TX Ambliopia
TX Ambliopia
PENDAHULUAN
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
2.2 EPIDEMIOLOGI
2.3 PATOFISIOLOGI
Pada ambliopia didapati adanya kerusakan penglihatan sentral, sedangkan
daerah penglihatan perifer dapat dikatakan masih tetap normal. Studi eksperimental
pada binatang serta studi klinis pada bayi dan balita, mendukung konsep adanya suatu
periode kritis yang peka dalam berkembangnya keadaan amblIopia. Periode kritis ini
2
sesuai dengan perkembangan sistem penglihatan anak yang peka terhadap masukan
abnormal yang diakibatkan oleh rangsangan deprivasi, strabismus, atau kelainan
refraksi yang signifikan.
Periode kritis untuk ambliopia deprivasi terjadi lebih cepat dibanding
strabismus maupun anisometropia. Lebih lanjut, waktu yang dibutuhkan untuk
terjadinya ambliopia ketika periode kritis lebih singkat pada rangsang deprivasi
dibandingkan strabismus ataupun anisompetropia. Periode kritis tersebut adalah :
Perkembangan tajam penglihatan dari 20/200 (6/60) hinga 20/20 (6/6), yaitu
pada saat lahir sampai usia 35 tahun.
Periode yang beresiko (sangat) tinggi untuk terjadinya ambliopia deprivasi,
yaitu di usia beberapa bulan hingga usia 7 8 tahun.
Periode dimana kesembuhan ambliopia masih dapat dicapai, yaitu sejak
terjadinya deprivasi sampai usia remaja atau bahkan terkadang usia dewasa.
Mekanisme neurofisiologi penyebab ambliopia masih sangat belum jelas,
namu studi eksperimental modifikasi pengalaman dalam melihat pada binatang dan
percobaan laboratorium pada manusia dengan ambliopia telah memberi beberapa
masukan, pada binatang percobaan menunjukkan gangguan sistem penglihatan fungsi
neuron yang besar dimana diakibatkan pengalaman melihat abnormal pada masa dini.
Sel pada korteks visual primer dapat kehilangan kemampuan dalam menanggapi
rangsangan pada satu atau kedua mata, dan sel yang masih responsif fungsinya
akhirnya dapat menurun. Kelainan juga terjadi pada neuron badan genikulatum
lateral. Keterlibatan retina masih belum dapat disimpulkan.
Sistem penglihatan membutuhkan pengalaman melihat dan terutama interaksi
kompetitif antar jalur penglihatan di kedua mata pada visual korteks untuk
berkembang hingga dewasa. Bayi sudah dapat melihat sewaktu lahir, tapi mereka
harus belajar bagaimana menggunakan mata mereka. Mereka harus belajar bagaimana
untuk fokus, dan bagaimana cara menggunakan kedua mata bersamaan. Penglihatan
yang baik harus jernih, bayangan terfokus sama pada kedua mata. Bila bayangan
kabur pada satu mata, atau bayangan tersebut tidak sama pada kedua mata, maka jaras
penglihatan tidak dapat berkembang dengan baik, bahkan dapat memburuk.9 Bila hal
ini terjadi, otak akan mematikan mata yang tidak fokus dan orang tersebut akan
bergantung pada satu mata untuk melihat.
2.4 KLASIFIKASI
3
Sesuai dengan penyebabnya, amblyopia dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
a. Ambliopia Strabismik
Ambliopia yang paling sering ditemui ini terjadi pada mata yang berdeviasi
konstan. Tropia yang tidak bergantian (khususnya esodeviasi) sering menyebabkan
ambliopia yang signifikan. Ambliopia umumnya tidak terjadi bila terdapat fiksasi
yang bergantian, sehingga masing masing mata mendapat akses yang sama ke pusat
penglihatan yang lebih tinggi. Bila deviasi strabismus berlangsung intermiten, maka
akan ada suatu periode interaksi binokular yang normal sehingga kesatuan sistem
penglihatan tetap terjaga baik.
Penolakan kronis dari mata yang berdeviasi oleh pusat penglihatan binokular
ini tampaknya merupakan faktor utama terjadinya amblyopia strabismik. Pengaburan
bayangan foveal oleh karena akomodasi yang tidak sesuai, dapat juga menjadi factor
4
tambahan. Hal tersebut di atas terjadi sebagai usaha inhibisi atau supresi untuk
menghilangkan diplopia dan konfusi. Konfusi adalah melihat 2 objek visual yang
berlainan tapi berhimpitan, satu di atas yang lain.
