Epidemiologi s2
Epidemiologi s2
Menurut sejarah pemberantasan penyakit kusta di dunia dapat kita bagi dalam 3
zaman yaitu :
1. Zaman Purbakala
Penyakit kusta dikenal hampir 2000 tahun SM. Hal ini dapat diketahui dari peninggalan sejarah
seperti di Mesir, di India 1400 SM, istilah kusta yang sudah dikenal di dalam kitab Weda, di
Tiongkok 600 SM, di Mesopotamia 400 SM. Pada zaman purbakala tersebut telah terjadi
pengasingan secara spontan penderita merasa rendah diri dan malu, disamping masyarakat
2. Zaman Pertengahan
Kira-kira setelah abad ke 13 dengan adanya keteraturan ketatanegaraan dan sistem feodal yang
berlaku di Eropa mengakibatkan masyarakat sangat patuh dan takut terhadap penguasa dan hak
asasi manusia tidak mendapat perhatian. Demikian pula yang terjadi pada penderita kusta yang
umumnya merupakan rakyat biasa. Pada waktu itu penyebab penyakit dan obat-obatan belum
ditemukan maka penderita diasingkan lebih ketat dan dipaksakan tinggal di Leprosaria/koloni
3. Zaman Modern
Dengan ditemukannnya kuman kusta oleh Gerhard Amaeur Hansen pada tahun 1873, maka
mulailah era perkembangan baru untuk mencari obat anti kusta dan usaha
sistem pengobatan yang tadinya dilakukan secara isolasi, secara bertahap dilakukan dengan
1
a. Pada tahun 1951 dipergunakan Diamino Diphenyl Sulfone (DDS) sebagai pengobatan
penderita kusta.
c. Sejak tahun 1982 Indonesia mulai menggunakan obat kombinasi Multidrug Therapy
1. Definisi
Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular kronik yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium leprae (M leprae) yang intra seluler obligat menyerang saraf perifer
sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas kemudian ke
organ lain kecuali susunan saraf pusat. Penyakit kusta dikenal juga dengan nama Morbus
Hansen atau lepra. Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kushtha yang berarti
kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae yang pertama kali menyerang susunan saraf
tepi, selanjutnya menyerang kulit, mukosa (mulut) saluran pernafasan bagian atas, sistem
retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan testis. Penyakit kusta adalah salah satu penyakit
menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan
hanya dari segi medis, tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, dan psikologis.
2.Etiologi
Penyakit kusta disebabkan oleh M .leprae yang ditemukan oleh G.H. Armauer Hansen
tahun 1873 di Norwegia. Basil ini bersifat tahan asam, bentuk pleomorf lurus, batang ramping
dan sisanya berbentuk paralel dengan kedua ujung-ujungnya bulat dengan ukuran panjang 1-8
um dan diameter 0,25-0,3 um. Basil ini menyerupai kuman berbentuk batang yang gram positif,
2
tidak bergerak dan tidak berspora. Dengan pewarnaan Ziehl-Nielsen basil yang hidup dapat
berbentuk
batang yang utuh, berwarna merah terang, dengan ujung bulat (solid), sedang basil yang
mati bentuknya terpecah-pecah (fragmented) atau granular. Basil ini hidup dalam sel terutama
jaringan yang bersuhu rendah dan tidak dapat dikultur dalam media buatan Penyakit kusta
bersifat menahun karena bakteri kusta memerlukan waktu 12-21 hari untuk membelah diri dan
2.1. Pewarnaan
Untuk pewarnaan kuman kusta (Basil Tahan Asam) sering dipakai metode Ziehls
b. Dipanaskan sampai keluar uap (tidak boleh mendidih) biarkan selama 3-5 menit.
d. Preparat dimasukkan dalam tabung berisi asam alkohol selama 3-5 detik sampai
h. Biarkan kering dari air, kemudian preparat dapat diperiksa di bawah mikroskop.
