Skizotipal merupakan salah satu bentuk gangguan kepribadian. Skizotipal terdapat dalam
kategori F21 pada ICD 10 ; selain itu, skizotipal terdapat dalam 301.22 kategori kluster A
pada klasifikasi gangguan kepribadian menurut DSM IV TR ; dan juga kategori F60.8 pada
PPDGJ III.
TERMINOLOGI
Definisi kepribadian
Kepribadian adalah watak temperamen spesifik, reaktivitas emotional, kewajaran,
hubungan interpersonal yang dibangun, kebutuhan, harapan, kekikiran, kedermawanan,
arogansi, kemerdekaan, dll. yang terbentuk sejak masa anak, remaja sampai dewasa dini, dan
dipertahankan sepanjang kehidupan. Kepribadian terbentuk dan ada sebagai hasil interaksi
antara faktor herediter dan kontak psikososial
ü
Faktor herediter merupakan dasar terbentuknya tipe kepribadian
ü
Berbagai pengaruh dalam pengalaman ontogenetik dapat memodifikasi kepribadian1
Definisi Gangguan Kepribadian
Gangguan Kepribadian adalah ciri kepribadian yang kaku dan mengalahkan diri sendiri,
sehingga mempengaruhi fungsinya dan bahkan menyebabkan gejala psikiatrik, menyebabkan
penderitaan pada pasien atau orang lain atau keduanya dan menimbulkan maladaptasi sosial
(teman, keluarga, pekerjaan).1
Definisi skizotipal
Istilah schizotype diciptakan oleh Rado sebagai singkatan dari skizofrenia genotipe, yaitu
seseorang yang mempunyai gen skizofrenia di keluarganya, tanpa memandang orang tersebut
mengalami gejala skizofrenia atau tidak. Menurut Rado, schizotype memiliki potensi untuk
menjadi gejala-gejala yang dapat diamati dari suatu penyakit, meskipun mungkin tidak
pernah terjadi. Rado melihat pola skizotipal tidak selalu tetap tetapi dapat mengalami
kemajuan, kemunduran, keadaan kompensasi dan bila sangat berat mengalami keadaan
dekompensasi. Schizotype kompensasi akan menjalani hidup tanpa pernah mengalami
episode psikotik. Schizotype dekompensasi akan menjadi skizofrenia, tapi mungkin bisa
kembali ke keadaan kompensasi setelah diberikan pengobatan yang tepat
Kraepelin dan Bleuer adalah yang pertama kali mengobservasi pasien non-psychotik
yang berhubungan dengan skizofrenia dimana menunjukkan gejala dan tanda seperti mild
schizophrenia, antara lain : defisit dalam domain kognitif, interpersonal dan afektif yang
kemudian digambarkan sebagai konsep schizotype.2
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi gangguan kepribadian berkisar dari keseluruhan gangguan psikiatri berkisar
antara 10-25% dengan prevalensi tertinggi yaitu gangguan kepribadian dependen (2,5-25%),
diikuti skizotipal 3% (dalam kategori F2 pada ICD-10), dan antisocial 3% (dissosial pada
ICD-10)
Di amerika serikat, gangguan kepribadian skizotipal terjadi pada sekitar 3 persen dari
keseluruhan populasi. Rasio jenis kelamin lebih sering pada laki-laki daripada perempuan.
