti Fisik dengan Minat Pemanfaatan Kembali

Hubungan bukti fisik dengan minat memanfaatkan kembali ruang rawat inao

anak adalah sebagai berikut:

Tabel 4.14 Hubungan Bukti Fisik dengan Minat Pemanfaatan Kembali Ruang
Rawat Inap Anak di RSU Sundari Medan Tahun 2015

Minat Memanfaatkan Kembali


Total
Tidak Minat Berminat P
Bukti Fisik
N % n % n %
Kurang Baik 8 53,3 7 46,7 15 100,0 0,306
Baik 12 37,5 20 62,5 32 100,0
69

Tabel silang antara bukti fisik yang dibandingkan dengan minat memanfaatkan

kembali ruang rawat inap anak menunjukkan bahwa dari 15 responden yang

menyatakan tampilan bukti fisik kurang baik, terdapat 7 orang (46,7%) yang berminat

memanfaatkan kembali, sedangkan dari 32 responden yang menyatakan bukti fisik

baik, terdapat 20 orang (62,5%) yang berminat memanfaatkan kembali, Hasil uji chi

square diperoleh nilai p=0,306 > 0,05, dengan demikian tidak terdapat hubungan

antara bukti fisik dengan minat memanfaatkan kembali ruang rawat inap anak

4.4.2 Hubungan Kehandalan dengan Minat Pemanfaatan Kembali

Hubungan kehandalan dengan minat memanfaatkan kembali ruang rawat inap

anak adalah sebagai berikut:

Tabel 4.15 Hubungan Kehandalan dengan Minat Pemanfaatan Kembali Ruang


Rawat Inap Anak di RSU Sundari Medan Tahun 2015

Minat Pemanfaatan Kembali


Total
Tidak Minat Berminat P
Kehandalan
n % N % n %
Kurang Baik 12 66,7 6 33,3 18 100,0 0,008
Baik 8 27,6 21 72,4 29 100,0

Tabel silang antara kehandalan yang dibandingkan dengan minat memanfaatkan

kembali ruang rawat inap anak menunjukkan bahwa dari 18 responden yang

menyatakan kehandalan kurang baik terdapat 6 orang (33,3%) yang berminat

memanfaatkan kembali, sedangkan dari 29 responden yang menyatakan kehandalan

baik, terdapat 21 orang (72,4%) yang berminat memanfaatkan kembali, Hasil uji chi
70

square diperoleh nilai p=0,008 < 0,05, dengan demikian terdapat hubungan antara

kehandalan dengan minat memanfaatkan kembali ruang rawat inap anak

4.4.3 Hubungan Ketanggapan dengan Minat Pemanfaatan Kembali

Hubungan ketanggapan dengan minat pemanfaatan kembali ruang rawat inap

anak adalah sebagai berikut:

Tabel 4.16 Hubungan Ketanggapan dengan Minat Pemanfaatan Kembali Ruang


Rawat Inap Anak di RSU SUndari Medan Tahun 2015

Minat Pemanfaatan Kembali


Total
Tidak Minat Berminat P
Ketanggapan
n % N % N %
Kurang Baik 16 69,6 7 30,4 23 100,0 0,000
Baik 4 16,7 20 83,4 24 100,0

Tabel silang antara ketanggapan yang dibandingkan dengan minat pemanfaatan

kembali ruang rawat inap anak menunjukkan bahwa dari 23 responden yang

menyatakan ketanggapan kurang baik terdapat 7 orang (30,4%) yang berminat

memanfaatkan kembali, sedangkan dari 24 responden yang menyatakan ketanggapan

baik, terdapat 20 orang (83,4%) yang berminat memanfaatkan kembali, Hasil uji chi

square diperoleh nilai p=0,000 < 0,05, dengan demikian terdapat hubungan antara

ketanggapan dengan minat pemanfaatan kembali ruang rawat inap anak.

