Anda di halaman 1dari 21

KELAINAN REFRAKSI

Presbiopia1
Definisi
Hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses penuaan pada
semua orang. Dengan bertambahnya usia maka semakin kurang kemampuan mata
untuk melihat dekat. Presbiopia terjadi akibat lensa makin keras, sehingga
elastisitasnya berkurang. Demikian pula dengan otot akomodasinya, daya
kontraksinya berkurang sehingga tidak terdapat pengenduran zonula Zinnii yang
sempurna.
Presbiopi dikenal sebagai kondisi visual orang diatas usia 40 tahun, dimana
insiden tertinggi pada usia 42-44 tahun. Beberapa hal yang merupakan faktor resiko
presbiopi antara lain : usia (biasanya >40 tahun), hiperopia yang tidak terkoreksi,
pekerjaan yang membutuhkan penggunaan penglihatan jarak dekat, trauma atau
penyakit mata (kerusakan lensa, zonula atau otot siliar), penyakit sistemik (diabetes
melitus, kardiovaskular, insufisiensi vaskular, miastenia gravis), obat-obatan (alkohol,
diuretik, hidrochlorothiazide, antidepresan), atau kurang nutrisi. Akibat ganngguan
akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun, akan memberikan
keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan sering terasa pedas.
Etiologi
Penurunan kekuatan akomodasi dari lensa seiring meningkatnya usia akibat dari
perubahan degeneratif lensa (penurunan elastisitas kapsul lensa atau peningkatan
ukuran dan sklerosis progresif dari substansi lensa) dan penurunan kekuatan m.siliaris
seiring dengan peningkatan usia.
Klasifikasi
a. Presbiopi Insipien
Merupakan tahap paling awal di mana penderita menunjukkan gejala membaca
cetak kecil membutuhkan usaha ekstra. Dari anamnesa didapati pasien memerlukan
kaca mata untuk membaca dekat, tapi tidak tampak kelainan bila dilakukan tes, dan
pasien biasanya akan menolak preskripsi kaca mata baca.
b. Presbiopi Fungsional
Amplitudo akomodasi yang semakin menurun dan akan didapatkan kelainan
ketika diperiksa.
c. Presbiopi Absolut
Peningkatan derajat presbiopi dari presbiopi fungsional, dimana proses
akomodasi sudah tidak terjadi sama sekali.
d. Presbiopi Prematur
Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun dan biasanya berhubungan
dengan lingkungan, nutrisi, penyakit, atau obat-obatan.
e. Presbiopi Nokturnal
Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada kondisi gelap disebabkan oleh
peningkatan diameter pupil.
Patofisiologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi mata
karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul
sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa menjadi
lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung. Dengan
demikian kemampuan melihat dekat makin berkurang.
Tanda dan gejala
- Ketidakmampuan membaca huruf kecil atau membedakan benda kecil yang
terletak berdekatan pada usia sekitar 44-46 tahun. Hal ini semakin buruk pada
cahaya temaram dan biasanya lebih nyata pada pagi hari atau saat subjek lelah.
Gejala meningkat sampai usia 55 tahun, menjadi stabil, tetapi menetap.
- Membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca karena tulisan tampak kabur
pada jarak baca yang biasa
- Sukar mengerjakan pekerjaan dengan melihat dekat, terutama di malam hari
- Memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca

2. Hipermetropia11
Definisi
Hipermetropia (hiperopia) atau long-sightedness adalah suatu keadaan mata
dimana sinar sejajar dari jarak tak terhingga difokuskan di belakang retina tanpa
akomodasi. Oleh karena itu, orang tersebut akan melihat gambaran yang buram.
Etiologi
Hipermetropia dapat berbentuk aksial, kurvatura, indeks, posisional, atau oleh
karena tidak adanya lensa.
1. Axial hypermetropia merupakan bentuk hipermetropia yang paling sering
ditemukan. Pada kondisi ini, kekuaran refraksi mata normal, namun terdapat
pemendekan axis dari bola mata. Tiap pemendekan sebanyak 1mm dari
diameter anteroposterior menyebabkan perubahan 3 dioptri.
2. Curvatural hypermetropia merupakan kondisi dimana kornea, lensa, atau
keduanya lebih datar daripada normal, sehingga terjadi penurunan refraksi.
Sekitar 1mm peningkatan radius kurvatura menyebabkan perubahan 6
dioptri.
3. Index hypermetropia terjadi disebabkan menurunnya indeks refraksi dari
lensa pada usia tua. Dapat pula terjadi pada diabetes yang sedang dalam
terapi.
4. Positional Hypermetropia akibat dari lensa yang diletakan pada bagian
posterior
5. Absence of crystalline lens dapat merupakan kongenital atau dengan
dilakukannya operasi pengangkatan lensa atau dislokasi posterior sehingga
orang tersebut menjadi afakia (terjadi hipermetropia yang tinggi)