Paling sering terjadi bersama dengan gangguan kepribadian skizoid, borderline, avoidant dan
paranoid. Paling sering terjadi bersama dengan gangguan kepribadian skizoid, borderline,
avoidant dan paranoid. Gangguan pada Axis I tersering terkait skizotipal adalah disosiatif,
sindrom psikotik, dan depresi. 1,2
ETIOLOGI
1. Faktor Genetika
Kasus terbanyak berhubungan secara biologis dalam keluarga dari pasien skizofrenia, dan
insiden tertinggi terdapat pada kembar monozigotik daripada kembar dizigotik3
2. Lingkungan dan sosial
Pengaruh lingkungan dan sosial prenatal dapat mempercepat ataupun sebaliknya terhadap
perkembangan perubahan struktural dan fungsional otak di daerah frontal, temporal, dan
limbik, yang akhirnya dapat menimbulkan kelainan psikologis pada kognisi. b. Pengaruh
lingkungan dan sosial postnatal seperti adanya kekerasan fisik, penelantaran, kemiskinan,
diskriminasi akan berkontribusi pada penurunan fungsi otak, yang secara langsung juga dapat
mengakibatkan gangguan kognitif dan afektif, serta terjadinya kepribadian skizotipal dan
perilaku antisosial 14-20 tahun kemudian.4
PPDGJ III
Pedoman Diagnosis Gangguan Kepribadian (PPDGJ III)
Tidak berkaitan langsung ddengan kerusakan / penyakit otak berat atau gangguan jiwa
lain. Memenuhi kriteria :
1. Disharmoni sikap & perilaku yg cukup berat, biasanya meliputi beberapa bidang fungsi
2. Pola perilaku abnormal berlangsung lama, jangka panjang, tdk terbatas pd episode ggn
jiwa
3. Bersifat pervasif & maladaptif
4. selalu muncul pada masa anak/remaja/dewasa
5. Menyebabkan penderitaan pribadi
6. Biasanya berkaitan dgn pekerjaan & kinerja sosial
7. Tergantung budaya setempat.
DSM-IV-TR
Klasifikasi Gangguan Kepribadian Menurut DSM IV
Ø Kluster A : gambarannya aneh (odd), menyendiri (aloof), dan eksentrik (eccentric)
(paranoid, skizoid, skizotpal)
Ø Kluster B : gambarannya dramatik (dramatic), impulsif, dan tak menentu (erratic)
(borderline, antisocial, narcissistic, histrionic);
Ø Kluster C : gambarannya cemas dan penuh ketakutan (avoidant, dependent, and
obsessive-compulsive)
Kluster A Klaster B Klaster C
Gambarannya aneh (odd), Gambarannya dramatikGambarannya cemas dan
menyendiri (aloof), dan (dramatic), impulsif, dan takpenuh ketakutan
eksentrik (eccentric) menentu (erratic) Klaster ini terdiri dari :
Kluster ini terdiri atas : Klaster ini terdiri atas : ü Gangguan Kepribadian
ü Gangguan Kepribadian ü Gangguan Kepribadian Menghindar (avoidant)
paranoid, Ambang (borderline), ü Gangguan Kepribadian
ü Gangguan Kepribadian ü Gangguan Kepribadian Dependen
skizoid, Antisosial, ü Gangguan Kepribadian
ü Gangguan Kepribadian ü Gangguan Kepribadian Obsesif-Kompulsif
skizotpal Narsisistik,
ü Gangguan Kepribadian
Histrionik
Klaster B
301.83 Gangguan Kepribadian Ambang (Borderline)
Sebuah pola meresap ketidakstabilan hubungan interpersonal, citra diri, dan mempengaruhi,
dan sebuah awal impulsif ditandai dengan awal masa dewasa dan hadir dalam berbagai
konteks, seperti yang ditunjukkan oleh 5 dari berikut:
1) bingung untuk menghindari ditinggalkan nyata atau dibayangkan
2) pola hubungan interpersonal tidak stabil dan intens ditandai dengan bergantian antara
idealisasi ekstrem dan devaluasi
3) gangguan identitas: nyata & terus-menerus tidak stabil citra diri atau kesadaran diri
4) impulsif dalam 2 daerah setidaknya yang berpotensi merusak diri sendiri (belanja, seks,
penyalahgunaan zat, mengemudi sembrono, makan pesta (tidak termasuk 5 item)
5) recurrent suicidal behavior, gestures, or threats, or self-mutilating behavior 5) perilaku
bunuh diri berulang, gerakan, atau ancaman, atau perilaku mutilasi
6) ketidakstabilan afektif karena reaktivitas ditandai suasana hati (dysphoria episodik
mendalam, lekas marah, atau kecemasan biasanya berlangsung beberapa jam & jarang hari)
7) perasaan kekosongan kronis
8) tidak pantas marah, kemarahan yang intens atau kesulitan mengendalikan (menampilkan
sering marah, kemarahan yang menetap, perkelahian berulang)
9) stres sementara, ide-ide paranoid terkait atau gejala disosiatif yang parah.