4.4.4 Hubungan Jaminan dengan Minat Pemanfaatan Kembali

Hubungan jaminan dengan minat pemanfaatan kembali ruang rawat inap anak

adalah sebagai berikut:


71

Tabel 4.17 Hubungan Jaminan Dengan Minat Pemanfaatan Kembali Ruang


Rawat Inap Anak di RSU Sundari Medan Tahun 2015

Minat Pemanfaatan Kembali


Total
Tidak Minat Berminat P
Jaminan
n % N % N %
Kurang Baik 13 61,9 8 38,1 21 100,0 0,016
Baik 7 26,9 19 73,1 26 100,0

Tabel silang antara ketanggapan yang dibandingkan dengan minat pemanfaatan

kembali ruang rawat inap anak menunjukkan bahwa dari 21 responden yang

menyatakan jaminan kurang baik terdapat 8 orang (38,1%) yang berminat

memanfaatkan kembali, sedangkan dari 26 responden yang menyatakan jaminan baik,

terdapat 19 orang (73,1%) yang berminat memanfaatkan kembali, Hasil uji chi

square diperoleh nilai p=0,016 < 0,05, dengan demikian terdapat hubungan antara

jaminan dengan minat pemanfaatan kembali ruang rawat inap anak

4.4.5 Hubungan Empati Dengan Minat Pemanfaatan Kembali

Hubungan empati dengan minat pemanfaatan kembali ruang rawat inap anak

adalah sebagai berikut:

Tabel 4.18 Hubungan Empati Dengan Minat Pemanfaatan Kembali Ruang


Rawat Anak di RSU Sundari Medan Tahun 2015

Minat Pemanfaatan Kembali


Total
Tidak Minat Berminat P
Empati
n % n % n %
Kurang Baik 14 73,7 5 26,3 19 100,0 0,016
Baik 6 21,4 22 78,6 28 100,0
72

Tabel silang antara empati yang dibandingkan dengan minat pemanfaatan kembali

ruang rawat inap anak menunjukkan bahwa dari 19 responden yang menyatakan

empati kurang baik terdapat 5 orang (26,3%) yang berminat memanfaatkan kembali,

sedangkan dari 28 responden yang menyatakan empati baik, terdapat 22 orang

(78,6%) yang berminat memanfaatkan kembali, Hasil uji chi square diperoleh nilai

p=0,000 < 0,05, dengan demikian terdapat hubungan antara empati dengan minat

pemanfaatan kembali ruang rawat inap anak

4.5 Analisis Multivariat

Untuk menganalisis pengaruh kehandalan, ketanggpan, jaminan dan empati

terhadap minat pemanfaatan kembali ruang rawat inap anak digunakan uji regresi

logistik ganda (multiple logistic regression).

Variabel yang dimasukkan dalam model prediksi regresi logistik ganda

metode backward adalah variabel yang mempunyai nilai p<0,25 pada analisis

bivariatnya.

4.5.1 Pengaruh Ketanggapan dan Empati terhadap Minat Pemanfaatan


Kembali Ruang Rawat Inap Anak

Pengaruh ketanggapan dan empati terhadap minat pemanfaatan kembali ruang rawat

inap anak di RSU Sundari Medan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.19. Pengaruh Ketanggapan dan Empati terhadap Minat


Pemanfaatan Kembali Ruang Rawat Inap Anak di RSU Sundari Medan Tahun
2015
Variabel Koefisien B p Exp (B)
Ketanggapan 1,862 0,016 6,434
Empati 1,694 0,027 5,443
Constant -1,530
73

Berdasarkan hasil analisis multivariat pada Tabel 4,11 di atas diketahui bahwa

variabel ketanggapan dan empati berpengaruh terhadap minat pemanfaatan kembali

ruang rawat inap anak dan variabel ketanggapan yang dominan berpengaruh terhadap

minat pemanfaatan kembali.

Berdasarkan hasil uji regresi logistik tersebut, maka dapat dibuat model persamaan

regresi untuk mengidentifikasi probabilitas kepuasaan pasien sebagai berikut:

1 1
P= = = 0,8834
1 + e (a + (X1) + (X2)) 1 + 2,71828 (-1,530+ 1,862+ 1,694)
Keterangan:

p : Minat Pemanfaatan Kembali

X1 : Ketanggapan, koefisien regresi 1,862

X2 : Empati koefisien regresi 1,694

a : Ketetapan -1,530

e : Bilangan alamiah 2,71828

Dari persamaan di atas diketahui bahwa keluarga pasien yang memiliki

persepsi ketanggapan dan empati rumah sakit baik sebesar 88,34% untuk berminat

memanfaatkan kembali ruang rawat inap anak di RSU Sundari Medan. Sedangkan,

keluarga pasien yang memiliki persepsi ketanggapan dan empati rumah sakit kurang

baik sebesar 17,79% untuk berminat memanfaatkan kembali ruang rawat inap anak di

RSU Sundari Medan.


