Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan sebuah Negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu
pulau. Kenyataan ini memungkinkan timbulnya struktur kehidupan perairan yang
memunculkan pemukiman-pemukiman penduduk di sekitar garis pantai. Dalam hal
ini, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari para penduduk yang
bermukim di daerah pantai tersebut pada umumnya memilih pekerjaan sebagai
nelayan selain pekerjaan-pekerjaan sampingan lainnya. Hasrat untuk mewujudkan
masyarakat yang sejahtera dalam arti sebenarnya adalah tujuan mulia yang hendak
dicapai oleh bangsa Indonesia.
Dalam peningkatan kesejahtraan penduduk dapat dilakukan apabila
pendapatan penduduk mengalami peningkatan yang cukup hingga mampu
memenuhi kebutuhan dasar untuk kehidupannya. Hal ini dapat diartikan bahwa
kebutuhankebutuhan pangan, sandang, perumahan, kesehatan, keamanan, dan
sebagainya tersedia dan mudah dijangkau setiap penduduk sehingga pada gilirannya
penduduk yang miskin semakin sedikit jumlahnya.
Sektor perikanan merupakan salah satu sasaran pemerintah dalam usaha
meningkatkan ekspor non migas, penyediaan lapangan kerja, sumber devisa dan
untuk gizi makanan. Tetapi dari sisi lain, dapat juga dilihat bahwa masyarakat yang
mendiami pesisir pantai yang berperan aktif dalam usaha perikanan sebahagian
besar belum terlepas dari lingkaran kemiskinan yang perlu penanganan serius.
Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak
dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun hasil
perikanan merupakan komoditas yang mudah mengalami proses kemunduran
mutu dan pembusukan, dimana hal ini terjadi setelah ikan ditangkap. Dengan
demikian perlu penanganan yang cepat, tepat dan benar untuk menjaga
kualitasnya sebelum dipasarkan dan sampai ke tangan konsumen. Proses
pembusukan ikan dapat disebabkan terutama oleh aktivitas enzim yang terdapat di
dalam tubuh ikan sendiri, aktivitas mikrooganisme, atau proses oksidasi pada

1
lemak tubuh oleh oksigen dari udara. Kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh ikan
telah dirasakan sangat menghambat usaha pemasaran hasil perikanan dan tidak
jarang menimbulkan kerugian besar, terutama pada saat produksi ikan melimpah
(Margono dkk, 2000).
Hasil perikanan merupakan komoditas yang mudah mengalami proses
kemunduran mutu dan pembusukan. Penyebabnya adalah daging ikan mempunyai
kadar air yang sangat tinggi, pH netral, teksturnya lunak dan kandungan gizinya
tinggi, sehingga menjadi medium yang sangat baik untuk menghindari kebusukan
terutama bakteri. Proses kemunduran ini mulai terjadi setelah ikan ditangkap.
Dengan demikian perlu penanganan yang cepat, tepat dan benar untuk menjaga
kualitasnya. Sebelum diPasarkan dan sampai ke tangan konsumen, maka perlu
adanya pengawetan untuk memperpanjang daya awet (Susianawati, 2010).
Nelayan di Indonesia sejak jaman dahulu telah melakukan langkah-langkah
untuk mengawetkan ikan hasil tangkapan mereka yang berlebihan dan tidak habis
dikonsumsi dan dijual. Proses pengawetan yang dilakukan oleh masyarakat/
nelayan merupakan proses pengawetan ikan secara tradisional (Basuki dan Mukti,
2014).
Permasalahan tersebut kemudian dapat diatasi dengan dilakukannya
pengolahan pasca tangkap dan pengawetan ikan sehingga produk perikanan dapat
bertahan lebih lama sebagai bahan pangan dan kemudian dapat didistribusikan dari
pusat produksi ke pusat konsumsi. Pada dasarnya usaha- usaha tersebut pada
mulanya hanya memanfaatkan proses-proses alami saja yang dikerjakan secara
tradisional, tetapi kemudian seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi maka
berkembang pula peralatan- peralatan mekanis yang dapat mempercepat dan
memperbaiki mutu produknya. Produk-produk perikanan yang telah diolah dan
diawetkan meliputi berbagai macam yaitu ikan tawar, ikan beku, pengalengan ikan,
ikan tawar, ikan asap, ikan pindang, ikan peda dan lain-lain. Pengeringan ikan
secara tradisional bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga
tidak memberi kesempatan bagi bakteri untuk berkembang. Untuk mendapatkan
hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakukan yang baik selama proses

2
pengawetan seperti : menjaga kebersihan bahan dan alat yang digunakan, dan
menggunakan ikan yang masih segar (Daisy, 2014).
Salah satu produk olahan ikan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia adalah ikan tawar. Selain harganya yang lebih terjangkau, ikan tawar juga
mudah diperoleh. Menurut data BKPD, Di dalam ikan tawar terdapat beberapa
kandungan gizi. Berikut isi kandungan gizi yang terdapat pada ikan tawar menurut
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia serta sumber lainnya: Ikan tawar
mengandung energi sebesar 193 kilokalori, protein 42 gram, karbohidrat 0 gram,
lemak 1,5 gram, kalsium 200 miligram, fosfor 300 miligram, dan zat besi 3
miligram. Selain itu di dalam Ikan tawar juga terkandung vitamin A sebanyak 0 IU,
vitamin B1 0,01 miligram dan vitamin C 0 miligram. Hasil tersebut didapat dari
melakukan penelitian terhadap 100 gram Ikan Kering tawar, dengan jumlah yang
dapat dimakan sebanyak 70 % (BKPD, 2015).
Menurut Ibu Amanidar, selaku salah satu pengolah ikan kering tawar di Desa
Pasar Ipuh Kabupaten Mukomuko, pengusaha pengolah ikan kering tawar sering
menghadapi permasalahan dalam pengolah ikan kering tawar yaitu tidak adanya
jaminan ketersediaan bahan baku ikan laut secara kontinyu, harga bahan baku ikan
laut yang fluktuatif, serta usaha pengolahan ikan tawar yang sangat bergantung pada
faktor alam berupa sinar matahari.
Dengan adanya permasalahan tersebut, maka menurut peneliti pengusaha ikan
tawar harus membuat keputusan-keputusan dalam menjalankan usahanya. Keadaan
tersebuat membuat seorang pengusaha ikan tawar perlu mengetahui biaya-biaya,
penerimaan, keuntungan, dan efisiensi agar dapat mengambil keputusan dengan
tepat, sehingga usaha pengolahan ikan tawar dapat terus berproduksi. Oleh karena
itu, perlu dilakukan analisis usaha yang dapat digunakan untuk mengetahui kinerja
dari usaha pengolahan ikan tawar.
Berkaitan dengan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk mengangkat judul
Analisis Usaha Pengeringan Ikan Tawar di Desa Pasar Ipuh Kecamatan Ipuh
Kabupaten Mukomuko

3
1.2 Batasan Masalah
Melihat banyaknya aktifitas dalam usaha pengeringan ikan tawar dan jenis ikan
tawar yang dihasilkan, untuk menghindari pembiasan pembahasan, dan lebih
fokusnya penelitian, maka penilitian aktifitas usaha pengeringan ikan tawar ini
dibatasi pada pengolahan ikan tawar hasil tangkapan suami dan di olah oleh istri.
Ada jenis ikan tawar yang diteliti adalah ikan yang paling diminati konsumen, ikan
yang diteliti dalam penelitian ini yaitu ikan kase, ikan teri, udang merah dan Ikan
jenis lainnya.

1.3 Rumusan Masalah


Dengan memperhatikan latar belakang dan uraian yang telah diungkapkan
maka permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah:
1. Berapa besar biaya, penerimaan dan keuntungan dari Usaha Pengeringan Ikan
Tawar di Desa Pasar Ipuh Kecamatan Ipuh Kabupaten Mukomuko?
2. Bagaimana tingkat efisiensi usaha pengeringan ikan tawar kering di Desa
Pasar Ipuh Kecamatan Ipuh Kabupaten Mukomuko?

