Referat Gadar Onko Komang Septian Trisna Jaya
Referat Gadar Onko Komang Septian Trisna Jaya
PEMBIMBING :
2017
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Ensefalitis terjadi dalam dua bentuk, yaitu bentuk primer dan sekunder.
Ensefalitis Primer melibatkan infeksi virus langsung dari otak dan sumsum tulang
belakang. Sedangkan ensefalitis sekunder, infeksi virus pertama terjadi di tempat lain
di tubuh dan kemudian ke otak.2
1.1 TUJUAN
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Ensefalitis adalah inflamasi akut di otak yang disebabkan oleh infeksi virus
maupun bakteri atau penyakit autoimun yang muncul sebagai difus atau disfungsi
neuropsikologis fokal. Meskipun terutama melibatkan otak, sering melibatkan
meninges juga (meningoencephalitis). Dari perspektif epidemiologi dan patofisiologi,
ensefalitis berbeda dari meningitis, meskipun pada evaluasi klinis keduanya bisa
hadir, dengan tanda-tanda dan gejala peradangan meningeal. Hal ini juga berbeda dari
cerebritis.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Insiden ensefalitis di seluruh dunia sulit untuk ditentukan. Terdapat sekitar 150-
3000 kasus yang dilaporkan, yang terjadi setiap tahun di Amerika Serikat.
Kebanyakan kasus yang ditemukan adalah herpes virus ensefalitis di Amerika
Serikat. 1,4
Jumlah kejadian ensefalitis virus sendiri belum diketahui secara pasti. Arboviral
ensefalitis lebih lazim dalam iklim yang hangat dan insiden bervariasi dari daerah ke
daerah dan dari tahun ke tahun. St Louis ensefalitis adalah tipe yang paling umum,
ensefalitis arboviral di Amerika Serikat, dan ensefalitis Jepang adalah tipe yang
paling umum di bagian lain dunia. Ensefalitis lebih sering terjadi pada anak-anak dan
orang dewasa muda.1,4
2
2.3 ETIOLOGI
HIV
CMV
Toxoplasma
Herpes virus
Arbovirus (nyamuk kutu dan serangga)
Rabies(gigitan hewan)1,2
Ensefalitis primer. Hal ini terjadi ketika virus langsung menyerang otak dan
saraf tulang belakang. Hal ini dapat terjadi setiap saat (ensefalitis sporadis),
sehingga menjadi wabah (epidemik ensefalitis).
Ensefalitis sekunder. Hal ini terjadi ketika virus pertama menginfeksi bagian
lain dari tubuh kemudian memasuki otak. 2,4
Herpes simpleks virus. Ada dua jenis virus herpes simpleks (HSV) infeksi.
HSV tipe 1 (HSV-1) lebih sering menyebabkan cold sores lepuh demam atau
sekitar mulut. HSV tipe 2 (HSV-2) lebih sering menyebabkan herpes genital.
3
HSV-1 merupakan penyebab paling penting dari ensefalitis sporadis yang
fatal di Amerika Serikat, tetapi juga langka.
Varicella-zoster virus. Virus ini bertanggung jawab untuk cacar air dan herpes
zoster. Hal ini dapat menyebabkan ensefalitis pada orang dewasa dan anak-
anak, tetapi cenderung ringan.
Virus Epstein-Barr. Virus herpes yang menyebabkan infeksi mononucleosis.
Jika ensefalitis berkembang, biasanya ringan, tetapi dapat berakibat fatal pada
sejumlah kecil kasus. 1,2
Pada kasus yang jarang, ensefalitis sekunder terjadi setelah infeksi virus anak
dan dapat dicegah dengan vaksin, termasuk:
Campak (rubeola)
Mumps
Campak Jerman (rubella)
2.3.3 Arboviruses
Virus yang ditularkan oleh nyamuk dan kutu (arboviruses) dalam beberapa
tahun terakhir, meningkatkan epidemi ensefalitis. Organisme yang menularkan
penyakit hewan dari satu host ke yang lain disebut vektor. Nyamuk adalah vektor
untuk transmisi ensefalitis dari burung atau tikus ke manusia. Jenis ensefalitis ini
cukup jarang. 2
2.3.4 HIVE
Penyebab utama dari HIV ensefalopati (HIVE) adalah infeksi SSP yang
disebabkan oleh HIV. Istilah lain yang digunakan untuk kondisi ini dengan
signifikansi yang sama adalah AIDS dementia kompleks, demensia AIDS, demensia
4
HIV. HIVE hanya terjadi pada tahap lanjutan dari infeksi HIV ketika ada penurunan
kekebalan tubuh yang drastis (CD4 + T-sel <200 / ml).