Klasifikasi
Terdapat tiga bentuk klasifikasi hipermetropia secara klinis :
1. Hipermetropia simpel
Merupakan bentuk yang paling sering. Hal ini disebabkan oleh variasi biologis normal
dari pertumbuhan bola mata. Hal ini termasuk hipermetropia aksial dan refraktif.
2. Hipermetropia patologis
Disebabkan oleh kongenital ataupun didapat, diluar dari variasi biologis normal
pertumbuhan bola mata, akibat dari maldevelopment, trauma dan penyakit. Hal ini
termasuk:
- hipermetropia indeks (akibat sklerosis korteks lensa)
- hipermetropia posisional (akibat subluksasi posterior dari lensa)
- afakia (kongenital ataupun akibat operasi)
- hipermetropia konsekutif (akibat over-koreksi dari miopia)
3. Hipermetropia fungsional
Hal ini merupakan akibat dari paralisisnya kemampuan akomodasi seperti pada
paralisa n.3 dan oftalmoplegia internal

Klasifikasi hipermetropia berdasarkan derajat beratnya :


1. Hipermetropia ringan, kesalahan refraksi +2.00 D atau kurang
2. Hipermetropia sedang, kesalahan refraksi antara +2.25 D hingga +5.00 D
3. Hipermetropia berat, kesalahan refraksi +5.25 D atau lebih tinggi

Klasifikasi hipermetropia berdasarkan akomodasi mata


1. Hipermetropia Laten
a. Sebagian dari keseluruhan dari kelainan refraksi mata hipermetropia yang
dikoreksi secara lengkap oleh proses akomodasi mata
b. Hanya bisa dideteksi dengan menggunakan sikloplegia
c. Lebih muda seseorang yang hipermetropia, lebih laten hiperopia yang
dimilikinya
2. Hipermetropia Manifes
a. Hipermetropia yang dideteksi lewat pemeriksaan refraksi rutin tanpa
menggunakan sikloplegia
b. Bisa diukur derajatnya berdasarkan jumlah dioptri lensa positif yang
digunakan dalam pemeriksaan subjektif
c. Terdiri dari dua komponen :
i. Hipermetropia fakultatif, yang bisa diukur dan dikoreksi dengan
menggunakan lensa positif, tapi bisa juga dikoreksi oleh proses
akomodasi pasien tanpa menggunakan lensa. Semua hipermetropia laten
adalah hipermetropia fakultatif..Akan tetapi, pasien dengan
hipermetropia laten akan menolak pemakaian lensa positif karena akan
mengaburkan penglihatannya. Pasien dengan hipermetropia fakultatif
bisa melihat dengan jelas tanpa lensa positif tapi juga bisa melihat
dengan jelas dengan menggunakan lensa positif
ii. Hipermetropia absolut, merupakan residual dari hipermetropia manifes,
yang tidak dapat dikoreksi dengan akomodasi.

Tanda dan Gejala Klinis


Gejala pasien dengan hipermetropia dapat bervariasi tergantung dari usia dan
derajat beratnya kelainan refraksi. Dapat dikelompokan sebagai berikut:
1. Asimtomatik. Biasanya pasien usia muda dengan kelainan refraksi yang kecil
dapat mengkoreksi dengan kemampuan akomodasinya tanpa menimbulkan gejala
2. Gejala astenopia. Hipermetropia dapat terkoreksi secara penuh, namun karena
terjadi akomodasi terus menerus, pasien akan mengalami keluhan astenopia.
Keluhannya adalah mata lelah, nyeri kepala frontal atau fronto-temporal, mata
berair, dan fotofobia ringan. Gejala ini biasanya terjadi saat jam kerja dan
meningkat saat malam.
3. Gejala astenopia dengan penurunan penglihatan. Bila kelainan hipermetropia
cukup berat, mata tidak dapat mengkoreksi hanya dengan kemampuan
akomodasi. Sehingga pasien mengeluh gejala astenopia dan penglihatan buram.
4. Penurunan penglihatan saja. Bila kelainan hipermetropia sangat berat, pasien
biasanya tidak melakukan akomodasi (terutama orang dewasa) sehingga terjadi
penurunan penglihatan dekat dan jauh.

Gejala obyektif:
1. Ukuran bola mata yang lebih kecil secara keseluruhan
2. Juling atau esotropia akibat akomodasi terus menerus yang diikuti konvergensi
3. Karena akomodasi yang terus menerus, akan terjadi hipertrofi dari otototot
akomodasi di corpus ciliare.
4. Pupil terlihat lebih kecil karena akomodasi
5. Pemeriksaan fundus didapatkan papil yang kecil dan terlihat lebih banyak
vaskulardengan batas tidak tegas atau mungkin menyerupai papilitis (namun
tidak ada edema papil, sehingga disebut pseudopapillitis). Retina mungkin
terlihat bercahaya akibat refleksi cahaya yang lebih besar (shot silk appearance).

3. MIOPIA13
Definisi
Kata miopia diambil dari bahasa Yunani muopia yang berarti menutup mata.
Miopia merupakan suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar
yang berlebihan sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan di depan retina, pada
kondisi mata yang tidak berakomodasi. Pada miopia, titik fokus sistem optik media
penglihatan terletak di depan makula lutea. Hal ini dapat disebabkan sistem optik
(pembiasan) terlalu kuat, miopia refraktif atau bola mata terlalu panjang. Kelainan ini
menyebabkan penglihatan buram untuk jarak jauh, popular dengan istilah
nearsightness.
Kata miopia sendiri sebenarnya baru dikenal pada sekitar abad ke 2, yang mana
terbentuk dari dua kata meyn yang berarti menutup, dan ops yang berarti mata. Ini
memang menyiratkan salah satu ciri ciri penderita myopia yang suka menyipitkan
matanya ketika melihat sesuatu yang baginya tampak kurang jelas, karena dengan
cara ini akan terbentuk debth of focus di dalam bola mata sehingga titik fokus yang
tadinya berada di depan retina, akan bergeser ke belakang mendekati retina

