I. Pengertian
Persalinan abnormal yang ditandai oleh keterlambatan atau tidak adanya kemajuan
proses persalinan dalam ukuran satuan waktu tertentu.
V. Pemeriksaan Penunjang
A. Ultrasonografi.
B. Pelvismetri radiologist.
1
C. USG. Terapi disesuaikan dengan sebab distosia (penderita dirawat di RS).
VI. Konsultasi
Dokter spesialis radiologi
VIII. Terapi
Disesuaikan dengan sebabb distosia, misalnya:
A. Akselerasi persalinan.
B. Vakum ekstrasi atau section caesarea.
C. Embriotomi pada janin.
IX. Penyulit
A. Pada ibu:
1. Partus lama.
2. Infeksi intrapartum.
3. Rupture uteri.
4. Fistulasi.
5. Perlukaan jalan lahir.
B. Pada janin:
1. Asfiksia.
2. Cedera.
3. Kematian
X. Informed Consent
Perlu tertulis saat penderita masuk rumah sakit.
XIII. Luaran
Ibu dan bayi sehat tanpa komplikasi berat.
XIV. PA
N/ A
2
EPH GESTOSIS
3
8) Adanya the hellp syndrome (H: Hemolisis, ELL: Elevated Liver
Enzyme, P: low Platelet count).
9) Penglihatan kabur.
10) Perdarahan retina.
11) Nyeri kepala.
12) Trmbosit < 100.000/ mm3.
13) Kejang/ koma.
b. Perawatan rumah sakit: rawat inap.
c. Pemeriksaan penunjang (sama dengan eklamsia):
1) Hb, Hematokrit.
2) Urin lengkap.
3) Asam urat darah.
4) Trombosit.
5) Fungsi hati.
6) Fungsi ginjal.
d. Terapi: aktif atas indikasi satu/ lebih keadaan di bawah ini:
1) Ibu
a) Kehamilan >37 minggu.
b) Adanya tanda-tanda impending eklamsia.
c) Kegagalan tindakan/ terapi konversif setelah 6 jam pengobatan
medikamentosa terjadi kenaikan tekanan darah setelah 24 jam
terapi medikamentosa keadaan status quo (tidak ada perbaikan).
2) Janin:
a) Adanya tanda-tanda fetal distress.
b) Adanya tanda-tanda IUGR.
c) Laboratorium: Hellp syndrome.
3) Pengobatan medikamentosa:
a) Segera masuk rumah sakit.
b) Tirah baring miring ke satu sisi (kiri).
c) Infuse dextrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan ringer
laktat 500 cc (60-125 cc/ jam).
d) Antacid.
e) Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam.
f) Pemberian obat anti kejang, MgSO4
4) Cara pemberian obat medikamentosa:
a) Loading dose: 2 gr MgSO4 intravena (40% dalam 10 cc) kecepatan
1 gr/ mnt (kemasan 40% dalam 25 cc larutan MgSO 4), 4gr di
bokong kiri dan 4gr di bokong kanan.
b) Maintainance dose: diberikan 4gr IM setelah 6 jam pemberian
loading dose. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4gr IM tiap
6 jam.
5) Syarat-syarat pemberian sulfas magnesikus:
a) Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium gluconas 10%
(tiap 1gr dalam 10 cc/ diberikan IV selama 3 menit.
b) Reflex patella (+) kuat.
c) Frekuensi pernafasan >16x/menit.
d) Produksi urin >100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/ kg BB/
jam).
4
6) Sulfas magnesikus dihentikan bila:
a) Ada tanda-tanda intoksikasi.
b) Setelah 6 jam pasca persalinan.
7) Diuretikum diberikan bila ada:
a) Edema paru.
b) Payah jantung kongestif.
c) Edema anasarka.
8) Antihipertensi diberikan bila:
a) Tekanan darah sistolik >160 mmHg, diastolic >110 mmHg.
b) Obat anti hipertensi yang diberikan nifedipine 3x20 mg.
c) Kardiotonik diberikan bila ada tanda menjurus payah jantung,
jenis kardiotonika yang diberikan ialah cedilanid.
d) Perawatan dilakukan bersama dengan bagian penyakit jantung.