2.4 FAKTOR RESIKO
Umur
Beberapa jenis ensefalitis lebih lazim atau lebih parah pada anak-anak atau
orang tua.
Sistem kekebalan tubuh melemah
Jika memiliki defisiensi imun, misalnya karena AIDS atau HIV, melalui terapi
kanker atau transplantasi organ, maka lebih rentan terhadap ensefalitis.
Geografis daerah
Mengunjungi atau tinggal di daerah di mana virus nyamuk umum
meningkatkan risiko epidemi ensefalitis.
Musim
Penyakit yang disebabkan nyamuk cenderung lebih menonjol di akhir musim
panas dan awal musim gugur di banyak wilayah Amerika Serikat.2
2.5 PATOFISIOLOGI
5
dentry dan bergerak secara retrograd mengikuti axon-axon menuju ke nukleus dari
ganglion sensoris. Akhirnya saraf-saraf tepi dapat digunakan sebagai jembatan bagi
kuman untuk masuk di susunan saraf pusat.
Virus / Bakteri
Mengenai CNS
Ensefalitis
- gangguan bicara
- kelemahan gerak
BB turun
- gangguan sensorik
motorik
nutrisi kurang
Sesudah virus berada di dalam sitoplasma sel host, kapsel virus dihancurkan.
Virus merangsang sitoplasma sel host untuk membuat protein yang menghancurkan
6
kapsel virus. Setelah itu nucleic acid virus akan berkontak langsung dengan
sitoplasma sel host. Sitoplasma dan nukleus sel nucleic acid yang sejenis dengan
nucleic acid virus. Proses ini dinamakan replikasi.
Ketika proses replikasi berjalan terus, maka sel host dapat dihancurkan.
Dengan demikian partikel-partikel viral tersebar ekstraselular. Setelah proses invasi,
replikasi dan penyebaran virus berhasil, timbullah manifestasi-manifestasi toksemia
yang kemudian disusul oleh manifestasi lokalisatorik. Gejala-gejala toksemia terdiri
dari sakit kepala, demam, dan lemas-letih seluruh tubuh. Sedangkan manifestasi
lokalisatorik akibat kerusakan susunan saraf pusat berupa gangguan sensorik dan
motorik (gangguan penglihatan, gangguan berbicara, gangguan pendengaran dan
kelemahan anggota gerak), serta gangguan neurologis yakni peningkatan TIK yang
mengakibatkan nyeri kepala, mual dan muntah hingga terjadi penurunan berat
badan.4,5
Dari sumber lain mengatakan bahwa virus dapat masuk ke dalam tubuh
melalui saluran pernapasan (gondok, campak), saluran pencernaan (enterovirus),
dengan inokulasi dari gigitan serangga (virus arthropoda-ditanggung), dan dari
gigitan hewan (rabies). Kebanyakan virus mencapai CNS melalui aliran darah.
Beberapa virus termasuk virus herpes simpleks (HSV), varicella-zoster virus (VZV),
dan rabies juga dapat melakukan perjalanan ke CNS sepanjang saraf. Virus adalah
organisme intraseluler obligat. Mereka menggunakan mesin seluler untuk replikasi
dan merusak atau membunuh sel-sel yang di infeksi. kerusakan otak tambahan
disebabkan oleh reaksi kekebalan yang dimediasi sel yang mereka invasi. Kaskade
kejadian yang diawali dengan aktivasi T-limfosit oleh virus termasuk pelepasan
sitokin poten (INF-gamma, IL-2, TNF, limfotoksin) dan mobilisasi makrofag yang
tidak hanya menyerang virus tetapi menyerang sel tubuh normal, menyebabkan
kerusakan pembuluh darah dan cedera jaringan.
7
Sakit leher, kekakuan.