Gambar Proses Penglihatan Normal dan Miopia

Etiologi
1. Axial myopia. Merupakan akibat dari peningkatan panjang diameter
anteriorposterior bola mata. Merupakan bentuk yang paling sering
dijumpai.
2. Curvatural myopia. Terjadi akibat peningkatan lengkung kornea, lensa, atau
eduanya.
3. Positional myopia. Akibat dari penempatan lensa di bagian anterior.
4. Index myopia. Akibat dari peningkatan indeks refraksi lensa terkait dengan
sklerosis nukleus.
5. Myopia due to excessive accommodation. Terjadi pada pasien dengan spasme
akomodasi.
Klasifikasi
a. Berdasarkan Manifestasi Klinis
Simple : Status refraksi mata dengan miopia sederhana tergantung pada daya
optik kornea dan lensa kristal, dan panjang aksial. Mata dengan miopi simple
merupakan mata normal yang terlalu panjang untuk kekuatan optiknya atau
memiliki kekuatan optik yang terlalu kuat untuk panjang aksisnya. Bentuk
miopi ini adalah yang paling umum, biasanya kurang dari 6 Dioptri atau
kurang dari 4-5 D. Ketika derajad miopi pada kedua mata tidak sama, hal ini
disebut anisomiopia. Jika salah satu mata emetrop sementara yang lainnya
miopi, ini disebut simple miopi anisometropia. Anisometropia menjadi
signifikan bila perbedaannya mencapai 1 D atau lebih.
Miopia Nokturnal : terjadi pada kondisi pencahayaan redu akibat dari
peningkatan respon akomodasi.
Pseudomiopia : akibat dari peningkatan kekuatan refraksi mata akibat dari
overstimulasi pada mekanisme akomodasi mata atau terjadinya spasme siliar.
Dinamakan pseudo karena pasien hanya mengalami miopi jika respon
akomodaasi tidak tepat.
Miopia degeneratif : derajad miopia berkaitan dengan perubahan degeneratif
pada segmen posterior mata. Perubahan degeneratif dapat menyebabkan
penurunan koreksi mata terbaik atau perubahan lapang pandang.
Miopia terinduksi : merupakan hasil dari eksposur agen farmako, perubahan
tingkat gula darah, sklerosis nukleus lensa kristalin. Miopi jenis ini reversible.

b. Berdasarkan penyebab myopia.


Miopia refraktif : Miopia yang terjadi akibat bertambahnya indeks bias media
penglihatan, seperti pada katarak.
Miopia aksial : Miopia yang terjadi akibat panjangnya sumbu bola mata,
dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal.

c. Menurut perjalanan penyakitnya, miopia di bagi atas :


Miopia stasioner : Miopia yang menetap setelah dewasa.
Miopia progresif : Miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat
bertambah panjangnya bola mata.
Miopia maligna : Keadaan yang lebih berat dari miopia progresif, yang
dapat mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan.

d. Berdasarkan ukuran dioptri lensa yang dibutuhkan untuk mengkoreksinya.


Miopia ringan : Lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri
Miopia sedang : Lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri.
Miopia berat : lensa koreksinya > 6,00 Dioptri. Penderita miopia kategori ini
rawan terhadap bahaya pengelupasan retina dan glaukoma sudut terbuka.

e. Berdasarkan umur :
Juvenile-Onset Myopia (JOM) : JOM didefinisikan sebagai miopia dengan
onset antara 7-16 tahun yang disebabkan terutama oleh karena pertumbuhan
sumbu aksial dari bola mata yang fisiologis. Esophoria, astigmatisma,
prematuritas, riwayat keluarga dan kerja berlebihan yang menggunakan
penglihatan dekat merupakan faktor-faktor risiko yang dilaporkan oleh
berbagai penelitian. Pada wanita, peningkatan prevalensi miopia terbesar
terjadi pada usia 9-10 tahun, sementara pada laki-laki terjadi pada usia 11-12
tahun. Semakin dini onset dari miopia, semakin besar progresi dari miopianya.
Miopia yang mulai terjadi pada usia 16 tahun biasanya lebih ringan dan lebih
jarang ditemukan. Progresi dari miopia biasanya berhenti pada usia remaja
( pada usia 16 tahun, pada usia 15 tahun)
Adult-Onset Myopia (AOM) : AOM dimulai pada usia 20 tahun.

a. Youth-onset myopia miopia yang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun
b. Early adult onset myopia miopia yang terjadi pada usia 20 sampai 40
tahun
c. Late adult onset myopiamyopia yang terjadi setelah usia 40 tahun
Kerja mata yang berlebihan pada penglihatan dekat merupakan faktor risiko
dari perkembangan miopia.

f. Klasifikasi secara klinik :