1.4 Tujuan
Adapun Penelitian ini bertujuan
1. Untuk menghitung Berapa besar biaya, penerimaan dan keuntungan dari Usaha
Pengeringan Ikan tawar di Desa Pasar Ipuh Kecamatan Ipuh Kabupaten
Mukomuko
2. Untuk menganalisis Bagaimana tingkat efisiensi Usaha Pengeringan Ikan
Tawar di Desa Pasar Ipuh Kecamatan Ipuh Kabupaten Mukomuko

4
1.5 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah dan
pihak lain, dalam upaya mencari pendekatan dan strategi terbaik dalam
melakukan upaya untuk meningkatkan pendapatan usaha nelayan.
2. Sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya terutama yang berminat untuk
meneliti mengenai sektor perikanan terutama pada pendapatan usaha nelayan.
3. Bagi penulis untuk menambah wawasan terutama yang berhubungan dengan
pendapatan ikan kering tawar oleh nelayan di Desa Pasar Ipuh Kecamatan Ipuh,
Kabupaten Mukomuko

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan tawar


Ikan tawar (bahasa Inggris: stockfish) adalah ikan tanpa garam (tidak diasinkan),
terutama ikan kod, yang dikeringkan dengan angin dan udara dingin pada gantungan
rak di tepi pantai, yang mana disebut "hjell" di Norwegia (Moeljanto, 2012).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pengeringan adalah metode pengawetan makanan
tertua di dunia, dan ikan yang dikeringkan dapat disimpan hingga beberapa tahun.
Metode tersebut murah dan efektif pada iklim yang sesuai; pekerjaan tersebut dapat
dilakukan oleh nelayan dan keluarganya, lalu produk yang dihasilkan dengan mudah
dibawa ke Pasar. Ikan kod adalah ikan yang paling umum digunakan dalam
produksi ikan tawar, sementara ikan putih lainnya, seperti pollock, haddock, ling
dan cusk, lebih jarang digunakan. Selama berabad-abad, beberapa varian ikan yang
dikeringkan telah mengalami banyak perkembangan. Kategori stockfish
(dikeringkan dalam keadaan segar, tidak diasinkan) sering disamakan dengan
kategori clipfish (ikan kod) yang mana ikan tersebut dikeringkan terlebih dahulu
selam tiga hari. Setelah 2-3 hari di keringkan. Diubah dari ikan tawar basah menjadi
clipfish melalui suatu proses pengeringan. Ikan tawar tersebut pada awalnya
dikeringkan di atas batu-batu (clips) di tepi pantai. Metode produksi ikan tawar kod
dikembangkan oleh bangsa Portugis pertama kali dan membawanya ke
Newfoundland di mana terdapat ikan kod (bacalhau) dalam jumlah besar.
Ikan tawar diawetkan melalui proses fermentasi di mana bakteri yang telah
beradaptasi dengan dingin mematangkan ikan tersebut, serupa dengan proses
pematangan keju. Sementara ikan kod asin diproses dalam suatu proses curing
secara kimiawi yang disebut "pematangan dengan garam" (salt-maturing), serupa
dengan proses pematangan produk-produk lainnya yang dimatangkan dengan garam
seperti prosciutto (Moeljanto, 2012).

6
2.2 Teori Pengeringan
Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses
kelangsungan hidup manusia. Manusia telah memanfaatkan ikan sebagai bahan
pangan sejak beberapa abad yang lalu.sebagai bahan pangan ikan mengandung zat
gizi utama berupa protein, lemak, vitamin dan mineral. Penanganan ikan setelah
penangkapan atau pemanenan memegang peranan penting untuk memperoleh nilai
jual ikan yang maksimal. Salah satu faktor yang menentukan nilai jual ikan dan
hasil perikanan yang lain adalah tingkat kesegarannya, mutunya, tahan lama, dan
tidak cepat membusuk (Junianto, 2003).
Pengeringan sudah dilakukan sejak zaman dahulu dengan berbagai tujuan,
antara lain untuk memperpanjang umur penyimpanan, meningkatkan mutu dan
menjamin ketersediaan produk yang bersifat musiman (Endri, 2009).
Di negara-negara tropis seperti Indonesia, pengawetan produk dengan cara
pengeringan merupakan metode yang umum dilakukan. Selain prosesnya
mudah, cara ini juga lebih murah karena ketersediaan sinar matahari yang
melimpah sepanjang tahun. Salah satu produk yang banyak dikeringkan adalah
ikan. Pengeringan ini bertujuan untuk mengurangi kerugian pada saat panen
raya, dimana jumlah ikan melimpah sehingga harga menjadi sangat rendah.
Selain itu, pengeringan juga bertujuan untuk memudahkan pemasaran, karena
ikan tawar jauh lebih ringan dengan volume yang lebih kecil daripada ikan
basah, sehingga lebih mudah dan murah untuk dikemas, diangkut dan
didistribusikan.
Hasil penelitian Fadhil (2005), menunjukkan jenis produk yang dikeringkan
adalah ikan nila (Oreochromis Niloticus) dengan menggunakan metode
pengering surya aktif tidak langsung (active indirect solar drying). Tujuan
utama pengeringan ialah untuk memperpanjang umur simpan bahan dengan cara
menurunkan aktivitas air (Aw = water activity). Turunnya aktifitas air dapat
menghambatbat pertumbuhan mikroba dan aktifitas yang disebabkan oleh enzim,
karena suhu pemanasan tidak cukup tinggi untuk membunuh mikroba dan
menonaktifkan enzim.

7
Menurut Fadhil (2005), secara umum tujuan pengeringan ikan ialah :
1. Untuk mengawetkan ikan dengan cara menurunkan kadar iar di dalamnya
2. Untuk mengurangi volume dan berat ikan yang ditangani sehingga biaya
penganggkutan dan penyimpanan menurun.
3. Untuk meningkatkan kenyamanan dalam penggunaan (pada beberapa jenis
produk tertentu pengeringan dikombinasi dengan instanisasi).

2.3 Proses Pengeringan Mencegah kerusakan pada ikan


Afrianto (2005) menyatakan, seperti pada pengolahan komoditi lainnya yang
menggunakan panas, pengeringan juga menyebabkan perubahan sifat sifat pada ikan
yang dikeringkan, perubahan yang terjadi antara lain :
1. Perubahan suhu badan
Bila suhu pengeringan rendah perubahan suhu bahan kecil sehingga di
abaikan, tetapi bila digunakan suhu tinggi perubahan suhu yang terjadi cukup
untuk mengubah sifat sifat bahan yang dikeringkan seperi pematangan, warna,
denaturasi protein, dan lain lain.
2. Pengkerutan
Ikan dengan kandungan air yang tinggi akan mengkerut bila
dikeringkan pada tekanan atmosfir karena keluarnya air dari dalam jaringan,
oleh karena itu bila pengkerutan tidak diinginkan pengeringan dilakukan pada
tekanan rendah misalnya Feeze Drying.
3. Kerusakan Gizi
Kerusakan gizi akibat pemanasan dan kerusakan yang disebabkan oleh
reaksi yang terjadi selama proses pengeringan.
Selanjutnya menurut Afrianto (2005), pada tekanan atmosfir pengeringan
ikan dapat dilakukan dalam bentuk tumpukan atau aliran bahan. Berdasarkan pindah
panas yang terjadi selama proses pengeringan ikan dapat dikategorikan pindah panas
konveksi, konduksi, atau pemanasan dielektrik. Jenis jenis pengeringan ikan
mekanis yang diterapkan dalam industri perikanan antara lain :

8
1. Pengeringan ikan pada tekanan atmosfir yang cocok digunakan pada berbagai
jenis ikan.
2. Pengeringan ikan dengan cara dikeringkan dalam terowongan atau diatas ban
berjalan dimana aliran bahan dan udara panas dapat searah atau berlawanan
arah. Cocok untuk produksi ikan dengan skala besar.
3. Pengeringan ikan dengan cara Prinsip Osmosis misalnya bahan direndam dalam
larutan garam kemudian dikeringkan atau dilakkan prose penjemuran.
4. Pengeringan dengan cara dimasukkan kedalam ruangan yang bertekanan tinggi
sehingga kadar air bahan dapat menghilang karena panas yang tinggi.
Pemilihan alat pengering tergantung pada bahan yang dikeringkan bentuk
akhir produk yang diinginkan, pertimbangan ekonomi, dan frekuensi pemakaian.
Sedangkan penggunaan alat pengering dikatakan berhasil bila produknya
mempunyai rasa, bau, dan penampilan yang baik, mutu tidak berkurang jauh, harga
bersaing dengan cara pengawetan lainnya.
Pengeringan mencakup pemanasan secara simultan dan pengurangan
kandungan air dari bahan. Fenomena penting yang terjadi selama proses
pengeringan adalah pindah panas dan pindah massa, dan banyak factor yang turut
mempengaruhi laju keduanya dalam pengeringan. Pengeringan dapat dilakukan
dengan cara memanaskan udara disekitar bahan atau dengan memanaskan
permukaan bahan langsung.
Metode pengeringan dengan udara panas merupakan cirri khas dari
Pengeringan Kapasitas udara untuk mengambil air dari bahan dan membuangnya ke
luar tergantung pada suhu dan kelembabannya (uap air yang sudah berada di
dalamnya). Kandungan uap air dalam udara diekspresikan dengan kelembaban
absolute yaitu berat uap air per unit udara kering (kg/kg) atau dalam kelembaban
relative (RH) yaitu rasio tekanan parsial uap air dalam udara dengan suhu tertentu
dan tekanan uap air jenuh pada suhu yang sama, dikalikan dengan 100 %. Suhu
yang biasa diukur menggunakan thermometer gelas yang berisi air raksa atau
alcohol, dikenal dengan bola kering atau disebut dengan suhu udara.