Ketika kita menyebut ambliopia strabismik, kita langsung mengacu pada
esotropia, bukan eksotropia. Perlu diingat, tanpa ada gangguan lain, esotropia primer-
lah (bukan eksotropia) yang sering diasosiasikan dengan ambliopia. Hal ini
disebabkan karena eksotropia sering berlangsung intermiten dan / atau deviasi alternat
dibanding deviasi unilateral konstan, yang merupakan prasyarat untuk terjadinya
ambliopia.
b. Ambliopia Anisometropik
Kondisi ini diperkirakan sebagian akibat efek langsung dari bayangan kabur
pada perkembangan tajam penglihatan pada mata yang terlibat, dan sebagian lagi
akibat kompetisi interokular atau inhibisi yang serupa (tapi tidak harus identik)
dengan yang terjadi pada ambliopia strabismik.
5
Derajat ringan anisometropia hyperopia atau astigmatisma (1-2 D) dapat
menyebabkan ambliopia ringan. Miopia anisometropia ringan (< -3 D) biasanya tidak
menyebabkan ambliopia, tapi miopia tinggi unilateral (-6 D) sering menyebabkan
ambliopia berat. Begitu juga dengan hyperopia tinggi unilateral ( + 6 D). Tapi pada
beberapa pasien (kemungkinan onset-nya terjadi pada umur lanjut) gangguan
penglihatan, anehnya, adalah ringan. Bila gangguan penglihatan amat sangat besar,
sering didapat bukti adanya malformasi atau perubahan degeneratif pada mata
ametropia yang menyebabkan kerusakan fungsional atau menambah faktor
ambliopiogenik.
Ambliopia Isometropia
c. Ambliopia Deprivasi
6
Ambliopia ini sering disebabkan oleh kekeruhan media kongenital atau dini yang
akan menyebabkan terjadinya penurunan pembentukan bayangan yang akhirnya
menimbulkan ambliopia. Bentuk amblyopia ini sedikit kita jumpai namun merupakan
yang paling parah dan sulit diperbaiki. Ambliopia bentuk ini lebih parah pada kasus
unilateral dibandingkan bilateral dengan kekeruhan identik.
Anak kurang dari 6 tahun, dengan katarak kongenital total (matur) yang
menempati daerah sentral dengan ukuran 3mm atau lebih, harus dianggap dapat
menyebabkan ambliopia berat. Kekeruhan lensa yang sama yang terjadi pada usia > 6
thn lebih tidak berbahaya. Ambliopia oklusi adalah bentuk ambliopia deprivasi
disebabkan karena penggunaan patch (penutup mata) yang berlebihan. Ambliopia
berat dilaporkan dapat terjadi satu minggu setelah penggunaan patching unilateral
pada anak usia < 2 tahun sesudah menjalani operasi ringan pada kelopak mata.
Anak-anak dengan ambliopia jarang sekali dapat menjelaskan gejala dan bahkan
sering kali terlihat sehat. Anak-anak ini mungkin mengedipkan mata, menutup satu
mata dengan tangan, atau mempunyai satu mata yang tidak melihat arah yang sama
dengan mata yang lainnya, semuanya dapat menunjukkan masalah bahwa
memerlukan pemeriksaan. Jika salah satu mata melihat baik dan yang lain tidak maka
anak mengimbangi penglihatannya dengan baik. Gejala lain dapat berupa:
1. Memicingkan mata
2. Memiringkan kepala untuk melihat objek
3. Duduk terlalu dekat dengan objek
5. Menutup sebelah mata saat membaca
7. Mata terasa lelah
8. Memanfaatkan telunjuk saat membaca
9. Peka terhadap cahaya
2.6 DIAGNOSIS
Ambliopia didiagnosis bila terdapat penurunan tajam penglihatan yang
7
tidak dapat dijelaskan, dimana hal tersebut ada kaitan dengan riwayat atau kondisi
yang dapat menyebabkan ambliopia.
Anamnesis
Bila menemui pasien ambliopia, ada 4 pertanyaan penting yang harus
tanyakan dan harus dijawab dengan lengkap, yaitu :
1. Kapan pertama kali orang tua menemukan kelainan ambliogenik? (seperti
strabismus, anisometropia)
2. Kapan penatalaksanaan pertama kali dilakukan?
3. Terdiri dari apa saja penatalaksanaan itu?
4. Bagaimana kedisiplinan pasien terhadap penatalaksanaan itu?
Jawaban dari keempat pertanyaan tersebut akan membantu kita dalam membuat
prognosisnya tabel berikut:
8
Adanya
streosepsis dan
alternasi.