1. Miopia kongenital
Myopia kongenital biasanya ada sejak lahir, namun biasanya baru didiagnosis
pada usia 2-3 tahun. Kebanyakan kelainan refraksi yang terjadi unilateral dan jarang
bilateral. Anak dapat sering memicingkan mata untuk melihat lebih jelas titik jauh.
Myopia kongenital kadang berkaitan dengan anomali kongenital lainnya seperti
katarak, microthalmos, aniridia, megalokornea, dan pemisahan retina kongenital.
Koreksi dini miopia kongenital disarankan.
2. Miopia simplek
Miopia simplek adalah jenis yang paling sering terjadi. Jenis ini dianggap sebagai
kelainan fisiologis tanpa berkaitan dengan penyakit mata lain. Prevalensinya
meningkat dari 2% pada usia 5 tahun menjadi 14% pada usia 15 tahun. Karena
peningkatan terjadi pada usia sekolah, yaitu usia 8 sampai 12 tahun, hal ini disebut
juga school myopia.
Etiologi
Miopia ini merupakan variasi biologis normal pertumbuhan mata yang dapat atau
tidak berkaitan dengan genetik. Beberapa faktor yang berkaitan dengan miopia simpel
yaitu :
Miopia simplek tipe aksial hanya merupakan variasi fisiologis panjang bola mata
atau dapat berkaitan dengan pertumbuhan neurologis dini saat usia anak.
Miopia simplek tipe kurvatura dianggap akibat kurang berkembangnya bola mata
Peran diet saat usia anak telah dilaporkan tanpa ada hasil konklusif.
Peran genetik. Genetik berperan pada variasi biologis perkembangan mata,
dimana prevalensi miopia lebih banyak pada anak dengan kedua orang tua miopia
(20%) daripada anak dengan 1 orang tua miopia (10%) dan anak tanpa orang tua
miopia (5%).
Teori pekerjaan jarak dekat berlebihan. Namun teori ini tidak membuktikan
adanya hubungan miopia dengan pekerjaan jarak dekat, menonton televisi dan
tidak melakukan pemakaian kacamata.

Gejala subjektif
penurunan visus untuk jarak jauh adalah keluhan utama miopia
Gejala astenopia dapat terjadi pada pasien dengan miopia ringan
Sering memicingkan mata mungkin dikeluhkan oleh orang tua pasien dengan
anak miopia.
Gejala objektif
Bola mata yang sedikit menonjol
Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif
lebar.
Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat
disertai cresen myopia (myopiaic crescent) yang ringan di sekitar papil saraf optik
Kelainan refraksi: miopia simplek biasa terjadi antara usia 5 -10 tahun dan akan
terus naik sampai usia 18 - 20 tahun. Miopia simplek kelainan refraksinya
biasanya tidak melebihi 6-8 D.
Diagnosis
Diagnosis dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan retinoskopi