Klaster C
301.82 Gangguan Kepribadian Menghindar
Sebuah pola meresap inhibisi sosial, perasaan tidak mampu, dan hipersensitivitas
terhadap evaluasi negatif, dimulai dengan awal masa dewasa dan hadir dalam berbagai
konteks, seperti yang ditunjukkan oleh 4 atau lebih dari berikut ini:
1) menghindari kegiatan kerja yang melibatkan kontak interpersonal yang signifikan, karena
takut kritik, ketidaksetujuan penolakan, atau
2) tidak bersedia untuk terlibat dengan orang-orang tertentu kecuali disukai
3) menunjukkan menahan diri dalam hubungan intim karena takut dipermalukan atau diejek
4) preokupasi dengan kritik atau ditolak dalam situasi sosial
5) dihambat dalam situasi interpersonal baru karena perasaan tidak mampu
6) dilihat diri sendiri sebagai tidak layak secara sosial, secara pribadi tidak menarik, atau
lebih rendah daripada orang lain
7) biasanya enggan untuk mengambil risiko pribadi atau untuk terlibat dalam aktivitas yang
baru karena mereka mungkin terbukti memalukan. 7
PEMERIKSAAN LANJUTAN
Diagnosis skizotipal dapat diperkuat dengan
1. Wawancara.
wawancara pada individu gangguan kepribadian skizotipal biasanya memunculkan
pernyataan mengejutkan dan ide-ide aneh. Mendengar dengan empati biasanya cukup untuk
mendukung terbentuknya Rapport
2. Data Tes Psikologis (Psychological Testing Data)
Pada Minnesota Multiphase Personality Inventory (MMPI-2) skala F (frekuensi) dan O
(introversi sosial) individu skizotipal kemungkinan akan meningkat dan pada Rorschach
Psychodiagnostic Test memiliki catatan yang lebih mirip dengan penderita skizofrenia dan
individu gangguan kepribadian borderline daripada individu skizoid
3. SPQ-B
Schizotypal Personality Questionnaire—Brief Form (SPQ-B), terdiri dari 22 item self-report
dengan 8 item Cognitive-Perceptual, 8 item Interpersonal , dan 6 item Disorganization sub
skala 8
4. Wisconsin Schizotypy Scales
Wisconsin Schizotypy Scales telah banyak digunakan dalam studi cross-sectional dan
longitudinal untuk pasien psikotik dan psychosis-prone. Terdiri dari 30 item The magical
Ideation Scale yang menekankan pada kepercayaan tidak masuk akal atau penyebab yang
tidak valid, 35 item Perseptual Aberasi Scale yang menekankan pada persepsi skizophrenic-
like dan distorsi tubuh, 61 item Phycal Anhedonia Scale yang menekan pada defisit
kesenangan indera dan estetika, dan 40 item Revised Sosial Anhedonia Scale yang
menekankan pada asociality dan ketidakpedulian kepada orang lain 9
GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis gangguan kepribadian skizotipal dapat ditinjau dari perspektif biologi,
psikodinamik, interpersonal, kognitif dan Evolusionanary-Neurodevolepment.