9
2.4 Biaya
Biaya produksi terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah
biaya yang jumlahnya tidak bergantung pada perubahan jumlah produksi, misalnya
biaya penyusutan peralatan. Biaya variabel adalah biaya yang dipengaruhi oleh
kapasitas produksi. Semakin besar kapasitas produksi maka semakin besar biaya
yang dibutuhkan dan sebaliknya (Suryani, 2005).
Menurut Daniel (2005), biaya produksi adalah sebagai kompensasi yang
diterima oleh para pemilik faktor-faktor produksi atau biaya-biaya yang dikeluarkan
oleh petani dalam proses produksi baik secara tunai maupun tidak tunai. Pada
analisis ekonomi, biaya diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan sesuai dengan
tujuan spesifik dari analisis yang dikerjakan, yaitu sebagai berikut :
1. Biaya uang dan biaya in natura. Biaya-biaya yang berupa uang tunai, misalnya
upah kerja untuk biaya persiapan atau penggarapan tanah, termasuk upah untuk
ternak, biaya untuk membeli pupuk, pestisida dan lain-lain. Biaya-biaya panen,
bagi hasil, sumbangan dan mungkin pajak- pajak dibayarkan dalam bentuk
natura.
2. Biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah jenis biaya yang besar
kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi, misalnya sewa atau
bunga tanah yang berupa uang. Biaya variabel adalah biaya yang besar
kecilnya berhubungan langsung dengan besarnya produksi, misalnya
pengeluaran-pengeluaran untuk bibit, pupuk dan sebagainya.
3. Biaya rata-rata dan biaya marginal. Biaya rata-rata adalah hasil bagi antara
biaya total dengan jumlah produk yang dihasilkan. Biaya marginal adalah biaya
tambahan yang dikeluarkan petani/pengusaha untuk mendapatkan tambahan
satu satuan produk pada suatu tingkat produksi tertentu.
Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan-perusahaan di sektor industri
pengolahan dapat dirinci atas biaya bahan baku, biaya bahan lain, biaya sewa
kapital dan biaya jasa-jasa. Jumlah dari keempat macam biaya ini dinamakan biaya
masukan. Nilai keluaran dikurangi biaya masukan disebut nilai tambah. Di samping
itu, tentu saja dikeluarkan biaya tenaga kerja yang terdiri atas gaji, upah serta
berbagai macam tunjangan dan bonus. Biaya tenaga kerja merupakan bagian dari

10
nilai tambah yang dihasilkan oleh suatu industri. Biaya masukan ditambah biaya
tenaga kerja kemudian membentuk biaya total. Selisih antara nilai keluaran dan
biaya total merupakan keuntungan kotor/profit bruto (Kiki, 2011).
Analisis biaya dimanfaatkan oleh pengusaha dalam mengambil suatu keputusan.
Biaya adalah nilai korbanan yang dicurahkan dalam proses produksi. Proses
produksi disebut sebagai suatu proses berupa input (ikan segar) diubah menjadi
output (ikan tawar). Biaya total usaha pengolahan ikan tawar merupakan jumlah
keseluruhan biaya yang dikeluarkan, yang meliputi biaya tetap dan biaya variabel.
Rumus biaya total secara matematis adalah:
TC = TFC + TVC
Di mana:
TC = biaya total usaha pengolahan ikan tawar (rupiah)
TFC = total biaya tetap usaha pengolahan ikan kering tawar (rupiah)
TVC = total biaya variabel usaha pengolahan ikan kering tawar (rupiah)

Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang tidak ada kaitannya dengan jumlah
barang yang diproduksi. Biaya tetap menjadi sangat penting ketika seorang
pengusaha memikirkan tambahan investasi, seperti peralatan, tenaga kerja, mesin
atau bangunan. Biaya tidak tetap adalah biaya yang berubah apabila luas
usahanya berubah. Dengan demikian biaya tetap pada usaha pengolahan ikan tawar
yang dikeluarkan terdiri dari penyusutan alat, bunga modal investasi dan biaya
tenaga kerja. Sedangkan biaya variabel pada usaha pengolahan ikan tawar yang
dikeluarkan terdiri dari biaya bahan baku, biaya pelengkap, biaya pengemasan dan
biaya transportasi. Penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel tersebut
kemudian merupakan biaya total (Reswita, 2014)

2.5 Penerimaan
Pembangunan ekonomi adalah usaha dalam suatu perekonomian untuk
mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak
tersedia, taraf pendidikan semakin tinggi dan teknologi semakin meningkat.
Pertanian mempunyai kontribusi besardalam pembangunan ekonomi yaitu

11
kontribusi produksi, kontribusi Pasar, kontribusi factor produksi dan kontribusi
devisa.
Penerimaan dipengaruhi oleh harga output, yaitu ikan tawar. Dalarn analisis
finansial, harga output dinilai berdasarkan harga aktual yang berlaku di lokasi
penelitian. (Ningsih, 2010)
Di dalam memproduksi suatu barang, ada dua hal yang menjadi fokus utama
dari seorang pengusaha dalam rangka mendapatkan keuntungan yang maksimum,
yaitu ongkos (cost) dan penerimaan (Revenue). Semakin banyak jumlah produk
yang dihasilkan maupun semakin tinggi harga per unit produksi yang bersangkutan,
maka penerimaan total yang diterima produsen akan semakin besar. Sebaliknya jika
produk yang dihasilkan sedikit dan harganya rendah maka penerimaan total yang
diterima produsen semakin kecil. (Kiki, 2011)
Proses produksi pada pengolahan ikan tawar dapat memberikan dampak
terhadap penerimaan yang diterima oleh pengusaha ikan tawar. Menurut
Soekartawi (1995), penerimaan adalah perkalian antara produksi yang diperoleh
dengan harga jual. Secara matematis, rumus penerimaan adalah sebagai berikut:

TR = =1( Pi . Qi )

Keterangan:
TR = Penerimaan total usaha pengolahan ikan tawar (Rp/Minggu)
Qi = Jumlah produksi ikan tawar (Kg/Minggu)
Pi = Harga ikan tawar (Rp/Kg)
i = Jenis Jenis ikan tawar yang dijual (ikan kase, ikan teri, udang
merah dan Ikan jenis lainnya)
n = Jumlah jenis ikan yang diteliti

2.6 Keuntungan
Keuntungan merupakan selisih antara pendapatan (penerimaan) kotor dan
pengeluaran total (biaya total). Beberapa ahli mendefinisikan laba sebagai berikut:
Menurut Mubyarto (2004) bahwa laba adalah penerimaan bersih yang diterima
pemilik usaha setelah semua biaya usaha dikeluarkan. Laba yang diperoleh seorang

12
petani dari usahanya dapat berubah selisih lebih dalam perbandingan antara neraca
pada permulaan usahanya dengan neraca pada akhir usahanya.
Data yang dikumpulkan dan dibatasi dengan pendekatan analisis diskriptif dan
matematik yaitu analisis biaya produksi dan keuntungan. Analisis keuntunan ikan
tawar dilakukan untuk menguraikan secara kualitatif dalam bentuk tabelaris dan
presentase. Metode keuntungan yang digunakan sebagai berikut :
Untuk menghitung keuntungan petani perikanan tentang analisis keuntungan
usaha ikan tawar. Digunakan formulasi sebagai berikut (Persamaan) :
= TR TC
Keterangan :
= Keuntungan
TR = Total Revenue (Total Penerimaan)
TC = Total Cost (Total Biaya)
Menurut Hartono (2003), mengatakan bahwa untuk menguji apakah tingkat
keuntungan yang diterima dari suatu usaha secara rasional, maka perlu dilakukan
perhitungan dengan mengetahui besarnya nilai Return Cost (R/C), nilai R/C
merupakan perbandingan antara total dengan total biaya yang dikeluarkan.
Formulasi model analisis ini adalah sebagai berikut:

Total Penerimaan
R/C Ratio =
Total Pengeluaran

2.7 Efisiensi Usaha


Besarnya efisiensi usaha dapat dihitung dengan R/C rasio yang dapat
dirumuskan :

Efisiensi =

Dimana, TR adalah penerimaan total dari usaha (Rp), TC adalah biaya total dari
usaha (Rp).
R/C > 1 berarti usaha pengolahan ikan kering tawar yang dijalankan efisien,

13
apabila R/C = 1 berarti usaha pengolahan ikan tawar berada pada posisi breakeven
point, R/C < 1 berarti usaha pengolahan ikan kering tawar yang dijalankan tidak
efisien (Basuki dan Mukti, 2014).

