Anda di halaman 1dari 13

KONJUNGTIVITIS VIRUS

Oleh: Frida, Robert


BAB I
PENDAHULUAN

Konjungtivitis merupakan inflamasi konjungtiva yang


dapat disebabkan infeksi, alergen, lensa kontak, bahan kimia,
dan penyakit tertentu.1 Konjungtivitis infeksi dapat disebabkan
virus, bakteri, dan fungi.2 Konjungtivitis virus dan bakteri
merupakan konjungtivitis yang mudah ditularkan dari orang ke
orang melalui kontak dengan objek yang terkontaminasi. Virus
merupakan penyebab konjungtivitis yang paling sering terjadi.
Konjungtivitis virus dapat disebabkan berbagai jenis virus dan
yang paling sering adalah adenovirus. Pada umumnya infeksi
virus bersifat self-limiting, namun proses penyembuhannya
dapat lebih lama dibandingkan bakteri. 3 Gejala yang sering
dikeluhkan pasien serupa mata merah, gatal, dan sekret yang
membuat fisura palpebra lengket atau sulit dibuka saat
bangun tidur.
Konjungtivitis virus merupakan penyakit yang biasa dan
sering terjadi di masyarakat seluruh dunia. Tidak ada
prevalensi akurat mengenai konjungtivitis yang disebabkan
virus karena pada umumnya orang jarang datang ke rumah
sakit untuk berobat. Konjungtivitis virus dapat mengenai
segala usia baik orang dewasa dan anak-anak. Adenovirus
biasanya mengenai pasien usia 20-40 tahun, sedangkan herpes
simpleks virus dan varisela zoster virus lebih sering mengenai
anak kecil dan bayi. Herpes zoster merupakan reaktivasi
varisela laten dan bisa mengenai orang segala usia.
Konjungtivitis virus biasanya bersifat akut dan bersifat self-
limiting yang dapat sembuh sekitar 2-4 minggu secara
spontan.3,4

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Etiologi
Adenovirus merupakan virus paling sering menyebabkan
konjungtivitis. Konjungtivitis demam faringokonjungtiva
disebabkan adenovirus tipe 3, 4, dan 7. Sedangkan
keratokonjungtivitis epidemi disebabkan adenovirus tipe 8, 19,
29, dan 37.3,5 Adenovirus mudah menular. Transmisi biasanya
melalui sekret yang dihasilkan mata yang terinfeksi.
Keratokonjungtivitis epidemi memiliki gejala klinis berupa
konjungtivitis folikular, sekret cair, hiperemis, kemosis,
pembesaran kelenjar getah bening preaurikel, dan terkadang
terbentuk membran atau pseudomembran. Infeksi virus
biasanya akut dan bersifat self-limiting. Infeksi adenovirus
biasanya membaik sekitar 14 hari setelah muncul gejala
klinis.3,5 Keterlibatan kornea kadang terjadi sehingga
penurunan visus dapat ditemukan pada penderita.
Konjungtivitis demam faringokonjungtiva lebih sering terjadi
pada anak-anak daripada orang dewasa. Gejala berupa
konjungtiva hiperemis, demam, faringitis, pembesaran kelenjar
getah bening preaurikular, sekret cair, fotofobia,
pseudomembran, kelopak mata bengkak. Masa inkubasi
sekitar 2 minggu.
Infeksi oleh herpes simpleks lebih jarang terjadi
dibanding adenovirus, namun gejala yang ditimbulkan terasa
lebih berat karena sering melibatkan kornea yang
menyebabkan kebutaan. 3
Konjungtiva herpetik umumnya
disebabkan HSV tipe I. Herpes tipe 2 lebih sering mengenai
genital, namun juga dapat menyebabkan konjungtivitis okular
bila mata terkena cairan genital misalnya neonatus yang
terinfeksi lewat jalan lahir. Herpes sering menyerang anak-
anak dengan gejala iritasi, sekret mukosa, dan nyeri. Infeksi
primer dapat berupa konjungtivitis bulbi yang sifatnya
unilateral. Kadang disertai erupsi vesikular eritematosa pada
tepi palpebra. Vesikel kadang muncul di tepi palpebra.
Gambaran konjungtivitis folikular sering ditemui dengan
pembesaran kelenjar getah bening preaurikular.5
Infeksi primer varisela zoster virus berupa cacar air dan
infeksi sekunder berupa zoster. Infeksi dapat terjadi akibat
kontak langsung dengan lesi kulit atau dengan inhalasi sekret
dari traktus respiratorius yang terinfeksi varisela zoster virus. 3
Gejala pada mata teradi bila VZV menyerang saraf trigeminus
cabang oftalmika. Gejala klinis berupa konjungtiva hiperemis,
vesikel, pseudomembran, papil, dan pembesaran kelenjar
preaurikel. Penemua sel raksasa pada pewarnaan giemsa,
kultur virus, dan inklusi intranuklear dapat menegakkan
diagnosis konjungtivitis varisela zoster.5
Moluskum kontagiosum dapat menyebabkan konjungtivitis
folikular yang terjadi akibat adanya partikel virus pada sakus
konjungtiva dari lesi kelopak mata yang iritatif.3
Virus pikorna tipe CA24 dan EV70 menyebabkan
konjungtivitis hemoragik akut yang memiliki gambaran klinis
mirip konjungtivitis adenovirus, namun lebih parah karena
diserta perdarahan konjungtiva. Infeksi sangat mudah menular
dan terjadi endemik. Konjungtivitis hemoragik akut ditandai
dengan kongesti konjungtiva, dilatasi pembuluh darah, dan
edema. Infeksi virus biasanya menimbulkan respon sel
mononuklear.3

