Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN (ASMA)

DI RUANG IGD RSUD UNGARAN

Disusun oleh:

MIFTA FASIKHAH

G3A016055

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2015-2016
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Asma adalah suatu gangguan pada saluran nafas dengan ciri bronkospasme
periodic (kontraksi spasme pada saluran pernafasan). Asma merupakan penyakit
kompleks yang diakibatkan oleh faktor biokimia, endokrin, infeksi, otonomik, dan
psikologi ( Irman Somantri, 2008).
Asma didefinisikan secara descriptive yaitu penykit inflamasi kronik saluran napas
yang menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan, dengan
episodic berulang berupa batuk, sesak napas, mengi, dan rasa berat di dada terutama
pada malam dan atau dini hari, yang umumnya bersifat reversible baik dengan atau
tanpa pengobatan (Rengganis. 2008).

B. Etiologi
a. Faktor Ekstrinsik (asma imunologik / asma alergi)
1. Reaksi antigen-antibodi
2. Inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang)
b. Faktor Intrinsik (asma non imunologi / asma non alergi)
1. Infeksi : parainfluenza virus, pneumonia, mycoplasmal
2. Fisik : cuaca dingin, perubahan temperature
3. Iritan : kimia
4. Polusi udara : CO, asap rokok, parfum
5. Emosional : takut, cemas dan tegang
6. Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus.
(Suriadi, 2007)

C. Patofisiolohi
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain alergen,
virus dan iritan yang dapat menginduksi respons inflmasi akut. Asma dapat terjadi
melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf otonom. Jalur imunologis didominasi
oleh antibody IgE, merupakan reaksi hypersensitive tipe 1 ( tipe alergi), terdiri dari fase
cepat dan fase lambat. Reaksi alergi timbul pada orang dengan kecenderugan untuk
membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar, golongan ini disebut
atopi. Pada asma alergi, antibody IgE terutama melekat pada permukaan sel mast pada
interstisial paru, yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila
seseorang menghirup alergen, terjadi fase sensitisasi, antibody IgE orang tersebut
meningkat. Alergen kemudian berikatan dengan antibody IgE yang melekat pada sel
mast dan menyebabkan sel ini berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator
seperti, histamine, leukotriene, faktor kemotaktik eosinophil dan bradikinin. Hal itu
menimbulkan efek edema local pada dinding bronkiolus kecil, sekresi mucus yang
kental dalam lumen bronkiolus. Dan spasme otot polos bronkiolus, sehingga
menyebabkan inflamasi saluran napas. Pada reaksi cepat, obstruksi jalan napas terjadi
segera yaitu 10-15 menit setelah pajanan allergen. Spasme bronkus yang terjadi
merupakan respon terhadap mediator sel mast terutama histamine yang bekerja
langsung pada otot polos bronkus. Pada fase lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam
pajanan allergen dan bertahan selama 16-24 jam, bahkan kadang-kadang sampai
beberapa minggu.
Pada jalur saraf otonom, inhalasi allergen akan mengaktifkan sel mast intralumen,
makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan
vagal menyebabkan reflex bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan
oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeable dan
memudahkan allergen masuk ke dalam submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang
terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada beberapa
keadaan reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan sel mast misalnya pada
hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut. Pada keadaan tersebut reaksi asma
terjadi melalui reflex saraf. Ujung saraf eferen vagal mukosa yang terangsang
menyebabkan dilepasnya neuropeptide sensori senyawa P, neuropeptide itulah yang
menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema bronkus, eksudasi plasma,
hipersekresi lendir, dan aktivitas sel-sel inflamasi (rengganis. 2008).

D. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang lazim muncul pada Asma adalah batuk, dispnea, dan wheezing.
Serangan seringkali terjadi pada malam hari. Asma biasanya bermula mendadak dengan
batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernapasan lambat,wheezing.
Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi, yang mendorong pasien
untuk duduk tegak dan menggunakan setiap otot-otot aksesori pernapasan. Jalan napas
yang tersumbat menyebabkan dispnea. Serangan Asma dapat berlangsung dari 30 menit
sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan. Meskipun serangan asma jarang
ada yang fatal, kadang terjadi reaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut status
asmatikus, kondisi ini mengancam hidup (Smeltzer & Bare, 2002).