3. Miopia patologik
Miopia patologi/ degeneratif/ progresif, seusai dengan namanya, adalah kelainan
progresif yang cepat dimulai dari usia 5-10 tahun dan menghasilkan miopia yang
berat pada dewasa muda dan biasanya berkaitan dengan perubahan degeneratif pada
mata.
Etiologi
Belum ada hipotesis yang dapat menjelaskan etiopatologis dari miopia patologis
secara memuaskan. Namun, diketahui bahwa hal ini berhubungan dengan genetik dan
proses pertumbuhan secara general.
Peran herediter
Telah dikonfirmasi bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada
etiologinya, dimana miopia progresif: (i) familial, (ii) lebih sering pada ras
tertentu seperti Cina, Jepang, Arab, Yahudi, dan jarang pada Negroid, Nubian,
dan Sudan. Telah disimpulkan bahwa pertumbuhan retina terkait dengan
herediter sangat berpengaruh terhadap perkembangan miopia. Sklera karena
distensibilitasnya mengikuti pertumbuhan retina, namun koroid mengalami
degenerasi karena peregangan, yang akhirnya menyebabkan degenerasi retina.
Peran proses pertumbuhan secara general
Walaupun tidak berpengaruh banyak, namun hal ini tidak dapat di lupakan dalam
progres miopia. Pemanjangan segmen posterior dari bola mata dimulai hanya
saat periode pertumbuhan aktif. Oleh karena itu, faktor defisiensi nutrisi,
penyakit penyerta, gangguan endokrin yang mempengaruhi proses pertumbuhan
general juga mempengaruhi progres dari miopia.
Gejala klinis
Gejala subjektif :
1. Defek pada visus. Terdapat penurunan fungsi penglihatan karena biasanya
kelainannya berat. Pada tahap lanjut, penurunan visus tidak dapat terkoreksi
karena terdapat perubahan degeneratif.
2. Muscae volitantes yaitu terlihat bintik hitam berterbangan di depan mata yang
disebabkan degenerasi vitreus.
3. Night blindness dapat dikeluhkan yang disebabkan kelainan miopia yang sangat
berat dengan perubahan degeneratif signifikan.
Gejala objektif:
1. Mata yang menonjol. Mata yang mengalami pemanjangan adalah bagian
posterior. Bagian anterior bola mata biasanya normal.
2. Kornea terlihat besat
3. COA dalam
4. Pupil terlihat sedikit membesar dan reaksi terhadap cahaya lambat
5. Pemeriksaan funduskopi:
Badan kaca: dapat ditemukan kekeruhan berupa perdarahan atau degenerasi
yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam
badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap
belum jelas hubungannya dengan keadaan miopia.
Papil saraf optik: terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil terlihat
lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen miopia dapat
ke seluruh lingkaran papil, sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah
koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur.
Makula: berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan
perdarahan subretina pada daerah makula.
Retina bagian perifer: berupa degenerasi sel retina bagian perifer.
Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina.
Akibat penipisan retina ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan
disebut sebagai fundus tigroid.
Gejala Klinis
Sebagian kasus-kasus miopia dapat diketahui dengan adanya kelainan pada jarak
pandang.Pada tingkat ringan, kelainan baru dapat diketahui bila penderita telah
diperiksa.
Akibat sinar dari suatu objek jauh difokuskan di depan retina, maka penderita
miopia hanya dapat melihat jelas pada waktu melihat dekat, sedangkan
penglihatan kabur bila melihat objek jauh.
Keluhan astenopia, seperti sakit kepala yang dengan sedikit koreksi dari
miopianya dapat disembuhkan.
Kecendrungan penderita untuk menyipitkan mata waktu melihat jauh untuk
mendapatkan efek pinhole agar dapat melihat dengan lebih jelas.
Penderita miopia biasanya suka membaca, sebab mudah melakukannya tanpa
usaha akomodasi
Diagnosis
Diagnosis miopia dapat ditegakkan dengan cara refraksi subjektif dan objektif,
setelah diperiksa adanya visus yang kurang dari normal tanpa kelainan organik. Cara
subyektif ini penderita aktif menyatakan kabur terangnya saat di periksa.Pemeriksaan
dilakukan guna mengetahui derajat lensa negatif yang diperlukan untuk memperbaiki
tajam penglihatan sehingga menjadi normal atau tercapai tajam penglihatan terbaik.
Alat yang digunakan adalah kartu Snellen, bingkai percobaan dan sebuah set lensa
coba.
Tehnik pemeriksaan :
1. Penderita duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter (minimal 5
meter), jika kurang dari 5 meter akan terjadi akomodasi.
2. Pada mata dipasang bingkai percobaan/trial frame dan satu mata ditutup
dengan occlude, didahului dengan mata kanan.
3. Penderita di suruh membaca kartu Snellen mulai huruf terbesar dan diteruskan
sampai huruf terkecil yang masih dapat terbaca.
4. Lensa sferis negatif terkecil dipasang pada tempatnya dan bila tajam
penglihatan menjadi lebih baik ditambahkan kekuatannya perlahan-lahan
hingga dapat terbaca huruf pada baris terbawah.
5. Sampai terbaca basis 6/6.
6. Jika ditambah lensa sferis masih tidak bisa, kemungkinan pasien mempunyai
astigmatisma. Dilakukan Fogging Test.
7. Mata yang lain dikerjakan dengan cara yang sama.
Cara Obyektif
Cara ini untuk anomali refraksi tanpa harus menanyakan bagaimana tambah atau
kurangnya kejelasan yang di periksa, dengan menggunakan alat-alat tertentu yaitu
retinoskop. Cara objektif ini dinilai keadaan refraksi mata dengan cara mengamati
gerakan bayangan cahaya dalam pupil yang dipantulkan kembali oleh retina. Pada
saat pemeriksaan retinoskop tanpa sikloplegik (untuk melumpuhkan akomodasi),
pasien harus menatap jauh.Mata kiri diperiksa dengan mata kiri, mata kanan dengan
mata kanan dan jangan terlalu jauh arahnya dengan poros visual mata.Jarak
pemeriksaan biasanya meter dan dipakai sinar yang sejajar atau sedikit divergen
berkas cahayanya. Bila sinar yang terpantul dari mata dan tampak di pupil bergerak
searah dengan gerakan retinoskop, tambahkan lensa plus. Terus tambah sampai
tampak hampir diam atau hampir terbalik arahnya. Keadaan ini dikatakan point of
reversal (POR), sebaliknya bila terbalik tambahkan lensa minus sampai diam. Nilai
refraksi sama dengan nilai POR dikurangi dengan ekivalen dioptri untuk jarak
tersebut, misalnya untuk jarak meter dikurangi 2 dioptri.
Cara pemeriksaan subyektif dan obyektif biasanya dilakukan pada setiap pasien.
Cara ini sering dilakukan pada anak kecil dan pada orang yang tidak kooperatif,
cukup dengan pemeriksaan objektif.Untuk yang tidak terbiasa, pemeriksaan subjektif
saja pada umumnya bisa dilakukan.