Untuk penilaian hasil pemeriksaan kuman pada sediaan apus (preparat) digunakan
Indeks Bakteri (Bacterial Index = BI) dan Indeks Morfologi (Morphological Index = MI).
Indeks Bakteri merupakan ukuran semikuantitatif kepadatan BTA dalam sediaan apus.
Kegunaan BI adalah untuk membantu menentukan tipe penyakit kusta dan menilai hasil
pengobatan.
3
Bakteri Mycobacterium leprae dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Jumlah M. leprae yang berbentuk utuh atau solid per 100 Mycobacterium leprae
a. Bentuk utuh (solid) dengan dinding yang tidak terputus dan menyerap zat warna
secara merata
d. Bentuk globus : sejumlah kuman kusta (50 200 kuman) yang utuh (solid) atau
4
putus-putus (fragmented) atau butir-butir (granulated) berkelompok dalam suatu
Penderita lepra memberikan hasil negatif pada tes kulit yang dilakukan dengan
penyuntikan intrakutan dari antigen yang dibuat dari nodul lepromatous. Tes ini disebut
tes lepromin.15
Tes lepromin merupakan tes imunologi yang spesifik dan digunakan untuk:
Reaksi timbul cepat dalam kurun waktu 24-48 jam. Dikatakan positif bila terdapat
eritema (kemerahan) dan indurasi, dan dikatakan negatif bila hanya timbul eritema
Hasil positif apabila terdapat papula kecil yang timbul setelah 7-10 hari, kemudian
berubah menjadi papula besar dan selanjutnya menjadi nodul dengan diameter 1 cm.
Hasil negatif, apabila tidak ada reaksi lokal, atau reaksi lokal yang positif berubah
menjadi negatif. Reaksi yang tertunda (delayed reaction) ini disebabkan adanya basil
3. Epidemiologi
Sumber infeksi kusta adalah penderita dengan banyak basil yaitu tipe multibasiler (MB). Cara
penularan belum diketahui dengan pasti, hanya berdasarkan anggapan yang klasik ialah melalui
kontak langsung antar kulit yang lama dan erat. Anggapan kedua ialah secara inhalasi, sebab
5
M. leprae masih dapat hidup beberapa hari dalam droplet. Masa tunas kusta bervariasi,40 hari
sampai 40 tahun. Kusta menyerang semua umur dari anak-anak sampai dewasa. Faktor sosial
ekonomi memegang peranan, makin rendah sosial ekonomi makin subur penyakit kusta,
sebaliknya sosial ekonomi tinggi membantu penyembuhan. Sehubungan dengan iklim, kusta
tersebar di daerah tropis dan sub tropis yang panas dan lembab, terutama di Asia, Afrika 14
Penyakit kusta dapat menyerang semua orang. Laki-laki lebih banyak terkena dibandingkan
dengan wanita, dengan perbandingan 2:1,12 kecuali di Afrika dimana wanita lebih banyak
daripada laki-laki. Faktor fisiologik seperti pubertas, menopause, kehamilan, serta faktor
infeksi dan malnutrisi dapat meningkatkan perubahan klinis penyakit kusta.Menurut penelitian
yang dilakukan Posmaria Naibaho (2001) di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Medan
Belawan Sumatera Utara ditemukan 108 penderita kusta, dengan proporsi penderita laki-laki
61,10% dan penderita perempuan 38,90%.8 Hasil penelitian yang dilakukan Nurlaya
Hutahayan (2008) di Rumah Sakit Kusta Hutasalem Laguboti terdapat 125 penderita kusta,
Penyakit kusta dapat menyerang semua umur.12 Di Indonesia penderita anak-anak di bawah
umur 14 tahun didapatkan 13 %, tetapi anak di bawah umur 1 tahun jarang sekali. Frekuensi