74

BAB 5

PEMBAHASAN

5.1 Pengaruh Bukti Fisik Terhadap Minat Pemanfaatan Kembali Ruang Rawat
Inap Anak di RSU Sundari Medan Tahun 2015
Hasil penelitian tentang bukti fisik rumah sakit yang menyatakan sudah cukup

baik sebesar 68,1%. Responden setuju bahwa ruang tunggu keluarga pasien bersih

dan nyaman, penampilan perawat dan dokter bersih dan rapi masing-masing sebesar

70,2 %. Kondisi gedung di RSU Sundari Medan sudah cukup bersih dan rapi, alat-

alat yang disediakan juga tersusun rapi dan bersih begitu juga dengan penampilan

dokter dan perawat yang juga rapi, tetapi RSU ini keterjangkaauan untuk didatangi

pasien aksesnya tidak terlalu mudah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara bukti fisik

dengan minat pemanfaatan kembali ruang rawat inap anak dengan nilai p(0,306) >

(0,05) Hasil ini menjelaskan bahwa bagi pasien bukti fisik yang terdiri dari kondisi

gedung, suasana gedung, ataupun penampilan dokter dan perawat tidak menjadi hal

yang terlalu penting penting bagi keluarga pasien untuk merasakan kepuasan saat

berada di ruang anak. Sejalan dengan penelitian Suseno (2011) di Rumah Sakit Bina

Sehat Jember yang menunjukkan bahwa bukti fisik tidak berpengaruh langsung

terhadap loyalitas pasien. Hal yang sama dengan penelitian Muli (2009) di

Puskesmas Kota Medan menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh bukti fisik terhadap

kepuasan pasien rawat inap Puskesmas Kota Medan dengan nilai p = 0,481 (p>0,05).
75

Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Wahidah (2008) yang

menganalisis kebutuhan pasien terhadap mutu pelayanan dimana didapatkan rata-

rata tingkat kepentingan dimensi mutu yang terendah dari kelima dimensi mutu

pelayanan adalah dimensi tangibles. Menurut Handi dalam Wahidah (2008)

dikatakan dimensi tangibles ini umumnya lebih penting bagi pelanggan baru.

Tingkat kepentingan aspek ini umumnya relatif lebih rendah bagi pelanggan yang

sudah lama menjalin hubungan dengan penyedia jasa.

5.2 Pengaruh Kehandalan Terhadap Minat Pemanfaatan Kembali Ruang


Rawat Inap Anak di RSU Sundari Medan Tahun 2015
Kehandalan adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan

sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Prosedur yang cepat,

ketepatan dan kecepatan waktu layanan serta keakuratan data merupakan bagian dari

kehandalan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang menyatakan

kehandalan baik sebesar 61,7%. Responden menyatakan setuju bahwa perawat selalu

memberi obat tepat waktu sebesar 72,3%. Responden menyatakan setuju bahwa

dokter teliti dalam memeriksa pasien sebesar 68,1% dan responden menyatakan

setuju perawat menaggapi keluhan pasien sebesar 63,8%.

Hasil uji chi square diperoleh nilai p=0,008 bahwa terdapat hubungan antara

kehandalan dengan minat pemanfaatan kembali ruang rawat inap anak di RSU

Sundari Medan. Hasil penelitian ini sesuai dengan Hasil penelitian ini didukung oleh

hasil penelitian Wahyuningsih (2002) mengungkapkan bahwa aspek keandalan


76

(reliability) berhubungan terhadap kualitas pelayanan. Berdasarkan hasil uji regresi

logistik tidak terdapat pengaruh kehandalan terhadap minat pemanfaatan kembali

ruang rawat inap anak di RSU Sundari Medan.

Kehandalan dalam penelitian ini dinilai dari pelayanan administrasi,

pelayanan dokter, pelayanan perawat, fasilitas makanan, pelayanan petugas obat dan

fasilitas ruang rawat inap. Keluhan yang dialami oleh responden prosedur penerimaan

dan pelayanan yang cenderung berbelit-belit. Juga terhadap jadwal pelayanan di

rumah sakit. Mereka mengeluhkan kunjungan dokter yang tidak teratur.

Puti (2007), yang mengutip pendapat Lovelock dan Wright mengatakan harus

ada kesesuaian pelayanan medis yang diberikan dari apa yang dibutuhkan dari waktu

ke waktu. Jika pelayanan yang diberikan belum mampu memuaskan pasien, maka

akan memengaruhi minat berkunjung kembali pasien. Dalam hal ini, dokter yang

selalu berada di tempat sangat diharapkan pasien karena adanya keyakinan pasien

akan pengobatan yang lebih baik jika ditangani oleh dokter.