Kepatuhan Tidak s/d kurang Lumayan s/d cukup Cukup s/d sangat
patut
Pemeriksaan Penunjang
1. Ketajaman penglihatan
Penderita ambliopia kurang mampu untuk membaca bentuk atau huruf yang
rapat dan mengenali pola apa yang dibentuk oleh gambar atau huruf tersebut. Tajam
penglihatan yang dinilai dengan cara konvensional, yang berdasarkan kepada kedua
fungsi tadi. Diketahui bahwa penderita ambliopia sulit untuk mengidentifikasi huruf
yang tersusun linear (sebaris) dibandingkan dengan huruf yang terisolasi, maka dapat
kita lakukan dengan meletakkan balok disekitar huruf tunggal. Hal ini disebut
Crowding Phenomenon.
Pemeriksaan dimulai dengan penderita diminta membaca kartu snellen sampai
huruf terkecil yang dibuka satu persatu atau yang diisolasi, kemudian isolasi huruf
dibuka dan pasien di suruh melihat sebaris huruf yang sama. Bila terjadi penurunan
9
tajam penglihatan dari huruf isolasi ke huruf dalam baris maka ini disebut adanya
fenomena crowding pada mata tersebut. Mata ini menderita ambliopia. Terkadang
mata Ambliopia dengan tajam penglihatan 20/20 (6/6) pada huruf isolasi dapat turun
hingga 20/100 (6/30).
Anak yang sudah mengetahui huruf balok dapat di tes dengan karta Snellen
standar. Untuk Nonverbal Snellen, yang banyak digunakan adalah tes E dan tes
HOTV. Tes lain adalah dengan simbol LEA. Bentuk ini mudah bagi anak usia 1
tahun (todler), dan mirip dengan konfigurasi huruf Snellen. Caranya sama dengan tes
HOTV.
Simbol LEA
2. Menentukan sifat fiksasi
10
menggunakan visuskop dan dapat didokumentasi dengan kamera fundus Zeiss. Tes
lain dapat dengan tes tutup alternat untuk fiksasi eksentrik bilateral.
3. Visuskop
Adanya supresi mudah diketahui dengan Uji empat titik worth. Di depan salah
satu mata pasien, ditaruh kaca yang berisi sebuah lensa merah, sedangkan di mata satu
lain lensa warna hijau. Pasien diperlihatkan senter yang berisi bintik-bintik merah,
hijau, dan putih. Bintik warna tersebut adalah penanda persepsi yang melalui setiap
mata; bintik putih yang memiliki potensi terlihat oleh kedua mata, dapat menandakan
diplopia. Jarak antara titik-titik dan jarak cahaya yang dipegang menentukan ukuran
daerah retina yang diperiksa. Bila fusi baik, maka akan terlihat 4 titik dan sedang
lampu putih terlihat sebagai warna capuran hijau dan merah. 4 titik juga akan dilihat
oleh mata juling akan tetapi telah terjadi korespondensi retina yang tidak normal. Bila
dominan atau 3 hijau bila mata kiri yang dominan. Bila terlihat 5 titik 3 merah dan 2
hijau yang bersilangan berarti maka berkedudukan esotropia.
11
lubang jarum dan dapat memperbaiki penglihatan. Dalam ambliopia, visus
tidak membaik dengan menyipitkan mata dan juga tidak meningkatkan hasil
pada jarak pengujian tertentu.
2. Gangguan Penglihatan Fungsional
Penurunan ketajaman visual bilateral pada anak yang disebabkan karena
anak mengalami stres, seperti kelahiran saudara baru, perceraian,atau
kehilangan orang yang dicintai. Seorang anak dengan gangguan penglihatan
fungsional tidak akan menunjukkan factor risiko amblyogenic seperti
strabismus, kesalahan bias yang signifikan, dan kekeruhan media.
2.8 PENATALAKSANAAN
Prinsip tatalaksana pasien dengan amblyopia adalah sebagai berikut:
Menghilangkan (bila mungkin) semua penghalang penglihatan seperti
katarak.
Koreksi kelainan refraksi.
Paksakan penggunaan mata yang lebih lemah dengan membatasi
penggunaan mata yang lebih baik.
Terapi Oklusi
Terapi amblyopia yang utama adalah oklusi. Mata yang baik ditutup
untuk merangsang mata yang mengalami amblyopia. Namun bila terdapat
kesalahan refraksi yang signifikan atau anisometropia, cukup dengan
menggunakan kaca mata saja. Dikenal 2 stadium terapi amblyopia yang
berhasil; perbaikan awal dan pemeliharaan ketajaman penglihatan yang
sudah membaik.
a. Stadium awal
Penutupan terus-menerus telah lama menjadi terapi awal
tradisional. Amblyopia Treatment Study menunjukkan bahwa
penutupan terus-menerus mungkin tidak diperlukan untuk
mendapatkan terapi yang efektif. Sebagai pedoman, penutupan
terus-menerus dapat dilakukan sampai beberapa minggu setara
dengan usia anak dalam tahun, tanpa risiko penurunan penglihatan
pada mata yang baik. Terapi ini dilanjutkan selama ketajaman
12
penglihatan membaik (biasanya dalam setahun). Penutupan selama
lebih dari 4 bulan tidak perlu dilanjutkan jika tidak ada perbaikan.