2.8 Kerangka Pemikiran


Usaha pengolahan ikan tawar merupakan salah satu industri berbasis
pengolahan hasil perikanan yang dilakukan secara tradisional dan sederhana.
Seorang pengusaha akan selalu menjalankan usahanya untuk mencari keuntungan
yang sebesar-besarnya. Berdasarkan uraian teori diatas dapat digambarkan kerangka
teori pendekatan masalah sebagai berikut:

14
Usaha Pengeringan Ikan Tawar

Proses Biaya
Produksi

Total Harga Biaya Variabel


Biaya Tetap:
Produksi 1. Biaya penyusutan alat: Ember 1. Biaya bahan Baku
sedang, timbangan, rak 2. Biaya Tenaga
penyimpanan, keranjang rotan, Kerja :
temoat penjemuran, terpal Penjemuran dan
sedang, bidai pemilahan

Penerimaan Total Biaya

Keuntungan
Efisiensi Usaha

Gambar 2. Kerangka Pemikiran


Usaha Pengeringan Ikan Tawar

15
BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Desa Pasar Ipuh Kecamatan Ipuh Kabupaten
Mukomuko. Penentuan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive)
dengan pertimbangan Desa Pasar Ipuh merupakan salah satu sentra industri
pengolahan ikan tawar di Kabupaten Mukomuko (BKPD, 2015).

3.2 Metode Penentuan Responden


Sugiyono (2013) menjelaskan bahwa populasi merupakan kelompok yang
lengkap, biasanya berupa orang, objek, atau kejadian yang menarik untuk dipelajari
atau dijadikan objek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah pengolah ikan
tawar di Desa Pasar Ipuh Kecamatan Ipuh Kabupaten Mukomuko. Adapun jumlah
pengolah ikan tawar di Desa Pasar Ipuh Kecamatan Ipuh Kabupaten Mukomuko ada
9 pengolah ikan tawar.
Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode sensus yaitu
teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel.

3.3 Jenis dan Sumber Data


1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh melalui wawancara dengan responden
yang relevan dengan survey lapangan (kuesioner). Adapun data primer yang
digunakan meliputi profil pengolah ikan, hasil pengolahan ikan, hasil penjualan
ikan dan biaya pengolahan ikan tawar.
2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik, misalnya
data profil Desa Pasar Ipuh dan data penduduk Desa Pasar Ipuh. Untuk lebih
melengkapi pemaparan hasil penelitian digunakan data sekunder berupa rujukan
dan referensi lainnya yang relevan, misalnya dari laporan hasil penelitian, jurnal,
dan publikasi lainnya yang terkait.

16
3.4 Model Analisis
Mengetahui besarnya biaya, penerimaan dan keuntungan dari Usaha
Pengeringan Ikan Tawar di Desa Pasar Ipuh Kecamatan Ipuh Kabupaten
Mukomuko
a. Biaya
Untuk mengetahui total biaya secara matematis dirumuskan sebagai
berikut:
TC = TFC + TVC
keterangan:
TC = Biaya total usaha pengolahan ikan tawar tawar (Rp/Minggu)
TFC = Total biaya tetap usaha pengolahan ikan tawar (Rp/ Minggu)
TVC = Total biaya variabel usaha pengolahan ikan tawar (Rp/Minggu)
b. Penerimaan
Untuk mengetahui penerimaan secara matematis dirumuskan sebagai
berikut:

TR = =1( Pi . Qi )
Keterangan:
TR = Penerimaan total usaha pengolahan ikan tawar (Rp/Minggu)
Qi = Jumlah produksi ikan tawar (Kg/ Minggu)
Pi = Harga ikan tawar (Rp/Kg)
I = Jenis Jenis ikan tawar yang di produksi
(ikan kase, ikan teri, udang merah dan Ikan jenis lainnya )
n = Jumlah jenis ikan yang diteliti
c. Keuntungan
Untuk mengetahui keuntungan secara matematis dirumuskan
sebagai berikut:
= TR TC
keterangan:
= Keuntungan usaha pengolahan ikan tawar (Rp/Minggu)
TR = Penerimaan total usaha pengolahan ikan tawar (Rp/ Minggu)
TC = Biaya total usaha pengolahan ikan tawar (Rp/ Minggu)

17
3. Mengetahui besarnya tingkat efisiensi usaha pengolahan ikan tawar
Untuk mengetahui efisiensi, maka rumus yang dipakai, yaitu:
TR
Efisiensi =
TC
keterangan:
R = Penerimaan usaha pengolahan ikan tawar (Rp/Minggu)
C = Biaya total usaha pengolahan ikan tawar (Rp/ Minggu)
Kriteria yang digunakan dalam penilaian efisiensi usaha
adalah
R/C > 1 Berarti usaha pengolahan ikan tawar tawar yang dijalankan sudah
efisien. R/C = 1, Berarti usaha pengolahan ikan tawar mencapai titik impas R/C <
1 Berarti usaha pengolahan ikan tawar yang dijalankan tidak efisien.

3.5 Definisi Operasional Variabel


1. Jenis ikan yang digunakan dalam proses pembuatan ikan tawar adalah jenis
ikan non ekonomis karena diharapkan akan memberikan nilai tambah, adapun
ikan tawar tersebut yaitu ikan kase, ikan teri, udang merah dan Ikan jenis
lainnya.
2. Ikan tawar adalah ikan laut yang telah mengalami proses pengolahan
(pengeringan) dengan menggunakan sinar matahari.
3. Usaha pengolahan ikan tawar adalah usaha yang mengolah ikan laut secara
tradisional dengan menggunakan metode pengeringan dengan menggunakan
sinar matahari.
4. Produsen ikan tawar adalah pengusaha ikan tawar yang mengolah ikan laut
sebagai bahan baku utama pembuatan ikan tawar.
5. Harga ikan tawar adalah nilai yang dibayarkan oleh konsumen terhadap ikan
tawar, dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp/Kg).
6. Hasil produksi ikan tawar adalah jumlah ikan tawar yang dihasilkan,
dinyatakan dalam satuan kilogram (Kg/Minggu).

18
7. Penerimaan adalah nilai hasil perkalian antara jumlah produk ikan tawar
dengan harga yang berlaku, dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp/Minggu).
8. Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah dengan adanya perubahan jumlah
produk yang dihasilkan, antara lain biaya penyusutan alat, dinyatakan dalam
satuan rupiah (Rp/Minggu).
9. Biaya penyusutan alat adalah pengurangan nilai peralatan-peralatan (barang
modal) karena peralatan tersebut terpakai dalam proses produksi atau karena
faktor waktu, yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp/Minggu).
10. Biaya variabel adalah biaya yang besarnya berubah sesuai dengan jumlah
produk yang dihasilkan, antara lain biaya bahan baku, biaya pengemasan, dan
biaya tenaga kerja yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp/Minggu).
11. Keuntungan adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya total,
dinyatakan dalam rupiah (Rp/Minggu).
12. Efisiensi usaha adalah perbandingan antara penerimaan total dengan biaya
total.