5.3 Pengaruh Ketanggapan Terhadap Minat Pemanfaatan Kembali Ruang


Rawat Inap Anak di RSU Sundari Medan Tahun 2015
Menurut Lupiyoadi (2006) daya tanggap adalah suatu kemauan untuk

membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada

pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen

menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif

dalam kualitas pelayanan. Sedangkan menurut Tjiptono (2006) daya tanggap adalah
77

keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan

dengan tanggap

Hasil penelitian menunjukkan responden yang menyatakan kehandalan baik

sebesar 61,7%. Responden menyatakan setuju bahwa keluarga pasien merasa

nyaman dengan tindakan yang diberikan dokter sebesar 61,7%. Responden

menyatakan setuju bahwa dokter memberikan pertolongan cepat kepada pasien

sebesar 51,1% dan responden menyatakan setuju bahwa keluarga pasien merasa

nyaman dengan tindakan yang diberikan pasien sebesar 59,6%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara ketanggapan

dengan minat pemanfaatan kembali ruang rawat inap anak dengan nilai p(0,000) <

(0,05). Berdasarkan hasil analisis multivariat menunjukkan ada pengaruh

ketanggapan terhadap minat pemanfaatan kembali ruang rawat inap anak dengan nilai

p(0,016) < (0,005) dan nilai Exp (B) 6,434, dimana pasien yang memiliki

ketanggapan baik kemungkinan besar 6,434 kali untuk berminat kembali untuk

memanfaatkan ruang rawat inap anak di RSU Sundari Medan dibanding dengan

pasien yang memiliki ketanggapan kurang baik sehingga semakin besar tingkat

ketanggapan pelayanan maka pasien akan semakin besar minat untuk kembali

memanfaatkan fasilitas tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Puti (2007), bahwa

ada pengaruh antara ketanggapan terhadap loyalitas pasien di Rumah Sakit Islam

Malahayati Medan.

Daya tanggap merupakan kemauan memberikan pelayanan dengan cepat dan

tepat kepada pasien dengan penyampaian informasi yang jelas. Setiap pasien yang
78

memanfaatkan fasilitas kesehatan selalu menginginkan pelayanan yang cepat, praktis,

tidak ruwet, serta penanganan yang memuaskan sehingga pasien tidak menunggu

terlalu lama untuk mendapatkan apa yang diharapkan

Faktor ketanggapan baik untuk keluarga pasien anak memandang bahwa sikap

dan perilaku dokter mereka pandang sangat penting dalam menentukan kepuasan

mereka. Hal ini dikarenakan pasien akan berhadapan langsung dan lebih lama dengan

dokter dan perawat dibandingkan dengan pemberi pelayanan lainnya, sehingga

kontak dengan dokter dan perawat yang nyaman akan mempengaruhi kepuasan

mereka, apabila dokter dan perawat memberikan pelayanan dengan baik dan ramah

maka pasien akan merasa puas dengan pelayanan yang mereka dapatkan dan akan

berminat untuk memanfaatkan kembali

Hal ini sesuai dengan pendapat Parasuraman, (2005) yang menyatakan bahwa

daya tanggap yang merupakan bagian dari dimensi kualitas pelayanan berpengaruh

terhadap harapan pelanggan atas jasa yang diberikan oleh suatu perusahaan. Juga

sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Muninjaya, (2004) yang

menyatakan bahwa daya tanggap berpengaruh terhadap keputusan pasien memilih

perawatan di R.S. Sanglah Denpasar. Menurut Munijaya beberapa yang menjadi

indikator dalam ketanggapan antara lain tindakan cepat oleh dokter, perawat, dan

administrasi, dokter, perawat, dan administrasi memberikan informasi yang jelas

kepada pasien yang berhubungan dengan perawat dan dokter, perawat dan karyawan

administrasi memberikan tanggapan yang cepat dalam menyelesaikan keluhan pasien.


79

Dalam memberikan pelayanan seorang dokter harus bersikap sopan, sabar,

ramah, tidak ragu-ragu, penuh perhatian terhadap penderita, selalu memberikan

pertolongan yang di berikan, membina hubungan yang baik dengan perawat yang

menangani pasien, menjalin hubungan yang baik dengan pasien dan keluarganya agar

timbul kepercayaan penderita kepada dokter tersebut.

Pasien menilai layanan kesehatan yang bermutu dengan suatu layanan

kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakannya dan diselenggarakan

dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap dan mampu

menyembuhkan keluhannya serta mencegah berkembangnya dan meluasnya penyakit

(Pohan, 2007).