tertinggi terdapat pada kelompok umur antara 25-35 tahun.17 Menurut penelitian yang
dilakukan Posmaria Naibaho (2001) di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Medan Belawan
Sumatera Utara ditemukan 108 penderita kusta dengan golongan umur terbanyak adalah
golongan umur 17-24 tahun (proporsi 30,60%). Dari hasil penelitian yang dilakukan
Hutasalem Laguboti ditemukan 125 penderita kusta dengan golongan umur terbanyak adalah
6
3.1. Distribusi dan Frekuensi Penyakit Kusta Menurut Waktu dan Tempat
Penyakit kusta tersebar di seluruh dunia dengan endemisitas yang berbeda-beda.Diantara 122
negara yang endemis pada tahun 1985, 98 negara telah mencapai eliminasi kusta yaitu angka
prevalensi < 1/10.000 penduduk. Lebih dari 10.000.000 penderita telah disembuhkan dengan
Multidrug Therapy (MDT) pada akhir tahun 1999 dan 641.091 kasus masih dalam pengobatan
pada tahun 2000.Pada tahun 2003, Penderita terdaftar di Indonesia pada akhir Desember 2003
sebanyak 18.312 penderita yang terdiri dari 2.814 penderita kusta tipe PB (proporsi 15,36%)
dan 15.498 penderita kusta tipe MB (proporsi 84,64%) dengan angka prevalensi 86 per
1.000.000 penduduk yang terdapat di 10 propinsi, yaitu : Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Sulawesi Selatan, Papua, NAD, DKI Jakarta, Sulawesi Utara, Maluku Utara, dan Nusa
Tenggara Timur.Pada tahun 2005 di Sumatera Utara terdapat 286 kasus tercatat penderita kusta
yang terdiri 254 orang yang terdiri dari 32 penderita kusta tipe PB (proporsi 11,19%) dan
254 penderita kusta tipe MB (proporsi 88,81%).Menurut penelitian yang dilakukan Posmaria
Naibaho (2001) di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Medan Belawan Sumatera Utara
ditemukan 108 penderita kusta yang terdiri dari 33 penderita kusta tipe PB (proporsi 30,60%)
Hutasalem Laguboti ditemukan 125 penderita kusta yang terdiri dari 48 penderita kusta
a. Host
Hanya manusia satu-satunya sampai saat ini dianggap sebagai sumber penularan walaupun
kuman kusta dapat hidup pada Armadillo, Simpanse dan pada telapak kaki tikus yang
mempunyai kelenjar Thymus (Athymic nude mouse). Tempat masuk kuman kusta ke dalam
tubuh host sampai saat ini belum dapat dipastikan. Diperkirakan cara masuknya adalah melalui
saluran pernafasan bagian atas dan melalui kontak kulit yang tidak utuh. Suatu kerokan hidung
7
dari penderita tipe Lepromatosa yang tidak diobati menunjukkan jumlah kuman sebesar 104-
107. Dan telah terbukti bahwa saluran nafas bagian atas dari penderita tipe Lepromatosa
merupakan sumber kuman yang terpenting di dalam lingkungan. Sebagian besar manusia kebal
terhadap penyakit kusta (95%). Dari hasil penelitian Direktorat Jenderal Pemberantasan
Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2M & PL) (1996) menunjukkan
Dari 100 orang yang terpapar: 95 orang tidak menjadi sakit, 3 orang sembuh sendiri tanpa
diobati, 2 orang menjadi sakit, hal ini belum lagi memperhitungkan pengaruh
pengobatan.Seseorang dalam lingkungan tertentu akan termasuk dalam satu dari tiga
terbesar yang telah atau akan menjadi resisten terhadap kuman kusta.