1. Perspektif Biologi
Penelitian teknologi baru yang dikembangkan seperti tomografi dan magnetic resonance
imaging (MRI) yang berfokus pada kelainan struktural otak penderita skizofrenia, didapatkan
bahwa pada penderita skizofrenia dan skizotipal keduanya memiliki kelainan struktural dan
fungsional didaerah otak frontal dan temporal, terdapat pelebaran ventrikel dan terdapat
atropi jaringan otak. Adanya distorsi kognitif yang merupakan dasar dari gangguan
kepribadian skizotipal berhubungan sangat penting dengan neurotransmitter. Pada
Skizofrenia dan skizotipal telah terjadi disregulasi dari neurotransmitter yaitu dopamin
Penelitian terkini tentang “ hipotesis Dopamin " menunjukkan bahwa kenaikan level kimia
dalam darah yang ditandai oleh aktivitas dopamin di dalam otak terkait dengan gejala positif
pada gangguan kepribadian skizotipal. Menggabungkan temuan anatomi dan penelitian
neurotransmiter diketahui bahwa pada gangguan kepribadian skizotipal, kelainan pada
struktur otak akan menunjukkan gejala negatif sedangkan peningkatan aktivitas dopamin di
sistem limbik akan menunjukkan gejala positif
2. Perspektif psikodinamik
Menurut pandangan klasik, skizotipal terjadi karena regresi pada tahap perkembangan
sebelum ego dibentuk untuk mencapai kestabilan. Dimana tingkat yang lebih primitif ditandai
dengan episode psikotik sementara. Skizotipal memiliki dunia internal yang sangat tidak
terintegrasikan, sering bertentangan antara memori, persepsi, impuls, dan perasaan.
Akibatnya, sering tampak berafek labil atau neurotik. Ketika tuntutan sosial dan harapan
sangat menekan, mereka mungkin menggunakan kecenderungan untuk hanyut dalam dunia
lain, dapat membuat mereka memutuskan hubungan sosial untuk periode lama, di mana
mereka menjadi bingung dan tanpa tujuan, menampilkan afek yang tidak sesuai, pemikiran
paranoid, berkomunikasi yang aneh dan metaphorical
Skizotipal banyak memiliki residu superego, disebut introjects yang merupakan
gambaran citra diri yang terfragmentasi. Karena “dunia” mereka subjektif, sering didapatkan
pertanda indra keenam, hal-hal tak terduga sebagai aspek metafisik dunia mereka, beberapa
pemikiran magis, keyakinan aneh dan perilaku ritualistik yang dapat dilihat sebagai takhayul
serta tindakan yang bersinggungan dengan roh
Orang tua individu skizotipal gagal untuk menyediakan kedekatan dan kehangatan
emosional yang cukup dan mungkin mengkritik dan menghukum. Faktor-faktor ini mungkin
menimbulkan hipersensitivitas sosial yang nampak sebagai mekanisme pertahanan termasuk
proyeksi pada ketakutan dan kemarahan eksternal, preokupasi dengan pemikiran magis dan
intelektualisasi untuk menurunkan stimulasi berlebihan pada emosi dan penyangkalan
histerikal untuk menyingkirkan interaksi sosial yang tidak di inginkan untuk kemudian di
rasionalisasikan. Emosi pada umumnya terbatas, tetapi ketika di ekspresikan cenderung
inappropriate.
3. Perspektif Interpersonal
Pada skizotipal, perilaku interpersonal dan gaya kognitif terkait erat dan saling bekerja sama
untuk membentuk gangguan. Tidak adanya interaksi sosial, menunjukkan kecanggungan
secara sosial dan menampilkan bentuk pribadi yang aneh. Keterasingan dari diri dan orang
lain memberikan kontribusi terjadinya depersonalisasi, derealisasi, dan disosiasi. Ucapan
circumtansial, berliku-liku, tidak terduga, tidak jelas dan metaphorical, sering tampak
eksentrik atau ganjil, melakukan kejanggalan yang menakutkan bagi orang lain, bahkan
mengatakan bahwa mereka bisa mengontrol nasib seseorang sehingga dirasakan sebagai hal
yang aneh oleh orang lain. Setelah dewasa, tertarik/ menyukai profesi marginal, mungkin
sebagai peramal atau astrologi, karena sepertinya mereka mendapat firasat/pengetahuan
khusus dari Ilahi, dan akan menyajikannya pada klien-klien mereka
4. Perspektif kognitif
Gangguan dalam produktivitas bicara dan komunikasi dianggap inti dari gangguan skizotipal.