Hal ini juga sesuai dengan pendapat Johns (1994) bahwa kebutuhan

pelanggan yang perlu diperhatikan salah satunya adalah kecepatan waktu

pelayanan, khususnya yang berkaitan dengan waktu tunggu dan waktu proses

pelayanan. Menurut Martin dalam Wahidah (2008) , pelanggan sangat membutuhkan

sikap respek atau tanggap dari petugas pelayanan kesehatan.

Dalam industri jasa seperti rumah sakit, kepuasan pelanggan ditentukan oleh

karyawan yang berhubungan langsung dengan pelanggan, kepuasan saat berinteraksi

(Soeroso, 2003). Hal ini tentunya harapan dari setiap pasien dan menjadi tanggung

jawab penyedia jasa dalam hal ini petugas yang langsung berhubungan dengan

pasien. Bagaimana petugas merespon setiap keluhan dan keinginan pasien dengan

cepat dan sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan.


80

5.4 Pengaruh Jaminan Terhadap Minat Pemanfaatan Kembali Ruang Rawat

Inap Anak di RSU Sundari Medan Tahun 2015

Hasil penelitian tentang jaminan rumah sakit bahwa yang menyatakan sudah

baik sebesar 55,3%. Responden setuju bahwa dokter rumah sakit selalu bersikap

sopan dan ramah dalam melayani pasien dan perawat rumah sakit selalu bersikap

sopan dalam melayani pasien masing-masing sebesar 53,2%. Responden setuju

bahwa bahwa dokter rumah sakit memiliki kemampuan untuk menegakkan diagnose

penyakit sebesar 51,1%.

Hasil uji chi square diperoleh nilai p=0,016 bahwa terdapat hubungan antara

jaminan dengan minat pemanfaatan kembali ruang rawat inap anak di RSU Sundari

Medan. Jaminan pelayanan yang baik akan memberikan kepercayaan yang tinggi dari

pasien. Tindakan pelayanan yang profesional dan bebas dari raguragu merupakan

ukuran kenyamanan dan keamanan terhadap pasien. Dengan adanya nilai positif dari

pasien setelah menerima tindakan yang dirasakan aman dan nyaman maka pasien

akan merasa puas dengan pelayanan rumah sakit. Hasil penelitian Cronin et al. (2000)

yang menyimpulkan dimensi assurance mempunyai hubungan dan pengaruh terhadap

loyalitas.

Jaminan pelayanan yang aman dan terpercaya yang diberikan oleh RSU Sundari

Medan kepada pasien dinilai baik, hal ini dapat dilihat dari kemampuan petugas

dalam memberikan tindakan tidak ragu-ragu dan didukung dengan ilmu pengetahuan

sehingga memberikan dampak rasa aman bagi pasien yang memanfaatkan fasilitas
81

rumah sakit tersebut. Jaminan pelayanan yang baik akan memberikan kepercayaan

yang tinggi dari pasien.

5.5 Pengaruh Empati Terhadap Minat Pemanfaatan Kembali Ruang Rawat

Inap Anak di RSU Sundari Medan Tahun 2015

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang menyatakan empati

baik sebesar 59,6%. Responden menyatakan setuju bahwa bahwa keluarga pasien

merasa nyaman dengan tindakan yang diberikan dokter sebesar 61,7%. Responden

menyatakan setuju bahwa dokter mendengar dengan baik keluhan baik sebesar

59,6%. Responden menyatakan setuju bahwa perawat dengan baik keluhan pasien

dan perawat memahami kondisi pasien ketika memberikan pelayanan kesehatan

masing- masing 53,2%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara empati dengan

minat pemanfaatan kembali ruang rawat inap anak dengan nilai p(0,016) < (0,05).

Berdasarkan hasil analisis multivariat menunjukkan ada pengaruh empati terhadap

minat pemanfaatan kembali ruang rawat inap anak dengan nilai p(0,027) < (0,005)

dan nilai Exp (B) 5,443, dimana keluarga pasien yang merasakan empati baik,

kemungkinan besar 5,443 kali untuk berminat kembali untuk memanfaatkan fasilitas

ruang rawat inap anak di RSU Sundari Medan dibanding dengan keluarga pasien

yang merasakan empati kurang baik sehingga semakin baik empati ditunjukkan, maka

keluarga pasien akan semakin besar minat untuk memanfaatkan kembali. Penelitian

yang dilakukan oleh Sriwiyanti (2006) di RS Harapan Pematang Siantar juga


82

menemukan hasil yang sama dimana empati berpengaruh terhadap keputusan pasien

untuk menggunakan jasa pelayanan di rumah sakit.