2.2 Patogenesis

Epitelium yang melapisi konjungtiva dan sklera bagian luar


terpapar dengan dunia luar. Hal ini merupakan kesempatan
bagus bagi virus untuk menginvasi. Tiap beberapa detik
palpebra menutup memberi perlindungan bagi sklera da
konjungtiva berupa sekret dan pembersihan dari benda asing.
Namun tetap saja ada kesempatan kecil virus dapat masuk ke
dalam sel. Apalagi ketika terjadi jejas misalnya abrasi
inokulasi langsung mungkin dapat terjadi saat pemeriksaan
oftalmologi atau dari kontaminasi lingkungan. Pada sebagian
besar kasus, replikasi biasanya terlokalisasi dan menyebabkan
inflamasi misalnya konjungtivitis.
Virus memiliki genom asam nukleat single atau double
stranded yang dilingkupikapsid dengan atau tanpa amplop
diluarnya. Asam nukleat dapat berupa RNA atauDNA yang
dibutuhkan untuk melakukan transkripsi menghasilkan enzim
atau protein yang dibutuhkan unuk bereplikasi. Pada
permukaan kapsid terdapat ligan yang berfungsi untuk
menempel pada sel host sehingga menjadi jalan masuk virus
ke dalam sel. Pada virus yang memiliki amplop yang
melingkupi kapsid, sejenis glikoprotein terekspresikan di
permukaan yang berfungsi melindungi virus dari antibodi.
Namun virus yang memiliki amplop lebih rentan terhadap
pajanan dunia luar seperti sinar UV. Sebaliknya pada virus
yang hanya memiliki kapsid seperti adenovirus dapat bertahan
lebih lama di luar tubuh.6