19
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI

4.1. Letak Geografis dan Iklim


Kedudukan Geografis Kabupaten Mukomuko terletak membujur dan sejajar
di antara pantai barat Sumatera di sebelah Barat dan gugusan Bukit Barisan di
sebelah timur. Secara Astronomis Kabupaten Mukomuko terletak pada koordinat
0201632 sampai 0300746 Lintang Selatan (LS) dan 10100115,1 sampai
10105129,6 Bujur Timur (BT).
Dari segi kewilayahan Kabupaten Mukomuko memiliki batas-batas wilayah sebagai
berikut :
a. Sebelah Utara : berbatasan dengan Kabupaten Pesisir Selatan
Provinsi Sumatera Barat.
b. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Kerinci dan
Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi, serta
Kabupaten Rejang Lebong
c. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Bengkulu Utara.
d. Sebelah Barat : berbatasan dengan Samudera Hindia.
Secara Geohidrologi, Kabupaten Mukomuko merupakan daerah tangkapan
hujan (cathment area) dengan tata guna lahan sebagian besar berupa sawah,
tegalan dan kebun campuran, serta kondisi tingkat infiltrasi yang pada umumnya
terdapat di kedalaman hingga belasan meter di bawah permukaan laut. Kabupaten
Mukomuko juga memiliki beberapa sungai besar yang berhulu dari sisi timur di
Bukit barisan dan mengalir ke sisi Barat di Samudera Hindia. Sungai induk di
Kabupaten ini ada tujuh buah sungai yaitu : Sungai Manjunto, Sungai Selagan,
Sungai Air Dikit, Sungai Air Bantal, Sungai Teramang, dan Sungai Air Ipuh.
Panjang total masing-masing sungai di kabupaten Mukomuko mencapai 54,058 km
hingga 299,778 km, dimana selebihnya adalah anak sungai.
Kabupaten Mukomuko mempunyai Daerah Aliran Sungai (DAS) cukup
luas dengan kondisi bentuk wilayah tangkapan bergelombang sampai terjal.

20
Kondisi yang demikian, ditambah dengan jumlah curah hujan yang tinggi serta
perbedaan elevasi yang tinggi pada jarak hulu-hilir yang relatif pendek,
menyebabkan fluktuasi debit aliran sungai pada waktu-waktu tertentu sangat besar.
Pada daerah tertentu dengan debit yang demikian akan menyebabkan sering
terjadinya pelimpahan air sungai ke daerah disekitar aliran, sehingga beberapa
daerah kadang terjadi banjir pada musim hujan. Sungai-sungai kecil dengan daerah
tangkapan yang relatif lebih sempit umumnya mempunyai debit air kecil, air
bersifat masam, berwarna coklat sampai kehitaman yang menandakan kadar fenol
yang tinggi. Beberapa sungai mempunyai kawasan bergambut dengan sifat masam
dengan kedalam gambut yang beragam dari 25 cm hingga lebih dari 100 cm.

4.2. Demografis
Pusat pemerintahan Kabupaten Mukomuko terletak di Kecamatan Kota
Mukomuko yang berjarak kurang lebih 270 km dari Ibukota Provinsi Bengkulu.
Luas wilayah Kabupaten Mukomuko adalah 403.670 Ha atau 4.036,7 km2 dan
luas wilayah laut sepanjang pesisir pantai Barat Sumatera, dengan panjang pantai
sekitar 98,2 Km, adalah 72.760 Ha atau 727,60 km2 (dihitung sejauh 4 Mil dari
garis pantai).
Kabupaten Mukomuko yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 03
Tahun 2003 tanggal 25 Februari 2003 tentang Pembentukan Kabupaten
Mukomuko, Kabupaten Seluma dan Kabupaten Kaur di Provinsi Bengkulu yang
diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 23 Mei 2003.
Pada awal terbentuknya Kabupaten Mukomuko terdiri dari 5 Kecamatan, 84
Desa dan 1 Kelurahan. Sesuai dengan dinamika pembangunan Kabupaten
Mukomuko, berdasarkan Perda Kabupaten Mukomuko Nomor 8 Tahun 2005, telah
terbentuk 10 Kecamatan baru dan penetapan letak ibu kota kecamatan, sehingga
menjadi 15 Kecamatan.
Pada tahun 2006, berdasarkan Perda Kabupaten Mukomuko Nomor 17, 18, 19,
20 dan 21 Tahun 2006 juga telah dibentuk 22 desa dan 2 kelurahan dan terakhir
dengan Perda Kabupaten Mukomuko Nomor 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 20, 21, 22,
23, dan 24 Tahun 2009 Tentang Pembentukan Desa-desa dalam wilayah Kabupaten

21
Mukomuko sehingga wilayah Kabupaten Mukomuko per-31 Desember 2009 terdiri
dari 15 Kecamatan, 148 Desa dan 3 Kelurahan.

4.3 Penduduk
4.3.1 Gambaran penduduk berdasarkan Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan
kepadatan Penduduk
Faktor utama yang sangat menentukan dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan kota adalah faktor manusia dan kegiatannya serta pola pergerakan
manusia. Ketiga faktor tersebut secara fisik termanifestasikan kepada perubahan
akan tuntutan kebutuhan ruang. Pertumbuhan dan perkembangan kota
dipenggaruhi oleh faktor manusia yang menyangkut kelahiran, kematian, adanya
migrasi, perkembangan tenaga kerja dan lain sebagainya.
Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk Tahun 2015 Biro Pusat
Statistik Kabupaten Mukomuko, jumlah penduduk Kabupaten Mukomuko
sementara tercatat sebesar 180.331 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk
sebesar 67.12 jiwa per km2.
Dengan wilayah Kabupaten Mukomuko seluas 4.036,7 km2, maka
berdasarkan hasil Sensus Penduduk Tahun 2015, kepadatan penduduk Kabupaten
Mukomuko adalah 67.12 jiwa/km2. Kepadatan penduduk di setiap kecamatan di
Kabupaten Mukomuko sangat bervariasi, yang tertinggi terdapat di Kecamatan
XIV Koto yaitu 141,01 jiwa/km2 sedangkan terendah di Kecamatan Malin
Deman dengan kepadatan sebesar 21.89 jiwa/km2.

22
Tabel 4.1 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan kepadatan Penduduk setiap
Kecamatan di Kabupaten Mukomuko Tahun 2013-2015
Kepadatan penduduk
Jumlah penduduk
(jiwa/km2)
No. Nama Kecamatan
Tahun Tahun
2013 2014 2015 2013 2014 2015
1 Ipuh 16.056 16,335 16.556 81,05 82.45 83.57
2 Air Rami 10.034 10,224 10.394 10,40 10.60 10.78
3 Malin Deman 5.372 6,364 6.415 18,34 21.72 21.89
4 Pondok Suguh 8.802 11,026 11.204 40,01 50.12 50.93
5 Sungai Rumbai 6.249 6,572 6.707 12,22 12.85 13.12
6 Teramang Jaya 9.385 9,873 10.046 32,85 34.55 35.16
7 Teras Terunjam 6.962 6,898 6.995 48,23 47.78 48.46
8 Penarik 17.675 20,519 20.728 59,58 69.17 69.88
9 Selagan Raya 8.509 8,330 8.455 25,10 24.57 24.94
10 Kota Mukomuko 12.775 15,035 15.237 56,28 66.23 67.12
11 Air Dikit 5.896 5,615 5.709 64,79 61.70 62.74
12 XIV Koto 11.099 11,115 10.858 144,14 144.35 141.01
13 Lubuk Pinang 12.007 12,568 12.739 129,53 135.58 137.41
14 Air Manjunto 8.825 8,893 9.066 69,33 69.86 71.22
15 V Koto 5.884 6,945 7.055 34,82 41.09 41.75
Sumber : Mukomuko Dalam Angka,2015

4.3.2 Proyeksi Jumlah Penduduk


Dengan data kependudukan dan pertambahan penduduk diatas, maka
dapat dihitung rata-rata pertumbuhan penduduk per tahun di Kabupaten
Mukomuko dalam kurun waktu tersebut, yaitu sebesar 180.331 Jiwa. Dengan
menggunakan angka rata-rata pertumbuhan sebesar itu, maka proyeksi
pertumbuhan penduduk dalam kurun waktu 6 (Enam) tahun ke depan dapat
diproyeksikan sebagai diperlihatkan pada tabel 4.2 berikut

23
Tabel 4.2 Proyeksi Pertumbuhan Penduduk di Kabupaten Mukomuko
Tahun 2010-2015
Proyeksi Pertumbuhan penduduk
No. Kecamatan Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015

1 Ipuh 16.335 16.809 17.296 17.798 18.314 18.845


2 Air Rami 10.224 10.520 10.826 11.140 11.463 11.795
3 Malin Deman 6.364 6.549 6.738 6.934 7.135 7.342
4 Pondok Suguh 11.026 11.346 11.675 12.013 12.362 12.720
5 Sungai Rumbai 6.572 6.763 6.959 7.161 7.368 7.582
6 T. Jaya 9.873 10.159 10.454 10.757 11.069 11.390
7 T. Terunjam 6.898 7.098 7.304 7.516 7.734 7.958
8 Penarik 20.519 21.114 21.726 22.356 23.005 23.672
9 Selagan Raya 8.330 8.572 8.820 9.076 9.339 9.610
10 Mukomuko 15.035 15.471 15.920 16.381 16.856 17.345
11 Air Dikit 5.615 5.778 5.945 6.118 6.295 6.478
12 XIV Koto 11.115 11.437 11.769 12.110 12.462 12.823
13 Lubuk Pinang 12.568 12.932 13.308 13.693 14.091 14.499
14 Air Manjunto 8.893 9.151 9.416 9.689 9.970 10.259
15 V Koto 6.945 7.146 7.354 7.567 7.786 8.012
Jumlah 156.312 160.845 165.510 170.309 175.248 180.331
Sumber : Mukomuko Dalam Angka,2015