Empati adalah bentuk memberikan perhatian yang tulus dan bersifat

individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya

memahami keinginan pasien. Dimana suatu perusahaan maupun rumah sakit

diharapkan memiliki pengetahuan dan pengertian tentang pelanggan secara spesifik,

serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pasien. perhatian yang lebih

akan memberikan hasil kepuasan bagi pasien. Empati merupakan bagian dari dimensi

mutu pelayanan yang berpengaruh terhadap keputusan pelanggan dalam

menggunakan jasa pelayanan.

Pada dasarnya setiap pasien ingin diperlakukan secara khusus. Dengan

demikian rasa simpati dari tenaga medis/paramedis merupakan alat utama untuk

memenuhi harapan pasien akan perlakuan istimewa tersebut. Simpati artinya berdiri

di tempat pasien, maksudnya coba memahami apa yang diinginkan dan dirasakan

pasien. Perlu ada kesamaan persepsi antara petugas yang melayani pasien tentang

pentingnya membina hubungan personal dengan pasien, hal ini dapat dilakukan

misalnya dengan mengadakan pelatihan tentang komunikasi. Oleh karena itu

keluhan-keluhan ataupun permintaan-permintaan pasien harus didengar dengan

seksama, menyesuaikan pelayanan dan mengajukan pertanyaan dengan tepat. Jika hal

ini dilakukan maka akan meningkatan rasa simpati pasien yang pada akhirnya

meningkatkan loyalitas.
83

Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Monarita

(2006) dimana didapatkan hasil bahwa dimensi mutu empati yang ditunjukkan

oleh petugas terhadap pasien merupakan variabel yang paling berpengaruh

terhadap kepuasan pasien dan kepuasan akan mempengaruhi loyalitas terhadap

fasilitas kesehatan tersebut. Hal tersebut senada dengan pendapat Brown, bahwa

hubungan antar manusia yang baik akan menimbulkan kepercayaan atau

kredibilitas dengan cara saling menghargai, memberi perhatian, saling menghormati,

mendengarkan keluhan dan berkomunikasi dengan efektif juga penting.

Pengalaman menunjukkan bahwa pasien yang diperlakukan kurang baik

cenderung akan mengabaikan nasihat dan tidak akan mau melakukan kunjungan

ulang (Wahidah, 2008).


84

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka kesimpulan penelitian

adalah sebagai berikut :

1. Mutu pelayanan yang terdiri dari dimensi bukti fisik, kehandalan dan jaminan

tidak berpengaruh terhadap minat pemanfaatan kembali ruang rawat inap anak

di RSU Sundari Medan

2. Mutu pelayanan yang terdiri dari dimensi ketanggapan dan empati berpengaruh

terhadap minat pemanfaatan kembali ruang rawat inap anak di Rumah Sakit

Umum Sundari Medan

3. Ketanggapan merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap minat

pemanfaatan kembali ruang rawat inap anak di RSU Sundari Medan, sehingga

semakin besar tingkat ketanggapan pelayanan maka minat pasien akan semakin

besar dengan odds ratio (OR) 6,434 artinya pasien yang menyatakan

ketanggapan rumah sakit baik mempunyai peluang untuk berminat

memanfaatkan kembali 6,434 kali lebih besar dibandingkan dengan pasien yang

menyatakan ketanggapan rumah sakit tidak baik.

6.2. Saran

1. Kepada pihak RSU Sundari Medan untuk meningkatkan mutu rumah sakit yaitu

ketanggapan dengan cara mempertahankan dan meningkatkan ketanggapan

rumah sakit dengan cara memberikan pertolongan cepat kepada pasien,


85

memberikan informasi yang jelas kepada pasien, menjelaskan secara detail

pengobatan lanjutan yang akan diberikan, selain itu memberikan penghargaan

kepada perawat yang dianggap teladan yang dinilai oleh bagian personalia.

2. Kepada pihak RSU Sundari Medan untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah

sakit yaitu meningkatkan rasa empati pada seluruh petugas rumah sakit terhadap

pasien sehingga timbul rasa nyaman dari keluarga pasien serta meningkatkan

perhatian berupa kemudahan dalam berkomunikasi dengan petugas kesehatan

dan dengan cara bertindak professional dalam menanggapi masalah yang dialami

oleh pasien dan tidak membedakan perhatian antar kelas rawatan

Anda mungkin juga menyukai