9) Lain-lain:
a) Antipiretik: diberikan bila suhu rectal diatas 38,5oC. dapat dibantu
dengan pemberian kompres dingin atau alcohol.
b) Antibiotic: diberikan atas indikasi.
c) Antinyeri: bila penderita kesakitan, gelisah karena kontraksi rahim
dapat diberikan pethidin HCL 50-75 mg sekali saja (selambat-
lambatnya 2 jam sebelum janin lahir).
e. Tindakan obstetric
1) Terminasi kehamilam belum inpartu.
2) Induksi persalinan dengan cara amniotomi.
3) Oksitosin drip dengan syarat skor Bishop >5.
f. Sectio caesarea bila:
1) Syarat oksitosin drip tidak dipenuhi atau adanya kontraindikasi
oksitosin drip 12 jam sejak dimulainya oksitosin drip belum masuk
fase aktif.
2) Kala II.
3) Persalinan pervaginam diselesaikan dengan partus buatan (vakum/
cunam). Amniostomi dan oksitosin drip dilakukan paling cepat 30
menit setelah pemberian pengobatan medikamentosa.
4) Pada kehamilan preterm (<37 minggu) bila keadaan memungkinkan
terminasi.
5) Ditunda 2x24 jam untuk mematangkan paru dengan pemberian
kortikosteroid.
g. Penanganan konservatif:
1) Kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengann pemberian
pengobatan medicinal.
2) Induksi kehamilan preterm (>37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda
impending eklamsia dengan keadaan janin baik.
C. Diagnosis banding:
1. Hipertensi menahun
2. Kelainan ginjal.
3. Epilepsy.
D. Konsultasi
Dokter spesialis saraf, mata, penyakit dalam (sub bagian ginjal dan hipertensi).
5
II. Eklamsia.
A. Kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau nifas yang ditandai
timbulnya kejang dan atau koma. Sebelumnya wanita tadi menunjukkan gejala
preeklamsia (kejang timbul bukan akibat kelainan neurologis).
B. Hipertensi kronis.
C. Hipertensi yang menetap oleh sebsb apapun yang ditemukan pada usia
kehamilan kurang dari 20 minggu, atau hipertensi yang menetap setelah 6
minggu pascapersalinan.
D. Superimposed preeklamsia/ eklamsia.
E. Timbulnya preeklamsia atau eklamsia pada hipertensi kronis.
F. Transient hypertension.
G. Timbulnya hipertensi dalam kehamilan pada wanita yang tekanan darahnya
normal dan tidak mempunyai gejala hipertensi kronis atau preeklamsia/
eklamsia.
H. Gejala dan tanda-tandanya sama dengan gejala dan tanda-tanda preeklamsia
berat.
I. Kriteria Diagnosis:
1. Edema.
2. Proteinuria.
3. Hipertensi.
4. Pada eklamsia ada kejang dan atau koma.
J. Penanganan: pengobatan medikamentosa obat anti kejang MgSO4.
1. Loading dose: 2 gr MgSO4 IV (40% 10cc), perlahan-lahan (10 mnt).
2. Maintenance dose: 2 gr MgSO4 setiap jam (drip).
3. Dosis tambahan:
a. Bila timbul kejang lagi maka dapat diberikan MgSO4 2 gr IV selama 10
menit.
b. Sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir.
c. Dosis tambahan 2 gr hanya diberikan sekali saja. Bila setelah diberi
dosis tambahan masih tetap kejang mka diberikan amorbabital 5 mg/
kg BB IV pelan-pelan.
d. Monitoring tanda keracunan MgSO4.
e. Obat suportif: lihat pengobatan suportif preeklamsia berat.
4. Perawatan pada serangan kejang:
a. Dirawat dikamar isolasi yang cukup tenang.
b. Masukkan sudip lidah ke dalam mulut penderita.
c. Kepala direndahkan: daerah orofaring dihisap.
d. Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor guna menghindari
fraktur.
5. Perawatan penderita dengan koma:
a. Monitoring kesadaran, pada perawatan koma perlu diperhatikan
pencegahan dekubitus dan makanan penderita.
b. Pada koma yang lama, bilaa nutisi otak tidakmungkin cukup diberikan
dalam bentuk Naso Gastric Tube (NGT).