Fotosensitif
Lemah
Kejang umum atau fokal (60% dari anak-anak dengan virus California
ensefalitis)
Bingung atau keadaan amnesia
Flaccid paralysis (10% dari pasien)
Tanda-tanda ensefalitis yang menjadi temuan khas adalah sebagai berikut:
Perubahan status mental
Perubahan kepribadian (sangat umum)
Temuan fokal (misalnya, hemiparesis, kejang fokal, dan disfungsi otonom)
Gangguan gerak (misalnya, St Louis ensefalitis)
Ataxia
Cacat saraf kranial
Disfagia, khususnya pada rabies
Disfungsi sensorimotor unilateral (postinfectious encephalomyelitis) 5
8
2.7 PENEGAKAN DIAGNOSIS
Membuat diagnosis HIVE memerlukan sinopsis dari gejala klinis dan hasil tes
laboratorium. International demensia HIV scale adalah salah satu cara mudah
digunakan untuk deteksi dan kuantifikasi kerusakan kognitif dari HIVE.Diagnosis
HIVE hanya dapat dilakukan setelah pemeriksaan berulang dan kondisi yang
menyerupai demensia telah membaik.
Secara umum gejala berupa trias ensefalitis:
Demam
Kejang
Penurunan kesadaran
Bila berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi umum
dengan tanda-tanda meningkatnya tekanan intrakranial yaitu : nyeri kepala yang
kronik dan progresif, muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun. Pada
pemeriksaan mungkin terdapat edema papil. Tanda-tanda defisit neurologis
1,6
tergantung pada lokasi dan luasnya abses. Pemeriksaan Radiologi: CT dan MRI
merupakan pilihan tepat untuk menyelidiki suspek lesi pada otak.7,8
Pemeriksaan laboratorium:
Pemeriksaan lainnya:
9
EEG didapatkan gambaran penurunan aktivitas atau perlambatan.5
- CT Scan
Sifat atau komposisi jaringan dapat ditentukan dengan melihat
kepadatan atau nilai Hounsfield. Ada empat kategori kepadatan secara
umum, yaitu pengapuran tulang atau yang sangat padat dan putih terang,
kepadatan jaringan lunak yang menunjukkan berbagai nuansa warna
abu-abu, kepadatan lemak yang berwarna abu-abu gelap dan udara yang
berwarna hitam. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, dimungkinkan
untuk menentukan bagian yang terlihat pada CT scan apapun, dan CT
scan kepala pada khususnya. 8
10
Tes laboratorium terutama digunakan untuk menyingkirkan diagnosis diferensial.
MRI lebih sering digunakan dibandingkan CT-scan. MRI dapat menunjukkan adanya
bercak, difus, hyperintense dan lesi. Selain itu, atrofi dengan pembesaran ventrikel
dan ruang CSF extraventricular dapat terlihat. Namun, tidak satupun dari temuan ini
adalah spesifik untuk HIVE, dan penyakit ini dapat muncul dengan MRI normal.
Analisis CSF pada HIVE menunjukkan dalam keadaan normal bias juga adanya
penurunan jumlah sel darah putih. Sebaliknya, protein total dan konsentrasi albumin
mungkin akan sedikit meningkat. oligoclonal band dan peningkatan IgG-index
menunjukkan produksi imunoglobulin asli dalam SSP. Namun, temuan ini tidak
spesifik dan sering hadir dalam tahap asimtomatik infeksi HIV. EEG tidak
menunjukkan atau hanya menunjukkan tanda-tanda ringan perlambatan.
11
2. Tes antibodi: ditemukan CMV antigen (pp65) dalam
darah dan CSF (IgG dan indeks antibodi meningkat).
3. MRI: potensial hyperintensity subependymal dan
peningkatan kontras.
4. Berhubungan dengan manifestasi organ lain (retinitis,
kolitis, pneumonitis, and esophagitis).
2.8 PENATALAKSANAAN
Ensefalitis supurativa
o Ampisillin 4 x 3-4 g per oral selama 10 hari.
o Cloramphenicol 4 x 1g/24 jam intra vena selama 10 hari.
Ensefalitis virus
o Pengobatan simptomatis
o Analgetik dan antipiretik : Asam mefenamat 4 x 500 mg
o Anticonvulsi : Phenitoin 50 mg/ml intravena 2 x sehari.