b. Host yang mempunyai kekebalan rendah terhadap kuman kusta, bila menderita
c. Host yang tidak mempunyai kekebalan terhadap kuman kusta yang merupakan
b. Agent
ditemukan oleh Gerhard Amaeur Hansen pada tahun 1873. Mycobacterium leprae hidup
intraseluler dan mempunyai afinitas yang besar pada sel saraf (Schwan Cell) dan sel dari
Waktu pembelahan sangat lama, yaitu 2-3 minggu. Di luar tubuh manusia (dalam
kondisi tropis) kuman kusta dapat bertahan sampai 9 hari. Pertumbuhan optimal dari
8
4. Klasifikasi Penyakit Kusta
menentukan tipe/klasifikasi penyakit kusta yang diderita. Penentuan tipe penyakit kusta
pada seorang penderita disebut klasifikasi penyakit kusta. Klasifikasi penyakit kusta
bertujuan untuk menentukan jenis dan lamanya pengobatan penyakit, waktu penderita
a. Indeterminate (I)
Terdapat kelainan kulit berupa makula berbentuk bulat yang berjumlah 1 atau 2. Batas lokasi
b. Tuberkuloid (T)
Terdapat makula atau bercak tipis bulat yang tidak teratur dengan jumlah lesi 1 atau
beberapa. Batas lokasi terdapat di pantat,punggung, lengan, kaki, pipi. Permukaan kering,
c. Borderline (B)
Kelainan kulit bercak agak menebal yang tidak teratur dan tersebar. Batas lokasi sama
dengan Tuberkuloid.
d. Lepromatosa (L)
Kelainan kulit berupa bercak-bercak menebal yang difus, bentuk tidak jelas.
9
a. Tipe Tuberkuloid tuberkuloid (TT)
tempat terutama pada wajah dan lengan, kecuali: ketiak, kulit kepala (scalp),
perineum dan selangkangan. Batas lesi jelas berbeda dengan warna kulit disekitarnya.
Gejala pada lepra tipe BT sama dengan tipe TT, tetapi lesi lebih kecil, tidak disertai
memberikan hasil negatif. Lesi kulit berbentuk tidak teratur, terdapat satelit yang
mengelilingi lesi, dan distribusi lesi asimetris. Bagian tepi dari lesi tidak dapat
dibedakan dengan jelas terhadap daerah sekitarnya. Gejala-gejala ini disertai adanya
adenopathi regional.19
Lesi pada tipe ini berupa macula dan nodul papula yang cenderung asimetris.
Kelainan syaraf timbul pada stadium lanjut. Tidak terdapat gambaran seperti yang
terjadi pada tipe lepromatous yaitu tidak disertai madarosis, keratitis, uslserasi
lesi menyebar simetris, mengkilap berwarna keabu-abuan. Tidak ada perubahan pada
produksi kelenjar keringat, hanya sedikit perubahan sensasi. Pada fase lanjut terjadi
madarosis (rontok) dan wajah seperti singa, muka berbenjol-benjol (facies leonine)19.
10
Berikut ini adalah gambar penderita kusta menurut Ridley-Jopling :
11
Gambar 2.5. Penderita Kusta Tipe B.B dan B.T.
a. Tipe PB (Pausibasiler)
Kusta tipe PB adalah penderita kusta dengan Basil Tahan Asam (BTA) pada sediaan apus,
Ridley dan Jopling dan hanya mempunyai jumlah lesi antara 1-5 pada kulit. Kusta tipe PB
12
b. Tipe MB (Multibasiler)
Kusta MB adalah semua penderita kuta tipe BB (mid borderline), BL (borderline lepromatous)
dan LL (lepromatosa) menurut kriteria Ridley dan Jopling dengan jumlah lesi 6 atau lebih dan
skin smear positif. Kusta tipe MB adalah tipe yang dapat menular.Berikut ini adalah gambar
13
Kecacatan
Micobacterium leprae menyerang saraf tepi tubuh manusia. Tergantung dari kerusakan saraf
tepi, maka akan terjadi gangguan fungsi saraf tepi : sensorik, motorik dan otonom. Terjadinya
cacat pada kusta disebabkan oleh kerusakan fungsi saraf tepi, baik karena kuman kusta maupun
a. Tingkat Cacat
Kelainan fungsi sensorik ini menyebabkan terjadinya kurang/mati rasa (anestesi). Akibat
kurang/mati rasa pada telapak tangan dan kaki dapat terjadi luka. Sedangkan pada kornea mata
akan mengakibatkan kurang/hilangnya reflek kedip sehingga mata mudah kemasukan kotoran,
benda-benda asing yang dapat menyebabkan infeksi mata dan akibatnya buta.
Kekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah/lumpuh dan lama-lama otot mengecil
(atrofi) oleh karena tidak dipergunakan. Jari-jari tangan dan kaki menjadi bengkok (clow
hand/clow toes) dan akhirnya dapat terjadi kekakuan pada sendi, bila terjadi kelemahan/
Terjadinya gangguan kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga
kulit menjadi kering, menebal, mengeras, dan akhirnya dapat pecah-pecah. Pada umumnya
apabila terdapat kerusakan fungsi saraf tidak ditangani secara tepat dan tepat maka akan terjadi
Tujuan pencegahan cacat adalah jangan sampai ada cacat yang timbul atau bertambah berat
14
Pintu masuk dari Mycobacterium leprae ke tubuh manusia masih menjadi tanda tanya. Saat ini
Masa inkubasi kusta belum dapat dikemukakan. beberapa peneliti berusaha mengukur masa
inkubasi kusta, masa inkubasi kusta minimum dilaporkan beberapa minggu, berdasarkan adanya
kasus kusta pada bayi. Masa inkubasi maksimum dilaporkan selama 30 tahun. Hal ini dilaporkan
berdasarkan pengamatan pada veteran perang yang pernah terekspos di daerah endemik dan
kemudian berpindah ke daerah non endemik. Secara umum telah ditetapkan masa inkubasi rata-
5. Patofisiologi
Mekanisme penularan kusta yang tepat belum diketahui. Beberapa hipotesis telah
dikemukakan seperti adanya kontak dekat dan penularan dari udara. Terdapat bukti bahwa
tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman Mycobacterium leprae menderita kusta, Iklim
(cuaca panas dan lembab) diet, status gizi, status sosial ekonomi dan genetik Juga ikut berperan,
setelah melalui penelitian dan pengamatan pada kelompok penyakit kusta di keluarga tertentu.
Belum diketahui pula mengapa dapat terjadi tipe kusta yang berbeda pada setiap individu.
Penyakit kusta dipercaya bahwa penularannya disebabkan oleh kontak antara orang yang
Dua pintu keluar dari Micobacterium leprae dari tubuh manusia diperkirakan adalah kulit dan
mukosa hidung. Telah dibuktikan bahwa kasus lepramatosa menunjukan adanya sejumlah
organisme di dermis kulit. Bagaimana masih belum dapat dibuktikan bahwa organism tersebut
dapat berpindah ke permukaan kulit. Walaupun telah ditemukan bakteri tahan asam di
epidermis. Walaupun terdapat laporan bahwa ditemukan bakteri tahan asam di epitel
Deskuamosa di kulit, Weddel et al melaporkan bahwa mereka tidak menemukan bakteri tahan
asam di epidermis. Dalam penelitian terbaru Job etal menemukan adanya sejumlah
15
Mycobacterium leprae yang besar dilapisan keratin superficial kulit di penderita kusta
lepromatosa. Hal ini menbentuk sebuah pendugaan bahwa organisme tersebut dapat keluar
Pentingnya mukosa hidung dalam penularan Mycobacterium leprae telah ditemukan oleh
Schaffer pada tahun 1898. Jumlah bakteri dari lesi mukosa hidung pada kusta lepromatosa,
menurut Shepard, antara 10.000 hingga 10.000.000 bakteri. Pedley melaporkan bahwa
sebagian besar pasien lepromatosa memperlihatkan adanya bakteri di secret hidung penderita.