E. Komplikasi
Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin timbul adalah:
a. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang
dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat menyebabkan
kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan napas.
b. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma udara, juga dikenal sebagai
emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir di mediastinum.
Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec, kondisi ini dapat disebabkan
oleh trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru,
saluran udara atau usus ke dalam rongga dada .
c. Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan
yang sangat dangkal.
d. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh jamur dan
tersifat oleh adanya gangguan pernapasan yang berat. Penyakit ini juga dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata.
Istilah Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.
e. Gagal napas
Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap karbodioksida dalam
paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan
karbondioksida dalam sel-sel tubuh.
f. Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam
dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkhiolis) mengalami bengkak.
Selain bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya
penderita merasa perlu batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir
yang berlebihan, atau merasa sulit bernapas karena sebagian saluran udara menjadi
sempit oleh adanya lendir.

F. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
Menurut Long(1996) pengobatan Asma diarahkan terhadap gejala-gejala yang
timbul saat serangan, mengendalikan penyebab spesifik dan perawatan
pemeliharaan keehatan optimal yang umum. Tujuan utama dari berbagai macam
pengobatan adalah pasien segera mengalami relaksasi bronkus. Terapi awal, yaitu:
a. Memberikan oksigen pernasal
b. Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral 2,5 mg atau
terbutalin 10 mg). Inhalasi nebulisasi dan pemberian yang dapat diulang setiap
20 menit sampai 1 jam. Pemberian antagonis beta 2 adrenergik dapat secara
subcutan atau intravena dengan dosis salbutamol 0,25 mg dalam larutan
dekstrose 5%
c. Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah menggunakan obat ini dalam
12 jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
d. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak ada respon
segera atau dalam serangan sangat berat 25.
e. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk didalamnya
golongan beta adrenergik dan anti kolinergik.
2. Pengobatan secara sederhana atau non farmakologis
Menurut doenges (2000) penatalaksanaan nonfarmakologis asma yaitu:
a. Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pasien untuk mengeluarkan
sputum dengan baik.
b. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.
c. Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler)
d. Anjurkan untuk minum air hangat 1500-2000 ml per hari.
e. Usaha agar pasien mandi air hangat setiap hari.
f. Hindarkan pasien dari faktor pencetus.

G. Pengkajian
1. Pengkajian primer
a. Airway
1) Peningkatan sekresi pernafasan.
2) Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
b. Breathing
1) Distress pernafasan: pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,
retraksi.
2) Menggunakan otot aksesoris pernafasan.
3) Kesulitan bernafas: diaforesis, sianosis.
c. Circulation
1) Penurunan curah jantung: gelisah, latergi, takikardi.
2) Sakit kepala.
3) Gangguan tingkat kesadaran: ansietas, gelisah.
4) Papiledema.
5) Urin output meurun.
d. Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan
neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.
2. Pengkajian sekunder
a. Pola pemeliharaan kesehatan
Gejala Asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup normal
sehingga pasien dengan Asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai kondisi
yang memungkinkan tidak terjadi serangan Asma
b. Pola nutrisi dan metabolic
Perlu dikaji tentang status nutrisi pasien meliputi, jumlah, frekuensi, dan
kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhnnya. Serta pada pasien sesak,
potensial sekali terjadinya kekurangan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, hal
ini karena dispnea saat makan, laju metabolism serta ansietas yang dialami
pasien.
c. Pola eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna, bentuk,
konsistensi, frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam pola eliminasi.
d. Pola aktifitas dan latihan
Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian pasien, seperti olahraga, bekerja,
dan aktifitas lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi faktor pencetus terjadinya
Asma.
e. Pola istirahat dan tidur
Perlu dikaji tentang bagaiman tidur dan istirahat pasien meliputi berapa
lama pasien tidur dan istirahat. Serta berapa besar akibat kelelahan yang
dialami pasien. Adanya wheezing dan sesak dapat mempengaruhi pola tidur
dan istirahat pasien.
f. Pola persepsi sensori dan kognitif
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi konsep diri
pasien dan akhirnya mempengaruhi jumlah stressor yang dialami pasien
sehingga kemungkinan terjadi serangan Asma yang berulang pun akan semakin
tinggi.
g. Pola hubungan dengan orang lain
Gejala Asma sangat membatasi pasien untuk menjalankan kehidupannya
secara normal. Pasien perlu menyesuaikan kondisinya berhubungan dengan
orang lain.
h. Pola reproduksi dan seksual
Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, bila kebutuhan
ini tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam kehidupan pasien. Masalah ini
akan menjadi stresor yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya
serangan Asma.
i. Pola persepsi diri dan konsep diri
Perlu dikaji tentang pasien terhadap penyakitnya.Persepsi yang salah dapat
menghambat respon kooperatif pada diri pasien. Cara memandang diri yang
salah juga akan menjadi stresor dalam kehidupan pasien.