4 ASTIGMATISME

Definisi14
Terminologi astigmatisme berasal dari Bahasa Yunani yang bermaksud tanpa satu
titik. Astigmatisma adalah keadaan dimana sinar yang masuk ke dalam mata tidak
dipusatkan pada satu titik akan tetapi tersebar atau menjadi sebuah garis (Ilyas, 1989).
Pada keadaan ini terdapat variasi pada kurvatur kornea atau lensa pada meridian yang
berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak difokuskan pada satu titik.Astigmat
merupakan akibat bentuk kornea yang oval seperti telur, makin lonjong bentuk kornea
makin tinggi astigmat mata tersebut. Dan umumnya setiap orang memiliki astigmat
yang ringan.
Etiologi
Bentuk kornea yang oval seperti telur, dapat juga diturunkan atau terjadi sejak
lahir, jaringan parut pada kornea seteh pembedahan (Ilyas, 2006), ketidakteraturan
lengkung kornea, dan perubahan pada lensa (Nelson, 2000)
Astigmatisma dapat disebabkan oleh kelainan pada kurvatur, aksis, atau indeks
refraksi. Astigmatisma kurvatur pada derajat yang tinggi, merupakan yang tersering
pada kornea. anomali ini bersifat kongenital, dan penilaian oftalmometrik
menunujukkan. Kebanyakan kelainan yang terjadi dimana sumbu vertical lebih besar
dari sumbu horizontal (sekitar 0,25 D). Ini dikenal dengan astigmatisme direk dan
diterima sebagai keadaan yang fisiologis. Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai
kornea yang bulat atau sferis tipe astigmatisma ini di dapatkan pada 68 % anak-anak
pada usia 4 tahun dan 95% pada usia 7 tahun.
Klasifikasi
Astigmatisma dapat dikalsifikasikan berdasarkan orientasi dan posisi relatif dari 2
garis focus (mata yang menderita astigmatisma memiliki 2 garis focus), yakni sebagai
berikut:
a. Simple Myopic Astigmatism, yakni jika satu garis fokus berada di depan retina
dan yang lainnya berada di retina.
b. Coumpoud Myopic Astigmatism, yakni jika kedua garis fokus berada di depan
retina.
c. Simple Hyperopic Astigmatism, jika satu garis fokus berada di belakang retina
dan yang lainnya berada di retina.
d. Coumpound Hyperopic Astigmatism, jika kedua garis fokus berada di belakang
retina.
e. Mixed Astigmatism, yakni jika satu garis fokus berada di depan retina dan yang
lainnya berada di belakang retina.
Berdasarkan meridian/ aksisnya, astigmatisma dapat dibedakan menjadi dua,
yakni astigmatisma reguler dan ireguler :
a. Astigmatisma Reguler
Yakni apabila meridian utama pada astigmatisma memiliki orientasi yang konstan
pada setiap titik yang melewati pupil, dan jika jumlah astigmatisma selalu sama pada
setiap titik. Astigmatisma reguler dapat dikoreksi dengan kacamata lensa silindris.
Astigmatisma ini dapat dibedakan menjadi 4:15
1) Astigmatisma with-the-rule, yaitu tipe yang lebih sering ditemukan pada anak-
anak, dimana meridian vertikal adalah yang tercuram/ memiliki daya bias/
kelengkungan yang lebih besar, dan sebuah koreksi lensa silinder plus dipakai
pada/ mendekati meridian 90.
2) Astigmatisma against-the-rule, yaitu tipe yang lebih sering ditemukan pada orang
dewasa, dimana meridian horizontal adalah yang tercuram/ memiliki daya bias/
kelengkungan yang lebih besar daripada meridian vertikal, dan sebuah koreksi
silinder plus dipakai pada/ mendekati meridian 180
3) Astigmatisma oblik, yakni jika dua meridian utamanya tidak terletak pada/
mendekati 90 atau 180, namun terletak lebih mendekati 45 dan 135
4) Astigmatisma bioblik, yakni jika dua meridian utama tidak terletak pada sudut
yang sama satu sama lain, misalnya salah satu pada 30 dan satunya lagi 100.