Devey dan Rees mengindikasi bahwa secret hidung dari pasien lepromatosa dapat
6. Reaksi Kusta
6.1. Pengertian
Reaksi kusta atau reaksi lepra adalah suatu episode dalam perjalanan kronis penyakit kusta
yang merupakan suatu reaksi kekebalan (seluler respon) atau reaksi antigen-antibodi (humoral
respon) dengan akibat merugikan penderita, terutama pada saraf tepi yang menyebabkan
gangguan fungsi (cacat). Reaksi ini dapat terjadi pada penderita sebelum mendapat pengobatan
maupun sesudah pengobatan. Namun sering terjadi pada 6 bulan sampai 1 tahun sesudah
memulai pengobatan.
2. Kurang gizi
16
6.2. Jenis Reaksi
Jenis reaksi sesuai proses terjadinya dibedakan atas 2 tipe yaitu: reaksi tipe I dan
reaksi tipe II
Terjadi pada penderita tipe PB maupun MB dan kebanyakan terjadi pada 6 bulan pertama
1) Gejala-gejala
Gejala reaksi dapat dilihat pada perubahan lesi kulit, neuritis (nyeri tekan pada
saraf), gangguan fungsi saraf tepi dan kadang-kadang gangguan keadaan umum
penderita (konstitusi).
2) Menurut keadaan reaksi, maka reaksi kusta tipee I ini dapat dibedakan menjadi
Terjadi pada penderita tpe MB dan merupakan reaksi humoral, dimana kuman
kusta yang utuh maupun tidak utuh menjadi antigen. Tubuh membentuk antibodi dan
1) Gejala
Gejala reaksi dapat dilihat pada perubahan lesi, neuritis (nyeri tekan) dan
gangguan fungsi saraf tepi, gangguan konstitusi dan komplikasi pada organ tubuh.
2) Menurut keadaan reaksi, maka reaksi dapat dibedakan reaksi ringan dan reaksi
berat.
17
3) Perjalanan reaksi
Penyakit kusta adalah penyakit yang memberi stigma yang sangat besar besar pada masyarakat,
sehingga penderita kusta menderita tidak hanya kerena penyakitnya saja, juga dijauhi atau
dikucilkan oleh masyarakat. Hal tersebut sebenarnya lebih banyak disebabkan karena cacat
tubuh yang tampak menyeramkan. Cacat tubuh tersebut sebenarnya lebih banyak disebabkan
karena cacat tubuh yang tampak menyeramkan. Cacat tubuh tersebut sebenarnya dapat dicegah
apabila diagnosis dan penanganan penyakit dilakukan secara dini. Demikian pula diperlukan
pengetahuan berbagai hal yang dapat menimbulkan kecacatan dan pencegahan kecacatan,
Identifikasi dan pengobatan penderita kusta merupakan kunci pengawasan. Anakanak dari
orang tua yang teinfeksi diberikan kemoprofilaksis dengan sulfon sampai orang tua tidak
infeksius lagi. Jika salah satu anggota dalam keluarga menderita lepra lepromatosa, maka
Pencegahan primodial yaitu upaya pencegahan pada orang-orang yang belum memiliki faktor
resiko penyakit kusta melalui penyuluhan. Penyuluhan tentang penyakit kusta adalah proses
penyakit kusta.
18
7.2. Pencegahan Primer (Primary Prevention)
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan seseorang yang telah memiliki
faktor resiko agar tidak sakit..20 Tujuan dari pencegahan primer adalah untuk mengurangi
resikonya.21 Untuk mencegah terjadinya penyakit kusta, upaya yang dilakukan adalah
memperhatikan dan menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal, personal hygiene, deteksi
dini adanya penyakit kusta dan penggerakan peran serta masyarakat untuk segera
diri ke puskesmas.
Pencegahan sekunder merupakan upaya pencegahan penyakit dini yaitu mencegah orang yang
telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit dan menghindari komplikasi.20
Tujuan pencegahan sekunder adalah untuk mengobati penderita dan mengurangi akibat-akibat
yang lebih serius dari penyakit yaitu melalui diagnosis dini dan pemberian pengobatan.21
Pencegahan sekunder ini dapat dilakukan dengan melakukan diagnosis dini dan pemeriksaan
neuritis, deteksi dini adanya reaksi kusta, pengobatan secara teratur melalui kemoterapi atau
tindakan bedah.Untuk menetapkan diagnosa penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda pokok atau
Dapat disertai rasa nyeri dan juga dapat disertai atau tanpa gangguan fungsi saraf.