j. Pola mekanisme dan koping


Stres dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus
serangan Asma maka prlu dikaji penyebab terjadinya stress. Frekuensi dan
pengaruh terhadap kehidupan pasien serta cara penanggulangan terhadap
stresor.
k. Pola nilai kepercayaan dan spiritual
Kedekatan pasien pada sesuatu yang diyakini di dunia dipercayai dapat
meningkatkan kekuatan jiwa pasien.Keyakinan pasien terhadap Tuhan Yang
Maha Esa serta pendekatan diri pada-Nya merupakan metode penanggulangan
stres yang konstruktif (Perry, 2005 & Asmadi 2008).
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan spirometri
Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian
bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan
FEV 1 atau FVC sebanyak >20% menunjukkan diagnosis Asma.
b. Pemeriksaan tes kulit
Untuk menunjukkan adanya antibodi IgE yang spesifik dalam tubuh.
c. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan bila ada kecurigaan terhadap proses patologik
di paru atau komplikasi Asma, seperti pneumothorak, pneumomediastinum,
atelektasis, dan lain-lain.
d. Pemeriksaan analisa gas darah
Pemeriksaan analisa gas darah hanya dilakukan pada penderita dengan serangan
Asma berat.
e. Pemeriksaan sputum
Untuk melihat adanya eosinofil, kristal Charcot Leyden, spiral Churschmann,
pemeriksaan sputum penting untuk menilai adanyamiselium Aspergilus
fumigatus.
f. Pemeriksaan eosinophil
Pada penderita Asma, jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat.
Jumlah eosinofil total dalam darah membantu untuk membedakan Asma dari
Bronchitis kronik (Sundaru, 2006).

H. Pathways Keperawatan
I. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan
produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler
alveolar.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan batuk persisten dan ketidakseimbangan
antara suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh.

J. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)


Keperawatan (NOC)

1 Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan NIC :