K. Penatalaksanaan obstetric, sikap terhadap kehamilan:
Kehamilan diakhiri bila sudah terjadi etabilisasi (pemulihan) hemodinamika
dan metabolism ibu, yaitu 4-8 jam setelah satu atau lebih keadaan di bawah
ini:
6
1. Setelah peberian obat antikejang terakhir.
2. Setelah kejang terakhir.
3. Setelah pemberian obat antihipertensi terakhir.
4. Penderita mulai sadar (responsive dan orientasi).
5. Cara terminasi kehamilan sesuai dengann preeklamsia berat.
Perlu segera dirawat terutama untuk tindakan pengakhiran persalinan.
Persalinan diusahakan pervaginam. Section caesarea hanya dilakukan atas
indikasi obstetric, misalnya kelainan letak, distosia, dan gawat janin.
Komplikasi selanjutnya dapat terjasi sepsis, apabila sepsis tidak cepat
ditanggulangi akan terjadi syok septic.
L. Eklamsia dengan keadaan janin baik:
1. Tindakan medikamentosa: sama dengan perawatan medicinal pada
pengelolaan secara aktif, hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan IV
cukup IM saja.
2. Pengobatan obstetric:
Selama perawatan konservatif, observasi dan evaluasi sama seperti
perawatan aktif hanya disini tidak ada terminasi. MgSO4 dihentikan bila
ibu sudah mencapai tanda-tanda preeklamsi ringan. Bila setelah 24 jam
tidak ada perbaikan maka keadaan ini dianggap sebagai kegagalan
pengobatan medicinal dan harus diterminasi.
M. Penyulit:
1. Gagal ginjal.
2. Gagal jantung.
3. Oedem paru-paru.
4. Kelainan pembekuan darah.
5. Perdarahan otak.
7
PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL
I. Pengertian
Perdarahan uterus disfungsional adalah perdarahan abnormal dari uterus (lamanya,
frekuensi, jumlah) yang terjadi di dalam dan di luar siklus haid, tanpa kelainan
organis dan hematology, yang merupakan kelainan poros hipotalamus hipofisis-
ovarium.
V. Konsultasi
A. Dokter spesialis penyakit dalam.
B. Dokter spesialis patologi anatomi.
VI. Terapi
A. Operatif:
1. Dilatasi dan kuretase: sudah menikah.
2. Life saving untuk yang belum menikah.
B. Hormonal:
1. PUD ovulasi:
a. Perdarahan pertengahan siklus: estrogen 0,625 1,25 mg, hari ke-10-
15 siklus.
b. Perdarahan bercak pra haid: estrogen 6,25 1,25 mg, mulai hari ke-2-7
siklus.
c. Polimenorhea: progesterone 10 mg, hari ke-18-25 siklus.
2. PUD anaovulasi:
a. Menghentikan perdarahan segera: kuret medisinalis:
8
1) Estrogen selama 20 hari diikuti progesterone 5 hari.
2) Pil KB kombinasi: 2x1 tab 2-3 hari diteruskan 1x1 tab 21 hari.
3) Progesterone: 10-20 mg selama 7-10 hari.
b. Setelah darah berhenti atur siklus:
1) Dengan esterogen + progesterone selama 3 siklus.
2) Pengobatan sesuai kelainan:
a) Anovulasi: stimulasi dengan klomid.
b) Hiperprolaktin: bromokriptin.
Polikistik ovarii: kortikosteroid, lanjutkan stimulasi dengan klomid.
c. Perdarahan banyak, anemia (PUD berat):
1) Estrogen konjugasi 25 mg intravena diulang tiap 3-4 jam atau
progesterone 100 mg (etinodiol asetat, DMPA).
2) Setelah darah berhenti atur haid: dengan kombinasi estrogen 20 hari diikuti
progesterone 5 hari, setelah 3 bulan, pengobatan disesuaikan dengan
kelainan hormonal.
VIII. Penyulit
A. Perforasi akibat tindakan.
B. Anemia berat.
X. Lama Perawatan
Perlu dilatasi kuretase atau suntikan esterogen intravena, rawat 2-3 hari.