4.3.3 Gambaran Umum Produksi Ikan Tangkap


Perikanan budidaya merupakan sektor produksi pangan yang paling pesat
perkembangannya di dunia dengan proyeksi bahwa produksi akan berlipat-ganda dalam
15-20 tahun mendatang. Pertumbuhan perikanan budidaya di masa mendatang
merupakan bagian kunci dalam menyediakan pasokan ikan dalam sistem perikanan
untuk pangan nasional, regional dan dunia; menciptakan lapangan pekerjaan; dan
menjaga ikan agar tersedia di tingkat harga yang layak bagi konsumen yang miskin
sumberdaya. Untuk memastikan pertumbuhan perikanan budidaya ini tetap
berkelanjutan baik secara ekonomi maupun ekologi maka kita harus lebih memahami
pola pertumbuhannya serta peluang dan tantangan yang dihadapi dengan adanya tren
tersebut. Pengetahuan ini akan menjadikan kita mampu untuk memprioritaskan
investasi yang lebih baik guna memastikan pembangunan yang berkelanjutan dalam
sektor ini.

24
Tabel 4.3 Produksi Perikanan Tangkap (Ton) Menurut Subsektor di Kabupaten
Mukomuko, 2012-2013

Perikanan Laut Perikanan Umum Jumlah


Kecamatan
2012 2013 2012 2013 2012 2013
Ipuh 3.795,30 3.891,78 - - 3.795,30 3.891,78
Air Rami 1.649,67 3.777,82 - - 1.649,67 3.777,82
Malin Deman - - - - - -
Pondok Suguh - - - - - -
Sungai Rumbai - - - - - -
Teramang Jaya 12.026,59 11.425,29 - - 12.026,59 11.425,29
Teras Terunjam - - - - - -
Penarik - - - - - -
Selagan Raya - - - - - -
Kota Mukomuko 3.672,60 3.149,24 - - 3.672,60 3.149,24
Air Dikit - - - - - -
XIV Koto - - - - - -
Lubuk Pinang - - - - - -
Air Manjunto - - - - - -
V Koto - - - - - -
Mukomuko 21.144,16 22.244,13 0,00 0,00 21.144,16 22.244,13
Sumber : BPS Kabupaten Mukomuko

25
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteritik Usaha Pengeringan Ikan Tawar


Responden dalam penelitian ini adalah pengusaha ikan kering tawar yang
masih aktif dalam menjalankan usaha pengolahan ikan tawar di Desa Pasar Ipuh.
Identitas responden yang dikaji dalam penelitian ini meliputi umur responden, lama
pendidikan, jumlah anggota keluarga, jumlah anggota keluarga yang aktif dalam
produksi, jumlah tenaga kerja keluarga, jumlah tenaga kerja keseluruhan dan lama
mengusahakan. Untuk lebih jelasnya tentang karateristik responden dalam penelitian
ini dilihat pada Tabel berikut .
Tabel 1. Karateristik responden pengusaha ikan kering tawar
No Uraian Rentang Jumlah
(Orang)
1. Umur (Tahun) < 35 1
36 40 2
41 45 3
>45 3
2. Tingkat Pendidikan
SD 1
SMP 2
SMA 6
3. Pengalaman Mengolah Ikan Kering Tawar (Tahun)

<10 15 4
16 20 2
21 >25 3
4. Jumlah Tenaga kerja (Orang)
2 9

5.1.1 Umur
Kinerja seseorang dipengaruhi oleh faktor umur. Umur yang produktif
tentu akan memberikan kemudahan dalam memproduksi dan mengolah ikan
tawar. Bila umur pengusaha ikan kering tawar semakin tua tentu akan
berdampak terhadap beberapa banyak jumlah yang mampu diproduksi.

26
Menurut Wikipedia (2016), usia produktif tenaga kerja mulai dari usia
15-64 tahun. Para Pengusaha ikan tawar berusia produktif, kisaran usia mereka
sekitar 30 sampai dengan 50 tahun.
Data ini menunjukkan bahwa, semua pengusaha ikan kering tawar di
Desa Pasar Ipuh bekerja Pada usia produktif, seseorang dianggap memiliki
kondisi fisik yang prima dan mempunyai tenaga yang luar biasa bila
dibandingkan dengan usia dibawah atau diatas usia produktif. Selain itu pada
usia ini seseorang mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam berpikir dan
bertindak untuk mengambil suatu rencana atau keputusan.

5.1.2 Tingkat Pendidikan


Menurut Wikipedia (2016), tingkat pendidikan seseorang itu sering
dikaitkan dengan kualitas sumber daya manusia. Dengan demikian pendidikan
merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Kualitas tersebut tidak
hanya terkait dengan kecakapan akademik saja, namun terkait pula dengan
kemampuan seseorang dalam merespon perubahan yang ada di sekelilingnya.
Pengusaha pengeringan ikan tawar di Desa Pasar Ipuh yang tamat SD
ada 1 orang, sedangkan responden yang paling dominan adalah tamatan SMA
sebanyak 6 orang.
Tingkat pendidikan yang ditempuh sebenarnya tidak memberikan
pengaruh yang cukup besar pada usaha pengolahan ikan kering tawar karena
walaupun produsen ikan kering tawar hanya memiliki tingkat pendidikan yang
rendah tetapi jika memiliki pengalaman usaha yang baik dapat berpengaruh
pada kelangsungan usaha pengolahan ikan kering tawar.

5.1.3 Pengalaman Mengolah Ikan Kering Tawar.


Ernik (2012) mengemukakan Pengolah ikan yang sudah menekuni
pekerjaannya selama bertahun-tahun, tentunya sudah berpengalaman dalam
menentukan produk ikan kering tawar yang menguntungkan.

27
Melalui pengalaman mengolah ikan kering tawar, kemudahan dalam
mendapatkan kualitas ikan kering tawar yang dijual juga akan semakin mudah
karena para Pengusaha ikan kering tawar telah memiliki pengalaman dalam
mengolah usaha pengeringan ikan tawar.
Berdasarkan hasil penelitian, dengan Pengusaha ikan tawar di Desa Pasar
Ipuh mempunyai pengalaman mengolah ikan kering tawar antara <10 15 tahun
sebanyak 4 orang, pengalaman mengolah ikan kering tawar antara 16 20 tahun
sebanyak 2 orang dan pengalaman mengolah ikan tawar antara 21 >25 tahun
sebanyak 3 orang.

5.1.4 Jumlah Tenaga Kerja


Industri dapat digolongkan berdasarkan jumlah tenaga kerja, Dari
penelitian ini dapat di lihat bahwa jumlah tenaga kerja pengusaha ikan kering tawar
sebanyak 2 orang dan berasal dari tenaga kerja dalam keluarga. Hal ini berkaitan
dengan ketersediaan tenaga kerja keluarga yang akan digunakan dalam usaha
pengolahan ikan kering tawar. Yaitu Ibu sebagai pelaku usaha pengeringan ikan
sedangkan anak membantu dalam proses pengolahan ikan dari penjemuran sampai
dengan pemilahan untuk pengasingan jenis ikan.

5.2 Proses Pengeringan


Dasar pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan
kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Dalam hal ini,
kandungan uap air udara lebih sedikit atau udara mempunyai kelembapan nisbi yang
rendah sehingga terjadi penguapan, adapun tahap pengolahan ikan kering adalah
sebagai berikut :
1. Ikan hasil tangkapan yang dibeli kemudian ditiriskan dan selanjutnya ikan dijemur
dengan disusun diatas para-para yang sudah disiapkan. Ikan disusun dengan rapi
diatas bidai yang disiapkan. Usahakan bagian perut ikan menghadap kebawah.
Lakukan itusampai semua ikan tertampung didalam wadah,
Cara yang umum digunakan untuk mengeringkan ikan adalah dengan menguapkan
air dari tubuh ikan, yaitu dengan menggunakan hembusan udara panas. Dengan

28
hawa panas ini, akan terjadi penguapan air dari tubuh ikan dari mulai permukaan
hingga ke bagian dalam tubuh ikan.
2. Produk ikan asin kering yang sudah kering dipilah berdasarkan jenis ikannya.