Gangguan fungsi saraf ini merupakan akibat dari peradangan kronis saraf tepi (neuritis
19
b. Gangguan fungsi motoris : kelemahan otot (Parese) atau kelumpuhan (Paralise)
Adanya kuman tahan asam di dalam kerokan jaringan kulit (BTA Positif). Pemeriksaan
kerokan hanya dilakukan pada kasus yang meragukan. Seseorang dinyatakan sebagai penderita
kusta bilamana terdapat satu dari tandatanda utama di atas. Apabila hanya ditemukan cardinal
sign ke-2 dan petugas ragu perlu dirujuk kepada WASOR atau ahli kusta, jika masih ragu orang
b. Kulit mengkilap
a. Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota badan atau muka.
seseorang yang sakit sehingga menjadi manusia yang lebih berdaya guna, produktif,
mengikuti gaya hidup yang memuaskan dan untuk memberikan kualitas hidup yang
20
meliputi:
a. Pencegahan Kecacatan
Pencegahan cacat kusta jauh lebih baik dan lebih ekonomis daripada
penanggulangannya. Pencegahan ini harus dilakukan sedini mungkin, baik oleh petugas
terjadinya kontraktur.
3) Bedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang mengalami kelumpuhan agar tidak
5) Perawatan mata, tangan dan atau kaki yang anestesi atau mengalami kelumpuhan
otot. 2,17
b. Rehabilitasi 17
Rehabilitasi yang dilakukan meliputi rehabilitasi medik, rehabilitasi sosial, dan rehabilitasi
ekonomi. Usaha rehabilitasi medis yang dapat dilakukan untuk cacat tubuh ialah antara lain
dengan jalan operasi dan fisioterapi. Meskipun hasilnya tidak sempurna kembali ke asal, tetapi
fungsinya dan secara kosmetik dapat diperbaiki. Cara lain adalah kekaryaan, yaitu memberi
21
lapangan pekerjaan yang sesuai cacat tubuhnya, sehingga dapat berprestasi dan dapat
meningkatkan rasa percaya diri, selain itu dapat dilakukan terapi psikologik (kejiwaan).
Pada tahun 1991 World Health Assembly telah mengeluarkan suatu resolusi yaitu eliminasi
kusta pada tahun 2000. Indonesia sebagai anggota Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) harus
memenuhi resolusi tersebut. Suatu kenyataan bahwa kusta tersebar di Indonesia secara tidak
sebanyak 18.312penderita. Eliminasi kusta di Indonesia yang ditargetkan tahun 2000 sudah
dicapai secara nasional pada pertengahan tahun 2000, namun demikian pada tingkat propinsi
dan kabupaten masih banyak yang belum mencapai eliminasi. Sampai akhir desember 2003,
baru 18 dari 30 propinsi dan 325 dari 440 Kabupaten yang dapat mencapai eliminasi.
8.1. Tujuan
3. Memberikan perawatan dan pelayanan rehabilitasi yang tepat pada orang yang
22
1. Menetapkan sistim penemuan dan diagnosa penderita kusta secara intensif di daerah
endemik tinggi dan di kantong-kantong kusta di daerah endemik rendah sehingga proporsi anak
3. menurunkan proporsi penderita yang cacat pada mata tangan dan kaki setelah RFT kurang
dari 5%.
4. Mengembangkan puskesmas dengan perawatan cacat yang adekuat dengan dukungan sistem
rujukan ke rumah sakit umum dan rumah sakit khusus untuk kasus yang mengalami komplikasi
8.2. Target
8.3. Kebijakan
cuma-cuma.