XII. Luaran
Baik.
XIII. PA
Bahan hasil kuretase.
9
PENANGGULANGAN PERSALINAN RISIKO TINGGI
I. Tujuan
Menangani persalinan dengan risiko tinggi secara cepat dan tepat untuk
meurunkan angka kematian ibu dan bayi. Kasus persalinan risiko tinggi harus
ditanggulangi secara layak agar tidak berlanjut menjadi kasus gawat yang
mengakibatkan fatal untuk ibu dan janin.
A. Penanggulangan persalinan risiko tinggi yang dapat menyebabkan kematian
ibu: perdarahan antepartum dan postpartum.
B. Penyebab perdarahan dalam persalinan:
1. Kala I: plasenta previa, solusio plasenta, rupture uteri.
2. Kala II: rupture uteri.
3. Kala III: robekan jalan lahir, rupture uteri, placenta incarcerate, placenta.
4. Kala IV: atonia uteri, luka jalan lahir, sisa plasenta, rupture uteri.
C. Akibat perdarahan hebat pasien dapat mengalami shock.
Tanda-tanda shock pada perdarahan, tanda-tanda awal:
1. Pasien sadar, tampak ketakutan.
2. Nadi dan pernafasan cepat.
3. Pucat.
4. Tekanan darah sistolik < 90 mmHg.
5. Paru-paru bersih.
6. Hematokrit 26% atau > dari normal.
7. Hb 8 gr%.
8. Produksi urin 30 cc/ jam.
D. Tanda-tanda shock lanjut:
1. Pasien tidak sadar.
2. Nadi sangat cepat.
3. Pernafasan cepat dan dangkal.
4. Pucat.
5. Tekanan darah tidak teraba.
6. Gagal jantung, paru-paru oedem.
7. Hematokrit < 26%.
8. Hb < 8 gr%.
9. Produksi urin < 30 cc/ jam.
E. Penanganan shock pada perdarahan:
1. Bebaskan jalan nafas, longgarkan pakaian.
2. Oksigen 4-6 lt/ mnt.
3. Jarum 18G.
4. Posisi trandelenburg.
5. Beri selimut tebal.
6. Puasakan.
7. Pasang dauwer kateter no.16.
8. Periksa tanda-tanda vital (tensi/ suhu/ nadi/ pernafasan)
F. Cairan-cairan yang diberikan:
Penanggulangan persalinan risiko tinggi:
1. NaCl atau RL 1-2 liter guyur.
2. Haemacel atau gelafundin 500cc guyur.
3. Tranfusi darah bila Hb 8 gr% atau kehilangan darah 1.500 cc.
10
4. Laboratorium: gol darah/ rhesus, Hb/ Ht/ Ms perdarahan/ pembekuan,
ureum/ kreatinin. pH darah, elektrolit.
5. Tanda-tanda stabilisasi: kesadaran membaik, tekanan darah sistolik
meningkat, produksi urin 100 cc/ 4 jam, Ht/ Hb membaik.
G. Infeksi intrapartum
Infeksi yang terjadi dalam persalinan yang ditandai dengan suhu naik > 38 oC,
kemudian air ketuban hijau keruh berbau dan leukosit darah > 15.000/ mm3.
IV. Terapi
A. Antibiotic.
B. Antipiretik.
V. Penyulit
Gagal ginjal, gagal jantung, edema paru, kelainan pembekuan darah, perdarahan
otak, kematian janin.
IX. Luaran
Sembuh total bila tanpa komplikasi kematian janin dan ibu.
X. PA
N/A
11
PERDARAHAN ANTEPARTUM
I. Pengertian
Perdarahan pervaginam pada usia kehamilan 20 minggu atau lebih.
12
g. Elektrolit plasma.
2. Kardiotokografi.
3. Litenec, dopler, untuk menilai status janin.
4. USG: menilai letak plasma, usia, gestasi, keadaan janin.
IV. Konsultasi
Dokter spesialis anak, anestesi, penyakit dalam.