5.3 Biaya Usaha


Biaya adalah sesuatu yang dikeluarkan dalam melakukan dan memproduksi
suatu barang ataupun jasa.
Total biaya tetap merupakan penjumlahan dari seluruh nilai penyusutan akibat
penggunaan seluruh peralatan dalam mengolah ikan kering tawar.
Menurut Hendrik (2010), biaya terdiri dari dua, yaitu: biaya tetap (Fixed cost)
dan biaya tidak tetap (Variabel cost). Biaya tetap itu merupakan biaya yang relatif
tetap jumlahnya dan akan terus dikeluarkan meskipun produksi yang diperoleh
banyak atau sedikit. Sedangkan biaya variabel itu dipengaruhi oleh besar kecilnya
produksi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa jumlah Rata-rata biaya yang
dikeluarkan dari usaha pengeringan ikan tawar di Desa Pasar Ipuh adalah sebagai
berikut:

Tabel 2. Biaya Usaha Pengeringan Ikan Tawar di Desa Pasar Ipuh


Jenis Biaya Rata Rata Biaya Persentase( %)
(Rp/Minggu)
Rata-rata Variabel 1.380.404 98
Rata-rata Tetap 25.672 2
Biaya 1.406.076 100
Sumber : Data primer diolah; (2016)

Rata rata biaya variabel pada usaha pengeringan ikan tawar di Desa Pasar
Ipuh adalah Rp.1.380.404, adapun biaya variabel pada penelitian ini adalah
pembelian ikan dan upah tenaga kerja. Total biaya tetap pada penelitian ini adalah
biaya penyusutan peralatan yang berjumlah Rp.25.672. Kemudian Rata rata biaya
keseluruhan pada penelitian ini adalah Rp. 1.406.076.
Dari Tabel di atas terlihat bahwa biaya tersebesar yang dikeluarkan usaha
pengirangan ikan tawar di Desa Pasar Ipuh adalah biaya variabel, yaitu sebesar
98% dibanding dengan biaya tetap yang hanya sebesar 2%

29
Besarnya biaya tetap yang dikeluarkan responden dikarenakan adanya
kenaikan harga bahan baku ikan segar sebagai bahan baku utama akibat
ketersediaan ikan segar yang menurun akibat cuaca buruk dan di luar musim.

5.3.1 Biaya Variabel


Biaya variabel yang dikeluarkan selama satu minggu dalam usaha ini
dapat dilihat pada Tabel di bawah ini

Tabel 3. Biaya Variabel Usaha Pengeringan Ikan tawar di Desa Pasar Ipuh
(Rp/minggu).
Jenis Biaya Rata Rata Biaya Persentase(%)
(Rp/Minggu)
Modal Pembelian Ikan 957.778 68
Biaya Tenaga Kerja 441.482 32
Biaya Variabel 1.380.404 100
Sumber: Data primer diolah; (2016)

Rata rata biaya variabel adalah biaya yang besar maupun kecilnya dapat
mempengaruhi produksi yang dihasilkan dinyatakan dengan satuan (Rp/Minggu).
Biaya variabel meliputi biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja.
a. Biaya Bahan Baku
Untuk pembelian ikan perminggunya rata-rata pengusaha ikan kering tawar di
Desa Pasar Ipuh mengeluarkan dana sebesar Rp. 957.778 per pengusaha ikan
kering tawar
b. Biaya Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang sangat menentukan dalam
suatu usaha. Tanpa adanya tenaga kerja suatu usaha tidak bisa berproduksi,
sehingga mengakibatkan usaha akan gulung tikar. Melihat pentingnya tenaga
kerja dalam usaha, maka diperlukan jumlah tenaga kerja yang memadai dengan
kemampuan yang mampu mendukung usaha yang dijalankan.
Penambahan tenaga kerja dalam usaha yang dilakukan akan semakin lebih
efisien dari segi waktu dan dapat menambah pendapatan bagi pemilik usaha. Rata-
rata upah yang harus dikeluarkan perminggunya adalah sebesar Rp. 441.481.

30
5.3.2 Biaya Tetap
Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak bergantung pada perubahan

jumlah produksi, misalnya biaya penyusutan peralatan. Biaya tetap dalam usaha

pengolahan ikan kering tawar meliputi biaya penyusutan peralatan. Rata-rata biaya

tetap yang dikeluarkan oleh produsen ikan kering tawar adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Biaya Tetap Peralatan Usaha Ikan kering dan Tawar di Desa Pasar Ipuh
(Rp/minggu).
Jenis Peralatan Rata Rata Biaya(Rp/Minggu) Persentase (%)
Ember sedang 611 2,4
Timbangan 3.588 14,0
Rak Penyimpanan 2.083 8,1
Keranjang Rotan 2.654 10,3
Tempat Penjemuran 2.083 8,1
Terpal Sedang 1.921 7,5
Bidai 12.731 49,6
total 25.672 100,0
Sumber: Data primer diolah; (2016)

Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan harus dikeluarkan
walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit yang dinyatakan dengan
satuan Rp/minggu. Biaya tetap Usaha pengeringan ikan tawar di Desa Pasar Ipuh
terdiri dari biaya penyusutan peralatan.
Nilai Penyusutan peralatan merupakan nilai yang terdapat pada keseluruhan
peralatan dengan melihat jumlah barang, harga awal, dan lama pemakaian. Alat-alat
yang digunakan dalam usaha pengeringan ikan tawar ini yaitu: ember besar,
timbangan, rak penyimpanan, keranjang rotan, tempat penjemuran, terpal sedang,
dan bidai. Pengusaha ikan di desa Pasar Ipuh mengolah dua jenis ikan kering yaitu
ikan tawar dan ikan asin. Kedua jenis ikan kering ini menggunakan peralatan yang
sama. Rata Rata biaya penyusutan peralatan yang dikeluarkan oleh Pengusaha ikan
kering tawar di Desa Pasar Ipuh sebesar Rp. 25.672 perminggu.
Perbandingan biaya penyusutan peralatan yang dikeluarkan untuk pengolahan
ikan tawar dan ikan asin dapat dilihat pada tabel berikut:

31
Tabel 5. Biaya Penyusutan Peralatan Ikan tawar dan Ikan Asin di Desa Pasar Ipuh
(Rp/minggu).
Jenis Ikan Kering Rata Rata Ikan Yang Rata Rata Biaya
Diolah Penyusutan
(Rp/Kg) (Rp/minggu)
Ikan Tawar 400,6 16.309,6
Ikan Asin 225,5 9.362,9
Total Ikan Yang diolah 626,1 25.672,5
Sumber: Data primer diolah; (2016)

Dari tabel diatas dapat dilihat rata rata biaya penyusutan peralatan yang
dikeluarkan pengusaha ikan kering tawar adalah sebesar Rp.16.309,6/minggu, dengan
Rata rata produksi 400,6 kg/minggu

5.4 Penerimaan
Menurut hasil penelitian yang dilakukan di Desa Pasar Ipuh dari ikan yang
dibeli oleh pengusaha menghasilkan berbagai jenis ikan kering tawar yang di
hasilkan yaitu ikan kase, ikan teri, udang merah dan Ikan jenis lainnya. Sedangkan
Ikan jenis lainnya merupakan ikan yang tidak dikonsumsi oleh manusia dan hanya
dijual sebagai pakan ternak, sehingga nilai jualnya rendah. Nilai jual ikan yang
paling tinggi adalah ikan tawar jenis udang merah, hanya saja produksinya kecil,
karena jenis ikan ini tergantung pada musim, dan jumlah ikan yang relatif kecil.
Informasi yang diperoleh dari para usaha pengeringan ikan tawar di Desa
Pasar Ipuh bahwa ikan dibeli dalam satuan keranjang, masing-masing keranjang
berisi sekitar 80 Kg ikan, dengan harga Rp. 180.000 perkeranjang.
Total penjualan yang diterima merupakan hasil dari jumlah ikan yang dijual
dikalikan dengan harga jual. adapun total penerimaan usaha pengeringan ikan tawar
di Desa Pasar Ipuh, dapat dilihat pada tabel 6 berikut :

32
Tabel 6. Penerimaan Usaha Pengeringan Ikan Tawar di Desa Pasar Ipuh
(Rp/minggu).
Jenis Ikan Rata rata Penerimaan Persentase
(Rp/Minggu) (%)
Ikan Kase
840.875 46
Ikan Teri
685.500 38
Udang Merah
180.250 10
Ikan jenis lainnya 105.146 6
Penerimaan 1.811.771 100
Sumber: Data primer diolah; (2016)

Rata rata penerimaan yang diterima dari usaha ikan tawar perminggu ditentukan
oleh jumlah ikan yang diproduksi dan dijual, dikali dengan harga penjualan ikan
tawar. Berdasarkan dari hitungan terlihat Rata rata penerimaan pengusaha ikan
tawar di Desa Pasar Ipuh adalah sebesar Rp. 1.811.771 perminggu. Ikan kase
merupakan sumber penerimaan terbesar yaitu sebesar Rp.840.875/Minggu, hal ini
dikarenakan produksi ikan kase adalah yang terbanyak diantara ikan lain.