23
9. Pengobatan Penderita
Tujuan utama program pemberantasan penyakit kusta adalah memutuskan rantai penularan
mencegahkan timbulnya cacat. Untuk mencapai tujuan itu sampai sekarang strategi pokok yang
dilakukan masih didasarkan atas deteksi dini dan pengobatan penderita, yang tampaknya masih
tetap diperlukan walaupun nanti vaksin kusta yang efektif telah tersedia. Sejak dilaporkan
adanya resistensi terhadap dapson baik primer maupun sekunder, pada tahun 1977 WHO
memperkenalkan pengobatan kombinasi yang terdiri paling tidak dua obat antikusta yang
efektif. 12,18 Program Multi Drug Therapy (MDT) dimulai pada tahun 1981, yaitu ketika
kelompok Studi Kemoterapi WHO secara resmi mengeluarkan rekomendasi pengobatan kusta
dengan rejimen MDT-WHO. Regimen ini terdiri atas kombinasi obat-obat dapson, rifampisin,
dan klofasimin. Selain itu mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat, penggunaan
MDT dimaksudkan juga untuk mengurangi ketidaktaatan penderita dan menurunkan angka
putus-obat (dro-out) yang cukup tinggi pada masa monoterapi dapson. Disamping itu
diharapkan juga dengan MDT dapat mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.18
9.1. Tipe PB
Untuk kusta tipe PB, terdiri atas kombisnasi rifampisin dan dapson.
1. Rifampicin 600 mg/bulan dan DDS 100 mg / hari ditelan di depan petugas.
24
c. Lama pengobatan
9.2. Tipe MB
Untuk kusta tipe MB, terdiri atas kombinasi rifampisin, dapson, klofazimin
(lamprene).
2. Lamprene 50 mg / hari
Setelah pengobatan dihentikan (Release from Treatment/RFT) penderita masuk dalam masa
pengamatan (control) yaitu: penderita dikontrol secara klinik dan bakterioskopik minimal
sekali setahun selama 5 tahun untuk penderita kusta multibasiler dan dikontrol secara klinik
sekali setahun selama 2 tahun untuk penderita kusta pausibasiler. Bila pada masa tersebut tidak
ada keaktifan, maka penderita dinyatakan bebas dari pengamatan (Release from Control /RFC)
25
KESIMPULAN
Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun yang menyerang saraf perifer, kulit
dan jaringan tubuh lainnya. Penyakit kusta disebabkan oleh bakteri Myobacterium leprae yang
ditemukan pada tahun 1874, oleh GA Hansen . Kuman ini berbentuk batang, gram positif,
berukuran 0.34 x 2 mikron dan berkelompok membentuk globus. Kuman Myohacterium leprae
hidup pada sel Schwann dan sistim retikuloendotelial, dengan masa generasi 12-24 hari, dan
termasuk kuman yang tidak ganas serta lambat berkembangnya. Tanda dan gejala penyakit
kusta:
1) Lesi (kelainan) kulit yang mati rasaKelainan kulit/lesi dapat berbentuk bercak keputih-putihan
2) Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf. Gangguan fungsi saraf ini
merupakan akibat dari peradangan kronis saraf tepi (neuritis perifer ). Gangguan fungsi saraf
b. Gangguan fungsi motoris seperti kelemahan otot ( parese) atau kelumpuhan ( paralise)
3) Adanya bakteri tahan asam (BTA) didalam kerokan jaringan kulit (BTA+) Seseorang
dinyatakan sebagai penderita kusta apabila di temukan satu atau lebih dari tanda-tanda utama
diatas. Pada dasarnya sebagian besar penderita dapat didiagnosis dengan pemeriksaan klinis.
Namun demikian pada penderita yang meragukan dapat dilakukan pemeriksaan kerokan kulit.
Apabila hanya ditemukan cardinal sign kedua perlu dirujuk kepada wasor atau ahli kusta, jika
26
4.2 SARAN
konsep dasar penyakit Kusta dan dapat mengetahui tentang asuhan keperawatan
pasien Kusta.
27