12
o Pengobatan antivirus diberikan pada ensefalitis virus dengan penyebab
herpes zoster-varicella.
o Asiclovir 10 mg/kgBB intra vena 3 x sehari selama 10 hari atau 200
mg peroral tiap 4 jam selama 10 hari.
Ensefalitis karena parasit
o Malaria serebral
Kinin 10 mg/KgBB dalam infus selama 4 jam, setiap 8 jam hingga
tampak perbaikan.
o Toxoplasmosis
Sulfadiasin 100 mg/KgBB per oral selama 1 bulan
Pirimetasin 1 mg/KgBB per oral selama 1 bulan
Spiramisin 3 x 500 mg/hari
o Amebiasis
Rifampicin 8 mg/KgBB/hari.
HIVE
Menurut patogenesis HIVE, pengobatan harus bertujuan menekan
replikasi virus di SSP. Ini adalah masalah yang belum terselesaikan apakah
senyawa antiviral dapat menembus ke CSF. Berbagai klinis, virologi,
patologis dan studi elektrofisiologi menunjukkan bahwa senyawa antiviral
yang dapat menembus ke CSF akan lebih efektif.Pemberian ARTuntuk
perkembangan neurokognitif lebih efektif dalam penekanan viral load dalam
CSF dari pada dalam plasma. Disarankan pengobatan HIVE adalah:
o AZT
o Lamivudine
o Nevirapine
o Indinavir.
2.9 KOMPLIKASI
Kemungkinan komplikasi ensefalitis termasuk kejang, kerusakan otak yang
menyebabkan hilangnya sensasi, koordinasi dan kontrol di daerah-daerah tubuh
13
tertentu, dan / atau kesulitan bicara, dan kematian. Selaput yang mencakup dan
melampirkan otak (meninges) juga mungkin terlibat, dan membran ini dapat
mengalami peradangan (meningoensefalitis). 2,9
2.10 PROGNOSIS
Angka kematian untuk ensefalitis berkisar antara 35-50%. Pasien yang
pengobatannya terlambat atau tidak diberikan antivirus (pada ensefalitis Herpes
Simpleks) angka kematiannyatinggi bisa mencapai 70-80%. Pengobatan dini
denganasiklovir akan menurunkan mortalitas menjadi 28%. 6Padapenyakit HIVE jika
tidak diobati, 15-20% pasien akan berkembang menjadi penyakit yang lebih serius.
Sejak adanya terapi antiretroviral (ART) insiden HIVE mengalami penurunan.
Sekitar 25% pasien ensefalitis meninggal pada stadium akut. Penderita yang
hidup 20-40%nya akan mempunyai komplikasi atau gejala sisa.Gejala sisa lebih
sering ditemukan dan lebih berat pada ensefalitis yang tidak diobati. Keterlambatan
pengobatan yang lebih dari 4 hari memberikan prognosis buruk, demikian juga koma.
Pasien yang mengalami koma seringkali meninggal atau sembuh dengan gejala sisa
yang berat. 6
Banyak kasus ensefalitis adalah infeksi dan recovery biasanya cepat ensefalitis
ringan biasanya pergi tanpa residu masalah neurologi. Dan semuanya 10% dari
kematian ensefalitis dari infeksinya atau komplikasi dari infeksi sekunder.Beberapa
bentukensefalitis mempunyai bagian berat termasuk herpes ensefalitis dimana
mortality 15-20% dengan treatment dan 70-80% tanpa treatment. 6
14
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Ensefalitis adalah suatu peradangan pada parenkim otak.Ensefalitis terjadi
dalam dua bentuk, yaitu bentuk primer dan sekunder. Ensefalitis Primer melibatkan
infeksi virus langsung dari otak dan sumsum tulang belakang. Sedangkan ensefalitis
sekunder, infeksi virus pertama terjadi di tempat lain di tubuh dan kemudian ke otak.
Secara umum gejala trias ensefalitis berupa demam, kejang, dan penurunan
kesadaran.Angka kematian untuk ensefalitis berkisar antara 35-50%. Pasien yang
pengobatannya terlambat atau tidak diberikan antivirus (pada ensefalitis Herpes
Simpleks) angka kematiannya tinggi bisa mencapai 70-80%. Pengobatan dini
akan menurunkan mortalitas menjadi 28%..