b. Astigmatisma Ireguler
Terjadi apabila orientasi meridian utama atau jumlah astigmatisma berubah dari
titik ke titik saat melewati pupil. Meskipun meridian utamanya terpisah 90 pada
setiap titik, kadang-kadang pada pemeriksaan retinoskopi atau keratometri, secara
keseluruhan, meridian utama pada kornea ini tidak tegak lurus satu sama lain.
Sebenarnya setiap mata normal memiliki setidaknya sedikit astigmatisma ireguler,
dan peralatan seperti topografer kornea dan wavefront aberrometer dapat digunakan
untuk mendeteksi keadaan ini secara klinis.
Patofisiologi
a. Astigmatisma Reguler
Pada astigmatisma reguler, setiap meridian membiaskan cahaya secara teratur dan
equally, akan tetapi pembiasan meridian yang satu berbeda dengan meridian yang
lain. Satu meridian membiaskan cahaya berlebihan dan yang lainnya kurang. Dua
jenis meridian ini disebut dengan meridian utama, keduanya saling tegak lurus.
Pada kebanyakan kasus, satu meridian utama terletak secara vertikal dan satunya
lagi terletak horizontal, namun bisa terjadi oblik, namun sudutnya masih saling tegak
lurus/ 90 satu sama lain.
Meridian vetikal, dalam banyak kasus, membiaskan cahaya lebih kuat daripada
yang horizontal, hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh tekanan palpebra ke
kornea.Tipe astigmatisma ini disebut with-the-rule dan lebih sering pada anak-
anak.Sementara itu, apabila meridian horizontal membiaskan cahaya lebih kuat, ini
disebut dengan astigmatisma against-the-rule dan lebih sering pada orang dewasa.
Perbedaan refraksi antara kedua meridian utama ini menggambarkan besarnya
astigmatisma dan direpresentasikan dalam dioptri (D).
Ketika perbedaannya tidak lebih dari sampai dioptri, maka disebut dengan
astigmatisma fisiologis dan biasanya tidak perlu dikoreksi, karena masih bisa
dikompensasi dan tidak menimbulkan keluhan subjektif pada seseorang. Namun jika
lebih dari D, ia dapat mengganggu penglihatan dan menimbulkan gejala subjektif.
Akan tetapi, astigmatisma tipe reguler ini jarang yang melebihi 6-7 D.
Berdasarkan teori fisika, berbeda dengan lensa sferis, permukaan lensa silindris tidak
memiliki kelengkungan dan kekuatan refraksi yang sama di semua meridian.
Kelengkungan lensa silindris berbeda-beda dari yang kecil hingga yang besar, dengan
nilai yang ekstrim berada di meridian 90.Oleh sebab itu, kekuatan refraksinya
berbeda-beda dari satu meridian ke meridian lainnya, dan permukaan lensa silindris
tidak memiliki satu titik fokus, namun ada dua garis fokus yang terbentuk. Bentuk
umum dari permukaan astigmatisma adalah sferosilinder, atau torus, yang mirip
dengan bentuk bola football Amerika, dengan kata lain dapat dikatakan sebagai
gabungan lensa sferis dan lensa silindris. Bentuk geometris yang rumit dari seberkas
cahaya yang berasal dari satu sumber titik dan dibiaskan oleh lensa sferosilinder ini
disebut dengan istilah conoid of Sturm.
Conoid of Sturm memiliki dua garis fokus yang sejajar satu sama lain pada
meridian-meridian utama pada lensa sferosilinder. Semua berkas cahaya akan
melewati setiap garis-garis fokus ini. Perpotongan melintang conoid of Sturm pada
titik-titik yang berbeda sejauh panjangnya, sebagian besar berbentuk elips, termasuk
bagian luar dari dua garis fokus ini.Pada setiap dioptriknya, dua garis fokus ini
memiliki potongan sirkuler. Potongan sirkuler dari berkas sinar ini disebut circle of
least confusion, dan merepresentasikan fokus terbaik dari lensa sferosilinder, yakni
posisi dimana semua sinar akan terfokus jika lensa memiliki kekuatan sferis yang
sama dengan kekuatan sferis rata-rata pada semua meridian lensa sferosilinder. Rata-
rata kekuatan sferis lensa sferosilinder merepresentasikan ekuivalen sferis dari lensa,
dan dapat dihitung dengan rumus:16
Ekuivalen sferis = sferis + silinder / 2
b. Astigmatisma Irreguler
Astigmatisma ireguler muncul ketika pembiasan cahaya tidak teratur dan unequal
pada meridian-meridian yang sama pada mata. Biasanya merupakan konsekuensi dari
perubahan patologis terutama pada kornea (makula sentral kornea, ulkus, pannus,
keratokonus, dan lain-lain) atau lensa (katarak, opasifikasi kapsul posterior,
subluksasi lensa, dan lain-lain).
Ketajaman visus pada mata dengan astigmatisma ireguler mengalami penurunan
dan kadang-kadang muncul diplopia monokuler atau poliopia.Semua mata memiliki
setidaknya sejumlah kecil astigmatisma ireguler, tapi terminologi astigmatisma
ireguler dalam hal ini digunakan secara klinis hanya untuk iregularitas yang lebih
kuat.
Astigmatisma ireguler merupakan astigmatisma yang tidak memiliki 2 meridian yang
saling tegak lurus. Astigmatisma ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea
pada meridian yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi ireguler. Astigmatisma
ireguler terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi atau akibat kelainan
pembiasan pada meridian lensa yang berbeda
Manifestasi Klinis
Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi menyebabkan
gejalagejala sebagai berikut :
a) Memiringkan kepala atau disebut dengan titling his head, pada umunya
keluhan ini sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi.
b) Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.
c) Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk
mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga
menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti membaca.
d) Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan mendekati
mata, seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk
memperbesar bayangan, meskipun bayangan di retina tampak buram, sedang
pada penderita astigmatismus rendah, biasa ditandai dengan gejala gejala
sebagai berikut :
- Sakit kepala pada bagian frontal.
- Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat, biasanya
penderita akan mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau mengucek-
ucek mata.
Diagnosis
1. Pemeriksaan pin hole
Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya
tajam penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media
penglihatan, atau kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah
setelah dilakukan pin hole berarti pada pasien tersebut terdapat kelainan refraksi yang
belum dikoreksi baik. Bila ketajaman penglihatan berkurang berarti pada pasien
terdapat kekeruhan media penglihatan atau pun retina yang menggangu penglihatan
2. Uji refraksi
Subjektif: Optotipe dari Snellen & Trial lens

Bila setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam


penglihatanmaksimal mungkin pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat.Pada
keadaan ini lakukan uji pengaburan (fogging technique).
Objektif

- Autorefraktometer
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan
menggunakankomputer. Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya dihasilkan
oleh alat dan respon mata terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar
kelainan refraksi yang harus dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan
waktu beberapa detik.
- Keratometri
Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius
kelengkungan kornea. Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat
berharga namun mempunyai keterbatasan.
3. Uji pengaburan
Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam penglihatannya
dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris
pada kartu Snellen, misalnya dengan menambah lensa spheris positif 3. Pasien
diminta melihat kisikisi juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling
jelas terlihat.Bila garis juring pada 90 yang jelas, maka tegak lurus padanya
ditentukan sumbu lensa silinder, atau lensa silinder ditempatkan dengansumbu
180. Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder negatif ini dinaikkan sampai garis
juring kisi - kisi astigmat vertikal sama tegasnya atau kaburnya dengan juring
horizontal atau semua juring sama jelasnya bila dilihat dengan lensa silinder
ditentukan yang ditambahkan. Kemudian pasien diminta melihat kartu Snellen
dan perlahan- lahan ditaruh lensa negatif sampai pasien melihat jelas.
4. Keratoskop
Keratoskopatau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme.
Pemeriksa memerhatikan imej ring pada kornea pasien. Pada astigmatisme
regular, ring tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme irregular, imej
tersebut tidak terbentuk sempurna.