Ambliopia bersifat fungsional. Pada sebagian besar kasus jika
terapi dilakukan sedini mugkin, dapat dicapai perbaikan yang
bermakna (normalisasi ketajaman penglihatan secara total).
b. Stadium Pemeliharaan
Terapi pemeliharaan terdiri atas penutupan paruh waktu yang
dilanjutkan setelah fase perbaikan untuk mempertahankan
penglihatan terbaik yang mungkin melewati usia yang kemungkinan
kekambuhan ambliopianya besar. Usia kematangan visual satu anak
dan anak yang lain berbeda, tapi pada sebagian besar anak terjadi
pada usia 5 atau 6 tahun.
Penalisasi Atropin
Beberapa anak yang tidak sabar denga terapi oklusi atau tidak taat akan
terapi penutupannya kurang, atropinisasi dapat menjadi terapi alternative
yang efektif untuk mata non ambliopia emetrop atau hiperopia. Atropine
menyebabkan efek sikloplegia sehingga menurunkan kemampuan
akomodasi. Namun, mekanisme kerja atropine yang pasti pada terapi
amblyopia masih belum jelas. Sebagai tambahan atropinisasi, koreksi
kacamata dapat diatur untuk menyebabkan penalisasi optis mata yang baik.
13
Koreksi Refraksi
Bila ambliopia disebabkan kelainan refraksi atau anisometropia, maka
dapat diterapi dengan kacamata atau lensa kontak. Ukuran kaca mata untuk
mata ambliopia diberi dengan koreksi penuh dengan penggunaan sikloplegia.
Bila dijumpai myopia tinggi unilateral, lensa kontak merupakan pilihan,
karena bila memakai kacamata akan terasa berat dan penampilannya
(estetika) buruk.
Karena kemampuan mata ambliopia untuk mengatur akomodasi
cenderung menurun, maka ia tidak dapat mengkompensasi hyperopia yang
tidak dikoreksi seperti pada mata anak normal. Koreksi aphakia pada anak
dilakukan segera mungkin untuk menghindarkan terjadinya deprivasi
penglihatan akibat keruhnya lensa menjadi defisit optikal berat. Ambliopia
anisometropik dan ambliopia isometropik akan sangat membaik walau hanya
dengan koreksi kacamata selama beberapa bulan.
Pengangkatan Katarak
Katarak yang dapat menyebabkan ambliopia harus segera dioperasi, tidak
perlu ditunda tunda. Pengangkatan katarak kongenital pada usia 2-3 bulan
pertama kehidupan, sangat penting dilakukan agar penglihatan kembali pulih
dengan optimal. Pada kasus katarak bilateral, interval operasi pada mata
yang pertama dan kedua sebaiknya tidak lebih dari 1-2 minggu.
Terbentuknya katarak traumatika berat dan akut pada anak dibawah umur 6
tahun harus diangkat dalam beberapa minggu setelah kejadian trauma, bila
memungkinkan. Katarak traumatika itu sangat bersifat amblIopiogenik.
Kegagalan dalam menjernihkan media, memperbaiki optikal, dan
penggunaan reguler mata yang terluka, akan mengakibatkan ambliopia berat
dalam beberapa bulan, selambat lambatnya pada usia 6 hingga 8 tahun.
14
pemberian oklusi dilakukan setelah 1 minggu pada bayi dan 1 minggu per tahun usia
pada anak (misalnya : 4 minggu untuk anak usia 4 tahun).
2.10 PROGNOSIS
15
BAB III
KESIMPULAN
16
Klasifikasi ambliopia dibagi ke dalam beberapa kategori denga nama yang sesuai
denga penyebabnya yaitu ambliopia strabismik, ambliopia anisometropik,
ambilopia isometropia, dan ambilopia deprivasi.
Ambliopia tidak dapat sembuh dengan sendirinya, dan ambliopia yang tidak
diterapi dapat menyebabkan gagguan penglihatan permanen.
Hampir seluruh ambliopia itu dapat dicegah dan bersifat reversibel dengan
deteksi dini dan intervensi yang tepat.4 Anak dengan ambliopia atau yang berisko
ambliopia hendaknya dapat diidentifikasi pada umur dini, dimana prognosis
keberhasilan terapi akan lebih baik.
17
DAFTAR PUSTAKA
Prof. dr. H. Sidarta Ilyas, Sp.M; Ambilopia. Ilmu Penyakit Mata. 2005.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Whicther Jhon P, Riordan Paul. 2007. Ophtlamologi Umum; Edisi 17. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
18