VI. Terapi
A. Medis dan bedah.
B. Tidak terdapat rejatan dengan usia gestasi < 38 minggu/ taksiran berat fetus <
2.500 gr.
1. Solution plasenta
a. Ringan.
1) Ekspektatif.
a) Tunggu persalinan spontan, bila ada perbaikan, perdarahan
berhenti, kontraksi uterus tidak ada, janin hidup.
b) Tirah baring.
c) Atasi anemi.
d) USG dan KTG senal, kalau memungkinkan
2) Aktif.
a) Mengakhiri kehamilan, bila keadaan memburuk, perdarahan
berlangsung terus, kontraksi uterus berlangsung, dapat
mengancam ibu/ janin.
b) Partus pervaginam (amniotomi/ infuse oksitosin).
c) Partus abdominal.
d) Bila partus pervaginam diperkirakan tidak berlangsung dalam 6
jam.
b. Sedang/ berat.
1) Resusitasi cairan.
2) Atasi anemi (tranfusi darah).
3) Partus pervaginam.
4) Bila diperlukan partus dapat berlangsung dalam 6 jam (amniotomi
dan infuse oksitosin).
5) Partus per abdominal.
6) Bila partus pervaginam tidak berlangsung dalam 6 jam.
2. Plasenta previa
a. Bila perdarahan sedikit: dirawat sampai usia kehamilan 36 minggu,
mobilisasi bertahap. Bila ada kontraksi, lihat penanganan persalinan
preterm.
b. Bila perdarahan banyak.
1) Resusitasi sedikit.
2) Atasi anemina (tranfusi darah).
3) PDMO: plasenta previa totalis -> partus per abdominal.
13
4) Bukan plasenta prvia totalis -> partus pervaginam (amniotomi
pitosin infuse).
3. Vasa previa
a. Tes (Apt) positif (terdapat darah janin).
b. Pembuluh darah janin dapat diraba melalui pembukaan serviks.
c. Vasa previa terlihat melalui speculum/ amnioskop.
d. Bila janin mati -> partus pervaginam.
e. Janin hidup -> partus per abdominal.
C. Tidak terdapat rejatan dengan usia gestasi 37 minggu/ taksiran berat fetus
2.500 gr.
1. Solution plasenta (ringan/ sedang/ berat): partus per abdominal bila
persalinan pervaginam diperkirakan berlangsung lama.
2. Plasenta previa.
a. PDMO: plasenta previa totalis -> partus per abdominal -> section
caesarea.
b. Bukan plasenta previa -> partus pervaginam -> amniotomi dan infuse
pitosin.
3. Vasa previa
a. Janin mati: partus pervaginam.
b. Janin hidup: partus per abdominal.
D. Terdapat renjatan.
1. Solution plasenta
a. Atasi renjatan, resusitasi cairan dan tranfusi darah.
b. Bila renjatan tidak teratasi, upayakan tindakan penyelamatan yang
optimal. Bila dapat teratasi, pertimbangkan untuk partus perabdominal
bila janin masih hidup atau bila persalinan pervaginam diperkirakan
berlangsung lama.
2. Plasenta previa
a. Atasi renjatan, resusitasi cairan dan tranfusi darah.
b. Bila tidak teratasi, upayakan tindakan penyelamatan yang optimal,
akhiri partus per abdominal.
VII. Penyulit
A. Pada ibu:
1. Renjatan.
2. Disseminated intravascular Coagulation (DIC).
3. Gagal ginjal akut/ nekrosis tubuler akut.
4. Atonia uteri/ uterus couvelaire.
5. Perdarahan pada implantasi uterus di segmen bawah.
B. Pada janin:
1. Asfiksia.
2. BBLR.
3. RDS.
C. Karena tindakan/ terapi:
1. Pada ibu:
a. Reaksi tranfusi.
b. Kelebihan cairan.
c. Renjatan.
14
d. Infeksi.
2. Pada janin:
a. Asfiksia.
b. Infeksi.
X. Masa Pemulihan
6 minggu setelah tindakan/ melahirkan.
XI. Luaran
A. Komplikasi: diharapkan minimal/ tidak ada.
B. Kesembuhan: diharapkan sempurna.
XII. PA
N/A
15