Pada keadaan yang berat, penyimpangan kognitif dapat terlihat melalui penggunaan kata
yang tidak wajar atau aneh, kadang-kadang tampak autis, seolah-olah beberapa logika
internal tidak diketahui orang lain. Cenderung mudah mengalihkan perhatian yang bisa
berubah ke topik lain secara tiba-tiba. Oleh karena itu individu skizotipal berkinerja buruk
dalam tugas-tugas yang perlu mempertahankan atensi. Skizotipal sering bertindak
berdasarkan informasi yang diterima dari sumber keanehan mereka sendiri yang disebut
penalaran emosional, dimana menganggap emosi negatif otomatis memerlukan beberapa
penyebab eksternal negatif yang dapat dijelaskan. Sebagai contoh, skizotipal mungkin
menerima undangan makan malam dari seorang kenalan yang mengendarai sebuah mobil
putih, karena indera keenam mereka mengatakan mobil putih melambangkan kemurnian dan
kebaikan, tetapi menolak undangan serupa dari seorang kenalan yang mengendarai mobil
hitam
5. Perspektif Evolusionanary-Neurodevolepment
Teori evolusi kepribadian menyatakan bahwa kepribadian skizotipal merupakan suatu
sindrom kelanjutan dari gangguan kepribadian skizoid dan gangguan kepribadian avoidant.
Dengan demikian etiologi dan perkembangan determinan dari gangguan skizotipal akan mirip
dengan gangguan skizoid dan avoidant, tetapi dengan intensitas yang lebih besar. Menurut
teori evolusi, gejala negatif dari skizotipal dapat dilihat dan membesar-besarkan sikap apati
sosial pada skizoid sedangkan gejala positif dapat dilihat dan membesar-besarkan pada
avoidant.
Skizotipal yang berbasis skizoid berubah menjadi pemikir yang terkucil, terasing dari orang
lain dan menjadi anggota masyarakat yang marjinal. Seiring waktu, perilaku sosial menjadi di
bawah kendali fantasi pribadinya. Pikiran mereka dibiarkan berkelana tanpa disesuaikan
dengan logika dan pengendalian komunikasi sosial serta aktivitas yang bersifat timbal balik,
sehingga mereka beralih ke fantasi tidak nyata. Setidaknya, hal ini mungkin dapat mengisi
kekosongan dan menunjukkan “keberadaan” mereka sebagai figur pokok. Skizotipal berbasis
avoidant berupaya untuk meminimalkan kesadaran atas ketidaknyamanan eksternalnya,
berfantasi, merenung, self defeating dan self-reproval. Tidak hanya konflik batin yang terus
menerus, tetapi mereka juga menghabiskan banyak waktu untuk mengingat dan menduplikasi
peristiwa yang menyakitkan di masa lalu. Dalam upaya untuk melawan pikiran-pikiran batin
yang menekan, mereka berusaha untuk memblokir dan menghancurkan kejernihan kognitif 10
DIAGNOSIS BANDING
1. Gangguan kepribadian skizoid ditandai dengan adanya penarikan diri dari pergaulan
sosial, tidak menginginkan hubungan interpersonal, pembatasan afek dan preokupasi
dengan fantasi, tetapi tidak didapatkan keanehan dalam perilaku seperti pada gangguan
skizotipal
2. Gangguan kepribadian avoidant ditandai dengan penarikan secara sosial karena
ketidakpercayaan terhadap orang lain, kurang percaya diri, takut dikritik dan ditolak.
Bukan sebuah tendensi mencari keterpisahan dari dunia luar seperti pada gangguan
skizotipal.