2.3 Pemeriksaan dan penegakkan diagnosis

Pemeriksaan yang perlu dilakukan berupa pemeriksaan


dasar mata untuk membuat diagnosis dan mengevaluasi
pasien dengan mata merah. Pemeriksaan dasar mata tersebut
meliputi:7
Penilaian tajam penglihatan; bertujuan untuk menilai tajam
penglihatan masih normal atau mengalami penurunan akibat
permasalahan pada mata. Penilaian tajam penglihatan
menggunakan kartu Snellen, dan bahkan jari, gerakan tangan,
dan senter (penlight) bila diperlukan.
Penilaian penyebab mata merah; menggunakan bantuan
loupe dan senter. Pemeriksaan dimulai dari inspeksi dan
palpasi kulit regio periorbita, kemudian bagian kelopak mata
dan konjungtiva tarsal. Dari pemeriksaan tersebut, dapat
dideteksi keberadaan proptosis, malfungsi kelopak mata, atau
suatu keterbatasan gerakan bola mata. Setelah menilai
keadaan pada regio tersebut, pemeriksaan beralih ke
konjungtiva bulbi untuk mulai membedakan injeksi konjungtiva
dan injeksi silier. Pada mata merah tanpa visus menurun
umumnya ditemukan injeksi konjungtiva dan/ atau perdarahan
subkonjungtiva, serta gambaran khas konjungtivitis
berdasarkan etiologinya. Bila mata merah dan visus menurun
selalu disertai dengan injeksi episklera dan injeksi
konjungtiva.
Penilaian karakteristik air mata; karakteristik air mata
yang perlu diketahui adalah bentuk dan sifat sekresi, serta
membaginya menjadi kategori sesuai jumlahnya (banyak atau
sedikit), dan karakter (purulen, mukopurulen, atau mukous).
Penilaian kornea; bertujuan untuk menilai kejernihan dan
regularitas permukaan kornea. Bila didapatkan kekeruhan
pada kornea, perlu ditentukan jenis kekeruhan pada kornea
pasien. Pemeriksaan menggunakan bantuan senter atau tes
plasido. Pemeriksaan lanjutan dapat menggunakan tes
fluorescein sebagai pemeriksaan keutuhan epitel kornea
dengan metode pewarnaan.
Penilaian kedalaman bilik mata depan; menilai bilik mata
depan termasuk dalam kategori dangkal atau dalam. Selain
itu, pemeriksaan ini bertujuan mendeteksi keberadaan lapisan
darah atau pus di bilik mata depan.
Penilaian pupil; bertujuan menilai besar pupil, adanya mid-
dilatasi, miosis, dan refleks pupil langsung dan tidak langsung.
Penilaian tekanan intraokular; bertujuan menentukan tekanan
dalam bola mata dalam kategori normal, tinggi, atau rendah
dengan menggunakan tonometer Schiotz. Sebagai deteksi awal
tekanan okular, bila tidak tersedia tonometer Schiotz, dapat
menggunakan metode palpasi bola mata. Meskipun lebih
sederhana, hasil pemeriksaan metode palpasi sangat subjektif
(tergantung pengalaman dan intepretasi pemeriksa) dan data
yang didapatkan bersifat kualitatif.
Tanda dan gejala pada konjungtivitis bervariasi pada
masing-masing individu. Oleh karena itu untuk dapat
menentukan diagnosa dan diagnosa banding yang tepat,
diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik. Pada
pemeriksaan mata dasar yang dilakukan, beberapa tanda atau
hasil pemeriksaan yang membantu untuk melakukan diagnosa
adalah sebagai berikut:8,9

Hiperemis

Pada umumnya mata merah pada konjungtivitis terletak pada


terutama pada bagian forniks dari konjungtiva. Visibilitas,
lokasi, dan ukuran dari pembuluh darah yang mengalami
dilatasi (injeksi) dapat menjadi kriteria yang penting dalam
menentukan diagnosa banding. Berikut adalah beberapa
macam tipe injeksi:

injeksi konjungtiva merah terang, pembuluh darah yang


dilatasi terlihat jelas dan mengikuti pergerakan konjungtiva,
hiperemis menurun di dekat limbus

injeksi perikorneal mengenai pembuluh darah superfisial,


berbentuk sirkular pada area di sekitar limbus (melingkari
limbus)

injeksi siliar tidak dapat dilihat dengan jelas, pembuluh


darah nonmobil pada episklera dekat dengan limbus

injeksi gabungan
Gambar 1
Eksudasi (Discharge)
Jumlah dan jenis eksudat yang keluar dari mata tergantung
pada etiologi:
Bakterial: eksudat yang purulen atau mukopurulen
Viral: eksudat yang cair, lebih jernih
Alergi: eksudat putih kental
Toksik: tanpa eksudat

Kemosis

Kemosis merupakan pembengkakan pada sel konjungtiva


(edema), terlihat berkaca-kaca. Kemosis yang berat mengarah
kepada bakterial atau alergi.