5. Retinoskopi
Melihat refleks merah pada mata ketika retinoskop digerakan secara vertikal dan
horizontal.

REFERENSI KELAINAN REFRAKSI :


1. Ilyas H, Sidarta. Kelainan refraksi dan koreksi penglihatan. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2004.
2. Keputusan menteri kesehatan RI nomor 1473/menkes/SK/x/2005 tentang
Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan
Kebutaan untuk mencapai Vision 2020.
3. Vaughan, Asbury. Optik dan Refraksi dalam Oftalmologi Umum. Ed. 17.
Jakarta: EGC. 2009. Hal 8, 125.
4. Vaughan, Asbury. Optik dan Refraksi dalam Oftalmologi Umum. Ed. 17.
Jakarta: EGC. 2009. Hal 12.
5. Sherwood l. Human Physiology from Cells to System. Ed. 7. Canada :
Brooks/Cole. 2010. Page 198-9.
6. Vaughan, Asbury. Optik dan Refraksi dalam Oftalmologi Umum. Ed. 17.
Jakarta: EGC. 2009. Hal 382-4.
7. Khurana A.K. comprehensive ophthalmology. Fourth edition. India : New age
international. 2007. P.3-1, 89-92, 167-169, 243 245, 249.
8. Mancil GL. Optometric clinical practice guideline care of patient with
Presbiopia. America optometric Association. Reviewed 2010. P. 1-36
9. Patorgis CJ. Presbyopia. In: Amos JF, ed. Diagnosis and management in vision
care. Boston: Butterworths, 1987:203-38.
10. Kleinstein RN. Epidemiology of presbyopia. In: Stark L, Obrecht G, eds.
Presbyopia: recent research and reviews from the third international
symposium. New York: Professional Press Books, 1987:12-8.
11. David AH. Optometric clinical practice guideline care of patient with
Hypermetropia. America optometric Association. Reviewed 2008. P. 1-27
12. Waring GO, Rodrigues MM, Laibson PR. Anterior chamber cleavage
syndrome. A stepladder classification. Surv Ophthalmol 1975; 20:3-27
Thompson HS, Newsome DA, Lowenfield IE. The fixed dilated pupil. Sudden
iridoplegia or mydriatic drops? A simple diagnostic test. Arch Ophthalmol
1971; 86:21-7.12
13. Amos JF. Optometric clinical practice guideline care of patient with Myopia.
America optometric Association. Reviewed 2008. P. 1-39.
14. Sidarta I. Kelainan Refraksi dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Jakarta. 2007. Hal. 81
15. Sidarta I. Kelainan Refraksi dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Jakarta. 2007. Hal. 82
16. Olujic, SM, 2012. Etiology and Clinical Presentation of Astigmatism. Dalam:
Advances in Ophtalmology; edited by Rumelt S. PP: 167 190. Available at:
www.intechopen.com/download/pdf/29985. Accessed: March 26th 2015.

AMBLIOPIA
Amblyopia berasal dari bahasa Yunani yaitu amblyos (tumpul) dan opia
(penglihatan). Ambliopia adalah suatu keadaan mata dimana tajam penglihatan tidak
mencapai optimal sesuai dengan usia dan intelegensinya walaupun sudah dikoreksi
kelainan refraksinya. Pada amblyopia terjadi penurunan tajam penglihatan unilateral
atau bilateral disebabkan karena kehilangan pengenalan bentuk, interaksi binocular
abnormal, atau keduanya, dimana tidak ditemukan kausa organik pada pemeriksaan
fisik mata dan pada kasus yang keadaan baik, dapat dikembalikan fungsnya dengan
pengobatan.(1)
Amblyopia, dikenal juga dengan istilah mata malas (lazy eye), adalah
masalah dalam penglihatan yang memang hanya mengenai 2 3 % populasi, tapi bila
dibiar biarkan akan sangat merugikan nantinya bagi kehidupan si penderita.
Amblyopia tidak dapat sembuh dengan sendirinya, dan amblyopia yang tidak diterapi
dapat menyebabkan gangguan penglihatan permanen. Jika nantinya pada mata yang
baik itu timbul suatu penyakit ataupun trauma, maka penderita akan bergantung pada
penglihatan buruk mata yang amblyopia, oleh karena itu amblyopia harus
ditatalaksana secepat mungkin.
Terdapat beberapa tanda pada mata dengan amblyopia, seperti :
- berkurangnya penglihatan satu mata
- menurunnya tajam penglihatan terutama pada fenomena crowding
- hilangnya sensitivitas kontras
- mata mudah mengalami fiksasi eksentrik
- adanya anisokoria
- tidak mempengaruhi penglihatan warna
- biasanya daya akomodasi menurun
- ERG dan EEG penderita ambliopia selalu normal yang berarti tidak
terdapat kelainan organic pada retina maupun korteks serebri.

Klasifikasi amblyopia :
1. Ambliopia fungsional
2. Ambliopia strabismik
3. Ambliopia refraktif
4. Ambliopia anisometropik
5. Ambliopia ametropik
6. Ambliopia eks anopsia
7. Ambliopia intoksikasi
8. Ambliopia hysteria
9. Ambliopia organic

REFERENSI AMBLIOPIA : Ilyas S, Yulianti SR. ILMU PENYAKIT MATA. FKUI.


Ed 5. 2015. Hal 264-273

Anda mungkin juga menyukai