nafas tidak efektif keperawatan selama 3 x 24 jam, Airway Management
berhubungan pasien mampu :
a. Buka jalan nafas,
dengan tachipnea,
a. Respiratory status : guanakan teknik chin lift
peningkatan
Ventilation atau jaw thrust bila perlu
produksi mukus, b. Respiratory status : b. Posisikan pasien untuk
kekentalan sekresi Airway patency memaksimalkan
dan c. Aspiration Control,
ventilasi
bronchospasme. Dengan kriteria hasil : c. Identifikasi pasien
perlunya pemasangan
a. Mendemonstrasikan
alat jalan nafas buatan
batuk efektif dan suara d. Pasang mayo bila perlu
nafas yang bersih, tidak e. Lakukan fisioterapi dada
ada sianosis dan dyspneu jika perlu.
f. Keluarkan sekret dengan
(mampu mengeluarkan
batuk atau suction.
sputum, mampu bernafas g. Auskultasi suara nafas,
dengan mudah, tidak ada catat adanya suara
pursed lips) tambahan.
b. Menunjukkan jalan nafas h. Lakukan suction pada
yang paten (klien tidak mayo
merasa tercekik, irama i. Berikan bronkodilator
nafas, frekuensi bila perlu
j. Berikan pelembab udara
pernafasan dalam
Kassa basah NaCl
rentang normal, tidak
Lembab
ada suara nafas k. Atur intake untuk cairan
abnormal) mengoptimalkan
c. Mampu
keseimbangan.
mengidentifikasikan dan l. Monitor respirasi dan
mencegah factor yang status O2
dapat menghambat jalan
nafas
2 Gangguan Setelah dilakukan tindakan NIC :
pertukaran gas keperawatan selama 3 x 24 jam,
Airway Management
berhubungan pasien mampu :
dengan perubahan a. Buka jalan nafas,
a. Respiratory Status : Gas
membran kapiler gunakan teknik chin lift
alveolar exchange atau jaw thrust bila
b. Respiratory Status :
perlu.
ventilation b. Posisikan pasien untuk
c. Vital Sign Status
memaksimalkan
Dengan kriteria hasil :
ventilasi.
c. Identifikasi pasien
a. Mendemonstrasikan
perlunya pemasangan
peningkatan ventilasi
alat jalan nafas buatan.
dan oksigenasiyang d. Pasang mayo bila perlu.
adekuat e. Lakukan fisioterapi dada
b. Memelihara kebersihan jika perlu.
paru paru dan bebas dari f. Keluarkan sekret dengan
tanda tanda distress batuk atau suction.
g. Auskultasi suara nafas,
pernafasan.
c. Mendemonstrasikan catat adanya suara
batuk efektif dan suara tambahan.
h. Lakukan suction pada
nafas yang bersih, tidak
mayo.
ada sianosis dan dyspneu i. Berika bronkodilator bial
(mampu mengeluarkan perlu.
sputum, mampu bernafas j. Barikan pelembab udara
k. Atur intake untuk cairan
dengan mudah, tidak ada
mengoptimalkan
pursed lips).
d. Tanda tanda vital dalam keseimbangan..
l. Monitor respirasi dan
rentang normal
status O2

Respiratory Monitoring

a. Monitor rata rata,


kedalaman, irama dan
usaha respirasi
b. Catat pergerakan
dada,amati
kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostal
c. Monitor suara nafas,
seperti dengkur
d. Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi, cheyne
stokes, biot
e. Catat lokasi trakea
f. Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan
paradoksis)
g. Auskultasi suara nafas,
catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
h. Tentukan kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan
napas utama
i. Auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya

3. Intoleransi Setelah dilakukan tindakan NIC :


aktivitas keperawatan selama 3 x 24 jam,
Activity Therapy
berhubungan pasien mampu :
dengan batuk a. Kolaborasikan dengan
a. Energy conservation
persisten dan Tenaga Rehabilitasi
ketidakseimbangan b. Activity tolerance Medik
antara suplai dalammerencanakan
c. Self Care : ADLs
oksigen dengan progran terapi yang
kebutuhan tubuh. Dengan Kriteria Hasil : tepat.
a. Berpartisipasi dalam b. Bantu klien untuk
aktivitas fisik tanpa mengidentifikasi
disertai peningkatan aktivitas yang mampu
tekanan darah, nadi dan dilakuka
RR
c. Bantu untuk memilih
b. Mampu melakukan aktivitas konsisten yang
aktivitas sehari hari sesuai dengan
(ADLs) secara mandiri kemampuan fisik,
psikologi dan social

d. Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk
aktivitas yang
diinginkan

e. Bantu untuk
mendapatkan alat
bantuan aktivitas seperti
kursi roda, krek

f. Bantu untuk
mengidentifikasi
aktivitas disukai

g. Bantu klien untuk


membuat jadwal latihan
diwaktu luang

h. Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
i. Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas

DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma

Berat. Jakrta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Carpenito, L.J. 2015. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis,. Jakarta: EGC

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.

GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.; Pocket Guide for Asthma Management and

Prevension In Children. www. Dimuat dalam www.Ginaasthma.org

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media

Aesculapius

Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma

Bronkial Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro

Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem

Kardio Vaskuler. Malang : Hak Terbit UMM Press

Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika

Sundaru H. 2006 Apa yang Diketahui Tentang Asma, Jakarta Departemen Ilmu Penyakit

Dalam, FKUI/RSCM

Anda mungkin juga menyukai