15
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Umur : 46 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Buruh
Suku Bangsa : Sasak
Alamat : Gangga, Kabupaten Lombok Utara (KLU)
ANAMNESIS
Pasien datang ke UGD RSUP NTB pada tanggal 16 April 2017, dengan :
Keluhan Utama :
Kesadaran Menurun
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien rujukan dari RSUD KLU datang ke UGD RSUP NTB dengan keluhan
tidak sadarkan diri mulai sejak 1 minggu yang lalu. Pasien sebelumnya mengalami
demam tinggi yang terjadi sejak 2 minggu yang lalu. Pasien juga mengeluhkan ada
nyeri kepala yang semakin memberat sejak 2 minggu yang lalu, disertai dengan
muntah sebanyak 1 kali sebelum pasien tidak sadarkan diri. Pasien juga pernah
mengalami kejang sebelum tidak sadarkan diri, dengan frekuensi 2 kali, kejang
selama 1/2 1 menit dengan jarak 1 jam. Sejak 4 hari yang sebelum MRS, pasien
mulai berbicara ngelantur, dan mengatakan seperti melihat robot. Menurut keluarga,
pasien mengalami lemah pada tangan dan kaki, serta nafsu makan pasien turun sejak
pasien mulai demam tinggi.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat nyeri pada telinga menjalar hingga ke mata 3 minggu yang lalu.
- Riwayat ISPA 1 bulan yang lalu.
- Riwayat kejang sebelumnya tidak ada
- Riwayat hipertensi tidak ada
16
- Riwayat trauma pada kepala tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama seperti
pasien.
Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, dan Kebiasaan:
Pasien adalah seorang pekerja buruh di KLU. Pasien merupakan seorang
perokok, 1 hari menghabiskan kurang lebih 1 bungkus rokok dan tidak
mengkonsumsi alkohol. Pasien maupun keluarga pasien tidak memiliki binatang
peliharaan dirumahnya.
17
Auskultasi : S1S2 tunggal regular, m(-), g(-)
Abdomen
Inspeksi : distensi (-), scar (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : tympani
Pemeriksaan Psikiatri
Pemeriksaan Neurologis
1. GCS : E2V2M3
2. Fungsi Luhur
18
- Brudzinski II : (-)
- Brudzinski III : (-)
- Brudzinski IV : (-)
19
N V (Trigeminus)
-Motorik
membuka mulut Sde Sde
menggerakkan rahang Sde Sde
menggigit Sde Sde
mengunyah Sde Sde
-Sensorik
Divisi Oftalmika
*reflex kornea + +
*sensibilitas Sde Sde
Divisi Maksila
*reflex Masseter Sde Sde
*sensibilitas Sde Sde
Divisi Mandibula
*sensibilitas Sde Sde
N VI (Abdusen)
-gerakan mata ke lateral Sde Sde
-sikap bulbus Ortho Ortho
-diplopia Sde Sde
N VII (Fasialis)
-raut wajah Normal Normal
-sekresi air mata + +
-fisura palpebra + +
-menggerakkan dahi Tde Tde
-menutup mata + +
-mencibir/bersiul Tde Tde
-memperlihatkan gigi Tde Tde
-sensasi lidah 2/3 depan Tde Tde
-hiperakusis Sde Sde
20
N VIII (Vestibularis)
-suara berbisik Sde Sde
-rinne test Tde Tde
-weber test Tde Tde
-swabach test Tde Tde
*memanjang
*memendek
N IX (Glossofaringeus)
-sensasi lidah 1/3 blkg Tde Tde
-refleks muntah (Geg Rx) Sde Sde
N X (Vagus)
-Arkus faring Sde
-uvula Sde
-menelan Buruk
-artikulasi Sde
-suara Sde
-nadi Baik
N XI (Asesorius)
-menoleh ke kanan Sde
-menoleh ke kiri Sde
-mengangkat bahu kanan Tde
-mengangkat bahu kiri Tde
N XII (Hipoglosus)
-kedudukan lidah dalam Sde
-kedudukan lidah Sde
dijulurkan
-tremor Sde
-fasikulasi Sde
-atropi Sde
21
5. Pemeriksaan Fungsi Motorik :
Motorik Superior Inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Pergerakan Pasif Pasif Pasif Pasif