Epifora

Epifora merupakan air mata yang berlebihan. Sekresi air mata


diakibatkan oleh adanya sensasi benda asing, sensasi terbakar
atau tergores, atau oleh rasa gatal. Jumlah air mata semakin
bertambah banyak dengan timbulnya transudasi ringan dari
pembuluh- pembuluh yang hiperemik.

Folikel

Folikel merupakan suatu hiperplasia limfoid lokal dalam


lapisan limfoid konjungtiva. Folikel dikenali sebagai struktur
bulat kelabu atau putih avaskulae. Tanda ini muncul tipikal
pada viral dan infeksi klamidia

Hipertrofi papilar

Hipertrofi papilar merupakan reaksi konjungtiva nonspesifik


yang terjadi karena konjungtiva terikat pada tarsus atau
limbus di bawahnya oleh serabut halus. Konjungtiva dengan
papila merah ditemukan pada penyakit bakteri atau klamidia.
Pada konjungtivitis alergi, tampilan papila rapat berwarna
putih hingga kemerahan dan berukuran raksasa, sehingga
sering disebut papilla cobblestone.

Pembengkakan limfonodus

Limfe dari daerah mata akan menuju ke limfonodus di area


preaurikular. Tanda ini mengarahkan pada diagnosis
konjungtivitis viral.
Apabila diagnosis kurang meyakinkan atau dugaan
konjungtivitis terhadap suatu organisme namun tidak sembuh
dengan terapi yang sudah diberikan, maka dapat dilakukan
conjunctival smear. Epithelial smear dapat dilakukan untuk
mendeteksi adanya patogen klamidia secara khusus atau
mengidentifikasi patogen lainnya dengan lebih jelas secara
umum. Hasil penemuannya adalah sebagai berikut:8,9
Konjungtivitis bakterial : PMN, bakteri
Konjungtivitis viral: limfosit, monosit
Konjungtivitis chlamydia: badan inklusi, limfosit, sel plasma
Konjungtivitis alergi: eosinofil, limfosit
Konjungtivitis jamur: pewarnaan dengan giemsa akan
menunjukkan adanya hifa
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis
konjungtivitis secara umum sama dengan pemeriksaan pada
keluhan mata merah. Beberapa hasil pemeriksaan yang umum
ditemukan pada konjungtivitis akibat virus, antara lain:7
Tidak ditemukan injeksi siliaris
Hiperemia konjungtiva
Dapat ditemukan kekeruhan dan defek kornea
Tidak ditemukan abnormalitas pupil
Bilik mata depan dalam (normal)
Tekanan intraokular normal
Tidak ditemukan proptosis
Ditemukan discharge berupa eksudat
Ditemukan pembesaran KGB preaulikular
Lebih spesifik lagi hasil pemeriksaan yang sering ditemukan
pada masing- masing virus agen penyebab konjungtivitis
adalah sebagai berikut:8

Keratokonjungtivitis adenovirus

Demam faringokonjungtiva
Diakibatkan oleh adenovirus tipe 3, 4, 7 dan 5 (jarang).
Transmisi melalui droplet dan mengenai anak-anak yang juga
mengalami infeksi saluran pernapasan atas. Keratitis terjadi
pada 30% kasus yang berat.

Keratokonjungtivitis epidemika

Diakibatkan oleh adenovirus tipe 8 dan 19. Transmisi melalui


tangan, kontak mata, peralatan, dan cairan. Tidak
menimbulkan gejala sistemik. Keratitis terjadi pada 80% kasus
yang berat.
Tanda dan Gejala : Onset akut, mata berair, merah, rasa tidak
nyaman, fotofobia, mengenai kedua bola mata. Disertai dengan
tanda-tanda berupa edema palpebra, sekret berair, kemosis,
folikel, perdarahan subkonjungtiva, pseudomembran (pada
kasus berat), limfadenopati yang nyeri.

