(Perspektif Historis-Normatif)
Mohammad Kosim
(Dosen tetap pada Jurusan Tarbiyah STAIN Pamekasan, Peserta Program Doktor
IAIN Sunan Ampel Surabaya)
Abstrak :
Semula, kerapan sapi diselenggarakan sebagai kesenian rakyat khas Madura yang diadakan setiap
selesai
panen dalam rangka pesta panen. Kini, kerapan sapi telah bergeser jauh dari tradisi aslinya,
tercerabut
dari akarnya. Bergeser dari yang semula kesenian ke komersialisasi, dari festival ke bullraces.
Dengan
perubahan orientasi tersebut, kerapan sapi masa kini mengandung lebih banyak sisi negatif dibanding
positifnya. Karena itu, menjadi tidak arif dan tak bijaksana mempertahankan tradisi yang kini
cenderung anarkis tersebut, kecuali dikembalikan pada tradisi aslinya. Jika tidak, masih ada tradisi khas
Madura lainnyaterkait dengan perlombaan sapi-- yang lebih layak dilestarikan dan lebih cocok
dengan
karakter orang Madura yang andep asor. Tradisi tersebut adalah kontes sap sono dan sapi
hias.
Kata Kunci :
Madura, kerapan sapi, sap sono, sapi hias
Caranya, sepasang sapi dilengkapi dengan ternak sapi. Ternyata benar, penggunaan
pangonong dan nangggeleh atau salageh, tenaga sapi dalam bercocok tanam dan
kemudian seorang petanisambil diadakannya kerapan sapi setiap pasca
memegang ujung nanggeleh/salageh-- panen secara tidak langsung merangsang
mengikuti dari belakang untuk membajak orang Madura beternak sapi. Makin lama
tanah-tanah yang hendak ditanami. Cara orang Madura semakin banyak memelihara
seperti ini oleh orang Madura disebut asaka sapi, sampai akhirnya hampir setiap
dan/asalageh. Bagi para petani, mengolah keluarga memelihara sapi. Motif
tanah dengan cara baru ini cukup memelihara sapipun semakin berkembang,
menyenangkan, lebih-lebih jika diselingi tidak sekedar sebagai alat untuk bertani,
dengan permainan yang menggembirakan tapi juga untuk diperdagangan, sebagai alat
dengan cara mengadakan lomba adu lari transportasi (penarik jikar/dokar), dan
sapi sambil me-nyaka sawah. Dengan cara disembelih pada waktu-waktu tertentu.
ini, betapapun banyaknya pekerjaan asaka Singkatnya, ternak sapi kemudian
yang harus diselesaikan, karena dikerjakan berkembang menjadi sumber ekonomi
sambil berlomba, para petani tak merasakan kedua yang penting setelah tanah pertanian.
beratnya pekerjaan. Dalam sejarahnya, orang Madura
Bertani dengan menggunakan jasa sapi dikenal sebagai peternak yang baik
membuat petani lebih cepat mengolah lahan meskipun rerumputan jarang dan tidak
dan hasil pertanianpun lebih banyak dari terdapat tanah kosong atau padang rumput,
sebelumnya. Dampaknya, kehidupan kecuali di pulau-pulau bagian timur.
masyarakat semakin makmur. Untuk Diceritakan bahwa seorang pemilik sapi,
mensyukuri hasil tani yang semakin apabila datang dari bepergian, pertama-
melimpah, setiap pasca panen kyai Baidawi tama sekali akan langsung menuju ke
menyelenggarakan pesta panen di sebuah kandang ternaknya baru kemudian ke
alun-alun dengan hiburan lomba lari sapi keluarganya. Diceritakan pula orang
yang diiringi musik-musik tradisional. Madura terbiasa tidur di kandang sapi
Momentum itu, oleh kyai Baidawi, juga mereka daripada di rumah bagus bersama
digunakan sebagai forum pembagian zakat keluarganya.5
hasil tani kepada yang berhak (mustahiqqn). Sapi Madura berbeda dengan sapi
Sejak itu, kerapan sapi menjadi tradisi turun wilayah lainnya. Memiliki ukuran kecil dan
temurun yang tetap lestari hingga sekarang. berwarna kuning kecoklat-coklatan.
Istilah kerapan atau karapan yang Menurut ahli peternakan Belanda, sapi
dipakai hingga kini sebenarnya berasal dari Madura merupakan trah khusus. Sekalipun
kata garapan, karena pada awalnya bertubuh kecil--sehingga berdaging sedikit--
perlombaan sapi diadakan para petani dan tak menghasilkan susu, sapi Madura
sambil menggarap sawahnya.4 sangat cocok untuk alam Madura yang
Maksud kyai Baidawi beriklim kering. Oleh karena itu, di masa
menyelenggarakan kerapan sapi setiap Belanda dibuat aturan yang melarang
pasca panen tidak hanya sebatas menghibur masuknya sapi luar ke Madura untuk
para petani, melainkan juga memotivasi menjaga kemurnian trah yang mapan. Sapi
petani untuk meningkatkan pemeliharaan khas ini pulalah yang menyebabkan tradisi
kerapan sapi Madura dapat membudaya
4Rosida, Madura; Kebudayaan dan Mata Pencaharian
Rakyatnya (Jakarta : Pustaka Jaya, 1986), hlm. 18. 5Kuntowijoyo, Perubahan Sosial, hlm. 371.