Kekuatan Sde Sde Sde Sde
Tonus otot Sde Sde Sde Sde
Bentuk otot Normal Normal Normal Normal
6. Sensorik
7. Sistim Refleks
a. Releks fisiologis
Biceps : +2/+2
Triceps : +2/+2
Patella : +2/+2
Achilles : +2/+2
b. Releks Patologis
Hoffman : (-)
Trommer : (-)
Babinsky : (-)
22
Chadock : (-)
Gordon : (-)
Schaefer : (-)
Oppenheim : (-)
8. Cerebellum
- Gangguan Koordinasi
Tes jari hidung : Tde
Tes pronasi-supinasi : Tde
Tes tumit : Tde
Tes pegang jari : Tde
- Gangguan keseimbangan
Tes Romberg : Tde
9. Kolumna Vertebralis
- Inspeksi : Normal
- Pergerakan : Sde
- Palpasi : Normal
- Perkusi : Tde
10. Fungsi otonom
Resume
Pasien laki-laki, 46 tahun, mengalami penurunan kesadaran, disertai demam
tinggi sejak 2 minggu sebelum MRS. Didapatkan tanda peningkatan TIK seperti nyeri
kepala semakin memberat, dan muntah. Terdapat riwayat kejang 2 kali, penurunan
nafsu makan dan pasien berbicara ngelantur disertai halusinasi visual. Terdapat
riwayat sakit telinga menjalar ke mata, dan ISPA 1 bulan yang lalu. Dari pemeriksaan
23
fisik didapatkan kesadaran koma (GCS: E2V2M3) , demam (suhu: 39,2oC), dan tanda
rangsang meningeal positif, serta disfagia.
Diagnosis
Diagnosa klinis : Double hemiparese, kejang, demam, penurunan kesadaran,
tanda peningkatan TIK, perubahan status mental, disfagia.
Diagnosa topis : Ensefalon
Diagnosa etiologi : Virus
DD : Bakteri
Diagnosa banding : Meningitis virus/bacterial
Abses serebri
Tumor serebri
Planning Diagnosis
Planning Terapi
Non Medikamentosa
24
IUFD RL 20tpm
Inj Dexametason 5 mg / 6 jam ( Sediaan 1 ampul: 5mg / 5 ml)
Inj Ceftriaxone 2 gram/ 12 jam (Sediaan injeksi bubuk: 2gram)
Inj Vancomycin 500 mg/ 8 jam (Sediaan 1 vial: 500 mg)
Inj Manitol 6 x 500 cc ( Sediaan kalf: 500cc)
Infus Paracetamol 1 gram/8 jam (Sediaan infuse 1000mg/100mL)
Inj Citicolin 250mg/ 8 jam (Sediaan 1 amp: 250mg/2ml)
Planning Monitoring
Prognosis:
Quo ad vitam : dubia et malam
Quo ad sanam : dubia et malam
Quo ad functionam : dubia et malam
25
Pemeriksaan Penunjang
Lab:
16/04/ 16/04/
Parameter Nilai Normal Parameter Nilai Normal
2017 2017
26
CT-scan kepala(17/04/2017): kesan normal
27
PEMBAHASAN
Pasien laki-laki usia 46 tahun, datang ke RSUP NTB dengan keluhan tidak
sadarkan diri mulai sejak 1 minggu yang lalu. Pasien mengalami demam tinggi sejak
2 minggu yang lalu, menandakan pasien kemungkinan mengalami infeksi. Pasien
juga mengeluhkan ada nyeri kepala yang semakin memberat sejak 2 minggu yang
lalu, disertai dengan muntah sebanyak 1 kali sebelum pasien tidak sadarkan diri, hal
ini kemungkinan terjadi karena tanda peningkatan tekanan intracranial yang terjadi
pada pasien. Pasien juga pernah mengalami kejang, kejang dapat terjadi karena
gangguan hantaran sinyal listrik diotak akibat kelainan pada otak. Pasien berbicara
ngelantur, dan mengalami halusinasi visual, hal ini terjadi akibat kelainan otak pada
pasien, yang menyebabkan terjadinya perubahan status mental pasien. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan pasien kesadaran pasien yang menurun, koma (GCS:
E2V2M3), dengan hipertermi (suhu aksilar: 39,2oC) hal ini menguatkan
kemungkinan terjadinya infeksi pada jaringan otak pasien. Infeksi pada jaringan otak
pasien, baik karena virus maupun bakteri dapat menyebabkan peradangan pada
parenkim otak yang disebut ensefalitis.