3. Gangguan kepribadian paranoid ditandai dengan tingkat kecurigaan terhadap orang lain,
percaya bahwa orang lain berusaha mengendalikan mereka, tetapi tidak didapatkan
keanehan yang jelas pada keyakinan dan pikiran yang sangat berbeda dengan gangguan
skizotipal
4. Gangguan kepribadian borderline ditandai dengan emosi yang labil berpusat pada
kemarahan dan kekhawatiran ditinggalkan
5. Skizofrenia harus dipertimbangkan karena kemiripannya, tetapi adanya gejala psikotik
yang konsisten/terus menerus dan gambaran lain dari skizofrenia akan memperjelas
perbedaan. Pada beberapa kasus,di kemudian hari, gejala gangguan kepribadian
skizotipal dapat dimengerti sebagai prodromal dari skizofrenia 3
PENATALAKSANAAN
Masalah sosial kasus skizotipal jelas amat kompleks, karena fungsi psikiater yang juga
terikat pada asas non interonisif. Namun jika ada tugas advokasi, perlulah fungsi psikiater
sebagai helper of people change dibedakan dari tugas pembuat rekomendasi untuk suatu
masalah sosial 12
1. Psikoterapi Skizotipal mungkin salah satu gangguan kepribadian yang jarang
mendatangi terapis dan paling mudah untuk di identifikasi tetapi paling sulit ditata laksana
dengan psikoterapi. Pasien skizotipal dapat ditolong dengan psikoterapi individual (suportif-
ekspresif), psikoterapi kelompok dinamika atau kombinasi keduanya dan yang tidak
berfungsi baik juga memerlukan pelatihan kemampuan sosial, pendidikan ulang serta
berbagai macam dukungan sosial. 13
a. Psikoterapi Individual
Pasien skizotipal yang perilakunya aneh (bizzare) atau yang memiliki pemikiriran
psikotik, terapi individual ini adalah modalitas yang lebih dipilih. Tujuan terapi adalah
menyediakan hubungan baru untuk di internalisasi yang langsung dan sederhana. Terapis
harus memiliki kesabaran luar biasa, sikap yang permisif dan menerima komunikasi non
verbal yang menyediakan informasi penting tentang pasien serta dituntut untuk menerima
proyeksi pasien tanpa menunjukkan countertransference 13
DAFTAR PUSTAKA
1. Waldinger RJ.: Psychiatry for medical students, Washington, DC : American Psychaitric
Press, 2007
2. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA.: Kaplan and Sadock´s synopsis of psychiatry,
Baltimore: Williams and Wilkins, 2007
3. Saddock BJ., & Saddock VA., (2007). Schizotypal Personality Disorder. Kaplan & Sadock’s Synopsis
of Psychiatry : behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 10th Edition. Philadelphia USA. Lippincott
4. Green, MJ. (2008), Schizotypal personality models, School of Psychiatry, University of New South
Wales& Black Dog Institute, Prince of Wales Hospital, Randwick, Schizophrenia Bulletin, p.2-7.
Diunduh dari http://schizophreniabulletin. oxfordjournals.org/ by guest padatanggal 8 Februari
2012
2012
9. Kwapil, TR., Barrantes-Vidal, N., and Silvia,PJ. (2008), The Dimensional Structure of the Wisconsin
Schizotypy Scales: Factor Identification and Construct Validity, Schizophrenia Bulletin vol. 34 no. 3
p.444–457. Diunduh dari http://schizophreniabulletin. oxfordjournals.org/ by guest padatanggal 8
Februari 2012
10. Millon, T. (2004), Schizotypal Personality , Personality Disorders in Modern Life second edition,
John Wiley & Sons, Inc. P.403-434.
11. Veague, HB. (2007), Schizotypal Personality Disorder in Personality Disorders, Chelsea House,,
New York, the United States of America p.33-39
12. Muljohardjono, H. & Margono, HM. (2007), Kebijakan Praktis dalam Observasi Masalah-masalah
Perilaku, Jenggala Pustaka Utama. p.50-253.
13. Gabbard, GO., (2009). Schizoid and Schizotypal Personality Disorder in Psychodinamic Psychiatry
in Clinical Practice. 4th Ed. amer Psychiatric Pub Inc, Washington p.412
14. Sperry, L. (2003), Schizotypal Personality, In : Handbook of Diagnosis and Treatment of
DSM-IV-TR Personality Disorder, Second Edition. New York, Brunner-Routledge. P
231-248