Konjungtivitis herpes simpleks

Biasa ditemukan pada anak dibawah usia 2 tahun dan


disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe 1. Manifestasi
klinis yang ditimbulkan berupa:
Vesikel-vesikel herpes unilateral pada kelopak mata dan kulit
sekitar mata

Hipertropi papil

Respon folikular ipsilateral atau pseudomembranosa pada


konjungtiva
Limfadenopati preaurikuler dengan nyeri tekan.

Keratitis (dendritik)

Konjungtivitis moluskum kontagiosum

Merupakan suatu virus yang menimbulkan lesi yang khas pada


kulit dan terkadang pada membrane mukosa. Penyebarannya
melalui kontak erat. Penyakit ini menyerang anak-anak dan
remaja. Sering terjadi pada penderita AIDS. Manifestasi klinis
yang ditimbulkan:
Nodul umbilikata pada margin palpebra

Sekret ringan dan mukoid

Respon folikel ipsilateral lesi palpebra


Pada penderita imunokompromis akan timbul nodus moluscum
pada konjungtiva bulbar.
Keratitis epitelial (pada kasus lama)

2.4 Tatalaksana
Konjungtivitas virus umumnya dapat sembuh dengan
sendirinya. Penatalaksanaan konjungtivitis viral pada dasarnya
hanya berupa terapi simptomatik, seperti kompres dingin dan
pelumas, seperti air mata artifisial, untuk kenyamanan pasien.
Vasokonstriktor topikal dan antihistamin dapat digunakan
untuk mengatasi gatal yang tidak dapat ditahan oleh pasien,
walaupun secara umum hanya sedikit membantu dan dapat
menyebabkan gejala muncul kembali setelah pengobatan
dihentikan, toksisitas lokal, dan hipersensitivitas. Pada pasien
yang rentan dengan superinfeksi bakteri, dapat diberikan
antibiotik.3

Terapi khusus pada agen virus3


Adenovirus; sebuah penelitian in vitro pada adenovirus
tipe 8 dan kultur sel epitel manusia, menunjukkan bahwa
povidon iodin 0,8% efektif untuk mengatasi adenovirus bebas
dan tidak sitotoksik pada sel yang sehat, namun kurang efektif
dalam membasmi partikel adenovirus intraseluler. Povidon
iodin berpotensi mengurangi infeksi adenovirus.
HSV; pasien dengan konjungtivitis akibat HSV diobati dengan
agen antiviral topikal, seperti larutan dan salep idoxuridin,
salep vidarabin, dan larutan trifluridin. Jika terjadi pada anak
diatas 1 tahun atau pada orang dewasa umumnya sembuh
sendiri dan mungkin tidak memerlukan terapi. Namun antivirus
topikal atau sistemik harus diberikan untuk mencegah
terkenanya kornea. Antivirus topikal diberikan 7-10 hari:
trifluridin setiap 2 jam sewaktu bangun atau salep vidarabin 5
kali sehari atau idoxuridin 0,1% 1 tetes setiap jam sewaktu
bangun dan 1 tetes setiap 2 jam di waktu malam. Dapat juga
digunakan asiklovir oral 400 mg lima kali sehari selama 7 hari.
Pemberian steroid merupakan kontraindikasi mutlak.
Moluskum kontangiosum; mengobati lesi kulit dengan
menghancurkan lesi dan mengeluarkan inti lesinya dengan
eksisi, krioterapi, atau kauterisasi.

BAB III
ILUSTRASI KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Ny N
Tanggal lahir : 05 Des 1975
Usia : 36 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Guru
Alamat : Jatiraden, Bekasi
Agama : Islam

B. Anamnesis
Keluhan Utama
Kedua mata merah dan gatal 1 minggu SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien wanita 36 tahun mengeluh mata merah, sangat gatal,
dan mengganjal sejak 1 minggu SMRS. Awalnya mata merah
yang kanan kemudian merambat ke mata kiri. Keluhan disertai
mata berair dan belekan. Mata sulit dibuka terutama saat
bangun tidur di pagi hari. Pasien mengaku awalnya suami
pasien yang mengalami mata merah kemudian menular ke
anaknya dan pasien. Pasien tidak menglami penurunan
penglihatan dan pandangan kabur. Sebelumnya tidak ada
trauma mata. Pasien tidak mengalami mual, muntah, dan sakit
kepala. Pasien sempat menggunakan cendo xitrol namun tidak
ada perbaikan. Riwayat diabetes melitus dan hipertensi
disangkal. Pasien tidak memiliki riwayat alergi.