5.5 Pendapatan
Pendapatan diperoleh dari hasil penjualan ikan kering tawar dikurangi
dengan total biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi ikan tawar. Total biaya
produksi rata-rata dalam pengolahan ikan tawar terdiri dari biaya tetap dan biaya
variabel. Biaya variabel yaitu rata-rata pembelian ikan segar, dan rata rata biaya
tenaga kerja sedangkan biaya tetap adalah biaya penyusutan peralatan. Penerimaan
dihitung dari jumlah produksi olahan dikali dengan harga jual, setelah itu baru
diketahui berapa jumlah pendapatan usaha pengolahan pengeringan ikan tawar
tersebut.
Apabila penerimaan lebih besar dari total biaya produksi maka dikatakan
usaha memperoleh pendapatan. Sebaliknya apabila total biaya lebih besar
dibandingkan penerimaan maka usaha pengolahan ikan tawar mengalami kerugian.
Pendapatan, penerimaan dan biaya produksi yang dikeluarkan dapat dilihat pada
tabel berikut :

33
Tabel 7. Pendapatan Pengusaha Ikan kering tawar di Desa Pasar Ipuh
(Rp/minggu).
Uraian Pendapatan
(Rp/Minggu)
Penerimaan (TR) 1.811.771
Total Biaya (TC) 1.406.076
Pendapatan Bersih 415.727
Sumber: Data primer diolah; (2016).

Rata rata pendapatan yang diterima oleh pengusaha ikan kering tawar selama 1
minggu ditentukan oleh total penerimaan dikurangi dengan biaya tetap dan biaya
variabel. Berdasarkan dari hitungan terlihat bahwa Rata rata Pendapatan usaha ikan
kering tawar adalah sebesar Rp. 415.727

5.6 4. Analisis Efisiensi


Efisiensi usaha pengeringan ikan tawar di Desa Pasar Ipuh merupakan
perbandingan antara rata-rata penerimaan total yang diterima oleh produsen dengan
rata-rata biaya total yang dikeluarkan oleh produsen. Berikut data yang
menunjukkan besarnya efisiensi usaha pengeringan ikan tawar di Desa Pasar Ipuh.

Tabel 8. Analisis Efisiensi Usaha Pengeringan Ikan Tawar di Desa Pasar Ipuh
(Rp/minggu).
No Uraian Jumlah
(Rp/Minggu)
1 Penerimaan 1.811.771
2 Biaya Total 1.406.076
Efesiensi usaha 1.32
Sumber: Data primer diolah; (2016).

Berdasarkan Tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai efisiensi usaha


pengeringan ikan tawar di Desa Pasar Ipuh sebesar 1,32. Hal tersebut berarti usaha
pengolahan ikan tawar yang dijalankan sudah efisien karena nilai efisiensi lebih dari
satu. Nilai efisiensi usaha 1.32 berarti bahwa setiap Rp 1,000 biaya yang
dikeluarkan oleh pengusaha ikan tawar maka akan memberikan penerimaan sebesar
Rp. 1.320 bagi pengusaha ikan tersebut.

34
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
1. Rata rata biaya variabel pada usaha pengeringan ikan tawar di Desa Pasar Ipuh
adalah Rp.1.380.404 perminggu.
2. Rata rata penerimaan pengusaha ikan tawar di Desa Pasar Ipuh adalah sebesar
Rp. 1.811.771 perminggu.
3. Rata rata Pendapatan usaha ikan kering tawar adalah sebesar Rp. 415.727.
4. Efisiensi usaha pengeringan ikan tawar di Desa Pasar Ipuh sebesar 1,32. Nilai
efisiensi usaha 1.32 berarti bahwa setiap Rp 1,000 biaya yang dikeluarkan oleh
pengusaha ikan tawar maka akan memberikan penerimaan sebesar Rp. 1.320
bagi pengusaha ikan tersebut.

6.2 Saran
1. Untuk mendapatkan pendapatan yang lebih besar, pengusaha sebaiknya
menambah jumlah produksi ikan tawar
2. Bagi pemerintah, dinas ataupun instansi terkait, dibutuhkan pendampingan
secara intensif untuk merubah pola pikir masyarakat, sosialisasi mengenai gizi
ikan tawar sehingga mengubah paradigma masyarakat terhadap gizi ikan tawar,
dan pemberian bantuan yang tepat guna mengoptimalkan produksi ikan tawar.
3. Bagi peneliti lain, disarankan agar meneliti lebih lanjut mengenai aspek
kelayakan (finansial) dan pemasaran pengolahan ikan tawar agar pengolahan
ikan kering tawar lebih baik lagi.

35
DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, Eddy. 2005. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Basuki Wibawa. Farida Mukti. 2014. Analisis Usaha Pengolahan Ikan tawar Di
Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati. Program Studi Agribisnis, Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret.

BKPD. 2015. Kandungan Gizi Pada Ikan tawar. http://bkpd/seputar-kandungan-gizi-


pada-ikan-asin-kering-dan-manfaat-kandungan-di dalamnya/ diakses 24 Maret
2015, Pukul 17.20 Wita.

Daisy, Makapedua M. 2014. Studi Lama Pengeringan Ikan Selar (Selaroides Sp) Asin
Dihubungkan Dengan Kadar Air Dan Nilai Organoleptik. Jurnal Media
Teknologi Hasil Perikanan Vol. 2 (2) : 20-101

Daniel, Moehar. 2005. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta

Endri, Yani. 2009. Analisis Efisiensi Pengeringan Ikan Nila Pada Pengering Surya Aktif
Tidak Langsung, Jurusan Teknik Mesin Universitas Andalas, ISSN: 0854-
8471, Jurnal No. 31 (2) : 77-97

Ernik, Yuliyana. 2012. Sikap pengolah produk ikan asin Dalam Menentukan Produk
Ikan Asin, Jurnal Volume 15 (1) : 99-112

Fadhil, Rahmat. 2005. Pengeringan (bahan kuliah satuan operasi), Jurusan Teknik
Pertanian. Universitas Darussalam Banda Aceh.

Hartono, 2003. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil.
Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Hendrik. 2010. Analisis Usaha Pengolahan Ikan Asin Di Kecamatan Pandan Kabupaten
Tapanuli Tengah Sumatera Utara. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Riau Pekanbaru. Jurnal perikanan dan kelautan 15 (1) : 83-88

Wikipedia, 2016. https://en.wikipedia.org/umur/,diakses 16 September 2016, pukul


13.00 Wib

Ibrahim, Yacob. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Revisi. Penerbit PT. Rineka Cip
ta. Jakarta.

Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Kiki, Sari. 2011. Analisis Usaha Pengolahan Ikan Tawar Di Kabupaten Cilacap.
Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

36
Margono, Kumorotomo. 2000. Ikan Tawar Cara Kombinasi Penggaraman Dan
Peragian (Ikan Peda) www.warintek.ristek.go.id/pangan_ kesehatan/
pangan/ piwp/ikan_asin_kombinasi.pdf. Manado, 24 Maret 2015, Pukul
17.20 Wita.

Mubyarto. 2004. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.

Moeljanto, R. 2012. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. PT. Penebar


Swadaya. Jakarta.

Ningsih, Kustiawati. 2010. Analisis Biaya Sumberdaya Domestik Usaha Pengolahan


Ikan tawar. Dosen Fakultas Pertanian Universitas Islam Madura.
Pamekasan.

Reswita. 2014. Kelayakan Usaha Pengolahan Ikan Asin Di Kelurahan Sumber Jaya
Kecamatan Kampung Melayu Kota Bengkulu, Jusrusan Sosial Ekonomi
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu , Volume 15 (1) : 99-119

Susianawati, Novilia. 2010. Hand Out Ilmu Alamiah Dasar.Progdi S1. Surakarta.

Suryani. 2005. Analisis Usahatani. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D.: Alfabeta
Bandung

37
38

Anda mungkin juga menyukai