Dasar penegakan diagnosis ensefalitis, dapat ditandai dengan adanya trias
ensefalitis, yaitu:
Demam
Kejang
Penurunan kesadaran
Pada pasien ini, terjadi demam sejak 2 minggu sebelum MRS, disertai dengan
riwayat kejang sebanyak 2 kali, serta penurunan kesadaran. Gejala-gejala penyerta
yang terjadi pada pasien, seperti terjadinya tanda peningkatan tekanan intrakranial,
tanda radang SSP seperti kaku kuduk, tanda Kernig, disfagia, double hemiparese,
gangguan mental, gangguan bicara merupakan gejala-gejala yang menguatkan
diagnosis ke arah ensefalitis. Pasien juga memiliki riwayat ISPA, virus-virus
28
penyebab peradangan pada otak dapat masuk melalui saluran pernapasan, yang
nantinya menyebar ke otak melalui hematogen maupun neuron.
Untuk meyakinkan penegakan diagnosis ensefalitis, diperlukan beberapa
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien adalah
CT-Scan kepala tanpa kontras yang tidak menunjukkan kelainan, sehingga mungkin
diperlukan pemeriksaan CT-Scan kepala dengan kontras. Selain itu, dilakukan
pemeriksaan darah lengkap pada pasien didapatkan jumlah leukosit yang masih
dalam rentang normal, namun didominasi oleh sel lymphosit (61,2 %), hal ini sering
terjadi pada ensefalitis. Pemeriksaan rapid test HIV perlu dilakukan untuk
mengetahui status pasien, karena virus HIV selain menyebabkan langsung terjadinya
ensefalitis, juga menyebabkan terjadinya penurunan imunitas pada pasien yang
menyebabkan pasien mudah terserang agen infeksius lain yang dapat
memperburuk/menyebabkan terjadinya ensefalitis itu sendiri. Dalam penegakkan
diagnosis dan tatalaksana yang tepat mungkin diperlukan pemeriksaan tambahan
yaitu mulai dari pemeriksaan CSS, MRI, EEG, dapat membantu menunjang diagnosis
dan kultur untuk mengetahui apakah penyebabnya virus atau bakteri berserta
jenisnya.
Pada tatalaksana pasien ini, pemberian deksametason jangka pendek bertujuan
sebagai anti-inflamasi dengan menekan atau mencegah edem cerebri terhadap proses
inflamasi dan menghambat akumulasi sel yang mengalami inflamasi. Pada kasus ini,
karena penyebab ensefalitis masih belum diketahui apakah virus maupun bakteri
maka diberikan terapi antibiotik berupa cefrtiaxon dan antivirus vancomycin.
Pemberian obat-obatan lain juga penting untuk mengurangi gejala lainnya, seperti
pemberian manitol untuk menurunkan tekanan intrakranial pada pasien, serta
paracetamol infus untuk menurunkan demam yang terjadi pada pasien.
Prognosis pasien yang buruk terjadi karena dapat terjadi karena pengobatan
yang terlambat pada pasien. Sering terjadi keterlambatan pemberian antivirus pada
ensefalitis virus menyebabkan angka kematian yang tinggi, bisa mencapai 70-80%.
Pasien ini meninggal setelah 1 hari dirawat di RSUP NTB, hal ini mungkin berkaitan
29
dengan keterlambatan pengobatan tersebut, dan pasien dirujuk dalam kondisi yang
kurang baik.
30
DAFTAR PUSTAKA
31
15. Anonymous. Encephalitis. [ Online ] December 21, 2004 [ Cited April 13,
2010 ]. Available from : URL ;
http://www.mdguidelines.com/encephalitis/differential-diagnosis
16. Lee EJ. Unusual findings in cerebral abscess. British journal of radiology;
2006. 79,e156-e161.
32