Riwayat Penyakit Dahulu


DM (-), HT (-), alergi (-).
Riwayat Penyakit Keluarga
Suami dan anak pasien mengalami gejala yang sama
Riwayat Pengobatan
Pasien pernah menggunakan cendo xitrol, namun tidak ada
perubahan.

C. Pemeriksaan Umum
Kesadaran : CM
Tekanan darah : 120/80
Nadi : 100x/menit
Suhu : 36.50C
Pernapasan : 20x/menit
Keadaan umum : baik
Keadaan gizi : baik
Tinggi badan : 165 cm
Berat badan : 55 kg

D. Pemeriksaan fisik
Pembesaran kelenjar getah bening pre aurikuler

E. Status Oftalmologi
F. Resume
Wanita, 36 tahun, datang dengan keluhan kedua mata merah
dan gatal sejak 1 minggu SMRS. Nyeri (-), sakit kepala (-), mual
(-), muntah (-). Awalnya suami pasien mengalami mata merah,
lalu anak dan pasien. Pada pemeriksaan oftalmologi
ditemukan visus OD 6/12 terkoreksi dengan pinhole dan visus
OS 6/6, palpebra edema, konjungtiva tampak hiperemis. Pada
pemeriksaan fisik, didapatkan pembesaran kelenjar getah
bening pre aurikuler. Tidak terdapat kelainan pada gerakan
bola mata, posisi bola mata, bilik mata, iris, pupil, vitreus, dan
funduskopi.

G. Diagnosis
Konjungtivitis e.c infeksi virus

H. Tatalaksana
Floxa 6x ODS
Nonflamin 3x1
I. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanactionam : bonam

BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien wanita usia 36 tahun mengeluh mata merah, gatal,


berair, dan mengganjal di kedua mata 1 minggu SMRS.
Kemungkinan penularan berasal dari suami pasien karena
pasien mengaku awalnya suami pasien mengalami mata merah
terlebih dahulu. Dari pemeriksaan fisik, didapat pembesaran
kelenjar getah bening preaurikular. Dari pemeriksaan
oftalmoskop didapat edema palpebra, injeksi konjungtiva,
injeksi silier, sekret cair. Tidak terdapat kelainan pada gerakan
bola mata, posisi bola mata, biliki mata, iris, pupil, vitreus, dan
funduskopi. Dari gejala klinis dan pemeriksaan oftalmoskopi
disimpulkan pasien mengalami konjungtivitis ec infeksi virus.
Tata laksana yang diberikan floxa sebagai propilaksis untuk
pencegahan infeksi sekunder dan nonflamin sebagai anti
radang.

DAFTAR PUSTAKA
1 Centers for Disease Control and Prevention. Conjunctivitis.
Diunduh dari www.cdc.gov Pada 13 November 2012
2 Mark Wood. Conjunctivitis: Diagnosis and Management.
Community Eye Health. 1999; 12(30): 1920. Diunduh dari
www.ncbi.nlm.nih.gov pada 13 November 2012
3 Scott IU. Viral Conjunctivitis. 2011. Diunduh dari
medscape.com pada 13 November 2012
4 Konjungtivitis. Diunduh dari repository.usu.ac.id pada 13
November 2012
5 Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI. 2011. Hal 128-129
6 American Academi of Ophthalmology. External Disease and
Cornea. 2012. P 104
7 Artini W, Hutauruk JA, Yudisianil. Pemeriksaan Dasar
Mata.Jakarta: Badan Penerbit FKUI. 2011. Hal 42-55
8 Vaughan DG, Asbury T, Eva PR; alih bahasa Tambajong J,
Pendit BU. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta: Widya
Medika. 2000.
Lang GK. Opthalmology: A Short Textbook. New York: Thieme
Stuttgart;2000. P.535-41.67-113.

Anda mungkin juga menyukai